Home / Romansa / Milik Sang CEO / Nyata vs Palsu

Share

Nyata vs Palsu

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2024-12-04 15:58:37

Menurutku kalau bukan Bara atau kedua perempuan itu yang mentraktir seharusnya bayar masing-masing, tapi kenapa Rhino yang membayarnya?

"Kita gak minta pajak jadian kok, Pak." Si rambut keriting gantung yang bicara dengan tersenyum ramah.

"Nikmati saja," balas Rhino dengan wajah datar.

Aku merasa Rhino mentraktir seolah untuk berbagi kebahagiaan. Tapi, lelaki itu sedang tidak baik-baik saja. Rhino akan baik-baik saja jika Luna kembali ke dalam dekapannya.

"Seharusnya Bapak gak melakukan ini." Rasanya aku tidak ingin semua ini semakin jauh.

Dari pada mencintai dalam diam lebih menyakitikan berpura-pura menjadi seseorang yang spesial dalam hidup orang yang kita cinta.

Tanpa diduga Rhino yang duduk di sampingku, menyentuh salah satu tanganku yang berada di meja. Perlakuan Rhino sungguh ingin membuatku cepat mengakhiri masa jabatan sebagai Sekretaris ini. Lupakan bahwa setiap perlakukan manis Rhino sesungguhnya mampu meluluh lantakan ruang hati.

"Ingin dicintai secara ugal-ugalan seperti Bu Elea," kata si perempuan berambut keriting gantung lagi.

Dalam hati aku berkata "bagaimana kalau kita bertukar" walau akan sesedih itu melihat Rhino bersama perempuan lain, tapi untuk bagian pura-pura ini aku rela bergantian posisi. Aku ingin menjadi nyata, bukan palsu.

Ketika kami sedang menyantap makanan lagi-lagi ada hal tak terduga. Sepertinya hidup ini suka sekali memunculkan adegan yang tidak bisa diprediksi. Dari sekian banyaknya Restaurant kami bertemu Luna. Tentu saja Rhino tidak akan melewatkan momen itu dengan mengajak Luna makan bersama karena kebetulan Luna akan makan.

Mengingat meja yang sudah penuh Rhino mengajak Luna ke meja lain. Luna sempat menolak ditemani tapi Rhino berkata tidak apa. Seolah aku sebagai "kekasih palsu" ini baik-baik saja dengan mereka makan bersama tepat di depan mata.

I'm not number one, tapi aku juga bukan nomor dua. Aku bukan siapa-siapa. Orang lain bisa melihat mana yang nyata dan palsu, bukan?

"Apa kamu selalu seperti ini?" Tiba-tiba Bara bertanya seperti itu.

"Maksud Pak Bara? Saya gak ngerti."

"Jangan diam saja. Kalau kamu gak baik-baik saja, katakan. Gak semua orang dapat mengerti apa yang kamu rasakan kalau kamu hanya diam."

Bara benar jika aku tidak baik-baik saja. Bukan perihal  aku hanya si "palsu" melainkan bahwa aku tidak bisa menjadi si "nyata" sampai kapan pun. Seberusaha apa pun aku menjadi Sekretaris yang hebat aku hanya akan berakhir sebagai Sekretaris Rhino.

"Siapa yang baik-baik saja saat kekasih kita lebih memilih makan bersama perempuan lain dari pada kita, terlebih tepat di depan mata seperti ini." Perempuan dengan rambut diikat setengah itu akhirnya kembali bersuara.

Dapat kulihat sorot mata Rhino yang terlihat happy. Bahkan senyum manis itu tanpa diminta, terus terlihat. Seolah Rhino lupa bahwa ia sempat mabuk berat malam itu karena perkataan Luna.

Drrrtt drrrtt drrrtt

Kulihat layar handphone yang berada di atas meja menampilkan panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Segera aku langsung menerimanya dan perempuan di seberang sana memberitahu bahwa ia ingin melamar sebagai Sekretaris.

Belum ada makanan habis, aku segera pergi dari sana. Melupakan Rhino yang pasti kondisi hatinya sedang baik. Sengaja tidak memberitahu Rhino karena aku tidak ingin mengganggu waktu mereka.

.

.

.

Selesai melakukan sesi wawancara secara online, kusandarkan kepala ke sandara sofa. Belum ada 5 detik, bel berbunyi. Kulangkahkan kaki menuju pintu dan berdiri Rhino di depan sana.

"Kenapa tiba-tiba pergi duluan?"

"Saya ada sesi wawancara dengan pelamar yang akan melamar sebagai Sekretaris baru, Bapak."

"Sekretaris baru?! Bukankah saya bilang kalau saya gak akan melepas kamu? Saya gak butuh Sekretaris baru, Eleanor!"

"Saya boleh jujur?"

"Saya gak melarang kamu buat bicara."

"3 tahun bukan hal yang mudah untuk saya. Setelah melewati ribuan rasa lelah, saya hanya ingin lebih menikmati hidup. Saya diam dan terus melakukan apa yang Bapak suruh bukan berarti saya baik-baik saja. Tolong, izinkan saya untuk sedikit saja melepas apa yang selama ini membebani saya."

Bagaimana respon Rhino? Lelaki itu hanya diam dengan wajah yang lebih sering terlihat datar. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Berlalu tanpa mengatakan sepatah kata pun. Aku berharap kali ini Rhino dapat mengerti.

Setelah berkata jujur pada Rhino aku tidak bisa tidur hingga hari sudah mau tengah malam. Yang kulakukan hanya merebahkan tubuh di atas ranjang  menatap langit-langit Kamar. Ada sedikit rasa bersalah, padahal seharusnya yang merasa bersalah itu Rhino.

Drrrtt drrrtt drrrtt

Siapa sih yang menelepon malam-malam seperti ini! Dengan malasnya aku mendudukkan diri, mengambil handphone yang berada di atas nakas. Terdapat panggilan masuk dari nomor tak dikenal.

"Hallo, apa benar ini dengan Sekretaris-nya saudara Rhino?"

"Iya. Dengan siapa saya bicara?"

"Saya dari pihak Rumah Sakit citra harapan ingin memberitahu jika saudara Rhino mengalami kecelakaan dan sekarang sedang diperiksa di IGD."

Rasanya seperti waktu tiba-tiba terhenti. Aku memang ingin menjauh dari Rhino tetapi bukan dengan Rhino terluka. Setelah panggilan itu berakhir segera aku memakai sweater tanpa berganti pakaian tidur yang sudah aku kenakan.

Naik taksi online yang untungnya langsung dapat. Sepanjang perjalanan pikiranku tidak bisa sedikit pun tenang. Aku takut jika terjadi hal buruk pada Rhino. Tuhan, bukan seperti ini yang aku inginkan...

Sampai di depan Rumah Sakit, aku langsung masuk di mana hanya ada beberapa orang yang sedang bertugas. Menanyakan keberadaan Rhino yang katanya masih di IGD. Segera aku bergegas menuju IGD.

Tiba di IGD aku bertanya pada salah satu perawat perempuan yang mengajakku ke tempat Rhino berada. Kulihat Dokter dan satu perawat perempuan yang baru saja selesai memeriksa.

"Bagaimana keadaan Pak Rhino, Dok?"

"Kondisinya normal, tapi untuk memastikan tidak ada luka dalam kami perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut."

"Kalau gitu, Dokter bisa melanjutkannya. Saya yang akan bertanggung jawab atas Pak Rhino."

"Baik. Nanti untuk detailnya akan dijelaskan oleh suster."

Sepeninggalkan Dokter dan perawat, aku yang berdiri di samping Rhino, menatapnya lekat. Terdapat lebam pada daerah dahi. Kenapa bisa seperti ini, Rhi? Apa yang sedang kamu pikirkan?

Dapat kulihat mata itu yang perlahan mulai terbuka. "Elea," ucap Rhino dengan suara lemah.

"Iya, Pak?"

"Saya minta maaf atas ketidak mengertian saya. Sekarang saya mengerti kenapa sebelum bertemu kamu gak ada yang cocok dengan saya, karena bukan mereka yang gak sesuai dengan apa yang saya mau tapi saya yang keterlaluan dalam membuat standar untuk menjadi Sekretaris saya."

Sorot mata itu, menusuk tepat di hati. Sorot mata yang terlihat merasa bersalah dan terdapat kesedihan di sana. Sepertinya kali ini bukan Rhino yang menyakitiku, tapi aku yang menyakitinya.

"Jadi, Pak Rhino akan melepas saya?"

"Saya benar-benar minta maaf, El. Saya harus bersikap egois dengan gak bisa melepas kamu. Saya gak mau orang lain."

Related chapters

  • Milik Sang CEO   Kelinci Pink

    Waktu memang cepat berlalu seperti perasaan Rhino. Tatapan yang semula merasa bersalah dan sedih kini telah tergantikan dengan wajah antusias dan bahagia. Bagaimana tidak bahagia jika seseorang yang ia harapkan datang, datang secepat itu."Gimana bisa kamu sampai di sini secepat itu? Aku belum lama kecelakaannya.""Kebetulan aku ada urusan di sini sejak dua hari lalu."Bukankah seharusnya aku menyingkir dari sana? Karena yang berhak tetap tinggal hanya si nyata. Tetap berada di sana hanya membuat hatiku semakin sakit. Tanpa kata aku pergi dari sana tanpa ada yang peduli.Dalam keheningan tenang malam di Rumah Sakit, aku berjalan menelusuri koridor tanpa ada satu manusia pun. Berjalan dengan langkah lamban, seolah aku tengah menikmati momen itu."Elea." Sontak suara itu membuatku menoleh ke arah belakang dan dapat kulihat sesosok lelaki bertubuh tinggi, atletis, dan berwajah sedikit arab. Jangan lupakan jubah Dokter itu.Melihat lelaki itu seperti akan menghampiriku, aku membalikan tub

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Skenario Tuhan

    Merasa bahwa aku akan mengeluarkan kata kata yang menyakitkan, aku memilih pergi dari sana, meninggalkan Ibu yang terlihat marah akan perlakuan yang kuberikan pada Laura. Melihat Ibu semarah itu rasanya seperti hanya Laura putri satu-satunya.Tidak sadarkah Ibu bahwa apa yang sedang dia lakukan sekarang melukaiku? Bagaimana bisa aku bersikap layaknya seorang Kakak jika Laura terasa asing untukku.Ketika hendak menaiki tangga, aku menoleh ke arah Laura yang tengah duduk di sofa panjang, menatap ke arahku. Ditemani Ayah yang duduk di sofa single membelakangi ku. Mungkin jika aku dan Ibu tak sejauh itu aku akan lebih mudah menerima Laura.Untuk melepas kefrustasian yang ada akhirnya di hari libur ini kuputuskan bertemu sahabat-ku satu-satunya. Janjian bertemu di salah satu Mall. Setelah memarkirkan mobil, aku melangkah masuk, mencari keberadaan sahabat-ku."Inna," panggilku saat melihat seseorang mirip Inna tengah berdiri menyamping, menatap ke arah bawah, di depan sana.Setelah bertemu

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Orang Baru

    Tentu saja, sekali pun Rhino tak tahan dengan air mata ini, dia tak akan dalam sekejap menjadi lelaki termanis dengan sepenuh hati. Bagaimana bisa Rhino bersikap manis padaku apa adanya jika perasaannya selalu terletak pada Luna.Kuterima sapu tangan yang diberikan Rhino. Menghapus air mata yang berusaha aku tahan untuk tidak keluar lagi, walau rasanya terus ingin menangis. Terlebih kesedihan ini bertambah setelah Rhino memberikan sapu tangannya. Kenapa lelaki seperhatian Rhino tidak jadi milikku saja.."Saya kira kamu gak tahu caranya menangis." Dengan kedua tangan yang melipat di depan dada serta bersandar pada sandaran kursi. Ekspresi datarnya itu seakan sedang mengejekku."Bapak kira saya apa? Sekuat-kuatnya manusia pasti pernah menangis. Bapak juga pasti pernah." Lalu, aku meneguk sedikit cairan berwarna merah dingin dalam gelas itu.Rhino pasti tidak tahu bahwa aku sedang membicarakannya waktu di Klub. Di mana mata Rhino sudah berkaca-kaca siap menangis. Sayangnya Rhino seperti

    Last Updated : 2025-01-16
  • Milik Sang CEO   Harapan Rhino untuk Elea

    Memakan waktu tak sebentar, aku dan Bara terus menunggu sampai pintu Ruang Operasi terbuka. Kami menghampiri Dokter yang terlihat sudah tidak muda lagi. Bara bertanya bagaimana keadaan Rhino dan Dokter berkata jika operasinya berjalan lancar dan kami baru bisa menemui Rhino saat Rhino sudah dipindahkan ke Kamar rawat inap. Aku pun akhirnya bisa bernafas lega, sedikit...."Oh ya, Pak. Kakek sudah tahu tentang kondisi Pak Rhino?" Sembari menatap Bara yang berada di sampingku. Kami sedang memantau kondisi Rhino yang sudah dipindahkan."Saya belum memberitahunya karena takut tiba-tiba kondisi Kakek drop."Aku tahu sekali kekhawatiran Bara mengenai Kakek karena Kakek memiliki riwayat penyakit jantung jadi sebaiknya tidak memberikan kabar kurang baik. Apa lagi berita soal Cucu-nya yang sekarang terbaring lemah dengan beberapa goresan kecil pada wajah dan tangan kanan yang sementara waktu harus memakai gips.Kenapa kamu harus seperti ini lagi, Rhi? Jika kamu terus terluka seperti ini baga

    Last Updated : 2025-01-17
  • Milik Sang CEO   Sabotase

    Setelah meeting, Rhino memintaku menemaninya berjalan-jalan di Rumah Sakit menggunakan kursi roda. Tanpa merasa terbebani sedikit pun, aku mendorong kursi roda itu. Tanpa diduga, kebetulan sekali aku melihat sesosok yang aku kenal di depan sana. Seorang lelaki yang sedang berjalan berlawanan arah denganku."Kamu di sini," ucap Lino sembari menghentikan langkah kaki begitu juga aku."Kamu sendiri lagi apa di sini?""Salah satu karyawan saya baru saja masuk Rumah Sakit. Kalau kamu? Siapa yang sakit?" Dapat aku lihat Lino menoleh ke arah Rhino."Ini CEO tempat saya bekerja." Lalu, aku memperkenalkan Lino juga pada Rhino. Tentu hanya bilang jika Lino adalah teman."Saya mau balik ke Kamar!""Kalau gitu, saya duluan." Lalu, aku tersenyum."Iya." Seraya tersenyum.Sesampainya di Kamar di mana Rhino naik ke atas ranjang sendiri tanpa bantuanku, Rhino terus diam. Entah apa yang sedang terjadi. Mungkin memang sedang tidak ada yang ingin Rhino bicarakan. Aku memilih duduk di sofa panjang, menge

    Last Updated : 2025-01-18
  • Milik Sang CEO   Perfect Man

    Lebih tepatnya sesuatu yang aku butuhkan. Dengan menyuruhku duduk di kursi tepat di samping brankar, Rhino sembari duduk sedikit menundukkan kepala ke arahku yang sejujurnya sedang panas-dingin berkat perhatian yang sedang Rhino berikan. Bukannya kekeh mengobati luka sendiri, aku membiarkan Rhino melakukannya untukku.Dengan lembut Rhino mengoleskan sebuah salep pada ujung bibirku yang terasa lebih perih terkena obat. Rasanya tidak bisa bernafas dengan benar. Manusia seperfect Rhino apa mungkin bisa menjadi milikku? Biasanya si perfect akan berakhir dengan si perfect juga."Lain kali jangan biarkan diri kamu terluka," ucap Rhino selesai mengobati lukaku.Tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas. Aku masih tidak paham kenapa Luna bisa meninggalkan Rhino. Lelaki sebaik dan seperhatian Rhino seharusnya tidak disia-siakan. Tak ada yang tahu pasti alasan retaknya hubungan mereka. Hanya beberapa rumor seperti 'Luna sudah tidak cinta Rhino, Rhino yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada Luna

    Last Updated : 2025-01-18
  • Milik Sang CEO   Hug

    Akhirnya aku membiarkan Rhino ikut. Saat dalam perjalanan aku bingung sendiri mau mencari ke mana karena Jakarta luas. Tanpa meminta bantuan Rhino, telinga ini mendengar bahwa Rhino meminta seseorang memeriksa semua cctv yang ada mulai dari depan Rumah Ibu, melalui telepon. Pantas saja Rhino sempat bertanya alamat Rumah Ibu."Kamu tenang saja kita pasti akan menemukannya." Entah kenapa kalimat itu sedikit menenangkan.Tidak tahu mau ke mana aku pun mengitari jalanan dekat Rumah. Siapa tahu bertemu Laura yang mungkin berjalan kaki. Sudah sekitar setengah jam mengendarai mobil tidak juga aku melihat Laura sampai Rhino memintaku berhenti depan Minimarket.Aku hanya diam di mobil sementara Rhino masuk ke dalam. Jika aku datang mungkin Laura tidak akan menghilang, bukan? Rasanya ini semua salahku.Rhino masuk dengan membawa kantong kresek kecil yang dia berikan padaku. Dapat aku lihat isinya hanya satu kaleng kopi dan satu botol teh kesukaanku. "Saya gak bisa membukanya, kamu bisa bukain."

    Last Updated : 2025-01-19
  • Milik Sang CEO   Film Horor

    Sedang ingin masak jadi makan malam hari ini makan masakanku. Rhino membantuku menata meja, setelahnya kami duduk di kursi, berhadapan. Dapat aku lihat Rhino yang memperhatikan setiap hidangan di meja. Akankah Rhino menyukainya? Karena ini kali pertama aku memasak untuk Rhino. Jika masakanku tidak sesuai lidahnya, tidak sampai dipecat kan?Kuambil piring yang berada di hadapan Rhino. Menyendok nasi dengan porsi sedang. "Bapak mau yang mana? Biar saya ambilkan.""Semuanya, tapi sedikit-sedikit saja."Aku pun mengambilkan perkedel kentang, telur gulung dengan saus pedas, dan semangkuk sup ayam. Kuperhatikan Rhino yang makan dengan perlahan karena kurang nyaman menggunakan tangan kiri. "Gimana?""Enak."Mendengar pujian itu sontak aku tersenyum dan mulai menyendok makananku sendiri.Lebih banyak diam saat makan, aku dan Rhino pun cepat menyelesaikan acara makan kami. Bukannya istirahat, Rhino justru berdiri di sampingku yang sibuk mencuci piring bekas makan kami. "Kalau tangan saya gak

    Last Updated : 2025-01-20

Latest chapter

  • Milik Sang CEO   Second Day in Seoul

    Destinasi pertama kami adalah Coex Aquarium. Aku terpesona melihat berbagai jenis ikan berenang di antara terumbu buatan yang memukau. Tapi momen paling mengesankan adalah ketika kami memasuki terowongan kaca di mana ikan-ikan besar berenang di atas kepala kami."Kamu suka?" tanya Rhino, matanya tertuju ke arahku yang menatap kagum ke atas."Suka banget! Ini seperti dunia lain."Dia mengangguk. "Bagus. Aku ingin kamu punya kenangan indah di sini."Setelah puas menikmati keindahan bawah laut, kami menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Lotte World Tower. Dari atas sana, kami bisa melihat pemandangan Seoul yang begitu luas.Rhino tiba-tiba berkata, "Elea, lihat ke sana. Kamu lihat gedung-gedung kecil itu?"Aku mengikuti arah pandangannya. "Iya, kenapa?""Dulu saya pernah berpikir, sebesar apa pun pencapaian saya, saya tetap akan terlihat kecil dari sudut pandang yang lebih tinggi.”Aku menatapnya, tak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Dan sekarang?"Dia menoleh padaku, tersenyum t

  • Milik Sang CEO   First Day in Seoul

    Pagi di Seoul terasa berbeda. Udara dingin yang menusuk kulit rasanya beda dengan saat musim hujan di Jakarta. Dari jendela Hotel, aku bisa melihat deretan bangunan tinggi dengan atap yang tertutup salju tipis. Suasana ini sangat asing bagiku, tapi juga memberikan perasaan yang hangat.Aku berdiri di dekat jendela sambil menikmati secangkir teh hangat, membiarkan pandanganku melayang ke hiruk-pikuk kota. Tiba-tiba, suara Rhino memecah keheningan."Sudah siap?" tanyanya sambil berjalan keluar dari Kamar Mandi dengan rambut basah.Aku menoleh dan mengangguk. "Iya. Kita mau ke mana dulu?"Dia mengambil pengering rambut. "Ada beberapa tempat yang sudah saya siapkan. Tapi karena ini liburan, kita santai aja, oke?"Aku tersenyum kecil. Gaya santainya selalu membuatku merasa nyaman....Destinasi pertama kami adalah Bukchon Hanok Village. Tempat itu dipenuhi Rumah-Rumah tradisional Korea yang terlihat sangat cantik dengan salju yang menutupi atapnya. Kami menyusuri jalanan sempit yang diap

  • Milik Sang CEO   Buka Kado

    "Pak Rhino?" aku memanggil, hampir tak percaya dengan apa yang kulihat.Dia menoleh, menatapku sambil tersenyum canggung. "Pagi. Saya mencoba bikin sandwich untuk kita sarapan."Aku memandangi meja Dapur yang penuh bahan-bahan berserakan. Telur orak-arik, selada, tomat, dan keju tergeletak dengan tidak beraturan. Sandwich yang dia buat terlihat... unik, dengan isi yang hampir berhamburan keluar."Bapak belajar masak?" tanyaku, mencoba menahan tawa.Dia menggaruk tengkuknya dengan ekspresi malu. "Enggak juga, sih. Saya cuma pengin coba. Tadi sempat lihat tutorial, tapi ya, beginilah hasilnya."Aku mengambil salah satu sandwich yang sudah dia susun. "Saya coba ya?"Rhino langsung menatapku penuh cemas. Bagaimana jika sandwich pertama yang dia buat tidak enak?"Silakan. Tapi, kalau gak enak maaf yaa."Aku menggigit sandwich itu perlahan. Rasanya... tidak buruk. Penyajiannya memang berantakan, tapi rasanya cukup lumayan untuk pemula. "Lumayan kok. Tapi mungkin lain kali seladanya jangan t

  • Milik Sang CEO   Lembar Baru

    Setelah pesta resepsi selesai dan para tamu mulai pulang, aku mengikuti Rhino ke Kamar yang telah disiapkan untuk kami. Kamar itu luas dan elegan, dengan dekorasi bernuansa putih dan emas yang menciptakan suasana romantis. Aku merasa gugup, lebih dari yang pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri, meskipun aku tahu pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya."Kamu bisa mandi duluan kalau mau," katanya sambil menatapku dengan ekspresi tenang.Aku hanya mengangguk dan segera masuk ke Kamar Mandi, mencoba menenangkan diri. Di dalam, aku menatap bayanganku di cermin. "Kamu bisa melewati ini, Elea," bisikku pada diriku sendiri. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar dengan mengenakan piyama satin sederhana. Rhino sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung. Dia tampak begitu santai, sementara aku merasa canggung."Sudah selesai?" tanyanya, lalu berdiri untuk mengambil giliran mandi. Aku m

  • Milik Sang CEO   Wedding

    Hari pernikahan itu tiba dengan cepat, dan aku merasa seperti terjebak dalam kebingunganku sendiri. Setiap langkah yang kutempuh terasa berat, seolah seluruh dunia sedang menatap dan menunggu keputusanku. Tidak hanya aku, tetapi juga Rhino, yang tampak sangat tenang dan siap, meskipun aku tahu dia pasti merasakan kegelisahan yang sama-meskipun tidak dia tunjukkan.Pagi itu, aku sudah berada di Ruang Ganti, mengenakan gaun pengantin yang begitu mewah dan indah. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau cemas. Ini bukan pernikahan yang aku bayangkan, tetapi lebih sebagai sebuah kewajiban. Meskipun begitu, di dalam hatiku, ada satu pertanyaan besar: apakah ini adalah keputusan yang benar? Apakah aku sudah siap untuk menjalani hidup ini bersama Rhino? Masih saja keraguan itu menghantui diri ini.Aku merasakan ketegangan di setiap inci tubuhku, dan saat aku menatap cermin, aku melihat diriku yang tampaknya bukan diriku sendiri. Wajahku terlihat pucat, dan mataku masih menyimpan keraguan yan

  • Milik Sang CEO   Obrolan Pagi

    Setelah Rhino pergi untuk menemui Bara, aku memutuskan untuk merapikan tempat tidur. Meski masih pagi, aku merasa tidak bisa kembali tidur. Pikiran-pikiran tentang ancaman yang baru saja terjadi masih memenuhi kepalaku. Tapi entah kenapa, keberadaan Rhino membuatku merasa lebih tenang.Aku membuka pintu menuju Balkon untuk membiarkan udara segar masuk. Cahaya matahari mulai menyusup masuk ke ruangan, memberikan suasana hangat yang sedikit mengusir rasa cemas. Dalam diam, aku memikirkan semua yang telah Rhino lakukan untukku.Beberapa menit kemudian, Rhino kembali ke Kamar. Ekspresinya serius seperti biasanya, tapi ada kelembutan di matanya saat menatapku."Kamu sudah sarapan?" tanyanya.Aku menggeleng pelan. "Belum. Saya gak begitu lapar."Dia mendekat, mengangkat sebelah alis. "Kamu harus makan. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Jangan sampai kamu lemas."Rhino benar. Tapi tetap saja, sulit bagiku untuk memikirkan makanan saat kepalaku dipenuhi begitu banyak hal."Baikl

  • Milik Sang CEO   Pelukan di tengah kekhawatiran

    Ketika mobil sudah berada di tempat tujuan, setelah mematikan, aku langsung keluar Mobil. Tanpa rasa takut, melangkah masuk ke dalam Gedung yang gelap. Menggunakan senter handphone untuk menerangi jalan. Dengan pengawal yang datang bersamaku, terus mengikutiku. Saat masih berjalan menaiki tangga, langkahku terhenti melihat beberapa orang yang turun dari lantai atas. Manik mata ini pun terpaku pada salah satu di antara mereka. Rhino!Tanpa bisa kubendung air mata ini, lolos begitu saja. Tidak peduli tatapan orang lain, aku hampiri Rhino dengan langsung memeluknya. Akhirnya aku bisa bernafas lega untuk sekarang. Tidak ada luka serius yang terlihat. Dapat aku rasakan Rhino mengelus lembut belakang kepalaku. Seperti dia mencoba membuatku lebih tenang....Aku masih berada di samping Rhino saat kami akhirnya kembali ke mobil. Meski aku lega dia tidak terluka parah, ada perasaan tidak tenang yang terus menghantui pikiranku. Namun, Rhino tetap tenang sepanjang perjalanan pulang, meskipun a

  • Milik Sang CEO   Rhino baik-baik saja, kan?

    Sungguh tidak disangka bahwa seorang Rhino menemui Inna hanya untuk bertanya soal apa yang aku suka, seperti jenis bunga, model gaun dan pesta pernikahan dengan tema seperti apa yang aku inginkan. Inna sendiri tidak menyangka bahwa Rhino terlihat bersungguh-sungguh dengan pernikahan itu. Mengingat apa yang pernah aku katakan pada Inna jika pernikahan kami karena Kakek....Malam itu, setelah kepergian Inna, suasana di Rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Aku berbaring di ranjang, menatap langit-langit Kamar sambil memikirkan semua yang terjadi belakangan ini. Ancaman, pengawalan ketat, dan sikap Rhino yang semakin melibatkan dirinya dalam hidupku. Rasanya seperti ada benang yang perlahan-lahan mengikatku lebih erat dengan pria itu.Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Aku segera meraihnya, berharap itu bukan ancaman lagi. Tapi ternyata pesan dari Rhino.Rhino: "sudah tidur?"Aku mengerutkan kening, lalu mengetik balasan.Aku: "Belum. Ada apa, Pak?"Tidak butuh waktu lama untuk mendapatka

  • Milik Sang CEO   Midnight

    Di tengah malam, aku terbangun karena mendengar suara ketukan pada kaca yang tidak santai. Hatiku langsung berdegup kencang. Sontak aku menoleh ke arah jendela yang sudah tertutup gorden sepenuhnya. Apa di luar sana ada seseorang? Haruskah aku memeriksanya? Tapi, jika terjadi sesuatu padaku itu hanya akan menambah kekhawatiran Rhino. Aku mengambil handphone yang berada di atas nakas."Pak Rhino," bisikku begitu dia mengangkat telepon. "Ada suara aneh di luar Kamar saya!""Jangan keluar, saya akan ke sana," jawabnya tegas.Tidak butuh waktu lama sebelum Rhino muncul di depan pintu Kamar-ku, diikuti oleh dua pengawal. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, matanya menyapu seluruh ruangan.Aku mengangguk, meski rasa takut masih menguasai diriku. "Tapi saya dengar suara seperti seseorang mengetuk jendela."Rhino berjalan ke arah Balkon dan memeriksa. Dia membuka pintu kaca dan melangkah keluar, sementara aku menunggu dengan cemas.Setelah beberapa saat, dia kembali masuk. "Gak ada apa-apa. Mung

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status