Home / Romansa / Milik Sang CEO / Skenario Tuhan

Share

Skenario Tuhan

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2025-01-16 16:34:35

Merasa bahwa aku akan mengeluarkan kata kata yang menyakitkan, aku memilih pergi dari sana, meninggalkan Ibu yang terlihat marah akan perlakuan yang kuberikan pada Laura. Melihat Ibu semarah itu rasanya seperti hanya Laura putri satu-satunya.

Tidak sadarkah Ibu bahwa apa yang sedang dia lakukan sekarang melukaiku? Bagaimana bisa aku bersikap layaknya seorang Kakak jika Laura terasa asing untukku.

Ketika hendak menaiki tangga, aku menoleh ke arah Laura yang tengah duduk di sofa panjang, menatap ke arahku. Ditemani Ayah yang duduk di sofa single membelakangi ku. Mungkin jika aku dan Ibu tak sejauh itu aku akan lebih mudah menerima Laura.

Untuk melepas kefrustasian yang ada akhirnya di hari libur ini kuputuskan bertemu sahabat-ku satu-satunya. Janjian bertemu di salah satu Mall. Setelah memarkirkan mobil, aku melangkah masuk, mencari keberadaan sahabat-ku.

"Inna," panggilku saat melihat seseorang mirip Inna tengah berdiri menyamping, menatap ke arah bawah, di depan sana.

Setelah bertemu Inna, kami langsung melanjutkan ke tempat tujuan pertama yaitu bioskop. Sepakat memilih genre komedi dari pada romantis. Ketika sudah mendapatkan tiket, hendak ke Studio tempat pemutaran filmnya tanpa diduga ada hal yang membuat langkahku terhenti. Dapat aku lihat sesosok laki-laki dan perempuan yang aku kenal melangkah masuk ke dalam bioskop.

"Elea, kamu di sini." Itu Luna yang berbicara.

Tidak tahu harus berkata apa aku pun hanya bisa tersenyum.

"Jangan salah paham dulu, saya sama Rhino di sini untuk menemani Keponakan saya nonton. Kebetulan Keponakan saya dalam perjalanan. Kenapa Rhino? Karena Keponakan saya begitu dekat dengan Rhino, dia sampai menangis minta Rhino ikut, jadi saya gak bisa nolak."

Tahu apa yang dilakukan Rhino? Lelaki itu hanya diam dengan tetap berdiri di samping Luna. Untuk apa skenario jika kami berpacaran jika Rhino saja lebih berpihak pada Luna dari pada aku?! Rasanya percuma. Orang lain pun lambat laun akan merasakan ada yang janggal dari hubungan kami.

"Ayo, El." Sontak ajakan Inna membuatku undur diri dari sana. Berusaha tidak peduli urusan pribadi Rhino. Lupakan jika kita sedang berpura-pura pacaran.

Ada ruang kosong pada salah satu bangku di depan Studio tempat nonton, aku dan Inna langsung menempatinya.

"Gak ada yang mau kamu katakan, El?"

Aku tahu maksud Inna. Aku memang belum sempat cerita pada Inna soal hubungan rumit antara aku dan Rhino.

"Aku bingung mulainya dari mana."

"Perempuan yang bersama Rhino siapa? Kenapa dia harus menjelaskan itu semua sama kamu?"

Akhirnya hari ini aku ceritakan semuanya pada Inna, dan respon Inna kurang baik. Inna tidak suka jika aku harus ikut dalam kebohongan Rhino. Tidak ada yang namanya bohong demi kebaikan. Inna bilang jika Rhino memperlihatkan saja jika sampai hari ini dia belum bisa merelakan Luna. Dari pada membawa aku ke dalam masalah yang membuatku sakit sendiri. Ya, Inna tahu aku memiliki perasaan pada Rhino.

Tidak aku sangka Rhino, Luna dan sesosok anak kecil perempuan yang kelihatan seusia Laura, berhenti di depan Studio yang sama denganku. Saat Rhino duduk di sampingku dengan Luna di sampingnya yang memangku Keponakannya itu, tiba-tiba Inna yang berdiri dari duduk menarik tanganku. "Mendadak jadi mau popcorn," kata Inna.

Inna membawaku membeli popcorn. Aku hanya diam karena tahu apa yang sedang Inna lakukan. Inna hanya ingin menyelamatkanku dari rasa yang pasti menyiksa. Selesai membeli popcorn Studio telah dibuka. Aku dan Inna pun masuk ke dalam di mana Rhino dan yang lain sudah masuk lebih dahulu.

Mencari tempat duduk dan untuk kedua kalinya aku dibuat tak percaya dengan rencana Tuhan. Entah apa yang Tuhan inginkan dengan terus membuat aku dan Rhino sedekat itu. Aku dan Rhino duduk bersebelahan dengan kecanggungan yang tercipta antara kami.

"Mau tukeran?" bisik Inna.

"Aku gakpapa. Gak perlu khawatir." Lalu, mencoba memperlihatkan senyum terbaik.

Di tengah kesunyian tiba-tiba terdengar tangis anak kecil secara nyata, bukan dari layar. Sontak aku langsung menoleh ke sumber suara di mana terlihat sesosok anak kecil yang masih cukup kecil di belakang sana, sembari berdiri seorang diri. Ada apa? Apa anak itu kehilangan orang tua-nya?

Setiba di hadapan anak itu, aku berjongkok. "Adik kecil kenapa?"

"Mama. Hiks."

"Adik kecil kehilangan Mama-nya?"

Anak itu mengganggukkan kepala sembari terus menangis. "Kenapa, El?"

Aku menoleh ke arah Inna yang berdiri di belakang. "Ini loh, Na. Dia pisah sama Mama-nya."

"Kalau gitu kita cari Mama-nya."

Pada akhirnya aku dan Inna tidak menyelesaikan filmnya. Memilih membantu anak kecil itu yang sungguh kasihan.

.

.

.

Setelah bermenit-menit anak itu pun kembali pada Mama-nya. Aku dan Inna pun memutuskan singgah di salah satu Restaurant. Sepakat untuk makan mie udon. Saat sedang mengantri untuk memesan Inna mendapat telepon bahwa dia harus segera pergi karena ada masalah dengan salah satu lukisan yang minggu depan akan dipamerkan. Aku pun berakhir makan sendiri.

Ketika sedang asik makan dengan penuh ketenangan sembari scroll t*k*o*, tiba-tiba tanpa permisi duduk seorang lelaki di hadapanku dengan menu mie yang sama denganku.

"Ke mana teman kamu itu?"

"Pergi karena ada urusan mendadak. Bapak sendiri kenapa di sini? Sendirian pula."

"Karena jadwal kami hanya nonton. Jadi, Luna sudah pulang." Rhino memakan mie udonnya.

Kami yang semula datang masing-masing dengan orang lain akhirnya berada di satu meja yang sama dan hanya berdua, tanpa direncanakan. Sungguh kebetulan yang luar biasa. Tapi, jika Rhino tidak menghampiriku dan memilih makan di sana, kami tidak akan berakhir makan bersama. Aku kira Rhino sudah lupa denganku karena selama ada Luna, Rhino tidak sedikit pun bicara padaku.

"Saya rasa teman kamu itu gak suka dengan saya."

Tentu saja Inna tidak suka jika ada yang mencoba menyakiti sahabatnya, walau mungkin tanpa disengaja.

"Cuma perasaan Bapak saja." Kumasukkan mie ke dalam mulut.

"Hobi kamu itu lebih mendahulukan orang lain dari pada diri sendiri, ya?"

"Maksud Bapak? Saya gak ngerti."

"Kamu suka menolong orang lain di saat diri kamu sendiri sedang butuh diperhatikan." Lalu, Rhino meminum sedikit cairan berwarna hitam dingin dalam gelas.

"Kenapa? Ada masalah dengan hal itu?"

"Kamu boleh membantu orang lain tapi utamakan diri kamu sendiri dulu, El. Jangan kamu pikir saya gak tahu kalau kamu suka membantu karyawan yang gak ngerti sama tugasnya atau mau saja berbagi tugas, padahal tugas kamu sendiri sudah banyak. Terus, tadi kamu membantu anak itu di saat kamu keluar untuk mencari hiburan. Akan ada orang lain yang membantunya."

Tak ada yang salah dengan ucapan Rhino hanya saja tiba-tiba aku merasa sedih. Aku hanya ingin membantu karena selama ini tidak ada yang membantuku. Aku selalu berusaha melakukannya sendiri. Tanpa ada yang tahu bahwa terkadang aku selelah itu.

Tanpa bisa ditahan, air mata pun berhasil lolos keluar dan membasahi pipi...

Related chapters

  • Milik Sang CEO   Orang Baru

    Tentu saja, sekali pun Rhino tak tahan dengan air mata ini, dia tak akan dalam sekejap menjadi lelaki termanis dengan sepenuh hati. Bagaimana bisa Rhino bersikap manis padaku apa adanya jika perasaannya selalu terletak pada Luna.Kuterima sapu tangan yang diberikan Rhino. Menghapus air mata yang berusaha aku tahan untuk tidak keluar lagi, walau rasanya terus ingin menangis. Terlebih kesedihan ini bertambah setelah Rhino memberikan sapu tangannya. Kenapa lelaki seperhatian Rhino tidak jadi milikku saja.."Saya kira kamu gak tahu caranya menangis." Dengan kedua tangan yang melipat di depan dada serta bersandar pada sandaran kursi. Ekspresi datarnya itu seakan sedang mengejekku."Bapak kira saya apa? Sekuat-kuatnya manusia pasti pernah menangis. Bapak juga pasti pernah." Lalu, aku meneguk sedikit cairan berwarna merah dingin dalam gelas itu.Rhino pasti tidak tahu bahwa aku sedang membicarakannya waktu di Klub. Di mana mata Rhino sudah berkaca-kaca siap menangis. Sayangnya Rhino seperti

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Harapan Rhino untuk Elea

    Memakan waktu tak sebentar, aku dan Bara terus menunggu sampai pintu Ruang Operasi terbuka. Kami menghampiri Dokter yang terlihat sudah tidak muda lagi. Bara bertanya bagaimana keadaan Rhino dan Dokter berkata jika operasinya berjalan lancar dan kami baru bisa menemui Rhino saat Rhino sudah dipindahkan ke Kamar rawat inap. Aku pun akhirnya bisa bernafas lega, sedikit...."Oh ya, Pak. Kakek sudah tahu tentang kondisi Pak Rhino?" Sembari menatap Bara yang berada di sampingku. Kami sedang memantau kondisi Rhino yang sudah dipindahkan."Saya belum memberitahunya karena takut tiba-tiba kondisi Kakek drop."Aku tahu sekali kekhawatiran Bara mengenai Kakek karena Kakek memiliki riwayat penyakit jantung jadi sebaiknya tidak memberikan kabar kurang baik. Apa lagi berita soal Cucu-nya yang sekarang terbaring lemah dengan beberapa goresan kecil pada wajah dan tangan kanan yang sementara waktu harus memakai gips.Kenapa kamu harus seperti ini lagi, Rhi? Jika kamu terus terluka seperti ini baga

    Last Updated : 2025-01-17
  • Milik Sang CEO   Sabotase

    Setelah meeting, Rhino memintaku menemaninya berjalan-jalan di Rumah Sakit menggunakan kursi roda. Tanpa merasa terbebani sedikit pun, aku mendorong kursi roda itu. Tanpa diduga, kebetulan sekali aku melihat sesosok yang aku kenal di depan sana. Seorang lelaki yang sedang berjalan berlawanan arah denganku."Kamu di sini," ucap Lino sembari menghentikan langkah kaki begitu juga aku."Kamu sendiri lagi apa di sini?""Salah satu karyawan saya baru saja masuk Rumah Sakit. Kalau kamu? Siapa yang sakit?" Dapat aku lihat Lino menoleh ke arah Rhino."Ini CEO tempat saya bekerja." Lalu, aku memperkenalkan Lino juga pada Rhino. Tentu hanya bilang jika Lino adalah teman."Saya mau balik ke Kamar!""Kalau gitu, saya duluan." Lalu, aku tersenyum."Iya." Seraya tersenyum.Sesampainya di Kamar di mana Rhino naik ke atas ranjang sendiri tanpa bantuanku, Rhino terus diam. Entah apa yang sedang terjadi. Mungkin memang sedang tidak ada yang ingin Rhino bicarakan. Aku memilih duduk di sofa panjang, menge

    Last Updated : 2025-01-18
  • Milik Sang CEO   Perfect Man

    Lebih tepatnya sesuatu yang aku butuhkan. Dengan menyuruhku duduk di kursi tepat di samping brankar, Rhino sembari duduk sedikit menundukkan kepala ke arahku yang sejujurnya sedang panas-dingin berkat perhatian yang sedang Rhino berikan. Bukannya kekeh mengobati luka sendiri, aku membiarkan Rhino melakukannya untukku.Dengan lembut Rhino mengoleskan sebuah salep pada ujung bibirku yang terasa lebih perih terkena obat. Rasanya tidak bisa bernafas dengan benar. Manusia seperfect Rhino apa mungkin bisa menjadi milikku? Biasanya si perfect akan berakhir dengan si perfect juga."Lain kali jangan biarkan diri kamu terluka," ucap Rhino selesai mengobati lukaku.Tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas. Aku masih tidak paham kenapa Luna bisa meninggalkan Rhino. Lelaki sebaik dan seperhatian Rhino seharusnya tidak disia-siakan. Tak ada yang tahu pasti alasan retaknya hubungan mereka. Hanya beberapa rumor seperti 'Luna sudah tidak cinta Rhino, Rhino yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada Luna

    Last Updated : 2025-01-18
  • Milik Sang CEO   Hug

    Akhirnya aku membiarkan Rhino ikut. Saat dalam perjalanan aku bingung sendiri mau mencari ke mana karena Jakarta luas. Tanpa meminta bantuan Rhino, telinga ini mendengar bahwa Rhino meminta seseorang memeriksa semua cctv yang ada mulai dari depan Rumah Ibu, melalui telepon. Pantas saja Rhino sempat bertanya alamat Rumah Ibu."Kamu tenang saja kita pasti akan menemukannya." Entah kenapa kalimat itu sedikit menenangkan.Tidak tahu mau ke mana aku pun mengitari jalanan dekat Rumah. Siapa tahu bertemu Laura yang mungkin berjalan kaki. Sudah sekitar setengah jam mengendarai mobil tidak juga aku melihat Laura sampai Rhino memintaku berhenti depan Minimarket.Aku hanya diam di mobil sementara Rhino masuk ke dalam. Jika aku datang mungkin Laura tidak akan menghilang, bukan? Rasanya ini semua salahku.Rhino masuk dengan membawa kantong kresek kecil yang dia berikan padaku. Dapat aku lihat isinya hanya satu kaleng kopi dan satu botol teh kesukaanku. "Saya gak bisa membukanya, kamu bisa bukain."

    Last Updated : 2025-01-19
  • Milik Sang CEO   Film Horor

    Sedang ingin masak jadi makan malam hari ini makan masakanku. Rhino membantuku menata meja, setelahnya kami duduk di kursi, berhadapan. Dapat aku lihat Rhino yang memperhatikan setiap hidangan di meja. Akankah Rhino menyukainya? Karena ini kali pertama aku memasak untuk Rhino. Jika masakanku tidak sesuai lidahnya, tidak sampai dipecat kan?Kuambil piring yang berada di hadapan Rhino. Menyendok nasi dengan porsi sedang. "Bapak mau yang mana? Biar saya ambilkan.""Semuanya, tapi sedikit-sedikit saja."Aku pun mengambilkan perkedel kentang, telur gulung dengan saus pedas, dan semangkuk sup ayam. Kuperhatikan Rhino yang makan dengan perlahan karena kurang nyaman menggunakan tangan kiri. "Gimana?""Enak."Mendengar pujian itu sontak aku tersenyum dan mulai menyendok makananku sendiri.Lebih banyak diam saat makan, aku dan Rhino pun cepat menyelesaikan acara makan kami. Bukannya istirahat, Rhino justru berdiri di sampingku yang sibuk mencuci piring bekas makan kami. "Kalau tangan saya gak

    Last Updated : 2025-01-20
  • Milik Sang CEO   Goresan Kecil

    Bukan merasa senang, aku justru kebingungan. Harus menerima perintah Rhino atau tidak. Jika aku menuruti masalah aku yang hanya 'kekasih palsu' tidak akan berakhir. Bukankah sudah waktunya aku tidak mengikuti semua mau Rhino? Terlebih yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.Arghhh, tidak tahulah...Aku pun memilih tidur di balik selimut yang menutupi seluruh tubuh dengan jea yang berada dalam pelukan.***Seperti biasa, selesai makan dan sudah berpakaian rapi aku membantu Rhino memakai dasi. Berada dalam posisi seperti itu sungguh membuat hati ini tak menentu. Adegan memakaikan dasi biasanya aku hanya melihat di drama dan saat ini semenjak tangan Rhino terluka, aku melakukannya. Di kehidupan nyata seperti suami-istri, bukan? Mikir apa sih kamu, El."Sehabis kerja, kita akan ke suatu tempat jadi saya harap kamu gak memiliki janji dengan siapa pun."Aku hanya diam di mana Rhino pasti tahu bahwa itu tanda aku menuruti perkataannya. Selesai memakaikan dasi, aku langsung melangkah per

    Last Updated : 2025-01-20
  • Milik Sang CEO   Sebuah Postingan

    Setelah insiden pagi itu aku kira Rhino lupa membawaku "kencan". Ternyata Rhino masih ingat dengan apa yang dikatakannya. Ya, bahwa kami perlu membantah rumor yang tidak benar itu. Sudah kuduga bahwa Rhino tidak akan mengeluarkan uang sedikit untuk kencan kami. Membawaku ke sebuah Restaurant mewah yang pemandangannya luar biasa saat malam. Rhino memilih makan di Rooftop dengan beberapa lampu di luar yang menyala, membuatnya bagus untuk difoto.Aku biarkan Rhino memilihkan makanan untukku karena entah kenapa aku sedang malas memilih makanan yang terdapat di buku menu. Berdebar? Jika itu kencan sungguhan mungkin aku akan sangat bahagia, tapi ini kencan palsu.Selagi menunggu makanan tiba-tiba mengajakku foto. Aku pun ikut saja dengan kepala kami yang hampir menempel. Mencoba tersenyum ke arah kamera, seolah aku benar bahagia dan menantikan kencan itu. Dapat aku lihat juga Rhino yang mencoba memperlihatkan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya, walau nampak kaku. Tidak cukup hanya sat

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Milik Sang CEO   Second Day in Seoul

    Destinasi pertama kami adalah Coex Aquarium. Aku terpesona melihat berbagai jenis ikan berenang di antara terumbu buatan yang memukau. Tapi momen paling mengesankan adalah ketika kami memasuki terowongan kaca di mana ikan-ikan besar berenang di atas kepala kami."Kamu suka?" tanya Rhino, matanya tertuju ke arahku yang menatap kagum ke atas."Suka banget! Ini seperti dunia lain."Dia mengangguk. "Bagus. Aku ingin kamu punya kenangan indah di sini."Setelah puas menikmati keindahan bawah laut, kami menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Lotte World Tower. Dari atas sana, kami bisa melihat pemandangan Seoul yang begitu luas.Rhino tiba-tiba berkata, "Elea, lihat ke sana. Kamu lihat gedung-gedung kecil itu?"Aku mengikuti arah pandangannya. "Iya, kenapa?""Dulu saya pernah berpikir, sebesar apa pun pencapaian saya, saya tetap akan terlihat kecil dari sudut pandang yang lebih tinggi.”Aku menatapnya, tak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Dan sekarang?"Dia menoleh padaku, tersenyum t

  • Milik Sang CEO   First Day in Seoul

    Pagi di Seoul terasa berbeda. Udara dingin yang menusuk kulit rasanya beda dengan saat musim hujan di Jakarta. Dari jendela Hotel, aku bisa melihat deretan bangunan tinggi dengan atap yang tertutup salju tipis. Suasana ini sangat asing bagiku, tapi juga memberikan perasaan yang hangat.Aku berdiri di dekat jendela sambil menikmati secangkir teh hangat, membiarkan pandanganku melayang ke hiruk-pikuk kota. Tiba-tiba, suara Rhino memecah keheningan."Sudah siap?" tanyanya sambil berjalan keluar dari Kamar Mandi dengan rambut basah.Aku menoleh dan mengangguk. "Iya. Kita mau ke mana dulu?"Dia mengambil pengering rambut. "Ada beberapa tempat yang sudah saya siapkan. Tapi karena ini liburan, kita santai aja, oke?"Aku tersenyum kecil. Gaya santainya selalu membuatku merasa nyaman....Destinasi pertama kami adalah Bukchon Hanok Village. Tempat itu dipenuhi Rumah-Rumah tradisional Korea yang terlihat sangat cantik dengan salju yang menutupi atapnya. Kami menyusuri jalanan sempit yang diap

  • Milik Sang CEO   Buka Kado

    "Pak Rhino?" aku memanggil, hampir tak percaya dengan apa yang kulihat.Dia menoleh, menatapku sambil tersenyum canggung. "Pagi. Saya mencoba bikin sandwich untuk kita sarapan."Aku memandangi meja Dapur yang penuh bahan-bahan berserakan. Telur orak-arik, selada, tomat, dan keju tergeletak dengan tidak beraturan. Sandwich yang dia buat terlihat... unik, dengan isi yang hampir berhamburan keluar."Bapak belajar masak?" tanyaku, mencoba menahan tawa.Dia menggaruk tengkuknya dengan ekspresi malu. "Enggak juga, sih. Saya cuma pengin coba. Tadi sempat lihat tutorial, tapi ya, beginilah hasilnya."Aku mengambil salah satu sandwich yang sudah dia susun. "Saya coba ya?"Rhino langsung menatapku penuh cemas. Bagaimana jika sandwich pertama yang dia buat tidak enak?"Silakan. Tapi, kalau gak enak maaf yaa."Aku menggigit sandwich itu perlahan. Rasanya... tidak buruk. Penyajiannya memang berantakan, tapi rasanya cukup lumayan untuk pemula. "Lumayan kok. Tapi mungkin lain kali seladanya jangan t

  • Milik Sang CEO   Lembar Baru

    Setelah pesta resepsi selesai dan para tamu mulai pulang, aku mengikuti Rhino ke Kamar yang telah disiapkan untuk kami. Kamar itu luas dan elegan, dengan dekorasi bernuansa putih dan emas yang menciptakan suasana romantis. Aku merasa gugup, lebih dari yang pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri, meskipun aku tahu pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya."Kamu bisa mandi duluan kalau mau," katanya sambil menatapku dengan ekspresi tenang.Aku hanya mengangguk dan segera masuk ke Kamar Mandi, mencoba menenangkan diri. Di dalam, aku menatap bayanganku di cermin. "Kamu bisa melewati ini, Elea," bisikku pada diriku sendiri. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar dengan mengenakan piyama satin sederhana. Rhino sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung. Dia tampak begitu santai, sementara aku merasa canggung."Sudah selesai?" tanyanya, lalu berdiri untuk mengambil giliran mandi. Aku m

  • Milik Sang CEO   Wedding

    Hari pernikahan itu tiba dengan cepat, dan aku merasa seperti terjebak dalam kebingunganku sendiri. Setiap langkah yang kutempuh terasa berat, seolah seluruh dunia sedang menatap dan menunggu keputusanku. Tidak hanya aku, tetapi juga Rhino, yang tampak sangat tenang dan siap, meskipun aku tahu dia pasti merasakan kegelisahan yang sama-meskipun tidak dia tunjukkan.Pagi itu, aku sudah berada di Ruang Ganti, mengenakan gaun pengantin yang begitu mewah dan indah. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau cemas. Ini bukan pernikahan yang aku bayangkan, tetapi lebih sebagai sebuah kewajiban. Meskipun begitu, di dalam hatiku, ada satu pertanyaan besar: apakah ini adalah keputusan yang benar? Apakah aku sudah siap untuk menjalani hidup ini bersama Rhino? Masih saja keraguan itu menghantui diri ini.Aku merasakan ketegangan di setiap inci tubuhku, dan saat aku menatap cermin, aku melihat diriku yang tampaknya bukan diriku sendiri. Wajahku terlihat pucat, dan mataku masih menyimpan keraguan yan

  • Milik Sang CEO   Obrolan Pagi

    Setelah Rhino pergi untuk menemui Bara, aku memutuskan untuk merapikan tempat tidur. Meski masih pagi, aku merasa tidak bisa kembali tidur. Pikiran-pikiran tentang ancaman yang baru saja terjadi masih memenuhi kepalaku. Tapi entah kenapa, keberadaan Rhino membuatku merasa lebih tenang.Aku membuka pintu menuju Balkon untuk membiarkan udara segar masuk. Cahaya matahari mulai menyusup masuk ke ruangan, memberikan suasana hangat yang sedikit mengusir rasa cemas. Dalam diam, aku memikirkan semua yang telah Rhino lakukan untukku.Beberapa menit kemudian, Rhino kembali ke Kamar. Ekspresinya serius seperti biasanya, tapi ada kelembutan di matanya saat menatapku."Kamu sudah sarapan?" tanyanya.Aku menggeleng pelan. "Belum. Saya gak begitu lapar."Dia mendekat, mengangkat sebelah alis. "Kamu harus makan. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Jangan sampai kamu lemas."Rhino benar. Tapi tetap saja, sulit bagiku untuk memikirkan makanan saat kepalaku dipenuhi begitu banyak hal."Baikl

  • Milik Sang CEO   Pelukan di tengah kekhawatiran

    Ketika mobil sudah berada di tempat tujuan, setelah mematikan, aku langsung keluar Mobil. Tanpa rasa takut, melangkah masuk ke dalam Gedung yang gelap. Menggunakan senter handphone untuk menerangi jalan. Dengan pengawal yang datang bersamaku, terus mengikutiku. Saat masih berjalan menaiki tangga, langkahku terhenti melihat beberapa orang yang turun dari lantai atas. Manik mata ini pun terpaku pada salah satu di antara mereka. Rhino!Tanpa bisa kubendung air mata ini, lolos begitu saja. Tidak peduli tatapan orang lain, aku hampiri Rhino dengan langsung memeluknya. Akhirnya aku bisa bernafas lega untuk sekarang. Tidak ada luka serius yang terlihat. Dapat aku rasakan Rhino mengelus lembut belakang kepalaku. Seperti dia mencoba membuatku lebih tenang....Aku masih berada di samping Rhino saat kami akhirnya kembali ke mobil. Meski aku lega dia tidak terluka parah, ada perasaan tidak tenang yang terus menghantui pikiranku. Namun, Rhino tetap tenang sepanjang perjalanan pulang, meskipun a

  • Milik Sang CEO   Rhino baik-baik saja, kan?

    Sungguh tidak disangka bahwa seorang Rhino menemui Inna hanya untuk bertanya soal apa yang aku suka, seperti jenis bunga, model gaun dan pesta pernikahan dengan tema seperti apa yang aku inginkan. Inna sendiri tidak menyangka bahwa Rhino terlihat bersungguh-sungguh dengan pernikahan itu. Mengingat apa yang pernah aku katakan pada Inna jika pernikahan kami karena Kakek....Malam itu, setelah kepergian Inna, suasana di Rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Aku berbaring di ranjang, menatap langit-langit Kamar sambil memikirkan semua yang terjadi belakangan ini. Ancaman, pengawalan ketat, dan sikap Rhino yang semakin melibatkan dirinya dalam hidupku. Rasanya seperti ada benang yang perlahan-lahan mengikatku lebih erat dengan pria itu.Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Aku segera meraihnya, berharap itu bukan ancaman lagi. Tapi ternyata pesan dari Rhino.Rhino: "sudah tidur?"Aku mengerutkan kening, lalu mengetik balasan.Aku: "Belum. Ada apa, Pak?"Tidak butuh waktu lama untuk mendapatka

  • Milik Sang CEO   Midnight

    Di tengah malam, aku terbangun karena mendengar suara ketukan pada kaca yang tidak santai. Hatiku langsung berdegup kencang. Sontak aku menoleh ke arah jendela yang sudah tertutup gorden sepenuhnya. Apa di luar sana ada seseorang? Haruskah aku memeriksanya? Tapi, jika terjadi sesuatu padaku itu hanya akan menambah kekhawatiran Rhino. Aku mengambil handphone yang berada di atas nakas."Pak Rhino," bisikku begitu dia mengangkat telepon. "Ada suara aneh di luar Kamar saya!""Jangan keluar, saya akan ke sana," jawabnya tegas.Tidak butuh waktu lama sebelum Rhino muncul di depan pintu Kamar-ku, diikuti oleh dua pengawal. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, matanya menyapu seluruh ruangan.Aku mengangguk, meski rasa takut masih menguasai diriku. "Tapi saya dengar suara seperti seseorang mengetuk jendela."Rhino berjalan ke arah Balkon dan memeriksa. Dia membuka pintu kaca dan melangkah keluar, sementara aku menunggu dengan cemas.Setelah beberapa saat, dia kembali masuk. "Gak ada apa-apa. Mung

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status