Share

Milik Sang CEO
Milik Sang CEO
Author: nsr.andini

Drama

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2024-11-28 14:56:36

Datang ke acara perusahaan yang diadakan satu tahun sekali ini niatnya hanya ingin setor wajah bahwa aku ini masih menjadi Sekretaris terbaik. Selalu ada di mana Bos-nya ada. Lebih tepatnya akan langsung ada di saat CEO-ku itu membutuhkan.

Namun...

Malam ini sungguh malam yang berbeda. Apa yang terjadi detik ini membuatku mematung. Pertama kalinya dapat aku rasakan sesuatu yang kenyal menabrak bibir ini. Sesuatu yang meninggalkan sensasi 'luar biasa'.

Tunggu. Sadar, Elea! Apa yang sedang terjadi bukanlah hal baik. Saat kesadaran sudah sepenuhnya terkumpul kuletakkan kedua tangan di depan dada bidang itu, lalu mendorongnya. Hanya mampu menyisakan sedikit jarak.

Kutatap manik mata yang sulit diartikan. Bagaimana mungkin pria yang telah menjadi atasanku selama 3 tahun ini mengambil ciuman pertama ku! Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

"Saya bisa jelaskan, Elea."

Kalian tahu perasaanku yang sebenarnya saat ini? ... marah tapi juga suka. Aku suka karena ciuman pertama itu diambil oleh seseorang yang sejak lama aku suka, tapi mengetahui bahwa aku tak pernah sekali pun berada di hatinya dan pasti ciuman itu dilakukan bukan karena dia menyukaiku, bukankah pantas jika aku marah?

Di balik marah dan kecewa ini aku masih bisa-bisanya tersenyum seolah aku baik-baik saja. Sebelum aku membuka mulut terdapat seorang perempuan bergaya anggun dengan wajah lembut itu menghampiri kami.

"Aku gak tahu kalau kamu memiliki hubungan dengan Sekretaris kamu sendiri," kata perempuan bernama Luna itu.

Tiba-tiba Rhino-CEO meraih salah satu tanganku untuk digenggamnya dengan posisi berdiri yang sudah berada di sampingku. Mendadak perasaanku tak menentu. Kupikir akan terjadi hal yang lebih serius dari bibir kami yang saling menempel itu.

"Elea ini kekasih aku. Kami baru saja memulainya dan belum ada kesempatan untuk memberitahu semua orang."

HAH?! KEKASIH? sejak kapan? Ingatanku masih bagus kok. Seingatku tak pernah Rhino mengajakku berpacaran atau hanya sekedar mengatakan "aku cinta kamu, El". Walau apa yang dilakukan Rhino tak terduga, aku tidak sampai bingung perihal alasan Rhino memainkan drama bahwa kami sepasang kekasih. Rhino yang belum sepenuhnya move on ingin menunjukkan pada mantan tunangannya itu jika Rhino sudah move on dan hidupnya sudah mulai membaik.

Kulihat Luna tersenyum. "Selamat atas hubungan kalian."

Tatapan mata Luna terlihat tulus mengucapkan kata 'selamat' itu yang berarti Luna sungguh melepas Rhino. Tak ada keinginan kembali. Aku menoleh ke arah Rhino yang hanya memasang wajah datar. Wajah datar yang aku tahu hatinya tidak baik-baik saja. Rhino pasti menginginkan Luna tidak terima dengan hubungan kami.

"Terima kasih." Akhirnya aku yang mengucapkan kalimat tersebut mengingat Rhino terus diam. Luna melangkah pergi dari hadapan kami dengan Rhino yang terpantau masih menatap Luna.

"Seharusnya pertama kali resmi kalian langsung kasih tahu Kakek."

Datang pemilik asli perusahaan tempat aku bekerja. Si Kakek Hilman yang membiarkan Cucu pertamanya menempati posisi CEO. Aku mencoba tersenyum lembut pada Kakek Hilman yang selama ini selalu bersikap hangat padaku seakan aku juga salah satu Cucu-nya.

"Malam ini kami berencana memberitahu Kakek tapi jadinya seperti ini," kata Rhino sembari melepas tanganku.

"Kamu tahu Rhi, kalau Kakek gak akan menentang hubungan kamu yang kali ini juga. Elea adalah perempuan baik-baik. Kakek percaya kalau Elea bisa membahagiakan kamu."

"Saat itu juga Kakek percaya kalau Luna bisa membahagiakan aku, tapi nyatanya Luna menjadi orang pertama yang membuat aku terluka." Sedetik kemudian, Rhino berlalu dari hadapan kami tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Dapat aku lihat Kakek yang merasa bersalah dari raut wajahnya. Setelah menatap kepergian Rhino, Kakek menoleh ke arahku.

"Kakek berharap kamu sungguh rumah untuk Rhino pulang. Kakek kasihan padanya yang belum pernah terlihat bahagia sejak pisah dengan Luna."

Apa yang harus aku katakan? Ini semua salah Rhino tapi aku sudah mulai merasa bersalah. Aku tidak ingin membohongi Kakek, tapi bagaimana dengan Rhino jika aku membongkar kebohongannya pada Kakek? Bisa jadi dengan cepatnya Luna akan tahu.

Aku tersenyum dengan alasan ingin membuat suasana hati Kakek tidak seburuk itu setelah apa yang dikatakan Rhino. "Kakek tenang saja. Aku akan selalu ada di samping Pak Rhino dalam keadaan apa pun."

"Terima kasih, Elea." Seraya tersenyum.

Setelah obrolan singkat dengan Kakek Hilman, aku mencari Rhino yang tidak juga kutemukan. Sampai aku ingin buang air kecil dan saat hendak melangkah ke arah Toilet perempuan langkahku terhenti saat mendengar suara yang tidak asing dari dalam Toilet.

"Kamu benar gakpapa kalau aku bersama perempuan lain?" Suara itu .... milik Rhino.

"Cukup Rhino! Kita sudah sama-sama memiliki seseorang."

"Kamu tahu, Lun? Kalau kamu suruh aku meninggalkan Elea, aku akan meninggalkannya."

"Karena aku pernah membuat kamu terluka, jadi jangan pernah buat orang lain juga terluka, Rhi."

Walau hubungan kami hanya sandiwara Rhino, tapi mendengar Rhino siap meninggalkan aku jika Luna memintanya, hatiku sakit. Seolah aku benar kekasihnya. Sepertinya jika kami sungguh berpacaran, Rhino akan meninggalkan ku untuk kembali pada Luna. Miris, bukan?

"Sepengamatan aku Eleanor adalah perempuan yang baik. Dia selalu melakukan yang terbaik untuk kamu dan perusahaan. Kalau kamu menyakiti perempuan seperti Eleanor kamu akan menyesal."

"Kamu sendiri gak menyesal sudah meninggalkan aku?"

Sudah cukup dalam aku mendengarkan percakapan mereka, sebaiknya aku pergi. Tak baik juga untuk kondisi hati yang mungkin akan lebih buruk jika aku terus berada di sana.

.

.

.

Mengingat Rhino yang sibuk dengan Luna, aku memutuskan meninggalkan pesta. Kembali ke Rumah yang jauh lebih nyaman rasanya. Setelah mandi dan sudah memakai piyama, kurebahkan tubuh di kasur yang rasanya begitu menenangkan. Rasanya siap tertidur namun tiba-tiba dering handphone terdengar.

Kududukkan diri lalu mengambil handphone. Dapat kulihat layar handphone yang menampilkan panggilan masuk dari 'Pak Rhino'. Kugeser gambar gagang telepon berwarna hijau itu.

"Hallo, Pak."

"Di mana? Saya gak melihat kamu."

"Saya sudah di Rumah."

"Ya sudah, kalau gitu."

Sebelum aku mengeluarkan suara panggilan telah terputus. Kutatap layar handphone di mana panggilan benar-benar sudah berakhir. Setelah kebohongan yang dibuatnya sepihak tak ada yang ingin dikatakan? Sikap Rhino itu seolah tak terjadi apa-apa di antara kami. Menyebalkan, bukan?

***

Seperti inilah jika lupa mengganti mode menjadi hening. Handphone terus berdering tanpa berniat berhenti. Mengganggu tidurku yang nyenyak saja!

Setelah duduk, tanpa melihat siapa yang menelepon dengan mata terpajam kuangkat telepon itu.

"Sebaiknya kamu segera ke Klub yang biasa."

"Klub? Ini siapa sih?"

"Bara, El. Kok bisa kamu lupa?"

Kujauhkan handphone untuk melihat layar handphone yang ternyata penelepon itu adalah teman dekat Rhino.

"Ada apa ya, Pak Bara?"

"Rhino mabuk berat!"

Bentar-bentar. Kan bisa Bara yang mengantar, kenapa menelepon aku? Jangan bilang kalau aku perlu datang untuk mengantar pulang Rhino...

Related chapters

  • Milik Sang CEO   Surat Pengunduran Diri

    Padahal bukan jam kerja di mana artinya aku tak memiliki kewajiban dalam masalah pribadi Rhino, tetapi seakan tidak ingin menghilangkan predikat Sekreatris terbaik selama 3 tahun berturut-turun nyatanya aku telah berada di sini. Klub tempat Rhino berada di jam seharusnya aku sedang terlelap dalam tidur.Dengan pakaian santai dengan sweater merah yang kukenakan, tentu beberapa orang akan memperhatikanku. Pakaianku bukan pakaian yang seharusnya dipakai saat ke Klub. Kuedarkan penglihatan ini ke setiap penjuru arah hingga kulihat seorang lelaki melambaikan tangan ke arahku.Kuhentikan langkah kaki di dekat kedua lelaki itu yang terlihat dalam kondisi berbeda. Bara terlihat baik-baik saja sementara Rhino sudah tak sadarkan diri dalam posisi kepala yang bersandar ke sandara sofa.Setelah kehadiranku Bara segera melarikan diri. Lebih tepatnya katanya sih dia ada urusan mendadak jadi tidak bisa mengantar Rhino.Tanpa mendengar cerita Rhino sampai mabuk berat seperti itu, aku langsung yakin j

    Last Updated : 2024-11-29
  • Milik Sang CEO   Cinta dalam Diam

    Sudah terdapat 4 bus yang berbaris di depan Kantor yang siap mengantar kami ke tempat tujuan. Saat aku sedang bingung mau naik bus yang mana, sejenak perhatianku teralihkan akan mobil sport hitam yang berhenti di belakang bus terakhir. Keluar Rhino dan Bara dari dalamnya dengan pakaian casual yang membuat keduanya nampak keren.Tak kusangka Bara menghampiriku. "Kenapa belum masuk bus?""Bingung mau duduk di bus yang mana."Dapat kulihat Bara menoleh ke arah Rhino yang tengah terduduk di bagian depan mobil. "Kenapa bingung? Kekasih kamu sudah di sini. Rhino mungkin akan membiarkan kamu berada di mobil-nya."Tidak kusangka jika rumor yang penuh kebohongan itu telah sampai pada Bara. Rasanya diri ini semakin buruk karena yang harus memercayai kebohongan itu lebih dari satu atau dua orang."Pak Rhino datang ke sini bersama Pak Bara, jadi untuk pergi ke tempat acara pun kalian bisa bareng."Kulangkahkan kaki dengan masuk ke dalam salah bus secara acak. Aku berada di dalam bus yang lebih de

    Last Updated : 2024-11-29
  • Milik Sang CEO   "Kekasih"

    Menyenangkan sih menguasai satu Kamar sendiri tanpa merasa tak nyaman atau mengganggu orang lain. Tetapi, sedikit tak enak dengan yang lain. Rasanya seperti aku menggunakan kekuasaan sebagai "kekasih" Rhino. Kalau seperti ini caranya orang lain akan semakin percaya.Hufftthh. Kurebahkan diri ini di kasur yang sangat empuk dengan kaki yang menyentuh lantai. Menatap langit-langit Kamar sembari menghayal. Jika aku menjadi kekasih sungguhan Rhino, apa hidupku akan berubah? Jadi lebih berwarna? Treat like a queen?Dengan mirisnya bahwa realita tak seindah ekspektasi, aku tersenyum. Sudahlah, El. Sedikit pun jangan membayangkan menjadi seseorang yang spesial untuk Rhino. Sampai kapan pun di hati Rhino cuma ada Luna....Tak kusangka aku ketiduran dengan posisi kaki menyentuh lantai. Memang dalam perjalanan aku sedikit lelah dan mengantuk. Ketika aku baru mendudukkan diri, terdengar ketukan pintu."Pak Rhino menyuruh saya membawakan makan siang karena saat makan siang Bu Elea gak turun." L

    Last Updated : 2024-12-02
  • Milik Sang CEO   Nyata vs Palsu

    Menurutku kalau bukan Bara atau kedua perempuan itu yang mentraktir seharusnya bayar masing-masing, tapi kenapa Rhino yang membayarnya?"Kita gak minta pajak jadian kok, Pak." Si rambut keriting gantung yang bicara dengan tersenyum ramah."Nikmati saja," balas Rhino dengan wajah datar.Aku merasa Rhino mentraktir seolah untuk berbagi kebahagiaan. Tapi, lelaki itu sedang tidak baik-baik saja. Rhino akan baik-baik saja jika Luna kembali ke dalam dekapannya."Seharusnya Bapak gak melakukan ini." Rasanya aku tidak ingin semua ini semakin jauh.Dari pada mencintai dalam diam lebih menyakitikan berpura-pura menjadi seseorang yang spesial dalam hidup orang yang kita cinta.Tanpa diduga Rhino yang duduk di sampingku, menyentuh salah satu tanganku yang berada di meja. Perlakuan Rhino sungguh ingin membuatku cepat mengakhiri masa jabatan sebagai Sekretaris ini. Lupakan bahwa setiap perlakukan manis Rhino sesungguhnya mampu meluluh lantakan ruang hati."Ingin dicintai secara ugal-ugalan seperti

    Last Updated : 2024-12-04
  • Milik Sang CEO   Kelinci Pink

    Waktu memang cepat berlalu seperti perasaan Rhino. Tatapan yang semula merasa bersalah dan sedih kini telah tergantikan dengan wajah antusias dan bahagia. Bagaimana tidak bahagia jika seseorang yang ia harapkan datang, datang secepat itu."Gimana bisa kamu sampai di sini secepat itu? Aku belum lama kecelakaannya.""Kebetulan aku ada urusan di sini sejak dua hari lalu."Bukankah seharusnya aku menyingkir dari sana? Karena yang berhak tetap tinggal hanya si nyata. Tetap berada di sana hanya membuat hatiku semakin sakit. Tanpa kata aku pergi dari sana tanpa ada yang peduli.Dalam keheningan tenang malam di Rumah Sakit, aku berjalan menelusuri koridor tanpa ada satu manusia pun. Berjalan dengan langkah lamban, seolah aku tengah menikmati momen itu."Elea." Sontak suara itu membuatku menoleh ke arah belakang dan dapat kulihat sesosok lelaki bertubuh tinggi, atletis, dan berwajah sedikit arab. Jangan lupakan jubah Dokter itu.Melihat lelaki itu seperti akan menghampiriku, aku membalikan tub

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Skenario Tuhan

    Merasa bahwa aku akan mengeluarkan kata kata yang menyakitkan, aku memilih pergi dari sana, meninggalkan Ibu yang terlihat marah akan perlakuan yang kuberikan pada Laura. Melihat Ibu semarah itu rasanya seperti hanya Laura putri satu-satunya.Tidak sadarkah Ibu bahwa apa yang sedang dia lakukan sekarang melukaiku? Bagaimana bisa aku bersikap layaknya seorang Kakak jika Laura terasa asing untukku.Ketika hendak menaiki tangga, aku menoleh ke arah Laura yang tengah duduk di sofa panjang, menatap ke arahku. Ditemani Ayah yang duduk di sofa single membelakangi ku. Mungkin jika aku dan Ibu tak sejauh itu aku akan lebih mudah menerima Laura.Untuk melepas kefrustasian yang ada akhirnya di hari libur ini kuputuskan bertemu sahabat-ku satu-satunya. Janjian bertemu di salah satu Mall. Setelah memarkirkan mobil, aku melangkah masuk, mencari keberadaan sahabat-ku."Inna," panggilku saat melihat seseorang mirip Inna tengah berdiri menyamping, menatap ke arah bawah, di depan sana.Setelah bertemu

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Orang Baru

    Tentu saja, sekali pun Rhino tak tahan dengan air mata ini, dia tak akan dalam sekejap menjadi lelaki termanis dengan sepenuh hati. Bagaimana bisa Rhino bersikap manis padaku apa adanya jika perasaannya selalu terletak pada Luna.Kuterima sapu tangan yang diberikan Rhino. Menghapus air mata yang berusaha aku tahan untuk tidak keluar lagi, walau rasanya terus ingin menangis. Terlebih kesedihan ini bertambah setelah Rhino memberikan sapu tangannya. Kenapa lelaki seperhatian Rhino tidak jadi milikku saja.."Saya kira kamu gak tahu caranya menangis." Dengan kedua tangan yang melipat di depan dada serta bersandar pada sandaran kursi. Ekspresi datarnya itu seakan sedang mengejekku."Bapak kira saya apa? Sekuat-kuatnya manusia pasti pernah menangis. Bapak juga pasti pernah." Lalu, aku meneguk sedikit cairan berwarna merah dingin dalam gelas itu.Rhino pasti tidak tahu bahwa aku sedang membicarakannya waktu di Klub. Di mana mata Rhino sudah berkaca-kaca siap menangis. Sayangnya Rhino seperti

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Harapan Rhino untuk Elea

    Memakan waktu tak sebentar, aku dan Bara terus menunggu sampai pintu Ruang Operasi terbuka. Kami menghampiri Dokter yang terlihat sudah tidak muda lagi. Bara bertanya bagaimana keadaan Rhino dan Dokter berkata jika operasinya berjalan lancar dan kami baru bisa menemui Rhino saat Rhino sudah dipindahkan ke Kamar rawat inap. Aku pun akhirnya bisa bernafas lega, sedikit...."Oh ya, Pak. Kakek sudah tahu tentang kondisi Pak Rhino?" Sembari menatap Bara yang berada di sampingku. Kami sedang memantau kondisi Rhino yang sudah dipindahkan."Saya belum memberitahunya karena takut tiba-tiba kondisi Kakek drop."Aku tahu sekali kekhawatiran Bara mengenai Kakek karena Kakek memiliki riwayat penyakit jantung jadi sebaiknya tidak memberikan kabar kurang baik. Apa lagi berita soal Cucu-nya yang sekarang terbaring lemah dengan beberapa goresan kecil pada wajah dan tangan kanan yang sementara waktu harus memakai gips.Kenapa kamu harus seperti ini lagi, Rhi? Jika kamu terus terluka seperti ini baga

    Last Updated : 2025-01-17

Latest chapter

  • Milik Sang CEO   Second Day in Seoul

    Destinasi pertama kami adalah Coex Aquarium. Aku terpesona melihat berbagai jenis ikan berenang di antara terumbu buatan yang memukau. Tapi momen paling mengesankan adalah ketika kami memasuki terowongan kaca di mana ikan-ikan besar berenang di atas kepala kami."Kamu suka?" tanya Rhino, matanya tertuju ke arahku yang menatap kagum ke atas."Suka banget! Ini seperti dunia lain."Dia mengangguk. "Bagus. Aku ingin kamu punya kenangan indah di sini."Setelah puas menikmati keindahan bawah laut, kami menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Lotte World Tower. Dari atas sana, kami bisa melihat pemandangan Seoul yang begitu luas.Rhino tiba-tiba berkata, "Elea, lihat ke sana. Kamu lihat gedung-gedung kecil itu?"Aku mengikuti arah pandangannya. "Iya, kenapa?""Dulu saya pernah berpikir, sebesar apa pun pencapaian saya, saya tetap akan terlihat kecil dari sudut pandang yang lebih tinggi.”Aku menatapnya, tak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Dan sekarang?"Dia menoleh padaku, tersenyum t

  • Milik Sang CEO   First Day in Seoul

    Pagi di Seoul terasa berbeda. Udara dingin yang menusuk kulit rasanya beda dengan saat musim hujan di Jakarta. Dari jendela Hotel, aku bisa melihat deretan bangunan tinggi dengan atap yang tertutup salju tipis. Suasana ini sangat asing bagiku, tapi juga memberikan perasaan yang hangat.Aku berdiri di dekat jendela sambil menikmati secangkir teh hangat, membiarkan pandanganku melayang ke hiruk-pikuk kota. Tiba-tiba, suara Rhino memecah keheningan."Sudah siap?" tanyanya sambil berjalan keluar dari Kamar Mandi dengan rambut basah.Aku menoleh dan mengangguk. "Iya. Kita mau ke mana dulu?"Dia mengambil pengering rambut. "Ada beberapa tempat yang sudah saya siapkan. Tapi karena ini liburan, kita santai aja, oke?"Aku tersenyum kecil. Gaya santainya selalu membuatku merasa nyaman....Destinasi pertama kami adalah Bukchon Hanok Village. Tempat itu dipenuhi Rumah-Rumah tradisional Korea yang terlihat sangat cantik dengan salju yang menutupi atapnya. Kami menyusuri jalanan sempit yang diap

  • Milik Sang CEO   Buka Kado

    "Pak Rhino?" aku memanggil, hampir tak percaya dengan apa yang kulihat.Dia menoleh, menatapku sambil tersenyum canggung. "Pagi. Saya mencoba bikin sandwich untuk kita sarapan."Aku memandangi meja Dapur yang penuh bahan-bahan berserakan. Telur orak-arik, selada, tomat, dan keju tergeletak dengan tidak beraturan. Sandwich yang dia buat terlihat... unik, dengan isi yang hampir berhamburan keluar."Bapak belajar masak?" tanyaku, mencoba menahan tawa.Dia menggaruk tengkuknya dengan ekspresi malu. "Enggak juga, sih. Saya cuma pengin coba. Tadi sempat lihat tutorial, tapi ya, beginilah hasilnya."Aku mengambil salah satu sandwich yang sudah dia susun. "Saya coba ya?"Rhino langsung menatapku penuh cemas. Bagaimana jika sandwich pertama yang dia buat tidak enak?"Silakan. Tapi, kalau gak enak maaf yaa."Aku menggigit sandwich itu perlahan. Rasanya... tidak buruk. Penyajiannya memang berantakan, tapi rasanya cukup lumayan untuk pemula. "Lumayan kok. Tapi mungkin lain kali seladanya jangan t

  • Milik Sang CEO   Lembar Baru

    Setelah pesta resepsi selesai dan para tamu mulai pulang, aku mengikuti Rhino ke Kamar yang telah disiapkan untuk kami. Kamar itu luas dan elegan, dengan dekorasi bernuansa putih dan emas yang menciptakan suasana romantis. Aku merasa gugup, lebih dari yang pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri, meskipun aku tahu pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya."Kamu bisa mandi duluan kalau mau," katanya sambil menatapku dengan ekspresi tenang.Aku hanya mengangguk dan segera masuk ke Kamar Mandi, mencoba menenangkan diri. Di dalam, aku menatap bayanganku di cermin. "Kamu bisa melewati ini, Elea," bisikku pada diriku sendiri. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar dengan mengenakan piyama satin sederhana. Rhino sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung. Dia tampak begitu santai, sementara aku merasa canggung."Sudah selesai?" tanyanya, lalu berdiri untuk mengambil giliran mandi. Aku m

  • Milik Sang CEO   Wedding

    Hari pernikahan itu tiba dengan cepat, dan aku merasa seperti terjebak dalam kebingunganku sendiri. Setiap langkah yang kutempuh terasa berat, seolah seluruh dunia sedang menatap dan menunggu keputusanku. Tidak hanya aku, tetapi juga Rhino, yang tampak sangat tenang dan siap, meskipun aku tahu dia pasti merasakan kegelisahan yang sama-meskipun tidak dia tunjukkan.Pagi itu, aku sudah berada di Ruang Ganti, mengenakan gaun pengantin yang begitu mewah dan indah. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau cemas. Ini bukan pernikahan yang aku bayangkan, tetapi lebih sebagai sebuah kewajiban. Meskipun begitu, di dalam hatiku, ada satu pertanyaan besar: apakah ini adalah keputusan yang benar? Apakah aku sudah siap untuk menjalani hidup ini bersama Rhino? Masih saja keraguan itu menghantui diri ini.Aku merasakan ketegangan di setiap inci tubuhku, dan saat aku menatap cermin, aku melihat diriku yang tampaknya bukan diriku sendiri. Wajahku terlihat pucat, dan mataku masih menyimpan keraguan yan

  • Milik Sang CEO   Obrolan Pagi

    Setelah Rhino pergi untuk menemui Bara, aku memutuskan untuk merapikan tempat tidur. Meski masih pagi, aku merasa tidak bisa kembali tidur. Pikiran-pikiran tentang ancaman yang baru saja terjadi masih memenuhi kepalaku. Tapi entah kenapa, keberadaan Rhino membuatku merasa lebih tenang.Aku membuka pintu menuju Balkon untuk membiarkan udara segar masuk. Cahaya matahari mulai menyusup masuk ke ruangan, memberikan suasana hangat yang sedikit mengusir rasa cemas. Dalam diam, aku memikirkan semua yang telah Rhino lakukan untukku.Beberapa menit kemudian, Rhino kembali ke Kamar. Ekspresinya serius seperti biasanya, tapi ada kelembutan di matanya saat menatapku."Kamu sudah sarapan?" tanyanya.Aku menggeleng pelan. "Belum. Saya gak begitu lapar."Dia mendekat, mengangkat sebelah alis. "Kamu harus makan. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Jangan sampai kamu lemas."Rhino benar. Tapi tetap saja, sulit bagiku untuk memikirkan makanan saat kepalaku dipenuhi begitu banyak hal."Baikl

  • Milik Sang CEO   Pelukan di tengah kekhawatiran

    Ketika mobil sudah berada di tempat tujuan, setelah mematikan, aku langsung keluar Mobil. Tanpa rasa takut, melangkah masuk ke dalam Gedung yang gelap. Menggunakan senter handphone untuk menerangi jalan. Dengan pengawal yang datang bersamaku, terus mengikutiku. Saat masih berjalan menaiki tangga, langkahku terhenti melihat beberapa orang yang turun dari lantai atas. Manik mata ini pun terpaku pada salah satu di antara mereka. Rhino!Tanpa bisa kubendung air mata ini, lolos begitu saja. Tidak peduli tatapan orang lain, aku hampiri Rhino dengan langsung memeluknya. Akhirnya aku bisa bernafas lega untuk sekarang. Tidak ada luka serius yang terlihat. Dapat aku rasakan Rhino mengelus lembut belakang kepalaku. Seperti dia mencoba membuatku lebih tenang....Aku masih berada di samping Rhino saat kami akhirnya kembali ke mobil. Meski aku lega dia tidak terluka parah, ada perasaan tidak tenang yang terus menghantui pikiranku. Namun, Rhino tetap tenang sepanjang perjalanan pulang, meskipun a

  • Milik Sang CEO   Rhino baik-baik saja, kan?

    Sungguh tidak disangka bahwa seorang Rhino menemui Inna hanya untuk bertanya soal apa yang aku suka, seperti jenis bunga, model gaun dan pesta pernikahan dengan tema seperti apa yang aku inginkan. Inna sendiri tidak menyangka bahwa Rhino terlihat bersungguh-sungguh dengan pernikahan itu. Mengingat apa yang pernah aku katakan pada Inna jika pernikahan kami karena Kakek....Malam itu, setelah kepergian Inna, suasana di Rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Aku berbaring di ranjang, menatap langit-langit Kamar sambil memikirkan semua yang terjadi belakangan ini. Ancaman, pengawalan ketat, dan sikap Rhino yang semakin melibatkan dirinya dalam hidupku. Rasanya seperti ada benang yang perlahan-lahan mengikatku lebih erat dengan pria itu.Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Aku segera meraihnya, berharap itu bukan ancaman lagi. Tapi ternyata pesan dari Rhino.Rhino: "sudah tidur?"Aku mengerutkan kening, lalu mengetik balasan.Aku: "Belum. Ada apa, Pak?"Tidak butuh waktu lama untuk mendapatka

  • Milik Sang CEO   Midnight

    Di tengah malam, aku terbangun karena mendengar suara ketukan pada kaca yang tidak santai. Hatiku langsung berdegup kencang. Sontak aku menoleh ke arah jendela yang sudah tertutup gorden sepenuhnya. Apa di luar sana ada seseorang? Haruskah aku memeriksanya? Tapi, jika terjadi sesuatu padaku itu hanya akan menambah kekhawatiran Rhino. Aku mengambil handphone yang berada di atas nakas."Pak Rhino," bisikku begitu dia mengangkat telepon. "Ada suara aneh di luar Kamar saya!""Jangan keluar, saya akan ke sana," jawabnya tegas.Tidak butuh waktu lama sebelum Rhino muncul di depan pintu Kamar-ku, diikuti oleh dua pengawal. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, matanya menyapu seluruh ruangan.Aku mengangguk, meski rasa takut masih menguasai diriku. "Tapi saya dengar suara seperti seseorang mengetuk jendela."Rhino berjalan ke arah Balkon dan memeriksa. Dia membuka pintu kaca dan melangkah keluar, sementara aku menunggu dengan cemas.Setelah beberapa saat, dia kembali masuk. "Gak ada apa-apa. Mung

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status