Hubungan yang dibangun dengan keraguan dari salah satu pihak, tidak akan pernah berhasil. Kecuali pihak tersebut sanggup membuang rasa ragunya tersebut, dan yakin untuk memulai hubungan yang sebenarnya.
"Kau tidak membalas pesanku, tadi malam?" Zul memecah keheningan yang entah keberapa kali tersebut."Aku ketiduran," tandas Della singkat. Zul mengerutkan dahinya, Nada bicara Della terkesan cuek."Ah, aku mengganggumu karena membalas kemalaman ya? Maafkan aku. Tadi malam harus mengantar Niswah dulu. Kasian dia, mobilnya mogok di tengah jalan. Takutnya ntar kenapa-napa."Dengkusan kasar terdengar. Zul merasa Della marah padanya. Tapi dia juga harus menjelaskan, supaya Della tidak salah paham. Meski sebenarnya Della berhak salah paham. Karena memang dia bersalah."Maafkan aku."Della menoleh selintas. Menatap tangannya yang di genggam Zul. Namun, bibirnya tetap tidak mau berekasi. Diam saja. Andai dia bisa, ingin rasanya berteriak sekuat-kuaWanita itu adalah Aini. Entah bagaimana wanita itu bisa sampai ke ruangannya. Apa hanya karena kemarin Haidar menerima kedatangan Aini, lalu resepsionis di bawah mengizinkan wanita itu untuk bebas menemuinya. Yang jelas, Haidar tidak menyukainya. Bagaimanapun juga, ditilik dari sikapnya, Haidar merasa kurang patut untuk wanita bersuami menemui pria bersuami. Membawakan bekal lagi. Wanita itu dengan cekatan membuka wadah bekal. Tak lupa dengan senyum yang terus terpatri. Jujur saja, gerak gerik Aini memang halus, lemah gemulai. Andai dirinya suami dari wanita tersebut, mungkin sudah dia daratkan kecupan di pipi wanita tersebut karena gemas. Namun, kenyataan berbeda. Dan justru itu pula yang membuat Haidar tak nyaman. Ditambah Zul yang menatap curiga ke arahnya. "Aku sengaja memasak spesial untukmu. Ku harap kamu menyukainya." Aini mendaratkan wadah tersebut ke hadapan Haidar. Mempersilakan pria yang hampir menta'arufinya itu untuk mencicipi masakannya."U
Terburu Haidar menghampiri istrinya. Jelas saja dia khawatir Dinda akan salah paham. Namun, justru seulas tatapan datar yang dia terima. Jantung Haidar berdegup semakin kencang. Kalau seandainya hubungan mereka memburuk, Haidar tidak akan pernah memaafkan Aini. Terlepas dari kisah suram wanita itu atas rumah tangganya tersebut."Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," Dari tempatnya berdiri, Haidar masih berusaha memberi penjelasan seraya menelan kasar salivanya. "Memang kau pikir aku kenapa?" tandas Dinda jutek. Wanita itu malah meletakkan kantong wadah bekal di tangan suaminya, dan berjalan santai menghampiri Aini."Sepertinya kita belum berkenalan. Namaku Dinda," ujarnya dengan senyum di bibirnya. Tak lupa tangan terulur. Zul yang sedari tadi menjaga Aini supaya tidak lepas kendali, terperangah. Gerangan apa yang direncanakan wanita itu?"Aini." Wanita itu membalas uluran tangan Dinda dengan santai, tanpa merasa bersalah."Sepertinya kita per
"Iya. Aku memang salah. Karena tidak menjelaskan sejak awal tentang Aini."Dinda memalingkan wajah. Dia tahu, kelemahannya adalah menatap manik mata sang suami. Karena pasti ketebak akhirnya, dia bakal luluh. "Tentu saja. Takut ketahuan 'kan?"Zul diam-diam menyingkir. Tidak mau menjadi korban dari ledakan boom yang sewaktu-waktu meledak. Mending cari aman. Sekalian meratapi nasibnya sendiri.Helaan napas berat terdengar. Juga, saat tangan kekar Haidar meraih tangannya. Ayolah, please, jangan sampai jebol pertahanan. Jangan terlihat lemah."Dia cuma masalalu. Jadi, aku tidak mau membahasnya."Dinda terkekeh sinis."Sepertinya dia sering kesini. Sampai bawain makan siang segala.""Dia baru dua kali ini.""Em .... Dua kali ya. Yang di kantor. Entah kalau di luar.""Aku tidak pernah menemuinya.""Kenapa? Dia wanita idamanmu itu 'kan? Cantik. Kenapa gak nikah sama dia aja?" sindir Dinda setengah mengejek."Karena wanita yan
Niswah sedang rebahan santai di rumahnya. Hari ini dia tidak ada jam, alias free. Papa dan mama tirinya jiga sedang pergi, jadilah hari ini dia benar-benar menikmati waktu santainya. Sudah lama dia tidak menikmati senggang seperti ini. Apalagi untuk sekedar ngefan-girl. Bukan karena tidak ada waktu. Bukan. Tapi, memang akhir-akhir ini pikirannya kacau. Apa lagi kalau bukan karena recokan keluarga barunya. Hari linur pun rasanya tidak semenyenangkan dulu.Gadis itu kini tengah tertawa-tiwi sendirian. Menonton variety show idol favorit nya, yang mana dia ketinggalan banyak episode. Jungkir balik posisi rebahan sampai tak sadar. Maklum saja, Niswah aslinya bar-bar. Hanya beberapa hari terakhir mulai agak mendingan dia. Mungkin usia mempengaruhi.Di tengah tontonannya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada panggilan dari aplikasi hijau. Seketika Niswah mendengkus, kesal. Tak suka aktifitasnya terganggu."Ck! Siapa sih, ganggu aja!" rutuknya. Sayangnya, o
Akibat ulah Arjun, Niswah membayar mahal sang sopir taksi. Memang, Arjun jelas sudah membayar lewat aplikasi. Tapi, tetap saja Niswah tak enak hati. Pak supir sudah menemaninya dan setia menunggu selama satu jam lebih. Ya, pada akhirnya, seperti yang dikatakan Arjun, Deka pulang setengah jam kemudian, tetap saja ini menyebalkan. Waktu yang seharusnya bisa dia gunakan untuk rebahan justru terbuang sia-sia."Deka, habis ini langsung tidur siang saja ya?" bujuk Niswah, setelah bocah itu berganti pakaian dan makan siang. Jujur, Niswah lelah, lelah fisik juga batin. Rasanya tidak sanggup jika harus menemani bocah itu bermain dulu. Maafkan dirinya, tapi, tak baik bermain dengan anak kecil dalam keadaan emosi yang meninggi. Takut malah kebablasan. Beruntung, Deka mengangguk, nurut."Tante temenin Deka 'kan?"Niswah tersenyum, mengangguk. "Iya, tante temenin."Bocah itu bersorak. Menarik tangan Niswah dan membawa ke kamarnya. Langsung merebahkan diri di kasur.
Namun, sayangnya, ekspektasi buruk Niswah harus buyar. Yang dilihatnya, sangat sempurna. Ruangan luas ini sangat bersih dan rapi. Niswah sampai tak sadar telah berdecak mengaguminya. Ranjang dengan sprei hitam halus, dan tatanan bantal selimut yang rapi. Sangat nyaman untuk ditiduri. Lalu, lemari besar hitam juga bebas dari gelantungan sembarangan pakaian. Juga ada lemari dengan peralatan kosmetik di atasnya. Jelas saja, Arjun pasti telaten merawat kulitnya. Niswah akui dari yang dia lihat selama ini. Lalu, ada juga lukisan klasik yang menggantung di dinding. Dan, pastinya yang gak mungkin ketinggalan, lemari rak besar berisi buku-buku yang tertata rapi. Selintas melihat, Niswah membaca otomatis beberapa judul buku. Buku kuliah, dan juga bacaan lain.Perhatiannya tertuju ke arah lain. Dahi Niswah berkerut melihat ada pintu lain, tapi bukan kamar mandi. Langkah penasarannya membawa gadis itu menuju kesana. Beberapa saat dia sempat ragu, namun penasaran lebih mendominasinya.
"Bapak mau apain saya?"Niswah memeriksa keadaannya panik, lalu melempar selimut dan terperanjat dari ranjang. Menatap galak pada Arjun yang tak kalah bingungnya."Bapak mau perkosa saya? Bapak sudah mencium saya? Huwaaa!""Heh! Apa maksudmu? Saya gak ngapa-ngapain kamu." "Halah! Lalu ngapain bapak telanjang? Pasti bapak berniat buruk 'kan? Huwaaa! Masa depanku masih panjang.""Jangan sembarangan menuduh. Ini kamar saya. Mau saya pakai baju juga terserah. Lalu, kenapa kau tidur di kamar saya? Kamu ingin menjebak saya 'kan?""Njebak apaan sih? Gak usah ngarang deh pak. Ngaku! Bapak mau merkosa saya kan? Bapak tadi sudah nyium saya? Bibirku, sudah gak perawan. Huwaa!""Hey! Siapa yang menciummu? Jangan asal bicara. Saya tidak tahu kamu ada di kamar saya.""Halah! Mana ada maling mau ngaku. Bapak mau macam-macam 'kan? Pasti saya disuruh jadi baby sitter karena bapak tertarik sama saya kan? Bapak nyari kesempatan buat merkosa saya?"Di
"Dengan terpaksa, kalian harus menikah."Netra Niswah membulat. Begitu juga Arjun."A-apa?!" Keduanya terkejut bersamaan. Menikah?"Ta-tapi, Mas ...""Kenapa menikah, Mas? Saya bahkan tidak berniat jahat pada Niswah. Itu hanya salah paham.""Iya, Niswah juga kan masih suci. Masak mau dinikahin sama orang jahat ini. Gak mau!"Arjun melirik tak suka. Dia kesal, terus dituduh oleh gadis itu. Padahal, siapa juga yang mau berniat jahat? Minat saja tidak."Mas gak menerima penolakan. Kalian harus dinikahkan untuk mencegah yang terburuk.""Tapi ...""Gak ada tapi-tapian, Nis. Kamu ini gadis. Harus lebih pintar menjaga diri. Bukan malah menuruti nafsu sesaatmu.""Ah! Tahulah! Mas egois. Terus menuduhku!" Niswah kesal. Putus asa karena tuduhan kakaknya. Gadis itu mengambil ponselnya kasar, lalu ngeloyor pergi."Mas tetap akan bilang pada papa. Jadi, jangan harap kamu bisa mengelak.""Terserah!" Niswah nampak marah. Membanting pintu ap
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z