Part 07 - Trying to escape | Summer & Kyle
Kyle mengendarai mobilnya keluar dari rumah sakit setelah ia menyelesaikan jam prakteknya selama satu jam. Kini dirinya sedang melaju membelah jalan dan kemacetan di jalan utama Manhattan yang begitu padat. Kyle mengusap bibirnya dan kembali membayangkan kegilaannya bersikap kasar terhadap sepupunya. Lantas hal itu membuat ia merutuk dalam hati. Damn! Kau sungguh bodoh Kyl! Keluhnya dalam hati "Bagaimana bisa, dirimu sering lepas kendali setiap kali menghadapi Summer. Ucapannya memang begitu pedas dan sialnya dia memang benar!" gumamnya. Matanya menoleh sekilas ke arah kotak makan yang diberikan Summer. Ia sudah memakannya dan kini ia sedang dalam perjalanan untuk mengakui kesalahannya. Aku harus meminta maaf, rasanya tak tenang jika Summer pergi dalam keadaan seperti itu, tekadnya bulat. Melaju semakin cepat, melesat menuju ke tempat dimana pastinya ia tahu keberadaan Summer. Karena dirinya hampir hafal dengan tempat yang disinggahi Summer dalam keseharian wanita itu. *** Summer mengendarai mobilnya dengan perlahan. Matanya berkabut air bening sehingga ia terus mengusap air yang mengalir di pipinya. Mencoba berhenti menepikan mobilnya demi meluapkan emosinya dengan meraung dalam beberapa detik sambil memukul stir mobilnya berkali-kali. "Kau memang pria berengsek, Kyl! Dan aku memang bodoh!" rutuknya meracau. Menyesalkan diri tak mendengarkan nasihat dari Arthur adalah hal yang dirasakan Summer saat ini. Kepalanya menempel di stir mobil, menunduk dan kembali menangisi kebodohannya. Rambut blondenya kusut tak karuan karena dirinya terus meremas dan mengacaknya sembarangan. Hingga bermenit kemudian, Summer mengangkat kepalanya, kembali mengusap tetesan air bening dan menghentikan kebodohannya. Ia kembali merias dirinya untuk tetap terlihat baik-baik saja. Setidaknya senyuman harus selalu ditunjukkannya kepada siapapun yang melihatnya. Satu hal yang selalu Summer lakukan adalah terlihat baik-baik saja di depan semua orang. Ia memilih menyimpan semua kesakitannya untuk dirinya sendiri. Ia tak ingin dikasihani dan tak ingin mencari ataupun mendapatkan simpati dari orang lain. Setelah keadaannya kembali membaik dan tampak terlihat normal kembali. Summer mulai melajukan kendaraannya. Ia harus menghadiri kelas didikan anak kursusnya. Demi mengisi waktu luangnya sambil melakukan hoby. Lantas mobilnya kembali ke jalan, dan mengikuti arus mobil lain yang berlalu lalang meramaikan kawasan Manhattan city. Hingga ia tiba di tempat kursus untuk melakukan beberapa pelajaran kepada calon chef. Walau dirinya sendiri masih terbilang terlalu muda untuk menjadi mentor. Namun, ia begitu berbakat dibidang memasak, ia mempelajarinya sejak kecil dan cita-citanya tercapai hingga membuat kedua orang tuanya bangga. Summer senang melakukan kegiatan yang bisa mengembangkan hobi sekaligus membagikannya kepada sesama profesinya. Suasana kitchen dari pemilik penyelenggara tersebut cukup tenang saat ia tiba. Beberapa murid sudah siap dengan apron putih yang terdapat nama ditiap-tiap apron mereka. Saat ini kelima murid yang berjejer itu terlihat antusias dengan peralatan dapur yang lengkap, meja kitchen set berada di depan mereka membentuk persegi panjang dengan masing-masing memiliki kompor dan oven. "Hello semuanya ...," sapa Summer. Muridnya menyapa dengan semangat. Terutama seorang gadis berusia tujuh belas tahun -peserta termuda- yang suaranya terdengar begitu keras —berbanding terbalik dengan tubuhnya yang sangat mungil. "Hello, Chef cantik!" seru gadis itu. "Hello Elle, kau tak terlambat hari ini?" tanya Summer. Mengingat gadis yang dipanggil Elle itu terlambat dihari pertamanya bergabung kursus. "Tidak, Chef. Hari ini aku tidak diantar oleh Zach. Aku diantar ibuku, dia menungguku di depan," jawab Elle. "Oh, ya? Ibumu yang duduk di depan ruangan ini?" tanya Summer sedikit tak percaya. Ia sempat melihat seorang wanita yang duduk sambil membaca majalah dan menikmati kopi di dalam cup kertas. "Yes, Chef," jawab lagi Elle. "Wow ... she looks like a young Mommy for you," sahut Summer. Elle hanya membalasnya dengan senyum manis nan menggemaskan. Summer semakin yakin untuk membawa gadis periang itu agar bergabung di restorannya nanti. Mengingat semangat gadis itu, mungkin bisa meramaikan keadaan kitchen yang kebanyakan berisi pria karena Arthur tak ingin ada chef wanita selain Summer. "Well, kita mulai kelas hari ini?!" seru Summer. "Yes, Chef!" Summer tersenyum dan mulai melakukan pelajaran yang hendak diberikan kepada murid kursusnya. Membagi kepintarannya dengan cara yang santai agar muridnya dapat menyerap pelajaran yang diberikannya. Hingga dua jam terasa begitu cepat berlalu. Summer mengakhiri kelasnya dan bergegas untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia sudah berjanji untuk membuatkan sesuatu yang enak hari ini. Karenanya ia meniatkan diri untuk membeli beberapa keperluan bahan makanannya dulu, sebelum ia pulang. Namun, niatnya terhalang saat seorang pria yang merusak moodnya hari itu berdiri dalam diam, menunggunya selesai mengajar. Summer memilih mengabaikan keberadaan Kyle yang memasang wajah memelas. Kali ini dirinya harus kuat dan harus bisa menolak bujukan Kyle. "Summer tolong, aku ingin bicara sebentar," kata Kyle. Saat Summer hendak melintas. Pria itu menahan lengannya, tetapi dengan kasar Summer menghempaskannya. Summer menatap sinis Kyle yang terlihat menyesal. Wanita itu terdiam melipat kedua tangannya di depan dada menunggu pria itu mengatakan sesuatu untuknya. "Cepat katakan! Aku tak mempunyai banyak waktu untuk mendengar bualanmu!" tukas Summer. "Summer jangan berkata begitu, masih ada muridmu di dalam," bisik Kyle. Tak ingin membuat keributan di tempat itu. "Apa pedulimu, Kyl?! Sudahlah jika kau tak ingin bicara, aku pergi!" ancam Summer hendak kembali melangkah. Namun, Kyle kembali menahannya dengan meraih telapak tangan Summer secara lembut dan memberikan tatapan memohon agar Summer mau memberinya waktu. "Lepaskan aku atau—" "Chef cantik!" seru Elle dari ujung koridor. Menyapa saat ia baru selesai merapikan masakannya dan memberikannya kepada sang ibu yang menunggu di luar ruangan. Elle menghampiri Summer dan Kyle, seolah menengahi perdebatan yang terjadi antara mereka. Sementara ibunya menyusul Elle yang terlihat sedikit berlari. "Hello, Mrs ...." Summer kebingungan saat hendak menyapa ibu dari Elle. Karena memang mereka belum berkenalan. "Aleandra saja, Chef. Jangan terlalu formal," sahut wanita yang menjadi ibu dari Elle. "Kalau begitu, Summer saja. Tak perlu memanggilku Chef saat di luar dapur," ujar Summer tersenyum ramah, berbeda saat ia berhadapan dengan Kyle barusan. "Baiklah, Summer. Maafkan kelancangan anakku yang menginterupsi percakapan kalian." "Oh, tak apa. Aku tak masalah lagipula aku menyukai Elle. Dia begitu periang dan selalu membawa suasana ceria di sekitarnya," ungkap Summer. Sambil mengusap bahu Elle, merasa sudah menganggap gadis itu seperti adiknya sendiri. "Syukurlah kalau begitu. Terima kasih sudah menerimanya menjadi muridmu, Summer. Dia sudah dikeluarkan dua kali dari tempat kursus memasak semenjak kami pindah ke Manhattan. Karena dia sering membuat onar. Jadi maklumi jika ia—" "Mom, please," peringat Elle. "Kau memang melakukannya, Elle. Jangan mengelaknya bahkan kau melakukannya barusan. Membuat onar saat Chefmu sedang bicara." Aleandra memeringati sekaligus meringis menoleh kepada Summer dan Kyle yang hanya bisa tersenyum maklum. "Aku hanya ingin melihat kekasih Chef cantikku. Apakah sesuai dengan kecantikan Chef Summer," celetuk Elle terlalu jujur dan polos. Hingga membuat Aleandra dan Summer serta Kyle terkekeh kaku mendengarnya. Aleandra membulatkan matanya menatap tajam Elle yang berkata tak sopan di depan orang lain. Sungguh membuatnya malu di hadapan Summer dan pria yang ketahuinya sudah menunggu Summer cukup lama. "Hem ..." Aleandra menoleh sambil tersenyum kikuk. "Maafkan kelakuan Elle, Summer. Dia ...." Summer menggeleng dengan senyum yang masih betah tercetak di bibirnya. "Tak apa, Al. Biar aku yang menjelaskannya kepada Elle." Summer mengalihkan tatapannya kepada Elle. "Elle, maaf jika pria ini tak sesuai dengan ekspektasimu," ujar Summer. Melirik Kyle yang melongo tak percaya karena tak menyangka, Summer akan mengejeknya di depan murid didik Summer. "Kau tenang saja dia bukan tipeku. Dia hanya sepupuku," timpal Summer. Menatap Kyle terang-terangan dengan wajah yang seolah mengejek Kyle. Walau memang begitu kenyataannya. "Huh! syukurlah," kata Elle. Berlega hati. Membuat Kyle semakin membulatkan matanya dengan mulut sedikit terbuka walau akhirnya ia hanya berdecak tak suka. "Karena aku baru saja ingin mengenalkanmu pada sepupuku bernama Jas—" "Okay Elle sudah cukup. Jangan mencampuri urusan orang dewasa," sela Aleandra menginterupsi. Namun, tatapan Kyle begitu panas saat gadis belia itu berkata ingin mengenalkan Summer dengan pria lain. "Sekali lagi maafkan kelancangan Elle, Summer." Aleandra kembali merasa tak enak karena Elle terlalu berisik. Ia mendorong Elle untuk berjalan agar berhenti melanjutkan ucapan bebasnya. "Kami pamit, Summer. Oh, ya jangan berlama-lama bertengkar. Dia sudah menunggumu selama satu jam. Beri dia kesempatan," tutur Aleandra sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Summer. Seolah mendukung Kyle dengan mengusap bahu Summer, agar bisa memberikan kesempatan bagi pria yang berdiri di sampingnya. Summer hanya bisa mengangguk pasrah, tak enak jika harus membantah ucapan wanita berparas cantik yang dikiranya kakak dari muridnya yang bernama lengkap Marveille Beverly William, atau yang akrab dengan sapaan Elle. "Well, kau ingin naik mobilku atau aku yang ikut denganmu?" tanya Kyle. Melipat kedua tangannya di depan dada sambil menyandarkan tubuhnya di dinding. Membuat Summer hanya bisa memutar bola matanya jengah. Ia tak ingin terlihat mudah memaafkan pria kurang ajar itu. Lantas Summer memilih berjalan ke luar dan menuju mobilnya. Membiarkan Kyle mengikutinya dan duduk di kursi penumpang tanpa tahu malu. "Hah, bisakah kau tak menggangguku dulu?! Jangan membuatku kesal, Kyl! Pulanglah!" ketus Summer. "Nope! Sebelum kau memaafkanku," ujar Kyle begitu ringan seolah kata maaf cukup untuk membuat keadaan hati Summer membaik. Summer kembali menghela napasnya, ia mencoba sabar untuk menghadapi pria membingungkan di sampingnya itu. "Tak semudah itu, Kyl! Cepat turun dari mobilku! Aku tak ingin diganggu olehmu!" erangnya geram. Namun, Kyle memposisikan tubuhnya menyamping, menatap serius ke dalam iris mata Summer. Memancarkan penyesalan yang tercetak jelas dari netra hazel milik Kyle. Ia meraih tangan Summer dari stir mobil. Mengusapkan ibu jarinya ke punggung tangan Summer. "Aku menyesal, Summer. Tolong maafkan aku," tutur Kyle begitu tulus. Tersirat dari tatapannya yang redup, yang begitu memancarkan rasa penyesalan terdalam. Berusaha untuk meruntuhkan pertahanan Summer. Summer menatap ke dalam retina penuh penyesalan itu. Ia memang tak tega untuk terus marah terhadap Kyle. Namun, Summer sendiri tak ingin membiarkan hatinya dengan mudah memaafkan Kyle. Ini sudah kesekian kalinya Kyle melakukan kesalahan dan Summer merasa, Kyle harus dibiarkan agar pria itu mengerti perasaannya dan mau menghargainya. Dengan perlahan Summer melepaskan genggaman Kyle dengan tangannya yang lain. "Maaf, Kyl ... aku tak bisa. Tolong jangan membuatku bingung dengan tingkahmu. Kau ...." Summer menggeleng menjeda ucapannya sambil mengalihkan tatapannya ke depan, lalu kembali meminta Kyle untuk pergi. "Keluar dari mobilku, sekarang," pintanya kali ini dengan lembut. "Apa kau akan begini terhadap sepupumu—" "Justru karena kita sepupu, Kyle Ben Dobson! Jangan membuatku bingung!" bentak Summer menyela sambil menatap tajam Kyle yang memaksanya. Wajahnya berubah merah padam karena berusaha menahan diri untuk tidak bertindak terlalu sadis terhadap sepupu yang sialnya sangat ia cintai. "Kau ... selalu mengingatkanku akan status kita, setelah itu kau bersikap lebih dari status yang kita miliki. Apa menurutmu seorang sepupu akan mengejar maaf sedemikian rupa, seperti yang sedang kau lakukan?!" hardik Summer. Pada akhirnya ia lepas kendali dan kembali terbawa emosi. "Jangan memohon seperti ini. Jika kita memang hanya sepupu, seharusnya kau tak perlu mengejar maafku." Kyle terdiam membisu mencerna kembali ucapan Summer yang memang benar. Jika ia hanya menganggap Summer sebagai sepupunya... untuk apa dirinya sampai segencar ini mengejar maaf seorang Summer? Bagaimana bisa hatinya merasa gusar karena kemarahan Summer? "Jangan membuatku salah paham dengan sikapmu, Kyl. Bersikaplah, sebagaimana kau bersikap dengan Skyla dan Arthur." Summer kembali menoleh sekilas. Lalu mengalihkan tatapannya lagi. "Seharusnya kau berlakukan itu kepada Athena juga!" tandas Summer. Terselip nada cemburu dari ucapannya yang tersaruh dengan deru napasnya yang memburu. Sementara Kyle hanya terdiam kini meresapi ucapannya. "Pergilah dan jangan menggangguku dulu," lirih Summer. Kyle memejamkan sejenak matanya sebelum ia keluar dari mobil Summer. Hati dan pikirannya berkecamuk memikirkan kebenaran dari ucapan Summer. "Please, Kyl. Berhenti membuatku berharap kepadamu. Jika sampai saat ini kau selalu mengingatkanku akan status kita." Summer kembali memohon. "Aku akan mencoba memahaminya dan mencoba menjauhimu sementara waktu, kuharap kau mengerti," timpal lagi Summer. Kyle mengangkat kepalanya dia menoleh menatap Summer dengan tatapan dingin. "Baiklah, jika itu maumu," ujar Kyle terdengar lirih. Lalu keluar dari mobil Summer. Meninggalkan sesak di hati Summer yang memaksakan diri untuk mengikis perasaannya, sedikit demi sedikit. Walau kenyataannya ia begitu sulit melakukannya, perasaannya terlalu dalam dan sudah sejak lama Kyle masih menatap Summer dari balik kaca jendelanya, sebelum benar-benar pergi. Berharap masih diberikan kesempatan untuknya. Please, menolehlah, Sum, harap Kyle dalam hati. Namun, Summer enggan menoleh tatapannya menatap lurus ke depan bahkan ia memakai kacamata hitamnya dan mulai menjalankan mobilnya. Maaf, Kyl. Mungkin untuk sementara waktu lebih baik seperti ini. Sampai aku mampu mengubur perasaan terlarangku terhadapmu, batin Summer. Setetes air keluar dari balik kacamata hitamnya. Jantungnya berdebar kencang hingga debarannya membuat tangannya bergetar sambil meremas stir mobilnya. "You can do it, Sum! Please, be strong!" rapal Summer menguatkan dirinya. Ia melajukan mobilnya tanpa melihat mobil Kyle yang mengikutinya dari belakang. **Part 08 - Disappointed Di sebuah supermarket terbesar di kawasan Manhattan menjadi tempat singgah Summer yang baru saja memarkirkan mobilnya di basement. Summer mencoba melupakan masalahnya dengan Kyle dan tetap menjalankan niatnya untuk berbelanja bahan makanan yang hendak ia masak malam ini. Ia mulai memasuki supermarket dan mengambil troli belanjaan. Pandangannya tertuju langsung ke arah rak-rak panjang yang berjejer rapi dan barang yang tersusun sesuai dengan jenis-jenis makanan serta beberapa barang kebutuhan hidup. Summer membawa langkahnya langsung menuju ke bagian sayur dan daging. Dia menghentikan dorongan troli di dekat rak sayuran terlebih dahulu, lalu memilih beberapa sayur yang terlihat segar tanpa menyadari kini trolinya sudah didorong seseorang yang sejak tadi mengikutinya. Summer tersadar bahwa ia kehilangan troli saat hendak memasukkan sayuran yang sudah ia pilih. Ia membulatkan matanya saat melihat pria menyebalkan yang masih mengikuti dan kini mengganggu kegiat
Part 09 - Hurt Di sebuah hunian mewah di kawasan Soho, Manhattan berdiri sederet perumahan dan penthouse yang dihuni oleh pengusaha besar bahkan beberapa selebriti di sekitarnya. Suasana perumahan tersebut cukup sepi karena diyakini kesibukan pemilik rumah yang berada diluar hunian mereka. Di salah satu rumah tepatnya di dalam dapur bernuansa alam dengan desain kitchen set yang terbuat dari kayu jati berwarna coklat khas menunjukkan kesan alam dengan adanya tembusan pintu dari dapur menuju halaman belakang yang membuat udara di dalam dapur menjadi cukup sejuk. Dapur tersebut menunjukkan tanda kehidupan karena adanya seorang Summer yang sedang bergelut dengan masakannya. Terdapat Kyle yang membantu Summer membuat makanan. Atau lebih tepatnya mengganggu Summer. "Please, Kyl! Lebih baik kau duduk dan nikmati jusmu!" bentak Summer untuk kesekian kalinya. Karena bukan membantu, tapi Kyle malah memperlambat pekerjaannya dan kini jam sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh. Kedua or
Part 10 – Athena, Summer & Valerie Satu jam waktu yang terbilang cepat bagi Kyle tiba di sebuah pantai yang menjadi lokasi syuting Athena saat ini. Emma bertindak cepat dengan mengirimkan titik lokasinya terkini sehingga memudahkan Kyle untuk tiba jauh dari perkiraaanya. Kini Kyle sedang menunggu Athena dan Emma dengan bersandar di kap mobilnya sambil bersedekap dada. Tatapannya teralihkan saat seorang pria yang dikenalnya sejak kecil keluar dari dalam penginapan dan menghampirinya karena mobil pria itu terparkir tepat di sebelah mobil Kyle. "Hei, Olie," sapa Kyle. Oliver menoleh dan menghampirinya. "Hei, sedang apa kau di sini?" tanya Oliver langsung. "Menjemput seseorang," jawab Kyle sekenanya. Oliver mengerutkan keningnya. Namun, karena dirinya sedang terburu-buru untuk menuju ke bandara. Ia hanya mengangguk dan memasukan barangnya ke dalam mobil. "Kau mau ke mana, kenapa terlihat buru-buru?" tanya Kyle. "Aku ingin menyusul Skyla." Oliver menjawab dengan singkat. "
Part 11.1 - Elle Suasana pagi yang cerah terasa hangat saat mentari menyambut dunia. Arthur terbiasa melakukan joggingdi pagi hari sebelum ia benar-benar memulai kegiatannya. Ia mengendarai sepedanya ketika waktu sudah menunjukkan pukul enam. Pria itu berniat mampir ke pasar swalayan untuk membeli beberapa bahan makanan. Arthur sengaja tak membangunkan Valerie yang menginap dan tidur di kamar tamu. Memikirkan gadis itu terlelap dalam tidurnya setelah semalaman menangis dan mengumpati Raizel mengungkapkan kekesalannya. Arthur kembali terkekeh bahkan hampir tertawa sendiri saat Valerie mengeluh tentang bagaimana Raizel dan keposesifannya yang terlalu berlebihan.
Part 11.2 - Hopeless Arthur tiba di kawasan perumahan elit tempatnya tinggal yang kebetulan begitu berdekatan dengan Summer. Jarak dari tempatnya melakukan olahraga pagi dan pasar swalayan memang tak terlalu jauh, maka dari itu Arthur begitu senang menggunakan sepedanya, hanya untuk berkeliling distrik tempatnya tinggal. Terlihat dari jauh Summer baru saja keluar dari rumahnya setelah memberikan sebuah kotak makan kepada Valerie. Lantas ia mengayuh sepedanya lebih cepat agar tiba sebelum Summer memasuki mobilnya untuk pergi ke restoran. Namun embusan angin yang menerbangkan daun di pepohonan terasa begitu cukup kuat saat sebuah mobil melesat lebih dulu melintasi Arthur. Pria itu memicingkan matanya menatap mobil yang dikenalnya milik sepupunya yang lain. Ingatannya tak salah. Ia melihat mobil itu berhenti tepat di dekat Summer. Arthur tiba dan baru saja dirinya hendak menghampiri Kyle, yang turun dari mobil dan berjalan menghampiri Summer. Namun ternyata, Kyle membuka pintu p
Part 11.3 - Can I be selfish? Di ruang tamu bernuansa putih dengan sofa putih gading dan meja berlapis kaca. Senada dengan dinding kaca yang menghadap ke kolam yang begitu menyejukkan mata yang memandang. Namun, rasanya semua itu tak cukup untuk menyejukan luka memar di sudut bibir Arthur. Terbukti dari terdengarnya suara meringis dan keluhan yang dilontarkan Arthur saat Valerie mengobati luka memar akibat pukulan dari Kyle. "Argh! Sakit Val. Bisa kau pelan sedikit!" ringis Arthur. Valerie mendengus kesal, dan malah menekan kuat-kuat luka memar di sudut bibir Arthur. Membuat Arthur semakin meringis kesakitan. "Argh, argh!" Arthur menjauh dari Valerie. "Heh! Kau sok menjadi pahlawan, tapi tak siga
Part 12.1 - Illusion Oliver mengendarai mobilnya meninggalkan Brooklyn, tepatnya di Manhattan Beach tempatnya melakukan syuting terakhir. Ia berkendara tak tentu arah hingga kini tiba di kawasan Chelsea Piers Riverside Park. Di mana sebuah bangunan unik berdiri di sana. Suara decitan ban mobil dan aspal beradu terdengar memekikkan telinga. Pria itu memarkirkan mobilnya di depan basecamp lalu bergegas masuk dan menyalakan lampu ruangan tersebut. Suara sambutan dengan senyum hangat menyapanya. “Hai, Olie. Akhirnya kau sudah datang,” sapa suara yang begitu dikenal juga dirindukannya hampir satu tahun lamanya. “Sky,” sapanya tak percaya. “Ya, Apa kau tak marah lagi denganku? Aku menunggumu sangat lama di sini,” keluh wanita itu dengan lirih. Tanpa menjawab ucapan Skyla, Oliver menarik wanita itu dan memeluknya erat tak peduli segala hal yang terjadi sebelumnya karena yang terpenting wanita itu sudah tiba di hadapannya. Layaknya seperti kekasih pada umumnya, Oliver seakan melu
Part 12.1 - Hallucination “Skyla!” pekik Oliver. Terbangun langsung terduduk dan mengusap kasar wajahnya sambil mengatur napasnya yang terasa menggebu. Butiran bening mengalir di sisi pelipisnya. Ia mengusap dan meremas rambutnya sambil mendongakkan kepalanya dengan mata terpejam bersandar malas di sofa tersebut. “Ada apa, Olie?” tanya wanita yang namanya sempat ia teriakan tampak panik dengan membawa dua gelas teh di atas nampan. “Skyla kau di sini, maksudku masih di sini?!” tanya Oliver terbatah-batah tak mengerti apa yang terjadi dengannya. Wanita itu meletakkan nampannya di atas meja dan duduk di samping Oliver. “Apa kau bermimpi lagi?” tanya Skyla yang semakin memperbanyak kerutan di kening Oliver. Pria itu menggeleng tertawa miris hampir menangis. “Sky, beritahu aku yang sesungguhnya. Apa kau hanya ilusi di dalam alam bawah sadarku?” Oliver menekan kuat bahu Skyla hingga wanita itu meringis. “O-Olie, kau mencengkram bahuku terlalu kuat,” ringis Skyla. Oliver mengg
Part 12.3 - Delusions Suasana jalanan dari Chelsea Piers Riverside Park menuju Midtown Manhattan tepatnya ke kawasan tempat tinggal Skyla, cukup memakan waktu saat malam tiba. Seperti yang diketahui khalayak umum, bahwa Manhattan adalah kota yang tak pernah mati. Semakin malam, keadaan malah semakin ramai. Oliver kembali menoleh dan menatap wajah terlelap Skyla. Entah kenapa ia merasa Skyla mudah kelelahan. Namun, ia berpikir bahwa mungkin saja jika mengingat perjalanan dari Sydney ke Amerika cukup memakan waktu dan membuat siapapun kelelahan jika tak segera istirahat. Oliver tersenyum dan mengusap pelan pipi Skyla untuk membangunkan wanitanya. Ia sudah sampai di depan rumah Skyla. Meskipun, Oliver tak ingin membangunkan Skyla, ia lebih tak ingin wanita itu terlelap dalam posisi tak enak. Dengan perlahan Skyla bergerak dan membuka matanya secara perlahan. Ia tersenyum dan meregangkan tubuh lelahnya. "Kita sudah sampai?" tanya Skyla. "Ya," jawab Oliver. Lalu ia keluar dari
Part 12.1 - Hallucination “Skyla!” pekik Oliver. Terbangun langsung terduduk dan mengusap kasar wajahnya sambil mengatur napasnya yang terasa menggebu. Butiran bening mengalir di sisi pelipisnya. Ia mengusap dan meremas rambutnya sambil mendongakkan kepalanya dengan mata terpejam bersandar malas di sofa tersebut. “Ada apa, Olie?” tanya wanita yang namanya sempat ia teriakan tampak panik dengan membawa dua gelas teh di atas nampan. “Skyla kau di sini, maksudku masih di sini?!” tanya Oliver terbatah-batah tak mengerti apa yang terjadi dengannya. Wanita itu meletakkan nampannya di atas meja dan duduk di samping Oliver. “Apa kau bermimpi lagi?” tanya Skyla yang semakin memperbanyak kerutan di kening Oliver. Pria itu menggeleng tertawa miris hampir menangis. “Sky, beritahu aku yang sesungguhnya. Apa kau hanya ilusi di dalam alam bawah sadarku?” Oliver menekan kuat bahu Skyla hingga wanita itu meringis. “O-Olie, kau mencengkram bahuku terlalu kuat,” ringis Skyla. Oliver mengg
Part 12.1 - Illusion Oliver mengendarai mobilnya meninggalkan Brooklyn, tepatnya di Manhattan Beach tempatnya melakukan syuting terakhir. Ia berkendara tak tentu arah hingga kini tiba di kawasan Chelsea Piers Riverside Park. Di mana sebuah bangunan unik berdiri di sana. Suara decitan ban mobil dan aspal beradu terdengar memekikkan telinga. Pria itu memarkirkan mobilnya di depan basecamp lalu bergegas masuk dan menyalakan lampu ruangan tersebut. Suara sambutan dengan senyum hangat menyapanya. “Hai, Olie. Akhirnya kau sudah datang,” sapa suara yang begitu dikenal juga dirindukannya hampir satu tahun lamanya. “Sky,” sapanya tak percaya. “Ya, Apa kau tak marah lagi denganku? Aku menunggumu sangat lama di sini,” keluh wanita itu dengan lirih. Tanpa menjawab ucapan Skyla, Oliver menarik wanita itu dan memeluknya erat tak peduli segala hal yang terjadi sebelumnya karena yang terpenting wanita itu sudah tiba di hadapannya. Layaknya seperti kekasih pada umumnya, Oliver seakan melu
Part 11.3 - Can I be selfish? Di ruang tamu bernuansa putih dengan sofa putih gading dan meja berlapis kaca. Senada dengan dinding kaca yang menghadap ke kolam yang begitu menyejukkan mata yang memandang. Namun, rasanya semua itu tak cukup untuk menyejukan luka memar di sudut bibir Arthur. Terbukti dari terdengarnya suara meringis dan keluhan yang dilontarkan Arthur saat Valerie mengobati luka memar akibat pukulan dari Kyle. "Argh! Sakit Val. Bisa kau pelan sedikit!" ringis Arthur. Valerie mendengus kesal, dan malah menekan kuat-kuat luka memar di sudut bibir Arthur. Membuat Arthur semakin meringis kesakitan. "Argh, argh!" Arthur menjauh dari Valerie. "Heh! Kau sok menjadi pahlawan, tapi tak siga
Part 11.2 - Hopeless Arthur tiba di kawasan perumahan elit tempatnya tinggal yang kebetulan begitu berdekatan dengan Summer. Jarak dari tempatnya melakukan olahraga pagi dan pasar swalayan memang tak terlalu jauh, maka dari itu Arthur begitu senang menggunakan sepedanya, hanya untuk berkeliling distrik tempatnya tinggal. Terlihat dari jauh Summer baru saja keluar dari rumahnya setelah memberikan sebuah kotak makan kepada Valerie. Lantas ia mengayuh sepedanya lebih cepat agar tiba sebelum Summer memasuki mobilnya untuk pergi ke restoran. Namun embusan angin yang menerbangkan daun di pepohonan terasa begitu cukup kuat saat sebuah mobil melesat lebih dulu melintasi Arthur. Pria itu memicingkan matanya menatap mobil yang dikenalnya milik sepupunya yang lain. Ingatannya tak salah. Ia melihat mobil itu berhenti tepat di dekat Summer. Arthur tiba dan baru saja dirinya hendak menghampiri Kyle, yang turun dari mobil dan berjalan menghampiri Summer. Namun ternyata, Kyle membuka pintu p
Part 11.1 - Elle Suasana pagi yang cerah terasa hangat saat mentari menyambut dunia. Arthur terbiasa melakukan joggingdi pagi hari sebelum ia benar-benar memulai kegiatannya. Ia mengendarai sepedanya ketika waktu sudah menunjukkan pukul enam. Pria itu berniat mampir ke pasar swalayan untuk membeli beberapa bahan makanan. Arthur sengaja tak membangunkan Valerie yang menginap dan tidur di kamar tamu. Memikirkan gadis itu terlelap dalam tidurnya setelah semalaman menangis dan mengumpati Raizel mengungkapkan kekesalannya. Arthur kembali terkekeh bahkan hampir tertawa sendiri saat Valerie mengeluh tentang bagaimana Raizel dan keposesifannya yang terlalu berlebihan.
Part 10 – Athena, Summer & Valerie Satu jam waktu yang terbilang cepat bagi Kyle tiba di sebuah pantai yang menjadi lokasi syuting Athena saat ini. Emma bertindak cepat dengan mengirimkan titik lokasinya terkini sehingga memudahkan Kyle untuk tiba jauh dari perkiraaanya. Kini Kyle sedang menunggu Athena dan Emma dengan bersandar di kap mobilnya sambil bersedekap dada. Tatapannya teralihkan saat seorang pria yang dikenalnya sejak kecil keluar dari dalam penginapan dan menghampirinya karena mobil pria itu terparkir tepat di sebelah mobil Kyle. "Hei, Olie," sapa Kyle. Oliver menoleh dan menghampirinya. "Hei, sedang apa kau di sini?" tanya Oliver langsung. "Menjemput seseorang," jawab Kyle sekenanya. Oliver mengerutkan keningnya. Namun, karena dirinya sedang terburu-buru untuk menuju ke bandara. Ia hanya mengangguk dan memasukan barangnya ke dalam mobil. "Kau mau ke mana, kenapa terlihat buru-buru?" tanya Kyle. "Aku ingin menyusul Skyla." Oliver menjawab dengan singkat. "
Part 09 - Hurt Di sebuah hunian mewah di kawasan Soho, Manhattan berdiri sederet perumahan dan penthouse yang dihuni oleh pengusaha besar bahkan beberapa selebriti di sekitarnya. Suasana perumahan tersebut cukup sepi karena diyakini kesibukan pemilik rumah yang berada diluar hunian mereka. Di salah satu rumah tepatnya di dalam dapur bernuansa alam dengan desain kitchen set yang terbuat dari kayu jati berwarna coklat khas menunjukkan kesan alam dengan adanya tembusan pintu dari dapur menuju halaman belakang yang membuat udara di dalam dapur menjadi cukup sejuk. Dapur tersebut menunjukkan tanda kehidupan karena adanya seorang Summer yang sedang bergelut dengan masakannya. Terdapat Kyle yang membantu Summer membuat makanan. Atau lebih tepatnya mengganggu Summer. "Please, Kyl! Lebih baik kau duduk dan nikmati jusmu!" bentak Summer untuk kesekian kalinya. Karena bukan membantu, tapi Kyle malah memperlambat pekerjaannya dan kini jam sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh. Kedua or
Part 08 - Disappointed Di sebuah supermarket terbesar di kawasan Manhattan menjadi tempat singgah Summer yang baru saja memarkirkan mobilnya di basement. Summer mencoba melupakan masalahnya dengan Kyle dan tetap menjalankan niatnya untuk berbelanja bahan makanan yang hendak ia masak malam ini. Ia mulai memasuki supermarket dan mengambil troli belanjaan. Pandangannya tertuju langsung ke arah rak-rak panjang yang berjejer rapi dan barang yang tersusun sesuai dengan jenis-jenis makanan serta beberapa barang kebutuhan hidup. Summer membawa langkahnya langsung menuju ke bagian sayur dan daging. Dia menghentikan dorongan troli di dekat rak sayuran terlebih dahulu, lalu memilih beberapa sayur yang terlihat segar tanpa menyadari kini trolinya sudah didorong seseorang yang sejak tadi mengikutinya. Summer tersadar bahwa ia kehilangan troli saat hendak memasukkan sayuran yang sudah ia pilih. Ia membulatkan matanya saat melihat pria menyebalkan yang masih mengikuti dan kini mengganggu kegiat