“Venue sudah.”
“Gaun pengantin sudah.”
“Kalung berlian sudah.”
“Mahkota sudah.”
“Sovenir sudah.”
Casandra tersenyum di kala persiapan pesta pernikahannya sudah siap sempurna. Raut wajah gadis itu memancarkan jelas kebahagiaan yang tak terkira. Pernikahan impian yang sudah dia nanti-nantikan akan sebentar lagi menjadi kenyataan.
“Nona Casandra?” Jean—asisten Casandra—melangkah menghampiri Casandra.
Casandra menatap Jean, dengan tatapan tatapan riang. “Apa Gio sudah datang?”
Jean menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. “M-maaf, Nona. Tadi Tuan Gio menelepon, beliau mengatakan kalau hari ini beliau tidak bisa datang. Beliau ada meeting penting di Cordoba.”
Casandra mendesah panjang. “Jadi maksudmu, hari ini Gio terbang ke Cordoba?”
Jean menganggukan kepalanya. “Benar, Nona. Tuan Gio hari ini melakukan penerbangan ke Cordoba.”
“Kenapa dia tidak bilang sendiri padaku?”
“Tadi Tuan Gio mengatakan ponsel Anda tidak aktif. Itu kenapa dia menelepon saya.”
Casandra berdecak kesal, lalu dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar ponselnya yang ternyata mati. Sialnya, Casandra lupa mengisi daya ponsel. Terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan, kerap membuat Casandra melupakan banyak hal. Bahkan urusan kecil pun bisa lupa.
“Baterai ponselku habis,” ucap Casandra kesal.
Jean meringis. “Nona, saya yakin Tuan Gio tidak akan lama di Cordoba.”
Casandra mengembuskan napas panjang. “Pergilah, Jean. Aku sedang tidak ingin diganggu.”
“Baik, Nona. Saya permisi.” Jean menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Casandra.”
Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang, seraya melihat cincin berlian yang berlingkar di jari manisnya. Raut wajah Casandra masih kesal. Padahal hari ini Gio sudah berjanji akan datang.
Gio Redley—calon suami Casandra itu terkenal sangat sibuk. Sebentar lagi mereka akan menikah, tapi tetap Gio disibukkan dengan pekerjaannya. Hubungan mereka sudah terjalin 7 tahun lamanya. Jika orang mendengar, pasti akan terkejut karena Casandra dan Gio memiliki hubungan cukup lama, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Casandra menjalin hubungan dengan Gio, saat gadis itu berusia masih 16 tahun. Sedangkan Gio kala itu berusia 20 tahun. Hubungan mereka layaknya pasangan sempurna. Setiap kali Casandra marah, maka Gio selalu memiliki kesabaran extra untuk menenangkannya.
Namun, entah belakangan ini menjelang pernikahan, mereka bahkan jarang sekali bertemu. Setiap kali Casandra menelepon, pasti Gio selalu meeting dengan rekan bisnis pria itu. Sungguh, Casandra merasa jenuh karena merasa diabaikan.
“Ah! Menyebalkan sekali!” Casandra mengambil bantal besar, menyembunyikan kepalanya di bantal besar itu. Ingin berteriak menangis, tapi semua itu percuma, karena kejadian seperti ini sudah berulang kali.
***
Suara detuman musik terdengar memekak telinga. Suasana begitu riuh dan ramai. Salah satu klub malam ternama di Los Angeles, itu terkenal tak pernah sepi. Berbagai kalangan atas seperti politikus, artis, dan pengusaha ternama berkumpul di klub malam itu.
Lautan manusia berdansa dan bercumbu. Aroma tembakau dan alkohol begitu kental memenuhi malam itu. Terlihat para pelayan berpakaian sangat seksi bahkan menonjolkan jelas payudaranya seakan menantang para pria hidung belang.
Casandra terdampar di tempat ini. Dalam arti, dia ke klub malam ini di kala suasana hati yang kacau, dan amarah yang berkobar. Casandra kecewa, kesal, dan marah. Harusnya malam ini, dia berkencan dengan calon suaminya, tapi semua rencana gagal total, karena sang calon suami sibuk dengan dunianya.
“Nona, Anda jangan terlalu banyak minum. Nanti kalau Tuan Gio tahu, beliau bisa marah besar,” ucap Jean mengingatkan Casandra untuk tak banyak minum.
Casandra duduk di kursi VIP, lalu dia meminta pelayan untuk menyiapkan minuman terbaik. “Kau jangan banyak menasihatiku, Jean.” Dia mengabaikan apa yang dikatakan oleh sang asisten.
“Nona, tapi—”
Casandara menatap tajam Jean. “Kalau kau masih berisik, lebih baik kau angkat kaki dari hadapanku!”
Jean menundukkan kepalanya, tak berani melawan apa yang Casandra katakan.
Tak selang lama, pelayan datang membawakan minuman yang dipesan oleh Casandra. Tepat di kala minuman sudah terhidang, Casandra langsung menenggak vodka. Dalam keadaan emosi tinggi, yang Casandra butuhkan adalah alkohol untuk meredam kemarahan yang bergejolak.
“Jean, apa menurutmu Gio berselingkuh?” Casandra menenggak habis vodkanya, lalu dia meminta pelayan menuangkan vodka lagi ke gelasnya.
Jean nampak ingin melarang Casandra untuk minum, tapi Jean tak berani melarang. Terlebih tadi sebelumnya bosnya itu sudah memberikan ancaman padanya. Jadi, mau tak mau Jean harus mengawasi saja, tanpa sama sekali melarang.
“Nona, Anda jangan bicara seperti itu. Tuan Gio sangat mencintai Anda. Tidak mungkin beliau berselingkuh,” kata Jean meyakinkan Casandra untuk berpikir positive.
Casandra mendesah panjang. “Gio belakangan ini sibuk sekali, sampai tidak memiliki waktu untukku. Padahal sebentar lagi, aku dan dia akan menikah.”
Jean tersenyum. “Nona, Tuan Gio memiliki tanggung jawab di perusahaan keluarganya, sama seperti Anda yang juga memiliki tanggung jawab di perusahaan. Jika Anda berpikir negative, maka yang muncul hanyalah rasa cemas dan hal-hal yang belum tentu terjadi. Sekarang, menurut saya, Anda lebih baik berpikir positive.”
Casandra menenggak kembali vodka-nya, dengan raut wajah yang masih frustrasi. “Aku ingin ke toilet.”
“Nona, apa Anda ingin saya antar?” tawar Jean sopan.
“Tidak usah, aku bisa sendiri.” Casandra menolak tawaran Jean, lalu dia bangkit berdiri dan melangkah menuju ke toilet dengan langkai kaki gontai, bahkan nyaris jatuh. Beruntung, Casandra tak sampai benar-benar jatuh.
Di sisi lain, dari kejauhan seorang pria tampan dengan iris mata biru terus menatap Casandra yang tampil sangat cantik dan seksi. Mata biru pria itu berkilat, menunjukan jelas tatapan penuh arti.
***
Casandra membasuh wajahnya dengan air bersih. Kepalanya pusing akibat minum alkohol terlalu banyak. Namun, meski demikian, Casandra merasa masalahnya lepas dan tak lagi memiliki beban. Mabuk memang membuat gadis itu melupakan sejenak masalah yang hadir di hidupnya.
Casandra berbalik, hendak meninggalkan toilet, namun tiba-tiba Casandra menubruk seorang pria gagah berdiri di hadapannya. Kening Casandra mengernyit bingung. Meski mabuk, tapi Casandra tak mungkin salah masuk ke dalam toilet.
“Kau siapa? Ini toilet wanita,” kata Casandra yang mabuk berat.
Pria itu tersenyum, lalu tanpa izin dia mengangkat tubuh Casandra dan mendudukan ke atas wastafel. “You’re so hot,” bisiknya serak.
Casandra mendorong pria itu. “Kau ini siapa?” tanyanya susah payah. Kepalanya sangat pusing, membuat kesadaran benar-benar menipis.
Pria itu membelai bibir ranum Casandra, menelusuri bibir itu, hingga membuat Casandra memejamkan mata merasakan kelembutan dari jemari maskulin pria asing yang ada di hadapannya. Otak Casandra tak mampu berpikir jernih, semuanya sangat kacau membuatya hilang kendali.
“Kau sangat cantik, Casandra,” bisik pria itu serak.
“K-kau tahu namaku?” tanya Casandra dengan mata sayu.
“I know you.” Pria itu melumat lembut bibir Casandra, dan tangannya melucuti dress Casandra, hingga membuat dress yang dipakai gadis itu terjatuh menumpuk di pinggang.
Iris mata biru pria itu berkilat memuja kedua payudara Casandra yang berukuran padat menantang. Casandra tak memakai bra, membuat pria itu dengan mudah melihat langsung payudara Casandra.
“This is mine.” Pria itu membelai puting payudara Casandra.
“Ah!” erang Casandra mendapatkan sentuhan dari pria asing itu. Alkohol telah menguasainya, hingga membuat kewarasan di dalam otak Casandra hilang.
Pria itu menciumi leher Casandra, lalu mengecupi dada gadis itu, dan terakhir dia mengisap puting payudara Casandra dengan lembut. Jemarinya bermain di puting payudara Casandra yang lainnya.
“Ahh!” desah Casandra keras di kala pria asing itu mengisap puting payudaranya.
Tangan pria itu turun, menyelinap masuk ke dalam celana dalam Casandra, dan membelai titik sensitive Casandra—hingga membuat Casandra bergetar hebat dan semakin meloloskan desahan.
Pria itu menyeringai puas. “Kau basah.”
“Ahhh.” Casandra mencondongkan dadanya, memejamkan mata tak sanggup dengan sentuhan itu.
Pria itu kembali mengisap payudara Casandra bergantian, meninggalkan jejak kemerajan di sana, dan jemarinya membelai klitoris Casandra.
“Ah, ah, ah!” lenguh Casandra keras.
Pria itu terkekeh melihat Casandra tak bisa menahan diri. Dia menyudahi cumbuan itu, dan memakaikan kembali dress Casandra sambil berbisik serak, “Not now, Baby girl. One day, I’ll fuck you so hard.”
Byurrr“Ah!” Napas Casandra hampir putus di kala ada air tersiram di wajahnya. Mata gadis itu terbuka dengan terpaksa seraya menyeka wajahnya. Sinar matahari begitu terik mengenai wajahnya, menandakan pagi telah menyapa.Saat kesadaran Casandra sudah pulih, tatapan gadis itu menatap ayahnya yang berdiri sambil memegang baskom. What the fuck! Casandra mengumpat dalam hati. Ayahnya mengguyurnya.“Dad? Have you lost your mind?!” seru Casandra dengan nada sedikit tinggi. “Kenapa kau menyiramku!”Devan menatap tajam putrinya itu. “Kau yang sudah kehilangan akal sehatmu. Kau mabuk, sampai Jean kelimpungan mencarimu. Sekarang kau bangun terlambat, apa kau lupa hari ini kau memegang posisi tertinggi di perusahaan kita? Kalau media melihat kelakuanmu, mereka pasti akan menjadikanmu pemberitaan utama, Casandra!” teriaknya dengan keras.Devan Stewart belum pernah semurka ini pada putrinya. Mendengar putri tunggalnya mabuk berat, sampai tergeletak di toilet, membuat Devan murka. Terlebih hari ini
Michael duduk di kursi kebesarannya, seraya mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan jemari kokohnya. Sepasang iris mata biru Michael menajam menatap lurus ke depan, dengan jutaan hal ada di dalam benaknya.Seringai tipis di wajah Michael terlukis. Tampak kepuasan di wajahnya muncul seakan dia telah memiliki sesuatu rencana. Sebuah rencana terpendam yang sejak lama pria itu ingin jalankan.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Michael mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu, dan langsung meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.“Tuan Michael,” sapa Erlan—asisten Michael—melangkah mendekat pada Michael.Michael menatap dingin asistennya itu. “Ada apa, Erlan?”Erlan terdiam sebentar, dengan raut wajah serius. “Tuan, rencana yang Anda inginkan sudah berjalan.”Sudut bibir Michael terangkat, membentuk seringai kejam. Iris mata birunya menujukkan jelas kepuasan seperti menang dalam permainan. “Good, mulai besok aku bisa bersenang-senang.”Lalu, tatapan Mi
Tubuh Casandra membeku melihat sosok pria yang duduk di hadapannya. Iris mata biru milik pria itu sukses membuat seluruh prgan tubuh Casandra bergejolak. Casandra meyakinkan dalam hatinya, bahwa apa yang dia lihat ini adalah salah, namun kenyataannya yang dia lihat adalah nyata. Mata Casandra masih berfungsi sangat baik dalam melakukan penglihatan.“K-kau—” Casandra menelan saliva-nya susah payah. Otak Casandra seakan blank tak mampu berpikir jernih. God! Dia memang meminta untuk tak dipertemukan dengan pria tua, tapi juga jangan pria yang pernah bertengkar dengannya di tengah jalan tempo hari. Casandra mengumpati keadaannya yang kembali bertemu dengan pria menyebalkan itu.“Well, dunia ini sempit sekali. Rupanya wanita ceroboh yang merusak mobilku adalah Casandra Stewart,” gumam Michael dengan senyuman sinis di wajahnya. Casandra mengumpat dalam hati di kala Michael menyindirnya. “Aku ke sini atas nama perusahaan. Bersikaplah professional. Jika kau masih tidak terima dengan kejadian
“Pria sialan! Bajingan! Berengsek!” Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang seraya meloloskan umpatan kasar. Emosi meluap mengingat tentang pertemuan gilanya dengan Michael. Entah apa yang ada di dalam pikiran pria sialan itu.Tujuan Casandra menemui Michael karena untuk membahas pekerjaan. Namun, alih-alih membahas pekerjaan, dia malah terbakar emosi akan penawaran gila pria itu. No! Itu bukan sama sekali penawaran. Malah yang ada Michael ingin membeli harga dirinya. Shit! Mengingat itu membuat emosi Casandra semakin menjadi.Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Casandra memerintah orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Nona Casandra.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Casandra.Casandra menatap dingin pelayan itu. “Ada apa kau ke sini?” “Nona, Tuan Gio sudah datang, dan menunggu Anda di depan,” jawab sang pelayan sontak membuat Casandra terkejut.“Gio datang?” ulang Casandra lagi.Sang pelayan mengangguk. “Benar, Nona.”Casandra langsung mengumpat
“Kenapa bisa sampai sekacau ini, Jean?”Casandra menatap frustrasi laporan perusahaan yang diberikan oleh sang asisten. Sungguh, gadis itu sama sekali tak menyangka kalau keadaan perusahaannya akan sampai sekacau ini.Jean menundukan kepalanya. “Nona, jujur saya pun tidak mengerti kenapa sampai sekacau ini. Perusahaan kita benar-benar membutuhkan investor baru agar bisa bertahan. Jika tidak, pasti—”“Aku akan menemukan investor baru untuk perusahaan kita. Singkirkan pikiran negative-mu. Aku yakin, aku mampu menemukan investor yang paling tepat untuk perusahaanku,” potong Casandra tegas.Jean tak mampu mengatakan apa pun. Hanya cukup mengangguk saja. Sebelumnya, dia sudah menanyakan tentang Yates Group pada Casandra, namun bukannya jawaban yang didapatkan, malah Jean mendapatkan amukan. Itu kenapa Jean tak berani lagi menyinggung-nyinggung tentang Yates Group.“Aku ingin pulang cepat. Kau urus pekerjaan. Kepalaku rasanya mau pecah.” Casandra bangkit berdiri seraya mengambil kunci mobil
“Casandra? Kau kenapa?” Gio baru saja membuka pintu apartemennya, dikejutkan dengan sang kekasih di hadapannya menangis. Buru-buru pria itu memeluk erat kekasihnya itu yang nampak sangat rapuh dan lemah.Tangis Casandra pecah dalam pelukan Gio. Tangis yang terdengar pilu. Bahu gadis itu bergetar akibat tak sanggup menahan perih di dada. Ya, Casandra menemui sang kekasih karena tak tahu ke mana dirinya harus melangkah.“Kita masuk. Kita bicara di dalam.” Gio menutup pintu apartemennya, lalu membawa Casandra masuk ke dalam apartemen. Gio tahu bahwa Casandra memiliki masalah. Ini pertama kalinya, Gio melihat Casandra sampai menangis pilu.Di kamar, Gio mengajak Casandra duduk di ranjang, dan menyandarkan punggung gadis itu di kepala ranjang. Pun Gio memberikan air putih untuk sang kekasih. Gio menyeka air mata Casandra menatap hangat kekasihnya itu.“Terima kasih,” ucap Casandra seraya meletakan gelas ke atas meja.“Ada apa, Sayang? Katakan padaku, kau kenapa?” tanya Gio seraya membelai
“Casandra, buka pintumu.” Devan menggedor pintu kamar Casandra, meminta putrinya itu untuk membuka pintu, tak lagi mengurung diri di kamar. Sudah satu hari lamanya, Casandra tak mau keluar dari kamar sama sekali. Bahkan putrinya itu tak berangkat ke perusahaan.“Casandra, buka pintunya, atau aku akan mendobrak pintumu kalau kau tidak membuka pintumu.” Devan yang mencemaskan putrinya terus memaksa putrinya untuk membuka pintu kamar. Devan tidak mau sampai terjadi sesuatu hal buruk pada putrinya itu.Pintu kamar terbuka. Casandra akhirnya mau membuka pintu setelah mendapatkan ancaman dari ayahnya. Tepat di kala pintu sudah terbuka, Devan segera masuk ke dalam kamar putrinya itu. “Maaf, Dad. Aku hari ini sedang malas sekali,” ucap Casandra pelan. Hingga detik ini, Casandra pun masih belum menceritakan pada ayahnya, tentang kegilaan Michael. Stress di kepalanya membuat rasanya Casandra sulit berbicara. “Casandra, kemarin kau menemui Michael, kan?” Devan duduk di samping putrinya.Casan
“Casandra? Kenapa kau lama di toilet?” Gio menatap Casandra yang melangkah menghampirinya dengan langkah terburu-buru. Tampak raut wajah Gio menatap bingung Casandra yang nampak sangat berbeda.“Tadi aku sakit perut, Sayang. Maafkan aku yang membuatmu menunggu.” Casandra mendekat, dan langsung memeluk sang kekasih. Casandra ingin sekali menangis kencang dalam pelukan sang kekasih, namun semua itu adalah hal yang tak mungkin. Casandra mengingat dirinya berada di tengah-tengah pesta.Gio menangkup kedua rahang Casandra, menatap khawatir sang kekasih. Dia bisa melihat dengan jelas kalau ada yang tak beres dengan kekasihnya itu. “Kau benar hanya sakit perut saja? Apa ada masalah yang membebani pikiranmu?” tanyanya sangat cemas.Casandra berusaha tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Manik mata cokelatnya memang menunjukkan kerapuhan. Namun, Casandra berusaha keras untuk menutupi itu. Tak mungkin dia memberi tahu Gio tentang kegilaan Michael.“Aku tidak apa-apa, Sayang. Jangan khawatir. A
Bern, Swiss. Pemandangan alam yang menakjubkan sudah tidak lagi asing untuk Casandra setiap kali mengunjungi Swiss. Sebuah negara yang kaya akan pemandangan alam—menjadi salah satu tempat favorite Casandra.Calista dan Jessica sampai berlari-lari menelusuri pinggir sungai Aar yang ada di Bern. Tentu, mereka tidak berenang. Mereka hanyalah berjalan-jalan ditemani oleh para pengasuh dan pengawal mereka. Sedangkan Maximilian yang masih bayi—tengah terlelap di stroller-nya.Casandra tersenyum melihat Calista dan Jessica begitu menikmati bermain di pinggir sungai Aar. Suara tawa Calista dan Jessica bahkan terdengar di telinganya. Itu adalah pemandangan yang paling menyejukkan.Casandra duduk di kursi bersama dengan Michael. Mereka sama-sama melihat pemandangan indah di hadapan mereka. Bukan hanya pemandangan alam dari kota Bern saja yang menakjubkan, tapi kebersamaan mereka yang sangatlah indah.Casandra tak pernah mengira kalau Michael mencari waktu untuk bisa quality time. Sungguh, Casa
Napas Gio sedikit memburu mendengar jeritan Casandra. Pria itu berdiri di luar ruang bersalin. Bingung, takut, cemas, dan khawatir melebur menjadi satu. Gio tak menemani Casandra di ruang bersalin, karena bagaimanapun yang wajib menemani Casandra adalah Michael, bukan dirinya.Tak dipungkiri mengantar Casandra ke rumah sakit dalam kondisi Casandra kontraksi membuat perasaan Gio campur aduk. Benaknya memikirkan—mungkin jika dirinya yang menikah dengan Casandra, maka hari ini akan menjadi hari di mana dirinya bukan hanya sekedar khawatir tapi juga sangat amat bahagia. Suara pintu ruang rawat terbuka. Dokter berdiri di ambang pintu. Refleks, Gio segera melangkah cepat menghampiri sang dokter.“Bagaimana keadaan Casandra? Kenapa dia terus berteriak kesakitan?” seru Gio bertanya dengan nada panik.“Tuan, kepala bayi sudah terlihat. Nyonya Yates bisa melahirkan sekarang. Apa Anda tidak ingin masuk menemani istri Anda?” balas sang dokter—yang seketika itu juga membuat Gio terdiam sebentar.
Casandra turun dari mobil masuk ke dalam supermarket bersama dengan dua orang pelayan. Kondisi supermarket terbilang tak terlalu ramai, karena memang posisinya ini bukanlah weekend atau hari libur. Setibanya di dalam supermarket, Casandra berjalan-jalan menuju ke tempat buah-buahan. Dua pelayan dengan sigap mengikuti ke mana pun langkah Casandra. Selain mereka harus berbelanja memenuhi dapur, mereka juga wajib menjaga istri dari bos mereka. Jika terjadi sesuatu hal buruk pada Casandra, maka sudah pasti dua pelayan tersebut sudah tidak tahu lagi bagaimana nasibnya.Berbagai aneka buah, daging segar, ayam, ikan, dan makanan ringan dipilih oleh Casandra. Makanan ringan sehat paling banyak karena Calista dan Jessica sering sekali mengemil di malam hari. Well, itu yang membuat tubuh Calista dan Jessica padat berisi—namun sangat menggemaskan.“Nyonya, apa Anda ingin membeli daging angsa?” tanya sang pelayan pada Casandra.“Hm, tidak usah. Itu saja. Nanti kalau ada yang kurang, pesan via on
Casandra melakukan gerakan perlahan pada jemari-jemarinya guna melatih kemampuan tangannya. Terakhir, dokter mengatakan pada Casandra untuk sering menggerak-gerakan jemari serta menggenggam sesuatu benda kecil.Kondisi tangan Casandra bisa dikatakan sudah pulih delapan puluh persen. Meski belum pulih sepenuhnya, tapi Casandra sudah sangat amat bersyukur. Setidaknya, Casandra sudah bisa menggendong anaknya, meskipun tak bisa terlalu lama. Dulu, saat Calista masih bayi, sempat Casandra kesulitan menggendong Calista di kala tubuh putrinya semakin gemuk. Akan tetapi, Casandra tidak menyerah. Dia selalu berusaha untuk sembuh.Memang, Casandra sempat putus asa tapi untungnya dia memiliki support system yang luar biasa yaitu suami tercintanya. Entah, bagaimana hidup Casandra jika tak mendapatkan dukungan dari sang suami tercinta.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Casandra duduk di taman seraya melihat keindahan bunga-bunga di taman mansion-nya yang begitu indah. Casandra selalu meminta
“Calista, kenapa kau pelit sekali. Ayo beri tahu aku, siapa yang memberimu gelang itu.” Jessica bertolak pinggang, memaksa Calista untuk bicara padanya. Dia tidak bisa tenang di kamarnya. Dia penasaran pada teman baru Calista.Calista mengembuskan napas panjang. “Kak, nanti saat aku dewasa, kau juga pasti akan tahu. Aku bukan tidak mau cerita. Tapi—”“Calista, menunggu kita dewasa itu lama. Ayo beri tahu aku. Aku janji tidak akan membocorkan pada Daddy dan Mommy.” Jessica terus mendesak Calista untuk cerita padanya.Calista nampak berpikir sejenak. Gadis kecil cantik itu tidak langsung menjawab apa yang Jessica katakan padanya. Dia masih ragu, karena takut kakak sepupunya itu akan membocorkan rahasianya.Akan tetapi, jika Calista menyimpan sendiri rahasianya, dan tak memberi tahu Jessica, maka pasti kakak sepupunya itu akan terus mendatangi kamarnya, menanyakan siapa yang memberikan gelang padanya. Sungguh, ini menyebalkan. Calista pun kesal sendiri. Lihat saja, sekarang bibir Calista
Casandra mengusap perut buncitnya yang semakin besar. Wanita itu duduk di ranjang seraya bersandar di kepala ranjang. Dia baru saja selesai makan malam dengan Calista dan Jessica.Michael belum pulang ke kantor. Itu yang membuat Casandra hanya makan bersama dengan Calista dan Jessica. Malam ini, Michael pulang sedikit terlambat. Tentu, Casandra sempat kesal bahkan hampir menangis. Akan tetapi, Michael sudah melakukan video call guna menenangkan Casandra.Malam ini, Michael memiliki meeting penting yang tak bisa ditinggal. Meeting tersebut adalah meeting di mana Michael menggantikan Casandra. Sejak di mana kedua tangan Casandra mengalami cedera, memang perusahaan Casandra di bawah pimipinan Michael. Bahkan sekarang setiap kali membutuhkan tanda tangan, maka tanda tangan Michael berlaku.Dulu, Casandra tidak bisa tanda tangan akibat cedera di tangannya, tapi sekarang keadaan tangannya sudah mulai membaik. Dia sudah bisa tanda tangan, namun meski sudah bisa tanda tangan, tetap Michael ta
“Na … na … na …” Calista berjalan sambil melompat-lompat kecil, menelusuri taman di mana gadis kecil itu berada. Dia senang tidak lagi diikuti oleh pengasuh dan pengawal. Para pengasuh dan pengawalnya hanya melihatnya dari kejauhan saja.Calista paling tidak suka jika diawasi oleh pengasuh dan pengawal. Gadis kecil cantik itu lebih menyukai berjalan-jalan sendiri. Akan tetapi, tentu dia tak bisa lepas dari pengawasan pengawal dan pengasuh, karena ayahnya begitu overprotective. Padahal Calista merasa bisa menjaga diri sendiri.“Bunga ini cantik sekali,” gumam Calista pelan sambil menyentuh bunga yang tumbuh di taman dengan sangat indah. Manik mata biru gadis kecil itu mengerjap beberapa kali, akibat kekagumannya pada bunga yang ada di hadapannya.“Bunga itu tidak secantik dirimu,” ucap seorang bocah laki-laki yang sangat tampan, menghampiri Calista.Calista mengalihkan pandangannya, menatap bocah laki-laki tampan yang ada di hadapannya. “Tadi kau bilang apa?” tanyanya polos.Bocah laki
Casandra melangkah perlahan masuk ke dalam kamar Calista. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis melihat Calista tengah bermain dengan Jessica. Jessica memiliki kamar sendiri tepat di samping kamar Calista, namun terkadang memang Jessica tidur dengan Calista. Mereka berdua sepupu, tapi sudah seperti saudara kandung bahkan seperti sahabat.“Calista, Jessica,” panggil Casandra lembut.Calista dan Jessica mengalihkan pandangan mereka menatap Casandra dengan senyuman riang. “Mommy?”Casandra mendekat—dan Calista serta Jessica langsung memberikan pelukan ke tubuh Casandra. Tentu, Casandra membalas pelukan Calista dan Jessica. Kedua tangannya sudah membaik, membuatnya bisa memeluk kedua putrinya itu.“Mommy, jangan marah.” Calista dan Jessica mengucapkan kalimat kompak, sambil mengurai pelukan mereka.Casandra tersenyum. “Sayang, Mommy tidak marah. Maaf, tadi Mommy kesal karena perasaan Mommy sedang sensitive.”Calista membawa tangan mungilnya membelai pipi Casandra. “Mommy, maafkan a
Casandra masih diam dengan raut wajah yang menunjukkan jelas rasa kesal dan juga tak enak. Apa yang dikatakan oleh Michael memang fakta. Selama ini, Michael tidak pernah mengarahkan Calista untuk menyukai olahraga boxing.Hanya saja, memang Casandra kurang setuju jika Calista memilih olahraga boxing. Dia lebih menyukai olahraga yang dipilih Jessica yaitu balet dan sekolah modelling. Yang Casandra takutkan adalah saat besar Calista malah menjadi orang yang menyukai kekerasan.Michael menatap dalam manik mata cokelat gelap sang istri. Pria itu membawa tubuh istrinya itu duduk di pangkuannya, dan membelai pipi sang istri tercinta. “Casandra, aku tahu mana yang baik, dan tidak baik untuk putriku. Aku membiarkan Calista belajar bela diri sejak kecil, karena memang bela diri sangat penting. Kelak, Calista akan melindungi Jessica dan kau, jika kalian dalam keadaan bahaya dan aku sedang tidak ada. Calista juga bisa melindungi dirinya sendiri. Kemungkinan buruk mungkin saja terjadi, Sayang. It