Home / Horor / Mimpi Kelam Lilian / 5. Menakutkan

Share

5. Menakutkan

Author: Jasmine
last update Last Updated: 2022-01-21 22:53:15

"Lilian, ajukan semua jadwalku hari ini dan tolong bawakan semua berkas yang harus aku tanda tangani."

Pagi itu, Lilian mendapat perintah dari Greg saat ia masuk ke dalam ruangannya.

"Aku akan mempersiapkan proyek terbaruku, mungkin tidak semua jadwal dapat aku tangani sendiri. Oleh karena itu, kau bisa membantuku dengan beberapa urusan kontrak dan jadwal meeting bukan?" Greg menutup laptopnya, memandang Lilian dengan tatapan penuh harap.

"Maaf, Tuan. A ... apa? Maksud saya, saya sendiri tidak yakin apa dapat menyelesaikan beberapa pekerjaan Anda, Tuan. Bagaimana mungkin Anda menyerahkan begitu saja semuanya pada saya?" tanya Lilian tidak yakin.

"Kau bisa Lilian. Kau sudah bekerja denganku bertahun-tahun, hanya kau yang mengerti sistem dan cara kerjaku. Jadi percaya dirilah, oke?"

"Tapi, Tuan ..."

"Tak ada alasan lagi. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri. Jika ada sesuatu yang tak bisa kau putuskan sendiri, kau tahu kau dapat menghubungiku bukan?"

Lilian menunduk, ia mulai menarik diri setiap kali Greg memberinya perhatian atau kepercayaan khusus.

"Seperti yang kau tahu, dalam beberapa bulan ini aku akan disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang mengharuskanku terbang ke beberapa negara. Selama aku melakukan perjalanan bisnis, aku harap kau dapat memenuhi tanggung jawab di dalam perusahaan."

"Anda tak salah, Tuan? Saya bisa membantu Anda apa pun, Anda tahu itu. Tetapi, mengambil tanggung jawab menggantikan Anda selama Anda dalam perjalanan bisnis, itu agak terlalu ..."

"Lilian ... kau harusnya sudah menerima tanggung jawab itu jauh sebelum ini. Aku sudah semakin tua, aku pastikan perusahaan tak akan runtuh begitu saja selama kau yang mengurus. Percaya dirilah."

Greg tersenyum menenangkan. Ia tahu Lilian saat ini sedang panik dan tak percaya diri. Walau begitu, Greg yakin bahwa Lilian akan dapat mengatasi itu.

"Jangan khawatirkan apa pun, oke? Lagipula, aku akan selalu ada di belakangmu. Ada Devon dan yang lainnya yang siap membantumu juga. Kau lebih dari cukup. Kau sangat mampu dan cakap untuk sekadar menjalankan tanggung jawab yang lebih besar dari ini."

Lilian sedikit mengerutkan alisnya dan merasa kikuk. Jelas kepercayaan yang Greg berikan padanya terlalu besar untuk ia tanggung.

"Oh, please. Tenanglah, Lilian. Bahkan, untuk beberapa hal kemampuanmu jauh lebih baik dibandingkan dengan Devon si keras kepala itu! Haha!" Greg terbahak dengan pernyataannya sendiri. Ia selalu menguatkan Lilian dengan sesekali membandingkan dirinya dengan Devon, putranya sendiri.

"Tapi, Tuan..."

"Sudah, tak ada perdebatan lagi." Greg menggeleng tegas.

"Siapkan proposal untuk pertemuanku selanjutnya. Aku akan menghadiri meeting dengan Silvia. Dan tanyakan Kevin tentang perkembangan proyek yang terakhir Devon kerjakan sebelum ia pergi berbulan madu."

"Baik, Tuan." Lilian mengangguk formal dan segera undur diri.

Lilian sudah hendak keluar dari ruangan Greg, ketika Greg kembali memanggilnya lagi, "Lilian ..."

Lilian kembali berbalik, dan menghentikan langkahnya.

"Terima kasih." Greg tersenyum bijak dan tulus padanya.

Lilian hanya mengangguk dengan canggung sebelum akhirnya ia keluar.

Sesampainya di meja kerjanya, Lilian segera menyiapkan berkas yang Greg minta. Kemudian ia menelepon meja Silvia dan meminta gadis itu untuk datang ke mejanya sendiri.

"Silvia, ini berkas yang Tuan Greg perlukan untuk pertemuan selanjutnya. Seperti yang kau tahu beberapa jadwal pertemuannya hari ini telah ia majukan." Lilian menyodorkan tumpukan berkas ke arah Silvia.

"Kau hanya tinggal memasukkan berkas kontrak untuk proposal ini. Dan Silvia, Tuan Greg telah menunggumu. Jika ada sesuatu yang kurang jelas, segera hubungi aku."

"Baiklah, aku akan memeriksa jadwalnya dan menyiapkan proposalnya masing-masing. Aku akan bersiap sebentar lagi."

"Teleponlah Daren, suruh ia menyiapkan mobil. Satu lagi Silvia, ada kemungkinan Tuan Greg akan membawamu dalam perjalanan bisnisnya kali ini. Jika itu terjadi, maka bersiaplah, oke?" ucap Lilian lagi.

"A ... apa?!" Silvia terbelalak karena terkejut.

"Tapi, apa aku mampu? Maksudku, aku belum pernah mendampingi Tuan Greg hingga ke luar negeri. Bukankah biasanya ia akan membawamu, Lilian?" Silvia sedikit panik dengan pemberitahuan Lilian yang begitu tiba-tiba.

"Jangan khawatir, itu hanya kemungkinan saja. Lagipula kali ini perjalanan bisnis Tuang Greg begitu panjang. Dan seandainya jika ia memintamu, kau hanya perlu menyiapkan kebutuhannya seperti biasa," jawab Lilian tenang.

"Lilian, aku belum siap! Oh, jika memang itu terjadi bisakah kau meyakinkan Tuan Greg agar ia tak membawaku, please?" Silvia kembali merajuk, ia memasang tampang memelas.

Lilian menghela napasnya perlahan. "Silvia, kau tahu benar bahwa suatu saat kau pun akan mendampingi perjalanan bisnis atasanmu saat kau diterima bekerja di sini bukan? Tak perlu takut, bersikaplah profesional seperti biasanya."

"Baiklah, aku akan bersiap sekarang." Silvia menekuk bibirnya, tanda ia belum sepenuhnya yakin.

Silvia akhirnya kembali lagi ke mejanya sendiri setelah selesai menyiapkan semua keperluan meeting Greg. Tak beberapa lama kemudian, ia dan Tuan Greg beserta Daren, supir pribadi Greg berangkat ke tempat pertemuan mereka.

Lilian kembali berkutat dengan pekerjaannya. Seperti biasanya, saat jam makan siang kantor berlangsung, ia hanya mengambil beberapa buah-buahan dan jus segar dari pantri. Ia akan menghabiskannya dengan sandwich sederhana yang telah ia persiapkan dari rumah sebelumnya.

Lilian sedang menggigit sandwich dan menikmati istirahat makan siangnya disela-sela pekerjaannya yang menumpuk, ketika kemudian ketukan halus terdengar dari pintunya. 

"Silakan masuk," sahutnya masih sibuk dengan berkas yang sedang diperiksanya, sedangkan salah satu tangan yang lainnya masih memegang sandwichnya.

"Selamat siang, Nona Lilian."

Suara yang familiar membuatnya tersentak seketika. Karena terkejut, Lilian terbatuk akibat tersedak saat mengunyah sisa makanannya. Ia kemudian meneguk jus di atas mejanya untuk meredakan batuknya.

Dia lagi... batin Lilian tersiksa.

Ia menatap wajah pria yang tersenyum cerah di depan pintu ruangannya. Walau terkejut, Lilian masih dapat menguasai raut wajahnya dan memasang wajah datar seperti biasanya.

"Tuan Jaden, ada yang bisa saya bantu?" 

Lilian meletakkan sandwich dan berkas yang sedang diperiksanya, kemudian bangkit dari kursinya untuk menyambut Jaden.

"Hanya, sedikit hal kecil saja. Apakah Tuan Greg sedang ada di ruangannya?"

"Maaf, jika Anda memberitahu kami sebelumnya, mungkin saya bisa mengatur jadwal pertemuan dengan Tuan Greg. Ia sedang ada pertemuan di luar saat ini."

"Ah ... begitu? Sayang sekali, aku harus membuat janji rupanya ya. Sebenarnya aku hanya ingin membahas hal lain dengan Tuan Greg, dan itu tak ada hubungannya dengan kontrak kemarin"

"Jika Anda ingin meninggalkan pesan, saya akan menelepon dan menyampaikan pada Tuan Greg segera." Lilian membalas dengan formal.

"Aku sudah meneleponnya kemarin, aku bermaksud untuk menyewa seluruh lantai 5 untuk kujadikan restoran terbaruku"

"Menyewa? Bukankah lantai tersebut sedang dalam penawaran oleh perusahaan travel agent, mungkin Anda belum mendengar itu. Dan Tuan Greg juga belum berpesan apa pun kepada saya."

Jaden tersenyum, ia menggeleng seolah mengasihani Lilian.

"Kau yang belum mendengar tentang itu rupanya Nona Lilian, lantai itu sudah menjadi milikku. Kesepakatan dengan perusahaan travel agent sebelumnya telah batal. Dan ia hanya menyewakan satu-satunya lantai itu khusus untukku."

"Benarkah?" raut terkejut sedikit menghiasi wajah Lilian.

Tak ragu lagi, kemudian Lilian segera menghubungi ponsel Greg. Hanya perlu menunggu sejenak, teleponnya kemudian tersambung.

"Selamat siang Tuan, saya hanya ingin menanyakan tentang kesepakatan sewa menyewa lantai 5 milik kita, karena Tuan Jaden berada di sini sedang mempertanyakan kelanjutan perjanjian sewa tersebut," jeda sebentar dari Lilian. Kemudian ia menjawab lagi.

"Baik Tuan, baik akan saya persiapkan semuanya. Jangan khawatir, semoga perjalanan Anda lancar." Lilian meletakkan ponselnya di atas mejanya setelah mengakhiri panggilannya.

"Maafkan saya Tuan Jaden, saya belum menerima informasi tentang kesepakatan Anda sebelumnya. Memang sebelumnya lantai kosong satu-satunya itu akan Tuan Greg sewakan kepada salah satu rekannya. Mungkin Tuan Greg hanya belum sempat memberitahu saya."

Jaden mengangguk-angguk. "Kau baru saja menelepon ponsel Tuan Greg?" tanyanya ingin tahu.

"Iya benar, Tuan Greg telah menyerahkan semua tanggung jawab ini pada saya, jika Anda ingin bernegosiasi mengenai harga atau apa pun, Anda dapat langsung menghubungi saya."

"Baiklah, berikan nomor ponselmu," pintanya kemudian. Lilian sedikit terkejut dengan permintaan Jaden.

"Nomor ponselmu, aku membutuhkannya, cepat berikan." ulang Jaden sedikit tidak sabar. Lilian terlihat sedikit ragu.

"Apa aku harus langsung menelepon Tuan Greg untuk hal-hal kecil yang berkaitan dengan kontrak ini?"

"Jangan, maksudku, Tuan Greg mungkin sedang sibuk sekarang. Ia akan melakukan perjalanan bisnis untuk sementara waktu, dan semua urusan perusahaan telah ia percayakan kepada saya untuk sementara ini. Anda boleh menghubungi saya kapan pun anda butuh." Lilian mengulurkan sebuah kartu nama miliknya pada Jaden.

Jaden mengangguk-angguk, menerima kartu nama Lilian.

"Silakan duduk Tuan, mari melanjutkan pembicaraan kita." 

Jaden dan Lilian mengambil tempat duduk yang saling berhadapan. Jaden mengamati Lilian sejenak, sebelum ia akhirnya mengeluarkan ponselnya sendiri dan mulai memasukkan nomor sesuai kartu nama yang Lilian berikan.

Beberapa saat kemudian, ponsel Lilian yang berada di dalam sakunya bergetar dan mengeluarkan nada dering yang halus.

"Itu nomorku." ucap Jaden singkat.

"Baik, saya akan menyimpan nomor Tuan," Lilian mengetik nama Jaden pada ponselnya sendiri. 

"Kau tak memberikan nomor pribadimu bukan?" tanya Jaden kemudian. Lilian menatap Jaden penuh tanya.

"Apakah itu ponsel pribadimu? Siapa saja yang kau masukkan dalam daftar ponsel itu?" Jaden mengedikkan dagunya, menyorot ponsel Lilian lainnya yang masih tergeletak di atas meja kerjanya. Lilian sedikit mengerjap.

"Kau tak memberiku nomor pribadimu rupanya. Bisakah aku mendapat nomor pribadimu juga?" desaknya.

"I ... ini juga merupakan nomor saya Tuan. Anda bisa menghubungi saya di nomor ini. Ini tak ada bedanya, saya akan menerima panggilan Anda di nomor mana pun," jelas Lilian.

Jaden tersenyum sinis, ia menatap Lilian dengan tajam, lalu berkata, "Bagaimana caramu agar bisa memperdaya para orang tua? Kau rupanya sangat hebat dalam mengambil hati para lansia."

Lilian mengernyit, ia sedikit tersentak dengan pertanyaan Jaden. "Apa maksud Tuan?"

Kali ini mimiknya berubah terkejut. Lilian balas menatap Jaden yang sedang memicingkan matanya dengan tajam untuk menatapnya.

"Bukankah kau tahu betul apa maksudku?" Jaden kembali tersenyum sinis. Senyuman dingin yang begitu menusuk yang seolah dapat membuat siapa pun merasa tersudut.

Lilian menahan napasnya, jantungnya seolah berhenti berdetak. Pria yang ada di hadapannya sekarang tampak begitu menakutkan. Ia menatap Lilian dengan aura dingin yang dapat membekukannya di tempat seketika.

Lilian bergidik, matanya sedikit bergetar. Ya, ia saat ini sedang merasa terintimidasi oleh sosok di hadapannya itu. Lilian seolah sedang terhisap oleh sorot mata kehijaun milik Jaden yang terlihat begitu tajam dan tegas saat ini.

Kemudian, ketukan halus pintu ruangannya menyelematkannya dari kebekuan yang Jaden ciptakan. Lilian seolah dapat kembali bernapas dan kembali ke kenyataan. Ia menghembuskan napas perlahan.

"Silakan masuk," Lilian berusaha dengan susah payah hanya untuk mengucapkan beberapa kata itu.

Kevin, sekretaris Devon putra Tuan Greg masuk ke dalam ruangannya.

"Lilian, aku kemari setelah menerima pesanmu," Kevin, pria jangkung itu menghambur masuk tanpa mengetahui di dalam ruangan Lilian sedang ada tamu.

"Ya ... Kevin, masuklah"

"Ah maaf, apa aku sedang mengganggu?" Kevin sedikit canggung setelah menyadari keberadaan Jaden.

"Tak perlu sungkan, aku sudah selesai. Cukup sekian untuk hari ini Nona Lilian, aku akan menghubungimu untuk kelanjutannya. Kau dapat mengirim kontrak tersebut ke emailku."

Jaden tersenyum cerah, secerah mentari! Ia bahkan tak menampakkan wajah menakutkan seperti sebelumnya. Sungguh, itu membuat Lilian bergidik ngeri. Bagaimana bisa pria itu berubah sekejap dalam waktu singkat?

"Baik, Tuan Jaden" Suara Lilian sedikit bergetar. Ia menatap Jaden yang telah berubah seketika dan tersenyum ramah padanya. Lilian lagi-lagi bergidik. Keringat dingin seolah tak berhenti mengalir dari belakang tengkuknya. Apa ia memiliki kepribadian ganda? Batinnya bertanya-tanya.

Kevin mendekati Lilian dan refleks menangkap kedua bahunya saat dilihatnya wanita itu sedikit limbung dan hampir terjatuh.

"Kau tak apa-apa, Lilian? Kau tampak pucat. Apa kau sakit?" Kevin membantu Lilian untuk kembali duduk di atas sofa.

Jaden sedikit menoleh dan melirik tajam Lilian yang sedang ditopang kedua bahunya oleh Kevin. Ia kembali tersenyum sinis seolah mencibir. Dan dengan raut menyeramkan, akhirnya ia melangkah keluar.

_____*****______

Related chapters

  • Mimpi Kelam Lilian   6. Pindah

    "Terima kasih Tuan, seharusnya Anda menghubungi kami saja, agar Anda tidak perlu repot untuk mengantar berkas kontrak ini." Lilian sedikit kikuk saat Seth berkunjung ke kantornya tanpa pemberitahuan sebelumnya. "Tak apa-apa, tolong panggil saja Seth." Seth mengirimkan sendiri berkas kontrak sewa menyewa yang kemarin Lilian kirim ke email Jaden tepat pada saat jam makan siang. "Baik, apakah ada hal lain lagi yang mungkin masih kurang jelas dalam kontraknya, Tuan?" "Seth ..." Seth kembali mengingatkan dengan halus. Entah mengapa ia masih merasa begitu bersalah saat menatap wajah Lilian. Jelas-jelas Jaden lah yang berulah saat pertemuan terakhir mereka, tetapi Seth yang merasakan perasaan canggung pada Lilian. Pasalnya, ia juga belum sempat meminta maaf atas kelakuan Jaden tempo hari. "Ah, baiklah ..." jawab Lilian canggung. "Maaf, aku tidak tahu jika kemarin Jaden kemari. Jika saja aku mengetahuinya, maka aku akan ikut me

    Last Updated : 2022-01-23
  • Mimpi Kelam Lilian   7. Iblis Muncul

    Lelah dengan pekerjaannya hari ini, Lilian memutuskan untuk berendam air hangat pada bathtub sederhananya sesampainya ia di rumah. Lilian selalu berendam air hangat saat dirinya mulai lelah dengan semua pekerjaan yang menumpuk. Dengan membenamkan dirinya dalam air hangat yang nyaman dan menyalakan lilin aromaterapi, ia berharap dapat sedikit membantunya untuk rileks. Karena beberapa hari semenjak dirinya bertemu dengan Jaden, ia merasakan tekanan luar biasa yang benar-benar membuatnya frustasi. Ia tak suka melihat pria itu berada di sekitarnya. Tatapannya yang berubah-ubah membuatnya bingung. Di lain waktu ia bisa tersenyum dengan ramah bak mentari pagi yang cerahnya sangat menyilaukan, tetapi lain lagi saat pria itu bersamanya. Baik ucapannya maupun tatapannya selalu dingin menusuk dan mengintimidasinya. Entah, itu hanya perasaannya saja atau memang Jaden tidak suka padanya. "Oh ... sungguh nyaman sekali," gumamnya dengan puas. Lilian memejamkan matanya untuk fokus merasakan air

    Last Updated : 2022-01-24
  • Mimpi Kelam Lilian   8. Serangan Panik

    Lilian masih membeku di tempatnya. Ia berusaha mencerna ucapan Jaden dengan kepanikan yang terus menyergapnya. Belum lagi kakinya yang berdenyut hebat memberikan sensasi nyeri yang teramat sangat hingga ke puncak kepalanya, membuat Lilian tak dapat berpikir jernih. "Ma ... maaf, apa kau bilang tadi? Rumah ini milikmu? Bagaimana bisa?! Maksudku, ini rumah Edith, dan setahuku ia tidak pernah berencana untuk menjual rumahnya sebelum ..." Lilian terhenti, tercekat. Ada rasa sedih yang menyelimutinya, sehingga ia tak mampu meneruskan ucapannya lagi. "Sebelum ia meninggal maksudmu?!" Jaden menatap tajam Lilian. Dan wanita itu hanya mengangguk pelan dengan sorot pilu yang terpampang nyata di wajahnya. Walau malam ini begitu gelap, dengan lampu temaram yang menyorot dari balkonnya, dan lampu terang benderang yang menyilaukan dari rumah wanita itu, cukup membuat Jaden untuk bisa melihat dengan jelas perubahan sekecil apa pun mimik wajah yang Lili

    Last Updated : 2022-01-24
  • Mimpi Kelam Lilian   9. Sekamar Semalaman

    Dalam tidur lelapnya, dalam dunia mimpinya, Lilian tampak sedang berjalan bertelanjang kaki menyusuri sebuah lorong panjang yang gelap. Ia memusatkan tatapannya pada sebuah cahaya lampu kecil yang bersinar temaram pada tangga meliuk panjang yang menjulang di hadapannya. Perlahan tapi pasti, Lilian menapaki anak tangga satu demi satu yang ada di hadapannya itu. Setiap kali Lilian melangkah, setiap kali pula keadaan di sekitarnya menjadi gelap. Lilian mengerjap, mencoba untuk menggapai segala sesuatu yang dapat diraihnya. Namun semua kosong, gelap, dingin dan tampak tak berujung. Mimpi siapa ini? Begitu gelap, dingin, dan penuh dengan kesesakan. Ya, seperti yang sering terjadi, Lilian sekarang sedang bermimpi. Dan ia sadar. Saat ini dirinya pasti sedang terseret oleh mimpi seseorang. Ia selalu terseret ke dalam sebuah mimpi asing saat seseorang yang terhubung dengannya itu sudah terlelap dan memulai mimpinya. Benar. Lilian memili

    Last Updated : 2022-01-24
  • Mimpi Kelam Lilian   10. Perjanjian Kontrak Mesum

    Lilian telah sampai ke kantor dengan tepat waktu. Walau ia tidak terlambat, tetapi dalam sejarahnya, belum pernah ia berangkat bekerja begitu siang sebelumnya. Ia sedikit menghembuskan napasnya dengan lega saat ia duduk di kursinya. Lilian yang tak ingin membuang waktu lagi segera memulai pekerjaannya hari ini. Walau kakinya yang terkilir masih sedikit berdenyut, ia tak mempermasalahkan hal itu. "Lilian, apa hari ini aku akan mendampingi Tuan Greg lagi?" Silvia yang sudah melihat kedatangan Lilian tadi serta merta menghambur ke dalam kantornya begitu saja. "Ya, Silvia. Bukankah sudah kukatakan bahwa kau akan bertugas mendampingi Tuan Greg untuk beberapa waktu ini." "Tapi, Lilian ...." "Silvia ..." Potong Lilian lagi, "Kau tahu bahwa Tuan Greg akan segera mengurus proyek penting bukan? Jadi, aku harap kau dapat bekerja sama dengan baik." "Lilian, bisakah hari ini kau menggantikanku? Hari ini saja, please? Kau tahu

    Last Updated : 2022-01-26
  • Mimpi Kelam Lilian   11. Perangkap

    Lilian memijat keningnya dan perlahan mengatur napasnya lagi. Ia beberapa kali mengembuskan napasnya untuk menenangkan dirinya sendiri. "Begini ... jika kau ingin mempermainkanku, aku rasa kau telah bercanda dengan orang yang salah." Ia menatap Jaden dengan raut serius. "Bisakah kau pergi saja dan jangan menggangguku? Aku bahkan tak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat padamu hingga kau memperlakukanku seperti ini," lanjutnya lagi. Ia merasa seolah lelah karena menghadapi pria di hadapannya itu. Lilian hendak bangkit saat Jaden menghentikan dengan kata-katanya kemudian, "Sertifikat rumah ini, tolong tunjukkan padaku. Sebagai cucu satu-satunya Edith aku berhak menanyakan itu bukan?" Lilian membelalak menatap Jaden dengan penuh keterkejutan. "A ... apa?! Apa katamu? Kau cucu Edith? Benarkah?!" tanyanya tak percaya. Ia jelas terkejut dengan pernyataan Jaden padanya tadi. Dengan tenang Jaden mengeluarkan ponselnya. Ia memperlihatkan satu galeri penuh foto kebersamaannya dengan Edith

    Last Updated : 2022-01-28
  • Mimpi Kelam Lilian   12. Kontrak Iblis

    "Sudah kukatakan, aku ingin tidur bersamamu," jawab Jaden tegas. "Mengapa?" tanya Lilian. "Bisa dibilang karena aku bosan mungkin? Apapun alasannya itu tak penting buatmu bukan? Atau terserah apapun anggapanmu saja, lagipula aku juga tak berniat untuk melakukan seks denganmu seperti yang kau pikirkan. Ingat, aku tidak sembarangan memasukkan barang milikku," ucapnya lagi dengan angkuh. Lilian kali ini menatap Jaden dengan atensi yang lebih besar. Ia sedikit tertarik saat Jaden menyebutkan tak ada seks di dalam keinginannya itu. "Ho! ... kau mulai tertarik rupanya? Astaga! Jadi benar itu yang kau pikirkan? Apa kau kira aku akan memanfaatkanmu untuk kepuasanku?" Jaden mencemooh Lilian dan tersenyum kecil. Lilian mengerutkan bibirnya. Walau ia tahu setiap kata yang selalu keluar dari mulut Jaden untuknya hanyalah hinaan dan cibiran, tapi ia tetap merasa kesal. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Lilian. Ia sengaja mengabaikan hinaan Jaden dan tak ingin terpancing olehnya. "Kau hanya p

    Last Updated : 2022-01-28
  • Mimpi Kelam Lilian   13. Tidur Bersama

    Lilian memakai gaun tidurnya yang nyaman setelah ia membersihkan diri. Mandi malam yang menyegarkan cukup membuat badannya terasa rileks. Ia sejenak ingin melupakan kejadian yang baru saja dialaminya tadi setelah dirinya pulang dari kantor. Lilian menuju dapurnya dan membuka lemari pendingin untuk meraih sebotol air mineral dingin dan meneguknya. "Hanya itu makan malammu?" Lilian dikejutkan oleh suara Jaden yang tiba-tiba muncul dan menyebabkannya tersedak hingga terbatuk-batuk. "Kau tak apa?" tanya Jaden kemudian. Jaden kembali muncul di ambang pintu kaca sebelah tamannya yang menghubungkan dengan dapurnya. Ia menyandarkan salah satu lengannya pada pinggiran pintu. Jaden tampak nyaman dengan kaus polos dan celana kain ringannya. "Apa lagi?" tanya Lilian kesal sembari mengusap sisa air di mulutnya. "Ikuti aku, aku membutuhkanmu," ucapnya santai. "Apa harus? Dan bisakah kau tak muncul di areaku semaumu sendiri?" protes Lilian. Ia mengembalikan lagi botol air mineralnya ke dalam

    Last Updated : 2022-01-30

Latest chapter

  • Mimpi Kelam Lilian   86. Selamanya (Selesai)

    "Dad ...!" panggil Lilian saat melihat Greg berdiri di depan gerbang makam sambil membawa sebuah buket bunga besar."Lilian? Jaden? Kalian kemari juga?" Greg sedikit terkejut mendapati LIlian dan Jaden yang baru saja turun dari mobil dan menghampirinya."Kau ingin menjenguk ibunya Devon, benar?" ucap Jaden."Benar, aku semalam memimpikan Ivone, istriku. Mimpi yang sangat indah dan menyentuh," ungkapnya.Lilian dan Jaden saling bertatapan. "Apa itu adalah mimpi tentang berpiknik di sebuah taman yang hangat dengan keluargamu?" tanya Jaden.Greg menatap heran pada Jaden. "Bagaimana kau ... tahu?" tanyanya takjub."Karena kami pun memimpikan hal yang sama, Dad. Untuk itu, aku akan menemui ibuku hari ini," balas Lilian."Benarkah? Kau rupanya sudah menghilangkan ketakutanmu, Lilian?" ucap Greg."Benar. Aku akhirnya berhasil mengatasinya. Dan saat ini, bukan hanya Dad dan aku yang akan mengunjungi istri dan seorang ibu, Jaden pun aka

  • Mimpi Kelam Lilian   85. Mimpi yang Hangat

    "Syukurlah kau tak apa-apa, Sayang," ucap Jaden.Lilian dan Jaden baru saja menerima hasil pemeriksaan kondisi kehamilan Lilian. Dokter kandungan yang memeriksanya beberapa saat lalu, menyatakan kondisi Lilian baik-baik saja."Ya, junior kita pandai bertahan rupanya," ucapnya sambil tersenyum dan mengelus perutnya."Tentu saja. Ia seperti mamanya, yang turut menghajar orang-orang jahat yang berusaha mencelakai orangtuanya," balasnya."Benar," ucap Lilian sambil tersenyum geli.****Di malam hari yang tenang dan sunyi, Lilian yang terlelap dalam dekapan Jaden perlahan-lahan mulai memasuki mimpinya.Bukan mimpi buruk ataupun gelap. Melainkan mimpi yang bersinar dan hangat, sehangat mentari pagi yang menyinari sebuah taman berumput luas yang memiliki danau kecil beserta beberapa naungan pohon-pohon rindang di sekelilingnya."Hei, putri tidur ... apa kau tak ingin menikmati pemandangan hangat pagi ini?" suara lembut yan

  • Mimpi Kelam Lilian   84. Penyerangan Lionel

    Jaden telah bersiap dengan setelan formalnya dan sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin. Lilian yang muncul dari belakangnya, Segera memeluk Jaden dengan hati-hati."Apa kau gugup?" tanya Lilian."Sedikit, tapi aku tidak akan menunjukkannya. Aku tak ingin dianggap tidak mampu untuk memikul tanggung jawab ini."Lilian tersenyum dan melepaskan pelukannya. "Tak akan ada yang menganggapmu begitu. Kau adalah Jaden, putra keluarga Keegan satu-satunya. Kau bersinar dalam kehidupan selebritis dan juga bidang kuliner yang merupakan karier dan pencapaianmu saat ini. Kau sudah cukup membuktikan pada mereka bahwa kau adalah pria yang sangat kompeten.""Terima kasih, Sayang," Jaden mencium pipi Lilian dengan mesra. Ia cukup mengerti untuk tidak merusak riasan istrinya yang telah cantik itu."Baiklah, jika kau telah siap, mari kita berangkat," ucap Lilian. Jaden tersenyum dan mengangguk.Setelah itu, mereka kemudian bergegas untuk berangkat ke pe

  • Mimpi Kelam Lilian   83. Rahasia Kecil

    "Kurt tewas. Ia ditemukan overdosis di dalam pondoknya dua hari lalu," ucap Kevin pada Jaden dan Lilian.Kevin kini sedang duduk di hadapan Lilian dan Jaden. Setelah ia mendapat berita tentang kematian Kurt, ia segera melesat untuk menemui Jaden dan Lilian untuk mengabarkan berita tersebut."Ia memakai obat-obatan terlarang yang melampaui batas. Ia tak ada sejarah sebagai seorang pemakai sebelumnya, tapi mungkin setelah hari 'itu' ia memutuskan hal lain," lanjut Kevin.Lilian dan Jaden saling pandang dengan tatapan penuh arti. Jaden meremas lembut jemari Lilian yang sedang menggenggamnya."Kau sudah terbebas darinya, Lilian," ucap Kevin lagi.Lilian memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan napas dengan lega. "Aku tahu, Kev, terima kasih karena telah memberitahuku," balasnya."Tak akan ada mimpi buruk lagi bagimu, Sayang," ucap Jaden sambil memeluk Lilian kemudian. Lilian mengangguk penuh haru sekaligus waspada.Ia memang telah ter

  • Mimpi Kelam Lilian   82. Tekad

    Jarvis-lah orang pertama yang mengetahui kabar menggembirakan yang Jaden dan Lilian terima pagi ini. Sama seperti pasangan itu, Jarvis pun sangat gembira mengetahui bahwa ia akan menjadi seorang kakek. Jaden yang awalnya terkejut karena kedatangan Jarvis ke dalam kamar hotel mereka, akhirmya mengerti setelah Lilian menjelaskan kepadanya. Lilian-lah yang mengundang Jarvis ke kamar mereka, agar ia dapat berbicara berdua dengan Jaden. Jaden yang sedang dalam suasana hati bahagia, tentu saja tak dapat menolak permintaan istrinya itu. "Maaf jika aku tak sopan telah memintamu datang, Dad. Tapi aku rasa cuma ini jalan yang dapat aku pikirkan agar Jaden mau bertemu denganmu," ucap Lilian sambil mengantar masuk Jarvis ke dalam ruang tamu kamar tersebut. "Tak apa, aku mengerti. Selamat atas kabar kehamilanmu. Justru aku senang karena telah datang di waktu yang tepat," ucapnya. "Terima kasih. Kemungkinan sebentar lagi, Greg ayah angkatku akan datang juga

  • Mimpi Kelam Lilian   81. Positif

    Sudah lima hari ini sejak pertarungannya dengan Kurt berakhir, Lilian baru dapat bangun dari ranjang. Ia yang kemudian ambruk karena kelelahan secara fisik dan mental selama beberapa hari itu, hanya dapat berbaring disertai demam tinggi akibat pertarungannya itu. Greg, Devon dan Myan bahkan terkejut melihat kondisi Lilian saat mereka menjenguknya. Tubuh Lilian yang penuh dengan luka lebam itu membuat mereka shock. Mereka yang awalnya tak mengerti, akhirnya paham setelah Jaden perlahan-lahan menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya. "Hai ... Sayang, kau sudah kuat bangun?" ucap Jaden yang terkejut saat melihat Lilian berjalan ke arah dapur. Ia meletakkan pekerjaannya dan berhambur ke arah Lilian. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil membimbingnya. "Aku sudah tak apa-apa. Masih terasa lemah, tapi selebihnya aku baik-baik saja," balasnya. "Duduk saja di sofa agar lebih nyaman. Aku akan membawa sarapan kita ke sana." Jaden membopong Lilian

  • Mimpi Kelam Lilian   80. Menghadapi Kurt

    Lilian melangkah mantap dengan pakaian dan sepatu serba hitamnya. Ia memperhatikan raut wajah Kurt yang begitu terkejut saat ia masuk ke dalam gudang tadi. Raut terkejut Kurt berubah perlahan-lahan hingga akhirnya ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Ia menatap Lilian dengan binar baru yang semakin bersemangat. "Kau ingin bermain denganku? Kau? Hahaha ...!!" Kurt tertawa terbahak-bahak hingga tubuhnya bergetar. "Kemarilah kelinci kecil ... aku akan mencabik-cabikmu agar kedua penontonmu itu dapat menyaksikanmu terkoyak-koyak dengan kedua tanganku." Kevin yang geram, hendak maju selangkah ketika kemudian Jaden menahannya dan mencengkeram lengannya. "Tenang, Kevin ... jangan biarkan provokasinya mempengaruhimu," cegah Jaden. Kevin hanya menggeram kesal. "Apa kau sekarang takut ... kelinci kecil ... hahaha!!" Kurt dengan nada mengejeknya kembali tergelak. Lilian yang tak terpengaruh sama sekali dengan ocehannya, masih men

  • Mimpi Kelam Lilian   79. Surprise ... Kurt ....

    "Apa kau yakin?" tanya Lilian pada Kevin yang sedang berdiri di hadapannya. Saat itu mereka sedang berada di lantai basement. Lilian yang baru saja keluar dari mobilnya, dihampiri oleh Kevin yang juga baru datang. Ia kemudian menyapa dan berbicara dengannya. "Ya, itu benar. Ia sedang melakukan sesi pemotretan untuk acara terbarunya, bukan?" "Ya, memang, dan itu berlokasi di sebuah gudang bekas penyimpanan anggur tua," jawab Lilian. "Serius, memangnya tak ada tempat lain yang bisa digunakan selain gudang seperti itu?" tanya Kevin. Lilian tersenyum. "Jaden menerima acara terbaru yang memiliki konsep yang cukup unik. Ia akan melakukan syuting di tempat-tempat terbengkalai seperti gudang-gudang tua penyimpan bahan makanan tertentu, lalu ia mengolah dan memasak di sana dengan bahan yang ada tersebut," jelas Lilian. "Hm ... semacam 'haunted food'?" tanya Kevin. Lilian tergelak mendengar istilah yang digunakan Kevin. "Makanan yang ber

  • Mimpi Kelam Lilian   78. Mengintai Mangsa

    "Kau sungguh hebat, Sayang," gumam Jaden saat mereka telah berbaring bersama di atas ranjang. Ia kembali mengingat lagi bagaimana ekspresi ayahnya saat Lilian dan dirinya berkunjung tadi."Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri dan ayahmu, aku rasa kau mungkin harus mulai membuka diri padanya," ucap Lilian. "Aku rasa, ia mungkin merasakan kesepian sama sepertimu."Jaden menghembuskan napasnya perlahan-lahan. "Apa aku terlalu keras padanya?" tanya Jaden. "Tapi aku tak mungkin memaafkannya begitu saja setelah apa yang ia perbuat pada kami." Ada sedikit perang batin dalam dirinya.Lilian meraih wajah Jaden dan meerengkuhnya dengan lembut. "Lakukan saja apa yang hatimu ingin lakukan, Sayang," balasnya. "Bebaskanlah dirimu, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri juga ayahmu. Aku yakin, perasaanmu akan sedikit menjadi lebih ringan jika melakukan itu,"Jaden mencium bibir Lilian dengan penuh perasaan. Ia sungguh ingin mendengarkan dan melakukan semua u

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status