Share

Part 02 - Basecamp

Part 02 - Basecamp.

Beberapa bulan sebelumnya.

Sebuah basecamp berbentuk sebuah bangunan kantor kecil yang disulap menjadi tempat bertemunya sekumpulan sahabat yang sejak kecil terjalin karena persahabatan dari seluruh orang tua mereka.

Ruangan yang didesain sendiri dengan arsitektur ternama Raizel Ben Dobson menjadikan tempat tersebut sebuah ruangan besar yang memiliki nuansa putih dan hitam.

Terdapat sofa hitam panjang membentuk L yang terletak di tengah ruangan tersebut. Lalu beberapa sofa single yang berjejer rapi dan sebuah meja berada di tengah, diatasnya terdapat minuman juga cemilan setiap kali mereka berkumpul.

Namun, bukan tanpa alasan mereka berkumpul, setelah sekian lama mereka berdelapan memiliki kesibukan masing-masing. Rumah yang disebut sebuah basecamp itu pun adalah sebuah hasil dari penghasilan pertama mereka yang telah disepakati akan membuat sebuah bangunan untuk mereka berkumpul dikala semuanya memiliki waktu luang, walau semua itu terasa sulit.

Akan tetapi, untuk malam ini mereka mengadakan perpisahan untuk perjalanan panjang saudara sekaligus sahabat mereka, Skyla Rose Tandy. Wanita yang memiliki berjuta keinginan dan impian untuk menjelajah dunia dan menjadi seorang wanita sukses termuda.

Seakan kembali ke pada masa mereka masih kanak-kanak…. Berkumpul dan bercerita tentang kesibukan masing-masing.

Oliver yang sejak lama sudah mengikat janji untuk mendukung apa pun keputusan dan cita-cita Skyla, terpaksa harus merelakan sang kekasih pergi menjelajah dunia.

Semuanya duduk di sofa sambil menikmati wine dan beberapa cookies yang dibuat Summer sebelum berkumpul.

"Terima kasih, Olie. Kau sudah mengizinkanku untuk pergi, kupikir kau …." Skyla menjeda ucapannya. Menatap Oliver yang berada di sampingnya.

Pria itu menatapnya cukup dekat, sambil merapikan rambutnya, Oliver tersenyum masam. Walau ia terpaksa, tetapi ia lebih tak ingin membuat wanita yang begitu dicintainya bersedih.

"Bukankah aku sudah berjanji padamu, Sky… everything you need ... I'll give you," ujar Oliver tersenyum. "Meski aku harus merasa kesepian jika kau pergi," timpalnya.

Mengalihkan pandangannya ke arah yang lain, sambil menenggak wine yang berada di tangan kirinya. Matanya melirik ke arah pandangan seseorang yang menatapnya tanpa berkedip. Sesosok gadis yang diketahui begitu mengagumi. Namun, berusaha dengan kuat ditepis oleh Oliver.

Skyla memeluk Oliver dari samping, meletakkan kepalanya di depan dada bidang prianya.

"Oh, ayolah Olie … sebulan sekali aku akan pulang selama satu minggu." Skyla membujuk.

Oliver mengangguk. "Aku tahu… bersyukurlah karena aku begitu mencintaimu," balas Oliver.

Skyla bergelayut manja dan mengecup pipi Oliver. "Thank you so much, Olie!" seru Skyla.

Seketika dia berubah menjadi begitu manis saat di hadapan Oliver. Walau dirinya memanglah sosok ceria yang selalu memancarkan aura positif di sekitarnya.

Athena mengalihkan pandangannya saat Skyla terus bermanja di lengan Oliver. Kyle yang menyadari hal tersebut mulai mengalihkan topik pembicaraan.

"Well, mari kita cheers untuk perpisahan kita dengan Skyla malam ini!" seru Kyle.

Mengangkat wine-nya diikuti seluruh penghuni di sana.

"Cheers!" seru mereka.

Lalu menenggak minuman mereka masing-masing.

Raizel meletakan gelasnya paling pertama di atas meja kaca berwarna hitam mengkilap.

"Well, perpisahan ini sudah selesai, bukan? Aku bisa pergi sekarang? Pekerjaanku masih sangat banyak," ucap Raizel dingin.

"Terima kasih sudah datang, Rai … aku tahu seberapa sibuknya kau," ujar Skyla tersenyum.

Raizel hanya mengangguk dengan seulas senyum tipis. Lalu tatapannya beralih kepada Valerie, yang masih meminum sedikit demi sedikit wine-nya.

Valerie tersadar akan tatapan Raizel, lalu dia mengangguk. Meskipun begitu, tatapan Raizel yang dingin teralihkan ke arah belakang Valerie. Tepatnya ke arah di mana Arthur duduk sambil menatap Valerie dengan tatapan berbeda dari yang lain. Sorot tajam Raizel membuat Valerie mengikuti arah tatapannya, menyadarkan Arthur yang menjadi kikuk dan berdeham salah tingkah.

"Hm, baiklah … kami pulang duluan, Sky." Valerie berdiri dari duduknya demi mengurangi ketegangan di wajah kekasih arsiteknya itu.

Valerie hendak memasukan ponselnya ke dalam tas. Sayangnya, terjatuh karena ia terburu-buru. Arthur dengan sigap membantu Valerie mengambil ponselnya yang terjatuh di lantai dan secara tak sengaja melihat wallpaper foto yang terpasang di ponsel pintar tersebut.

Foto kedekatan Raizel dan Valerie yang begitu intens, dan memperlihatkan gambar Raizel mendekap Valerie dari belakang begitu posesif.

"Hati-hati, Val. Jangan terburu-buru," ucap Arthur. Memberikan ponsel Valerie sambil tersenyum.

Valerie membalas senyumannya dan mengambil ponsel dari tangan Arthur.

"Ayo, Val. Kau tahu waktuku tak banyak," panggil Raizel.

"Ah, i-iya."

Mereka baru saja melangkah beberapa kali menuju pintu. Akan tetapi, suara lain menghentikan mereka di tengah ruangan.

"Hei, Rai. Jika kau sibuk, tinggalkan adikku di sini. Aku bisa mengantarnya," ujar Oliver. Menahan kepergian mereka.

Valerie menatap Raizel seolah meminta persetujuan. Namun, prianya kembali menatap Oliver sambil berkata, "Kau bisa menanyakan adikmu langsung jika dia mau," ujar Raizel.

Keadaan canggung tercipta dalam sekejap sehingga membuat Valerie menjadi bingung tak tahu harus bagaimana.

Pasalnya Oliver mudah mabuk dan kejadian beberapa waktu lalu yang hampir membuatnya kecelakaan bersama sang adik, membuat Raizel meradang dan melarang Valerie untuk pulang bersama Oliver setiap kali ada acara seperti ini.

"Hm, aku pulang dengan Rai saja, Olie." Valerie memutuskan.

"Val, jika kau masih trauma pulang denganku. Masih ada Arthur yang bisa mengantarmu," imbuh Oliver sedikit memaksa.

Dia bicara kepada sang adik. Meskipun, tatapannya tersorot kepada Raizel juga sedang melakukan hal yang sama.

"Ya, Val. Aku bisa mengantarmu pulang," sahut Arthur.

Sontak Oliver dan Raizel menoleh, menatapnya dengan artian yang berbeda. Jika Raizel menatap Arthur dengan tatapan tajam yang menusuk. Berbeda dengan Oliver yang menatap tak percaya diiringi dengan seringaian. Seolah menyukai keberanian Arthur.

"Kau sengaja melakukannya 'kan?" tanya Raizel kepada Oliver.

"Aku?" tanya Oliver. Mengerutkan keningnya seolah ia tak mengerti maksud Raizel.

"Ya, kau sengaja mengatakan semua ini hanya untuk mempermalukanku?" tanya Raizel.

"Hei, sudahlah kalian jangan mulai lagi." Kyle menyahut sambil mencoba menahan langkah kakaknya yang menuju ke arah di mana Oliver duduk dengan santai.

Namun, Raizel tak mudah dihentikan begitu saja. Dia terus melangkah dan Oliver melayaninya sambil berdiri.

Valerie mulai memijat pelipisnya. Sementara Summer, Skyla dan Athena hanya bisa menonton jika para pria itu mulai bersitegang, dan Arthur berdiri di samping Oliver seolah siap melawan Raizel jika memang terjadi perkelahian kembali.

"Jadi kau sadar? Baguslah, dengan begitu aku tak perlu menjelaskan apa pun." Oliver menjawab saat Raizel tepat berada di hadapannya.

Tatapan keduanya tampak saling menusuk satu sama lain, baik kakak maupun kekasih dari Valerie, keduanya sama-sama keras kepala dan tak mau mengalah serta menurunkan egonya sedikit saja.

"Kau!" Raizel berusaha menahan diri, dia berdecak tak suka dengan ucapan Oliver. "Kau pikir, kau bisa menjaga adikmu dengan benar?!" tukas Raizel melanjutkan ucapannya.

Skyla dan Valerie mulai mengusap lengan kedua prianya untuk menenangkan.

"Heh… lalu kau pikir, kau siapa? Kau bahkan belum menjadi suaminya, tapi kau sudah banyak melarang kebebasan adikku!" sarkas Oliver tak kalah sengit.

"Kau—"

"Hei, sudahlah kalian! Kenapa setiap bertemu selalu bertengkar? Aku tak ingin mengobati luka lebam kalian nantinya!" peringat Kyle sebagai satu-satunya dokter di antara mereka.

Sayangnya, ucapan Kyle sudah seperti angin yang berhembus melintasi kedua pria yang sedang saling menatap dengan tajam tanpa peduli ucapan lain

"Rai, sudahlah. Kau bilang waktumu tak banyak? Ayolah aku tetap pulang denganmu." Valerie mencoba melerai.

Menarik tangan Raizel yang akhirnya luluh.

"Heh, pecundang!" ejek Oliver.

"Olie, cukup!" bentak Valerie kesal.

Seketika sebuah pukulan melayang tertuju kepadanya. Meskipun kepalan itu terhenti karena ditahan dengan kuat oleh Oliver.

Oliver dan Raizel kembali menatap dengan tangan yang bertaut. Kepalan tangan Raizel tertahan dengan gigih oleh tangan Oliver yang cekatan.

Sorot mata tajam tercetak jelas di kedua pria yang tak pernah akur sejak kecil, dan itu membuat Valerie serta Kyle sedikit kewalahan melerai kembaran mereka.

"Berhenti mengurusi urusanku dengan Valerie! Lebih baik kau urusi urusanmu!" hardik Raizel.

"Rai, Sudahlah jangan dibahas lagi," ujar Kyle.

Raizel menatap Kyle, kembarannya yang sama bodohnya, begitu pandai menutupi perasaannya. Namun, tidak bagi Raizel yang notabenenya memiliki batin seorang kembaran.

"Kau juga, Kyl … lebih baik jaga baik-baik gadismu! Sebelum si berengsek ini merebutnya darimu!" sergah Raizel.

Sontak membuat Oliver meradang dan hendak melayangkan pukulannya. Sayangnya, Valerie menangkisnya lalu memukul Oliver dan Raizel setelahnya.

Semuanya terdiam saat Valerie mengeluarkan pukulan yang diajarkan langsung oleh ibunya. Dia geram dan tak tahan dengan pertengkaran kakak dan kekasihnya.

"Kalian itu memang sulit untuk dipisahkan dengan cara baik-baik, dan itu membuatku muak!" bentak Valerie.

"Ayo Arthur … Tolong, antarkan aku pulang," pinta Valerie. Pria yang disapa Arthur hanya mengangguk mengambil kunci mobilnya bergegas mengekori Valerie.

"Val, hanya aku yang akan mengantarmu pulang!" titah Raizel sambil mengusap sudut bibirnya.

Gadis itu melangkah menuju pintu dan terhenti sejenak saat sebuah panggilan meringis kepadanya. Valerie menolehkan sedikit kepadanya.

"Tidak! Aku tak ingin bicara dengan kalian sebelum kalian berbaikan!" Valerie melengos keluar.

Lalu keadaan menjadi semakin canggung. Hingga sebuah lengkungan terlihat di sudut bibir kedua pria yang baru terkena pukulan dari Valerie.

"Heh, pukulannya semakin kuat," keluh Raizel.

Berjalan ke arah jendela, melihat kekasihnya diantar pulang oleh pria yang diketahuinya menaruh rasa kepada Valerie.

Oliver terkekeh. "Ya, dasar adik kurang ajar, bisa-bisanya dia mengikuti jejak Niana!" pungkas Oliver. Berdiri di samping Raizel ikut menatap kepergian adiknya.

"Hei, dia ibumu bodoh!" Kyle menyahut.

"Ya aku tahu," balas Oliver.

Lalu merangkul bahu Raizel seakan barusan tak terjadi apapun.

"Singkirkan tanganmu!" sergah Raizel.

Dengan wajah kesal, Oliver menarik tangannya dan menatap pria angkuh yang sialnya begitu dicintai adiknya.

Hal tersebut membuat Kyle pusing dengan dua pria menyebalkan di samping. Lalu Raizel beranjak dari sana dengan aura dingin menyeramkan, dia melangkah melewati semuanya.

"Sekarang kau mau kemana, Rai?" tanya Kyle.

"Aku akan mengikuti mereka," jawab Raizel, lalu keluar.

Sampai suara pintu tertutup terdengar menggema dengan menghilangnya Raizel.

"Huh, Aura Rai memang selalu menyeramkan, apalagi jika sedang marah,” komentar Summer “Hei, Kyl … apa kau tak berniat menyumpangkan sedikit kekonyolanmu pada kakakmu itu?" Summer bertanya.

Membuat yang lain tertawa.

"Aku sangat ingin, tapi mungkin akan terpental," jawab Kyle. Mencairkan suasana yang sempat tegang.

"Olie, sepertinya aku harus pulang sekarang, jadwalku dimajukan," ujar Skyla.

"Oh, benarkah? Baiklah, kuantar kau." Oliver bergegas hendak mengambil jaketnya.

"Tak usah Olie ... Temanku sudah menjemput di bawah." Skyla mendekati Oliver, mengecup bibirnya sejenak lalu melepasnya dan berlalu keluar dari basecamp tersebut.

Oliver terdiam tak percaya menatap pintu yang tertutup rapat menelan kepergian Skyla. Dia terkekeh menatap sahabat yang tersisa di dalam ruangan.

"Aku tak tahu bagaimana harus menyikapinya." Oliver terdengar pasrah. Dirinya terlalu mencintai Skyla.

Kebersamaannya sejak kecil terlalu indah dan menjadi alasannya bertahan dengan Skyla yang selalu memilih menjauh. Walau mungkin tak pernah disadari oleh wanita itu.

"Sudahlah Olie, kau yang paling mengenal dia. Aku hanya bisa prihatin ketika kau yang tampan ini, harus rela ditinggal-tinggal oleh kekasihmu," ujar Summer mengejek. "Ayo, Kyle ... kita juga harus pulang," ajak Summer.

"Kau tak membawa mobil?" tanya Kyle.

"Aku bersama, Arthur dari restoran," jawab Summer.

"Lalu bagaimana denganmu, Athena?" tanya Kyle.

"Ah, aku—"

"Dia bersamaku dari studio, kupikir dia bisa pulang bersama Arthur. Jika begini, kau ikut denganku lagi saja," usul Oliver.

Menatap Athena yang tertunduk karena mendapat dua tatapan dari pria yang sudah seperti kakaknya -Arthur-

"Jadi bagaimana, Kyl. Jika kau tak bisa, aku akan—"

"Ya, aku akan mengantarmu, Sum. Ayo," ajak Kyle akhirnya. Walau pandangannya tertuju kepada Athena.

Mereka bergegas keluar dan memasuki mobil mereka masing-masing.

Kyle yang sedikit kesal. Terlihat melajukan mobilnya lebih dulu dengan laju yang cukup kencang. Sementara di dalam mobil Oliver, pria itu menatap Athena yang diam setelah memakai seatbeltnya.

"Terima kasih, Olie," ujar Athena lembut.

Oliver mulai menjalankan mobilnya dengan perlahan.

"Aku hanya membantumu untuk kali ini saja, Athena. Karena aku tak tega melihat Summer. Biar bagaimanapun dia adik Skyla. Jadi, jelas aku akan lebih membiarkannya dekat dengan Kyle.

Walau aku tahu kalian bertiga tak seharusnya begitu, tapi tolong jangan berpikir bahwa aku memberikanmu celah. Tidak, Thena … karena aku tak bisa menyakiti Skyla. Kau mengerti itu?" tanya Oliver.

Tanpa menoleh sedikitpun kepada gadis di sampingnya yang terdiam menahan rasa kecewa. Akan tetapi, haruskah Oliver berkata demikian? Tak bisakah pria itu diam demi menjaga hatinya yang kini terluka.

Athena hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Aku tahu, Olie… aku mengerti bahwa selamanya perasaanku tak akan terbalas olehmu. Aku tahu, kau terlalu mencintai Skyla. Namun, haruskah kau mengucapkan hal tersebut? Setidaknya diam lebih baik daripada kau sengaja mengucapkannya. Athena membatin dan mencoba menahan getaran di tubuhnya.

Menahan rasa panas yang mulai terasa di mata indahnya. Hingga akhirnya dia menyerah, Athena mengalihkan pandangannya ke arah jendela saat menatap jalanan yang gelap hingga memantulkan dirinya dari jendela mobil.

Hal tersebut tak luput dari penglihatan mata tajam Oliver. Ia memang sengaja mengatakan hal tersebut untuk membuat Athena sakit hati terhadapnya. Agar gadis itu tak lagi mengharapkannya, dan membuka hatinya untuk yang lain.

Maaf atas perkataanku yang menyakitimu, Thena … aku tahu kau pasti terluka. Namun, ini yang terbaik. Berhenti mengharapkan pria bodoh sepertiku yang hanya menjadi budak cinta seorang Skyla. Karena memang begitulah kenyataannya saat ini. Aku, memang terlalu mencintai wanita itu, batin Oliver seolah membalas.

Sambil mengusap bibir dan hidungnya. Salah satu kebiasaan yang selalu dilakukannya, saat ia merasa bersalah. Oliver melirik sekilas keadaan Athena, yang mulai mengusap beberapa tetes air bening di pipinya.

Semoga kau mengerti Athena… bahwa semua ini akan menjadi sulit jika kau tetap mengharapkanku, timpal Oliver masih hanya di dalam hatinya.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status