"Bapak mau apain saya?"
Niswah memeriksa keadaannya panik, lalu melempar selimut dan terperanjat dari ranjang. Menatap galak pada Arjun yang tak kalah bingungnya."Bapak mau perkosa saya? Bapak sudah mencium saya? Huwaaa!""Heh! Apa maksudmu? Saya gak ngapa-ngapain kamu.""Halah! Lalu ngapain bapak telanjang? Pasti bapak berniat buruk 'kan? Huwaaa! Masa depanku masih panjang.""Jangan sembarangan menuduh. Ini kamar saya. Mau saya pakai baju juga terserah. Lalu, kenapa kau tidur di kamar saya? Kamu ingin menjebak saya 'kan?""Njebak apaan sih? Gak usah ngarang deh pak. Ngaku! Bapak mau merkosa saya kan? Bapak tadi sudah nyium saya? Bibirku, sudah gak perawan. Huwaa!""Hey! Siapa yang menciummu? Jangan asal bicara. Saya tidak tahu kamu ada di kamar saya.""Halah! Mana ada maling mau ngaku. Bapak mau macam-macam 'kan? Pasti saya disuruh jadi baby sitter karena bapak tertarik sama saya kan? Bapak nyari kesempatan buat merkosa saya?"Di"Dengan terpaksa, kalian harus menikah."Netra Niswah membulat. Begitu juga Arjun."A-apa?!" Keduanya terkejut bersamaan. Menikah?"Ta-tapi, Mas ...""Kenapa menikah, Mas? Saya bahkan tidak berniat jahat pada Niswah. Itu hanya salah paham.""Iya, Niswah juga kan masih suci. Masak mau dinikahin sama orang jahat ini. Gak mau!"Arjun melirik tak suka. Dia kesal, terus dituduh oleh gadis itu. Padahal, siapa juga yang mau berniat jahat? Minat saja tidak."Mas gak menerima penolakan. Kalian harus dinikahkan untuk mencegah yang terburuk.""Tapi ...""Gak ada tapi-tapian, Nis. Kamu ini gadis. Harus lebih pintar menjaga diri. Bukan malah menuruti nafsu sesaatmu.""Ah! Tahulah! Mas egois. Terus menuduhku!" Niswah kesal. Putus asa karena tuduhan kakaknya. Gadis itu mengambil ponselnya kasar, lalu ngeloyor pergi."Mas tetap akan bilang pada papa. Jadi, jangan harap kamu bisa mengelak.""Terserah!" Niswah nampak marah. Membanting pintu ap
"Wah! Gila! Lo mau nikah sama pak Arjun?" pekik Syifa disela kepedesan akibat mie ayam setan itu. Niswah mengangguk. Matanya berair, berikut hidung kendat. Bukan karena menangis, melainkan karena kepedesan. Level lima belas adalah level puncak dari mie ayam setan tersebut."Kok bisa?" Syifa penasaran, meski sebenarnya, untuk berkata saja dia menahan pedasnya."Gara-gara pak Arjun mau perkosa gue. Ketahuan sama anaknya."Syifa makin melotot. Masak sih, seorang dosen Arjun yang tampan nan dingin itu, mau melakukan tindakan bejat. Pantas saja Niswah sampai menangis uring-uringan tadi. Tapi yang aneh ...."Terus, ngapain abang lo malah maksa lo buat nikah sama pak Arjun?" Ayolah, mie ini memang pedas, tapi cerita Niswah membuatnya penasaran. Jadi, meski ditengah huh hah-nya, Syifa tetap bertanya."Gak tahu. Mas Haidar nyebelin."Wajah Niswah memerah. Kali ini air matanya sudah bergabung antara kecewa dan juga kepedesan. Kombinasi yang mengharukan (?)
"Saya turun di dekat Atm depan sana saja, Pak."Arjun mengerutkan dahi. Itu bahkan masih sekitar lima ratus meter dari kampus. Masih lumayan jauh. Mereka memang berangkat dari rumah bersama. Niswah sudah tidak dipegangi mobil lagi. Aksesnya dicabut oleh sang papa yang murka padanya. Bahkan, untuk uang saku juga. Niswah kere sekarang. Beruntung, Arjun memberinya kartu atm yang baru. Jadi, dia tetap punya pegangan. "Kamu serius, turun disana? Mau naik apa? Jalan kaki, hmm?" Arjun meragukannya. Meski Niswah menyebalkan, tetap saja dia tak tega.Gadis itu mengangguk. Terpaksa deh, daripada menimbulkan kecurigaan yang lain karena bareng sama dosen tampan itu."Tidak usah, sampai kampus saja," putus Arjun. Mana mungkin dia tega menurunkan seorang gadis, meski gadis itu menyebalkan."Ish! Bapak nih, dibilangin turunin saya kok. Gimana kalau ada yang tahu? Bisa kena skandal saya nanti.""Skandal?" ulang Arjun. Merasa aneh dengan bahasa yang digunakan
"Gimana, malam pertama? Seru? Pak Arjun .... Oops! Sory ...."Niswah melotot. Meski Syifa bertanya dengan berbisik, tetap saja Niswah takut ada yang mendengarnya nanti. Baru juga datang, sudah mendapat pertanyaan unfaedah.Niswah meletakkan tasnya diatas meja. Lalu duduk bertopang dagu. Merenungi nasibnya. Padahal, masih pagi. Syifa jadi tak tega. Tapi, sebenarnya apa yang membuat sahabatnya ini susah? Mendapat suami idaman para wanita, harusnya bangga dong. Niswah adalah mahasiswi terberuntung karena mendapatkan dosen ganteng tersebut. Coba aja bisa tukar takdir. Syifa pasti mau. Mau banget pokoknya."Kamu berangkat bareng pak Arjun?" bisik Syifa super pelan. Niswah menghembuskan napas berat, lalu mengangguk."Wah, keren."Niswah menoleh, menatap tajam Syifa. Syifa langsung melayangkan dua jarinya. Sepertinya dia memang tidak kapok."Jangan bahas dia, bisa gak?""Hehe. Gak bisa, Nis. Please deh. Gue tuh seneng banget tahu. Padahal, lo yang
Malam kembali menyapa. Harusnya ini malam kedua pernikahan. Tapi, memang apa istimewanya? Gak ada. Mereka akan tetap tidur di ranjang masing-masing seperti malam kemarin. Deka sendiri, sudah tertidur sejak jam setengah delapan tadi. Anak itu memang tidak pernah tidur larut. Paling malam adalah jam setengah sembilan, itu pun kalau ada tugas. Lagipula, selama ini juga hanya ada Arjun bersamanya. Tak ada teman bermain. Arjun juga, terbiasa menidurkan Deka lebih awal karena dia harus menyelesaikan pekerjaannya.Seperti malam ini, Arjun masih sibuk dengan pekerjannya. Berkutat dengan berkas dan juga tabletnya. Padahal setahu Niswah, Arjun ini sebatas dosen, tapi kenapa kelihatannya sibum sekali. Buku-buku di raknya malah isinya bisnis. Bukan bidang yang diajarkan oleh dosen itu di kampus. Niswah jadi ragu untuk membahas apa yang disarankan oleh Syifa padanya tadi pagi. Akhirnya, sembari menunggu Arjun beres, Niswah mencoret sesuatu di kertas.Jam menunjukkan pukul setengah sebelas, Niswah
"Se-setahun?" ulang Niswah, menelan salivanya."He'em. Kenapa? Apa keberatan? Atau, lebih cepat lagi?"Niswah buru-buru menggeleng. Tidak! Jangan terlalu cepat. Dia harus mencari uang dulu untuk persiapan hidup sendiri."Baik. Ada lagi, poin yang kamu ingin kan? Tulis saja. Biar nanti saya ketik. Dan bisa kita tanda tangani besok."Niswah menggeleng. "Sementara itu aja dulu. Kasih kolom untuk tambahan. Biar sewaktu-waktu, kalau mau nambahin enak.""Oke. Sudah malam. Kau tidurlah."Arjun berpaling. Kembali pada pekerjaanya."Ehm! Bapak ... Gak tidur?" Rasanya aneh bersikap peduli seperti ini."Nanti. Pekerjaanku belum selesai," sahut Arjun tanpa menoleh."Oh, oke." Niswah lalu merebahkan badannya. Memasang headset di telinga. Menoleh selintas ke arah pria yang masih fokus pada pekerjaannya itu. Lalu, gadis itu memejamkan matanya. Menjemput mimpinya dalam alam bawah sadar..."Niswah belum menelponmu?" tanya Dinda saat sarapan pagi bersama suaminya. Haidar menggeleng."Sepertinya, dia
Haidar langsung memeluk Dinda. Memekik mengucapkan tasbih dan hamdalah. Ini adalah kejutan yang membahagiakan bagi mereka. Haidar bahkan meneteskan air mata bahagia dan haru.Dokter berpamitan keluar. Kedua suami istri itu saling menangis. Mensyukuri nikmat tak terduga itu."Akhirnya, aku merasakan hamil. Hiks...""Kau hebat, istriku."Dinda kembali memeluk Haidar. Kebahagiaannya membuncah. Berapa tahun dia menunggu momen ini. Dan, akhirnya, kini dia bisa merasakannya. Kesabaran, pasti akan berbuah manis. Dalam hati, dia berjanji akan menjaga baik-baik amanah ini. Mereka pulang ke rumah dengan kebahagiaan yang membuncah. Tak lupa, Dinda mengabari abangnya. Menyampaikan kabar gembira pada abang tercintanya."Selamat adikku. Abang kirim doa dari sini.""Terimakasih, Bang. Hiks. Terimakasih, telah menjaga dan menghibur Dinda selama ini," isaknya. Tangis karena terlalu bahagia."Sudah kewajiban abang, Din. Kamu baik-baik saja. Haidar memperlakukanmu dengan baik, bukan?" Dinda mengangguk
Pagi sekali, Niswah sudah berkutat di dapur. Uh! Sudah lama sekali dia tidak memasak. Bahkan, dulu yang masak setiap hari adalah abangnya. Niswah hanya membantu ala kadarnya saja. Semoga saja, tutorial yang dia lihat selama menjadi asisten abangnya berhasil. Setidaknya, sampai makanannya bisa dinikmati."Hmm .... Baunya enak.""Eh! Kucing!"Prang!Saking terkejutnya karena mendengar suara dadakan Arjun, gadis itu terperanjat, dan sutil yang dipegangnya terjatuh."Kau ini kenapa? Baru juga dipuji, malah grogi." Arjun mengulurkan sutil yang terjatuh tadi. Wajah Niseah yang memerah akibat berhadapan dengan kompor itu semakin merah, malu. Apalagi, penampilan Arjun yang kelewat santai. Hanya menhenakan kaos pendek dan juga celana kolor LV pendek. Bagaimanapun juga, Niswah belum terbiasa dengan pemandangan tersebut. Terutama saat di kamar, Niswah sampai was-was kalau tiba-tiba Arjun masuk. Nasib, harus sekamar ya begini."Ya bapak ngagetin kok. Jelas saya