Share

Part 03 - Losing Her

Part 03 - Losing Her

Beberapa bulan setelah hilangnya Skyla dari kecelakaan pesawat yang dialaminya saat hendak kembali ke Manhattan. Seluruh keluarga, sahabat terlebih Oliver mengalami kedukaan yang mendalam.

Oliver yang terbangun di basecamp bersama Athena seketika merasa sangat marah pada dirinya. Ia merutuki kebodohannya yang memaksa Skyla untuk kembali malam itu juga. Hingga membuatnya membenci dirinya sendiri, kehilangan semangat hidup dan depresi sampai dirinya sering berhalusinasi akan kehadiran Skyla. Oleh sebab itu, Oliver menyibukkan dirinya melakukan pekerjaan terus menerus demi menghilangkan halusinasinya akan keberadaan Skyla.

Dirinya juga menjadi semakin kejam terhadap Athena dengan menarik ulur perasaan wanita itu di saat ia membutuhkannya. Athena sendiri merasa sangat bersalah terhadap Skyla, walau bukan salah gadis itu sepenuhnya. Seperti hari ini dan hari-hari sebelumnya, saat mereka bersinggungan dalam lokasi syuting.

“Cut!” seru suara seorang sutradara.

“Athena, ada apa denganmu?! Kenapa kau terlihat kaku seperti itu?!” hardik sang sutradara.

Keadaan saat ini adalah Athena yang baru saja diajak untuk menjadi pemain film satu frame dengan Oliver, merasa canggung setelah apa yang sempat terjadi beberapa bulan lalu. Oliver -aktor yang dipasangkan olehnya- membuat ia merasa takut untuk berekspresi secara berlebihan saat berada di dekat pria berwajah dingin tersebut.

Suasana pantai yang mulai sore dengan segala peralatan syuting seperti kamera dan papan frame, serta para kru yang melakukan tugasnya masing-masing mulai lelah. Setelah seharian mereka berpanas-panasan, mengatur dekorasi sebuah pernikahan di pantai.

Keduanya -Oliver dan Athena- terlibat dalam satu film yang membuat mereka bertemu setiap hari di lokasi syuting. Membuat Athena menjadi sulit untuk mengubur harapannya terhadap Oliver.

Dia berusaha menyembunyikan perasaannya. Namun, menjadi lawan main dan dijadikan kekasih Oliver dalam film yang mereka bintangi itu, malah membuat Athena kesulitan mengatur degup jantungnya.

Hingga seringkali ia mendapat teguran dari sang sutradara untuk berakting secara alami. Sampai take terakhir ini sudah diulang sebanyak belasan kali, karena dirinya yang tak bisa fokus. Ia dituntut harus melakukan ciuman tepat saat matahari terbenam hingga menghilang ditelan lautan.

Hal tersebutlah yang membuat Athena menjadi canggung. Berbeda dengan Oliver yang selalu mampu bersikap profesional. Lagipula pria itu tak ada perasaan apapun terhadap Athena. Mudah saja baginya untuk bersikap biasa saja di depan gadis tersebut.

“Maafkan aku,” jawab Athena, sedikit membungkuk.

Oliver mendengus kesal, karena pekerjaannya menjadi lama selesai jika Athena bersikap seperti itu karenanya.

“Ada apa denganmu, Thena? Fokuslah, jika matahari tenggelam lebih dulu, kita harus melakukannya lagi besok. Aku tak ingin menginap semalam lagi di sini. Jadi tolong profesional-lah!” sergah Oliver.

“Maaf, Olie … aku—”

Oliver menyambar bibir mungil yang hendak mengeluarkan beribu alasan. Namun, bukan karena itu Oliver melakukan ciuman tersebut. Dilakukannya karena dia melihat matahari yang semakin turun dan itu adalah saat yang tepat untuk pengambilan gambar.

Mengetahui sifat sang sutradara yang tak pernah meminta kameranya untuk berhenti merekam, ia mengambil keputusan untuk mencium gadis di depannya itu tanpa aba-aba dari sang sutradara. Bisa dikatakan saat ini Oliver sedang melakukan improvisasi.

“Cut!” seru lagi sang sutradara. “Done!” imbuhnya kembali bersorak. “Improv yang bagus, Olie! Good job,” timpal sutradara tersebut.

Oliver melepaskan ciumannya tepat saat sutradara menghentikan semuanya. Dia mengangguk, melangkah menjauhi Athena yang terdiam di bibir pantai.

Masih berusaha menormalkan kembali detak jantungnya karena sungguh, dirinya tak bisa menahan perasaan yang bergejolak saat ciuman tadi berlangsung. Meskipun, dia tahu apa yang dilakukan Oliver hanyalah akting untuk menyelesaikan scene terakhir mereka, dan itu artinya Oliver sangat ingin mengakhiri kebersamaannya dalam lokasi syuting karena semuanya memang telah berakhir.

Film mereka siap ditayangkan, tentunya setelah mendapat sentuhan editor dan kru lain yang mengurus semua itu.

Oliver berjalan melewati sutradara setelah menyapa beberapa kru yang memberikan selamat untuk filmnya. Mereka sudah bekerja keras selama pembuatan berlangsung dan berharap hasil respon dari penonton nanti mendapat nilai positif.

Oliver memasuki ruangan pribadinya, menguncinya dan membuka kaos putih yang dikenakannya. Lalu merebahkan tubuh liatnya di atas ranjang yang memang selalu tersedia setiap kali mereka melakukan syuting di manapun tempatnya.

Oliver mengusap kasar wajarnya, lalu jari tangan kanannya berhenti tepat di bibirnya. Membayangkan kembali sentuhan kenyal nan manis dari bibir Athena yang tanpa sadar, ia mengusap bibirnya seolah sedang mengingat sentuhan bibir tersebut.

“Bagaimana bisa rasanya berbeda? kelembutan dan ukuran yang pas, semuanya terasa …, manis.” Oliver menggumam.

Tanpa sadar telah mengagumi ciuman yang didapatkannya dengan mudah seperti akting-akting lain yang biasa dilakukannya. Namun, kali ini dirinya merasakan hal aneh, dan itu membuatnya heran hingga melamun cukup lama.

Sebuah ketukan di pintu menghentikan lamunannya akan ciuman bersama Athena.

“Bodoh! Apa yang kupikirkan?!” rutuknya kembali menggumam.

Oliver bangun dari baringnya dan mengerutkan keningnya. Seharusnya tak ada yang berani mengganggunya saat ia sudah memasuki ruangan pribadinya.

Di mana asisten dan managernya? Seharusnya mereka melarang siapapun untuk mengganggunya.

Dengan terpaksa Oliver beranjak untuk membukakan si pengetuk pintu tersebut.

“Siapapun kau, apa kau tak tahu bahwa aku tak suka diganggu saat …, sedang beristirahat,” ujar Oliver mengecilkan suaranya di akhir kalimatnya.

Sosok gadis yang baru saja menjadi bahan lamunannya berdiri sambil menundukkan kepalanya.

"Maaf, Olie ... aku tahu kau tak ingin diganggu, tapi, aku hanya ingin mengembalikan gantungan kunci ini. Aku mene—"

"Dari mana kau mendapatkannya?!" tukas Oliver merebut gantungan pemberian Skyla.

"Hm, tadi …."

"Thena! Kau sudah mengobati luka di kakimu?!" seru sebuah suara dari arah luar.

-Emma- Manager Athena mengkhawatirkan keadaan artisnya yang baru saja terkena benda tajam dan tak sengaja diinjaknya.

Oliver dan Athena menoleh secara bersamaan.

"Ya ampun, sedang apa kau di ruangan Oliver. Dia tak—"

Oliver mengangkat tangannya kepada Emma.

Ia melirik kaki Athena, terlihat gadis itu mengangkat tumitnya, seperti sedang berjinjit. Dugaannya pasti itu yang dimaksud sang manager.

"Heh! Kau pandai berakting menahan sakit, tetapi tak pandai menutup mulut managermu!" sarkas Oliver.

Ia menarik Athena untuk masuk ke ruangannya.

"Aku akan bertanggung jawab untuk lukanya. Kau ambilkan obat antiseptik dan bawakan ke sini. Jangan beritahukan siapa pun bahwa Athena di ruanganku. Aku tak ingin ada berita apapun yang tersebar di media," perintah Oliver begitu cepat.

Lalu menutup pintu ruangannya. Setelah Emma mengangguk mengerti.

Athena menatap horor Oliver yang menyorotkan tatapan tajam ke arah kakinya. Setelah itu Oliver mengalihkan pandangannya, ke gantungan kunci yang telah rusak hingga membuat kaki Athena terluka karena gantungan tersebut terbuat dari alumunium berbentuk lumba-lumba, ekor dari ikan pandai itu sedikit bengkok dan itulah penyebab tumit Athena tergores.

"Maaf, aku tak bermaksud menginjaknya. Tadi saat kau pergi, aku rasa gantungan itu tersangkut di gaunku. Lalu terlepas tanpa aku sadari sehingga aku menginjaknya," ungkap Athena.

Gadis itu menunjukkan dress putih dengan brokat yang sudah sedikit terkoyak tak beraturan. Menunjukkan bahwa dugaannya benar.

"Jangan pikirkan gantungannya, pikirkan kakimu. Skyla pun akan memarahiku jika kau terluka karena gantungan kunci ini," ujar Oliver. Sambil mengenakan kembali kaos putihnya, dan mencoba memeriksa kaki Athena. "Hanya tergores, semoga tak terlalu dalam," ujarnya.

Ketukan di pintu terdengar, Oliver mengambil obat antiseptik dari Emma lalu kembali kepada gadis yang menunggunya di sofa.

Oliver mulai mengobati luka di tumit Athena dengan perlahan karena gadis itu terus meringis. Sambil menutup luka tersebut dengan plester, Oliver teringat dengan masa kecilnya bersama Skyla.

"Dulu Skyla sering menangis, karena lututnya terus berciuman dengan aspal. Dia tak bisa naik sepeda, berapa lama aku mengajarinya dia tetap akan terjatuh," ungkap Oliver. Dengan seulas senyum muncul di wajah dinginnya.

Sesungguhnya ia begitu merindukan wanitanya. Ia selalu berpikir bahwa Skyla masih hidup di belahan dunia lain. Oliver mencoba membiasakan diri, menganggap bahwa Skyla hanyalah tengah melakukan traveling.

"Aku selalu mengobati lukanya dan dia akan meminta dibelikan es krim setelah itu," sambung Oliver. Sambil menutup luka di tumit Athena. "Sudah selesai," tandas Oliver.

Lalu merapikan kotak obat itu dan meletakkannya di meja. Setelah itu ia bersandar di meja tersebut dengan tangan yang dilipat di depan dada.

"Cobalah berjalan, apa masih sakit?" tanya Oliver.

Athena mengangguk dan mencoba berdiri dari duduknya lalu hendak melangkah. Meskipun, perih masih terasa menjalar hingga ke pergelangan kakinya. Membuat tubuh mungilnya limbung, dan mendapati tubuh itu ditangkap dengan sigap oleh Oliver.

Keduanya saling menatap dalam jarak yang cukup dekat selama beberapa detik.

Sial, kenapa wajahnya begitu menggemaskan. Pantas Kyle mengejarnya tanpa henti, walau tahu gadis ini adalah sepupunya sendiri, batin Oliver.

Kenapa Olie berubah menjadi peduli. Seharusnya dia tetap dingin agar aku terbiasa dengan semua itu, jika seperti ini, aku …. Athena menepis pikiran bodohnya.

Dia menggeleng sambil mengerjapkan matanya berkali-kali. Membuat alis Oliver melengkung sempurna keheranan melihat gadis tersebut. Athena terpekik saat tubuhnya melayang ke udara, secara tiba-tiba Oliver mengangkat tubuhnya ala bridal style. Lalu membawanya kembali duduk di sofa.

"Duduk saja di sini, jika kau sulit berjalan,” ujar Oliver terdengar seperti perintah bagi Athena.

Gadis itu kembali hanya menganggukkan kepalanya. Oliver hanya mengembuskan napasnya. Seharusnya ia beristirahat saat ini, tapi dirinya malah harus terjebak dengan gadis yang membuatnya bingung harus bersikap bagaimana.

"Jadi kau ingin ice cream? Seperti Skyla?" tanya Oliver.

Pikirannya tak bisa hilang akan kebiasaan wanitanya yang meminta ice cream setelah diobati lukanya. Seakan dijadikan obat manjur untuk Skyla berhenti menangis. Namun, Oliver tak sadar bahwa Athena bukanlah Skyla dan tak seharusnya dia memperlakukan Athena sama dengan Skyla.

Athena menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Kau tak suka?" tanya Oliver.

"Aku suka dan sangat ingin, tapi aku tak boleh memakan ice cream. Emma melarangnya, dia tak ingin berat badanku naik, walau hanya satu ons," keluh Athena.

Wajahnya yang imut semakin terlihat menggemaskan saat gadis mungil itu memanyunkan bibirnya. Seketika Oliver kembali mengingat lamunannya sebelum Athena tiba.

Ciuman itu ….. Oliver membatin, Damn! Ada apa denganku! umpatnya di sisi lain hatinya.

"Well, Emma tak akan tahu jika kau memakannya di sini. Aku akan meminta Calvin membelinya dan membawakannya ke sini," usul Oliver.

Ia hendak menghubungi managernya untuk menyuruh asistennya membelikan ice cream untuk Athena.

"Sungguh? Bisakah?!" seru Athena bersorak kegirangan.

Oliver mengangguk dan mulai mengatakan permintaannya kepada Calvin.

Lalu beberapa menit kemudian ice cream pesanan mereka tiba, Oliver mengambilnya dan memberikannya kepada Athena.

"Nah, ini pesananmu, Sky. Semoga lukamu lekas sembuh," ujar Oliver.

Sambil membuka cup ice cream. Tanpa sadar dia memanggil Athena dengan sebutan Skyla. Membuat gadis mungil di hadapannya melayangkan protes.

"Olie, aku Athena bukan Skyla," lirih Athena. Merasa prihatin sekaligus sedih karena pria itu masih tak sedikitpun melupakan Skyla walau terkadang Oliver bisa sangat perhatian dengannya.

Gerakan tangan Oliver terhenti. Dia menatap ice cream yang sudah dibukanya lalu membuang tatapannya dari ice tersebut. Memberikannya ke tangan Athena tanpa menatap gadis itu.

"Makanlah, aku ingin mandi," ujarnya dingin sambil beranjak dari hadapan Athena.

Kembali menjadi Oliver yang sering berhalusinasi hingga dirinya terlihat bodoh karena masih sering memikirkan Skyla.

Athena menatap punggung polos Oliver yang kembali membuka kaosnya. Lalu menghilang di balik pintu kamar mandi.

"Aku tahu tak mungkin semudah itu, kau bisa melupakan Skyla …," gumam Athena. Menatap tak berselera ice dalam genggamannya. “Begitu juga dengan yang lain. Termasuk aku … maafkan aku Sky, di mana pun kau berada saat ini, kuharap kau tetap bisa bahagia.”

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status