Namun, sayangnya, ekspektasi buruk Niswah harus buyar. Yang dilihatnya, sangat sempurna. Ruangan luas ini sangat bersih dan rapi. Niswah sampai tak sadar telah berdecak mengaguminya. Ranjang dengan sprei hitam halus, dan tatanan bantal selimut yang rapi. Sangat nyaman untuk ditiduri. Lalu, lemari besar hitam juga bebas dari gelantungan sembarangan pakaian. Juga ada lemari dengan peralatan kosmetik di atasnya. Jelas saja, Arjun pasti telaten merawat kulitnya. Niswah akui dari yang dia lihat selama ini. Lalu, ada juga lukisan klasik yang menggantung di dinding. Dan, pastinya yang gak mungkin ketinggalan, lemari rak besar berisi buku-buku yang tertata rapi. Selintas melihat, Niswah membaca otomatis beberapa judul buku. Buku kuliah, dan juga bacaan lain.
Perhatiannya tertuju ke arah lain. Dahi Niswah berkerut melihat ada pintu lain, tapi bukan kamar mandi. Langkah penasarannya membawa gadis itu menuju kesana. Beberapa saat dia sempat ragu, namun penasaran lebih mendominasinya."Bapak mau apain saya?"Niswah memeriksa keadaannya panik, lalu melempar selimut dan terperanjat dari ranjang. Menatap galak pada Arjun yang tak kalah bingungnya."Bapak mau perkosa saya? Bapak sudah mencium saya? Huwaaa!""Heh! Apa maksudmu? Saya gak ngapa-ngapain kamu." "Halah! Lalu ngapain bapak telanjang? Pasti bapak berniat buruk 'kan? Huwaaa! Masa depanku masih panjang.""Jangan sembarangan menuduh. Ini kamar saya. Mau saya pakai baju juga terserah. Lalu, kenapa kau tidur di kamar saya? Kamu ingin menjebak saya 'kan?""Njebak apaan sih? Gak usah ngarang deh pak. Ngaku! Bapak mau merkosa saya kan? Bapak tadi sudah nyium saya? Bibirku, sudah gak perawan. Huwaa!""Hey! Siapa yang menciummu? Jangan asal bicara. Saya tidak tahu kamu ada di kamar saya.""Halah! Mana ada maling mau ngaku. Bapak mau macam-macam 'kan? Pasti saya disuruh jadi baby sitter karena bapak tertarik sama saya kan? Bapak nyari kesempatan buat merkosa saya?"Di
"Dengan terpaksa, kalian harus menikah."Netra Niswah membulat. Begitu juga Arjun."A-apa?!" Keduanya terkejut bersamaan. Menikah?"Ta-tapi, Mas ...""Kenapa menikah, Mas? Saya bahkan tidak berniat jahat pada Niswah. Itu hanya salah paham.""Iya, Niswah juga kan masih suci. Masak mau dinikahin sama orang jahat ini. Gak mau!"Arjun melirik tak suka. Dia kesal, terus dituduh oleh gadis itu. Padahal, siapa juga yang mau berniat jahat? Minat saja tidak."Mas gak menerima penolakan. Kalian harus dinikahkan untuk mencegah yang terburuk.""Tapi ...""Gak ada tapi-tapian, Nis. Kamu ini gadis. Harus lebih pintar menjaga diri. Bukan malah menuruti nafsu sesaatmu.""Ah! Tahulah! Mas egois. Terus menuduhku!" Niswah kesal. Putus asa karena tuduhan kakaknya. Gadis itu mengambil ponselnya kasar, lalu ngeloyor pergi."Mas tetap akan bilang pada papa. Jadi, jangan harap kamu bisa mengelak.""Terserah!" Niswah nampak marah. Membanting pintu ap
"Wah! Gila! Lo mau nikah sama pak Arjun?" pekik Syifa disela kepedesan akibat mie ayam setan itu. Niswah mengangguk. Matanya berair, berikut hidung kendat. Bukan karena menangis, melainkan karena kepedesan. Level lima belas adalah level puncak dari mie ayam setan tersebut."Kok bisa?" Syifa penasaran, meski sebenarnya, untuk berkata saja dia menahan pedasnya."Gara-gara pak Arjun mau perkosa gue. Ketahuan sama anaknya."Syifa makin melotot. Masak sih, seorang dosen Arjun yang tampan nan dingin itu, mau melakukan tindakan bejat. Pantas saja Niswah sampai menangis uring-uringan tadi. Tapi yang aneh ...."Terus, ngapain abang lo malah maksa lo buat nikah sama pak Arjun?" Ayolah, mie ini memang pedas, tapi cerita Niswah membuatnya penasaran. Jadi, meski ditengah huh hah-nya, Syifa tetap bertanya."Gak tahu. Mas Haidar nyebelin."Wajah Niswah memerah. Kali ini air matanya sudah bergabung antara kecewa dan juga kepedesan. Kombinasi yang mengharukan (?)
"Saya turun di dekat Atm depan sana saja, Pak."Arjun mengerutkan dahi. Itu bahkan masih sekitar lima ratus meter dari kampus. Masih lumayan jauh. Mereka memang berangkat dari rumah bersama. Niswah sudah tidak dipegangi mobil lagi. Aksesnya dicabut oleh sang papa yang murka padanya. Bahkan, untuk uang saku juga. Niswah kere sekarang. Beruntung, Arjun memberinya kartu atm yang baru. Jadi, dia tetap punya pegangan. "Kamu serius, turun disana? Mau naik apa? Jalan kaki, hmm?" Arjun meragukannya. Meski Niswah menyebalkan, tetap saja dia tak tega.Gadis itu mengangguk. Terpaksa deh, daripada menimbulkan kecurigaan yang lain karena bareng sama dosen tampan itu."Tidak usah, sampai kampus saja," putus Arjun. Mana mungkin dia tega menurunkan seorang gadis, meski gadis itu menyebalkan."Ish! Bapak nih, dibilangin turunin saya kok. Gimana kalau ada yang tahu? Bisa kena skandal saya nanti.""Skandal?" ulang Arjun. Merasa aneh dengan bahasa yang digunakan
"Gimana, malam pertama? Seru? Pak Arjun .... Oops! Sory ...."Niswah melotot. Meski Syifa bertanya dengan berbisik, tetap saja Niswah takut ada yang mendengarnya nanti. Baru juga datang, sudah mendapat pertanyaan unfaedah.Niswah meletakkan tasnya diatas meja. Lalu duduk bertopang dagu. Merenungi nasibnya. Padahal, masih pagi. Syifa jadi tak tega. Tapi, sebenarnya apa yang membuat sahabatnya ini susah? Mendapat suami idaman para wanita, harusnya bangga dong. Niswah adalah mahasiswi terberuntung karena mendapatkan dosen ganteng tersebut. Coba aja bisa tukar takdir. Syifa pasti mau. Mau banget pokoknya."Kamu berangkat bareng pak Arjun?" bisik Syifa super pelan. Niswah menghembuskan napas berat, lalu mengangguk."Wah, keren."Niswah menoleh, menatap tajam Syifa. Syifa langsung melayangkan dua jarinya. Sepertinya dia memang tidak kapok."Jangan bahas dia, bisa gak?""Hehe. Gak bisa, Nis. Please deh. Gue tuh seneng banget tahu. Padahal, lo yang
Malam kembali menyapa. Harusnya ini malam kedua pernikahan. Tapi, memang apa istimewanya? Gak ada. Mereka akan tetap tidur di ranjang masing-masing seperti malam kemarin. Deka sendiri, sudah tertidur sejak jam setengah delapan tadi. Anak itu memang tidak pernah tidur larut. Paling malam adalah jam setengah sembilan, itu pun kalau ada tugas. Lagipula, selama ini juga hanya ada Arjun bersamanya. Tak ada teman bermain. Arjun juga, terbiasa menidurkan Deka lebih awal karena dia harus menyelesaikan pekerjaannya.Seperti malam ini, Arjun masih sibuk dengan pekerjannya. Berkutat dengan berkas dan juga tabletnya. Padahal setahu Niswah, Arjun ini sebatas dosen, tapi kenapa kelihatannya sibum sekali. Buku-buku di raknya malah isinya bisnis. Bukan bidang yang diajarkan oleh dosen itu di kampus. Niswah jadi ragu untuk membahas apa yang disarankan oleh Syifa padanya tadi pagi. Akhirnya, sembari menunggu Arjun beres, Niswah mencoret sesuatu di kertas.Jam menunjukkan pukul setengah sebelas, Niswah
"Se-setahun?" ulang Niswah, menelan salivanya."He'em. Kenapa? Apa keberatan? Atau, lebih cepat lagi?"Niswah buru-buru menggeleng. Tidak! Jangan terlalu cepat. Dia harus mencari uang dulu untuk persiapan hidup sendiri."Baik. Ada lagi, poin yang kamu ingin kan? Tulis saja. Biar nanti saya ketik. Dan bisa kita tanda tangani besok."Niswah menggeleng. "Sementara itu aja dulu. Kasih kolom untuk tambahan. Biar sewaktu-waktu, kalau mau nambahin enak.""Oke. Sudah malam. Kau tidurlah."Arjun berpaling. Kembali pada pekerjaanya."Ehm! Bapak ... Gak tidur?" Rasanya aneh bersikap peduli seperti ini."Nanti. Pekerjaanku belum selesai," sahut Arjun tanpa menoleh."Oh, oke." Niswah lalu merebahkan badannya. Memasang headset di telinga. Menoleh selintas ke arah pria yang masih fokus pada pekerjaannya itu. Lalu, gadis itu memejamkan matanya. Menjemput mimpinya dalam alam bawah sadar..."Niswah belum menelponmu?" tanya Dinda saat sarapan pagi bersama suaminya. Haidar menggeleng."Sepertinya, dia
Haidar langsung memeluk Dinda. Memekik mengucapkan tasbih dan hamdalah. Ini adalah kejutan yang membahagiakan bagi mereka. Haidar bahkan meneteskan air mata bahagia dan haru.Dokter berpamitan keluar. Kedua suami istri itu saling menangis. Mensyukuri nikmat tak terduga itu."Akhirnya, aku merasakan hamil. Hiks...""Kau hebat, istriku."Dinda kembali memeluk Haidar. Kebahagiaannya membuncah. Berapa tahun dia menunggu momen ini. Dan, akhirnya, kini dia bisa merasakannya. Kesabaran, pasti akan berbuah manis. Dalam hati, dia berjanji akan menjaga baik-baik amanah ini. Mereka pulang ke rumah dengan kebahagiaan yang membuncah. Tak lupa, Dinda mengabari abangnya. Menyampaikan kabar gembira pada abang tercintanya."Selamat adikku. Abang kirim doa dari sini.""Terimakasih, Bang. Hiks. Terimakasih, telah menjaga dan menghibur Dinda selama ini," isaknya. Tangis karena terlalu bahagia."Sudah kewajiban abang, Din. Kamu baik-baik saja. Haidar memperlakukanmu dengan baik, bukan?" Dinda mengangguk
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z