Beranda / Rumah Tangga / Mertuaku Adalah Maut / Bab 5 - Time To Play, Laila!

Share

Bab 5 - Time To Play, Laila!

Penulis: Siez
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 09:23:42

"Soalnya kan aku kerja dan menghasilkan uang bersama dengan Mas Dimas. Jadi kalau ada kamu tuh ... Ada yang masak, membersihkan rumah ... Wah komplit deh. Nah kalau aku pulang kerja, jadi aku tidak terlalu lelah untuk beres-beres seperti dulu sebelum ada kamu. Mau makan tinggal makan dan masih hangat karena kamu membuatnya."

Maksudnya adalah Hesti menyindir kalau Laila menjadi ART tanpa bayaran di rumah Hesti. Itu point nya.

Laila tersenyum miris dengan ucapan dari Hesti. Pastinya dia agak sakit hati.

"Iya, Mbak."

"Ah ya, besok aku mau honeymoon sama Mas Dimas. Tolong jaga rumah ya! Kalau kamu mu keluar, jangan lupa kunci pintu! Jangan sampai ada kucing garong masuk mencari ikan asin busuk."

"Mbak ada-ada saja. Mana ada kucing garong mencari ikan asin busuk?" kekeh Laila dan sebenarnya dia tahu apa yang dimaksud oleh Hesti. Hanya saja ia pura-pura bodoh.

"Hehe ... itu cuma istilah, La. Lagian ... di rumah ini gak ada yang berharga sama sekali sih. Jadi santai saja kalau mau meninggalkan rumah." kekeh Hesti.

Laila pun tersenyum tipis saja saat menanggapi Hesti.

"Doakan aku cepat punya anak ya sama Mas Dimas. Duh lucu kali ya kalau punya anak. Uhm ... Nanti kamu bantu urus anakku ya. Nanti aku pasti akan sibuk sekali di kantor, jadi tak sempat urus anak. Kamu mau membantu aku, bukan?"

"Iya, Mbak."

"Nanti aku gaji deh kalau sampai aku punya anak dan harus kamu urus."

Laila tak berani membantah walaupun dalam hatinya mengumpat kepada Hesti.

"Ah ya, La. Apa kamu gak berniat mencari kerja? Masa mau diam di rumah saja? Apa tidak bosan?" tanya Hesti sambil mengunyah tempe goreng buatan Laila.

"Mau kerja apa, Mbak? Aku cuma lulusan SMA. Pasti susah mencari kerja."

'Ya ... lebih mudah untuk jadi selingkuhan orang daripada mencari kerja kan, La? Hanya tinggal bermain di atas ranjang sebagai pemuas nafsu suami orang, terus sudah dapat uang. Memang pada dasarnya mental pel*cur!' umpat Hesti di dalam hati. Ia muak dengan Laila.

"Banyak lah pekerjaan. Asal mau cari, pasti dapat. Daripada diam di rumah terus."

"Nanti ... Laila cari deh, Mbak."

"Haduh ... Asyiknya ada Laila ... Ada yang masak enak! Ayo sajikan di depan. Mas Dimas pasti lapar juga."

Laila mengangguk pelan.

"Hmm ... Kamu aja deh yang sajikan ke depan ya. Aku mau mandi dulu. Capek ... Baru pulang kerja. Case yang aku tangani banyak sekali. Hehe ... maklum, cari uang yang banyak untuk bayar cicilan rumah dan mobil. Jadi kerja harus lebih keras lagi."

*

Hesti dengan sengaja mengungkit tentang cicilan. Kalau dari perkiraan Arga, Dimas memang tak jujur tentang masalah keuangannya kepada Laila. Nah ini bisa jadi bumerang bagi Laila dan Dimas.

Hesti tinggal menikmatinya saja.

"I-iya, Mbak."

Laila mengangguk menurut. Hesti pun pergi dari hadapan Laila. Wanita itu berjalan ke dalam kamar.

Sementara Dimas yang melihat kepergian Hesti ke kamar, ia langsung berjalan menuju ke dapur. Ia harus menenangkan hatinya Laila.

"Sayang ... "

"Mas! Kenapa sih kamu mau pergi dengan dia?" Laila mulai menangis.

"Sssttt jangan kencang-kencang kalau bicara, Sayang. Nanti Hesti dengar dan curiga."

"Tapi mas masa mau honeymoon sama dia? Terus aku ditinggalkan? Kalian hanya berdua. Mas juga bilang cinta sama Mbak Hesti! Mas bilang kalau mas itu hanya cinta sama aku." protes Laila.

"Sayang ... Aku janji gak akan menyentuh dia sama sekali. Tadi .. aku tuh bilang cinta sama dia hanya karena terpaksa. Dia terus memaksa dan aku tak bisa mengatakan kalau aku tak mencintai dia. Bisa-bisa dia marah."

"Tapi bagaimana pun kamu itu suaminya dia. Mana mungkin kamu gak menyentuh dia? Kenapa Mas sepertinya takut sekali kala Mbak Hesti marah sih?"

"Habis bagaimana? Dia sudah beli tiket dan aku tak tahu sama sekali. Bukan takut, Sayang. Tapi terpaksa."

"Batalkan!"

"Jangan dong, Sayang. Itu tiketnya pasti lumayan mahal."

"Tapi aku gak ikut ... Mas gak kasihan aku sendirian?"

"Bertahan ya, Sayang. Cuma empat hari koq."

"Hix ... Tadi mbak Hesti malah mengatakan suruh mendoakannya agar cepat punya anak. Artinya dia sudah punya rencana untuk buat anak bersama dengan Mas di Malaysia. Aku jadinya bagaimana?"

Dimas menarik nafas dalam-dalam. Bingung juga bagaimana menenangkan Laila.

"Tidak ... Mas janji tak akan menyentuhnya sama sekali. Mas janji ... tak akan buat anak dengan Hesti."

"Mas ... Dia juga begitu sombong kepadaku." adu Laila.

"Sombong apa?"

"Dia itu ... Hix ..  Bilangnya dia yang kerja cari uang bersama kamu, sementara aku di rumah. Kerjain semua pekerjaan rumah. Bahkan dia juga bilang, kalau dia punya anak, maka aku yang disuruh jaga anaknya. Nanti dia bayar aku untuk jaga anak dia dan mas."

"Duh ... Sabar ya. Biasanya Hesti tak seperti itu. Mungkin ... Mungkin dia cuma memuji kamu karena kamu bisa banyak hal. Dia gak terlalu bisa masak dan lain-lain. Uhm ... Dia cuma pinter cari uang saja."

"Mas ... Apa jangan-jangan mas belum menceraikan Mbak Hesti sampai sekarang karena dia pintar cari uang?" Laila tambah kesal.

Dimas gelagapan.

"Mas ... Jawab!"

Dimas semakin gelagapan saja.

"Tadi Mbak Hesti mengatakan dia harus cari uang terus dengan mas Dimas karena harus membayar cicilan rumah dan mobil. Apa itu benar? Rumah ini masih cicil?" Laila memberondong pertanyaan.

"I-iya, sayang ... Rumah ini masih cicil. Cicilannya masih agak lama. Kalau mas sendiri yang cicil, gaji mas juga tidak cukup."

"Hah! Kenapa Mas gak bilang dari awal?" Laila begitu terkejut dengan pengakuan Dimas yang baru ia dengar saat ini, bukan saat Dimas dan ibunya melamar ke orang tua Laila.

Ibunya Dimas malah mengatakan kalau rumah dan mobil, semua milik Dimas. Terus juga Dimas punya jabatan yang sangat tinggi, sayang saja istrinya mandul dan hendak diceraikan oleh Dimas. Makanya Laila mau dinikahkan dengan Dimas, menjadi istri siri bagi Dimas.

"Ya ... Makanya mas minta kamu sabar."

Mata Laila sudah berair. Ia merasa sangat dibohongi oleh Dimas dan ibunya. "Memang cicilan rumah ini berapa tahun lagi?"

"Rumah ini baru cicil selama satu tahun, La."

"Sisa berapa tahun lagi cicilannya?"

"Masih ada empat belas tahun untuk dicicil." aku Dimas jujur meskipun sangat berat. Apalagi melihat Laila menangis. Dimas sangat tidak tega.

"Hah ... Artinya sabarnya aku tuh harus empat belas tahun?" Laila benar-benar shock.

"Semoga tak selama itu. Kalau aku sudah naik gaji dan bunga bank tidak floating. Aku pasti akan segera melunasinya dan menceraikan Hesti."

"Gaji mas sebenarnya berapa?" tanya Laila tambah kesal.

"Sepuluh juta."

"Ok ... Lumayan besar. Terus cicilan rumah ini berapa?"

"Delapan juta."

"Sisa dua juta?"

"Aku harus memberikan kepada ibu dan ... uang sekolah Ratna."

"Sebanyak dua juta itu?" Laila membulatkan kedua matanya.

"Empat juta."

"Hah ... Dua juta dari dari mbak Hesti?"

Dimas mengangguk pelan.

"Lalu untuk listrik dan lain-lain di rumah ini?"

"Hesti yang bayar."

"Mobil? Apa sudah lunas?"

Dimas menggelengkan kepalanya.

"Siapa yang bayar cicilan mobil?"

"Hesti"

"Masih berapa lama lagi cicilan mobil?"

"Uhm .. Dua tahun."

"Astaga ... Orang Jakarta tuh kenapa sih? Koq doyan mencicil? Bukan pakai uang cash saja?"

"Sssttt jangan bicara kencang. Takutnya Hesti dengar."

"Ini jadinya kapan mas mau ceraikan Mbak Hesti? Bisa-bisa aku hamil dan melahirkan, tapi kalian belum cerai."

"Sabar ya, Sayang. Mas pasti tanggung jawab koq."

"Harusnya mas mengatakannya sebelum kita nikah. Koq jadi begini sih?" Laila kesal.

Padahal tanpa mereka sadari, Hesti memang mendengarnya sedari tadi. Ia tidak mandi.

'Time to play, Laila! Baru tahu kan Dimas seperti apa? Kamu pikir dia sangat kaya? Rumah bagus begini, dua lantai. Memang kamu pikir dia yang bayar sendiri? Naif! Tunggu kejutan dari aku! Dasar pasangan selingkuh!'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 6 - Strategi

    "Mas ..." panggil Hesti kepada suaminya itu dengan sangat mesra dan manja. Bahkan membuat Laila jijik sendiri saat mendengarnya. Wanita muda itu kesal setengah mati."Kenapa?" tanya Dimas begitu datar. Ia menjaga perasaan Laila untuk tidak bermesraan dengan Hesti, apalagi di rumah. Ia bisa melihat kalau Laila kesal dengan yang dilakukan oleh Hesti sekarang. Hanya saja, Dimas tak bisa berbuat banyak terhadap Hesti.Bagaimana pun, Hesti masih menjadi istri sah Dimas."Ih ... koq gak panggil sayang sih?" protes Hesti manja sambil memeluk erat leher Dimas saat berada di meja makan bersama dengan Laila.CUP!Hesti mencium pipi Dimas dengan sengaja di hadapan Laila. Dimas aneh sendiri karena Hesti tiba-tiba berubah manja."Kangen deh sama Mas."Hesti terus mencium pipi Dimas bertubi-tubi, seakan ia sangat mencintai Dimas.Ekspres

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 7 - Mengerjai Pelakor

    "Mbak Hesti ... hoooh ... hoooh ..." Nafas Laila tersengal-sengal karena lelah."Kenapa dengan Hesti?""Dia buang kasur dan ranjang. Sekalian seprai, bantal dan guling.""Hah ... terus kenapa kamu yang ngos-ngosan?" Dimas heran."Mbak Hesti suruh aku dan bapak tukang rongsokan untuk angkut kasur dan ranjang. Aku capek, Mas.""Astaga ..." Dimas menggelengkan kepalanya atas ulah Hesti."Marahin gih, Mas masa dia ngerjain aku begini amat." protes Laila. Ia sangat berharap kalau Dimas bisa memarahi Hesti hingga wanita itu kapok untuk mengerjai Laila lagi.Dimas langsung berjalan masuk ke dalam kamarnya yang kini kosong."Hesti! Kenapa kamu buang ranjang dan kasur kita? Apa maksud kamu?" bentak Dimas kesal.Laila pun menguping di belakang pintu kamar Dimas."Gak ada maksud apa-apa, Mas. Cuma

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 8 - Dikerjai Tukang Urut

    Dimas langsung sadar dari buaian Hesti."Aduh ... kenapa?"Hesti langsung membuka pintu dan ditemukan kaki dan tangan Laila terjepit di pintu kayunya yang cukup berat itu.Dimas pun dengan sigap melihat keadaan Laila, wajahnya memerah karena tertangkap basah telah bermesraan dengan Hesti."Kenapa kamu bisa ada di belakang pintu sih, La? Aduh ... " Hesti pura-pura panik melihat keadaan Laila."Aw ... sakit banget. Rasanya tangan dan kaki aku ada yang patah, Mas." rintih Laila yang sangat kesakitan. "Sakit banget Mas."Terlihat sih jari-jari Laila memerah dan kakinya, entahlah bagaimana. Hesti tak peduli sama sekali."Kita ke rumah sakit ya, La. Ok kan, Hes?" Dimas meminta persetujuan kepada Hesti karena semua uang yang besar memang dipegang oleh Hesti.Dimas hanya mendapatkan uang jajan saja dari Hesti. Uang jajan yang cukup

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 9 - Takut Hesti Curiga

    "Ya karena dia yang pegang uang. Dia yang pegang gaji aku. Biasanya aku hanya diberikan uang jajan saja oleh Hesti. Kalau kurang baru minta."Memang Laila baru satu bulan menikah dengan Dimas. Makanya dia tak tahu apa-apa tentang keuangan Dimas. Ia percaya saja dengan bujuk rayu ibu mertua dan juga Dimas untuk menikahinya. Sekarang Laila merasa lebih terjebak lagi.Suaminya tak pegang kuasa akan keuangan. Lalu bagaimana Laila bisa foya-foya untuk menikmati gaji dari Dimas?"Apa gak bisa dipindahkan untuk transfer gaji kepada Mas sendiri?""Nanti Hesti curiga.""Ish ... makanya mas tuh harus bilang kepada Mbak Hesti kalau kita sudah menikah.""Nanti ya. Kita fokus dulu sama luka kamu. Semoga saja cepat sembuh.""Ish ... ini tuh gara-gara mas.""Kenapa gara-gara Mas?" Dimas heran."Karena tadi aku mau mende

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 10 - Biar Mertua Menderita

    "Maaf La, Mas gak bisa nolak Hesti. Benar-benar maaf. Nanti kalau Mas pulang dari Malaysia, mas kasih kamu oleh-oleh ya. Mas janji .... mas akan kasih kamu oleh-oleh yang mahal."Laila pun mencebikkan bibirnya. Suaminya malah meninggalkan dirinya. Hanya diiming-imingi oleh oleh-oleh mahal.*Pada malam harinya, Ibu Nani pun datang ke rumah Hesti dan Dimas."Kalian mau kemana sih?" tanya Nani penasaran karena melihat Hesti dan Dimas sudah membawa koper masing-masing."Kami mau ke Malaysia, Bu.""Loh, kamu bilang besok, Dim.""Iya, Bu. Uhm ... Hesti menyuruh untuk tinggal di hotel dulu karena tak ada kasur di kamar kami.""Lah, kalau tidak ada kasur di kamar kalian, terus ibu tidur dimana?" protes Bu Nani."Di kamar Laila, Bu." balas Hesti dengan santai."Kamar Laila? Kasurnya kan kecil .

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 11 - Mengerjai Mertua & Pelakor

    Rumah ..."Laila ..." panggil Nani yang merasa sangat tak nyaman untuk tidur berdua dengan Laila di ranjang single."Ya, bu. Kenapa?" Laila pun membuka kedua matanya."Kamu bisa tidur di lantai gak?""Kenapa, Bu?""Rasanya ibu encok banget tidur sempit-sempitan sama kamu.""Kan aku lagi sakit, Bu. Tangan sama kaki aku sakit banget." Laila menolak. Tapi tak berani kurang ajar terhadap Nani."Duh ... kamu kan masih muda, La. Ibu kan sudah tua. Ini kalau ibu gak bisa tidur dengan nyaman. Nanti ibu bisa sakit loh. Kalau darah tinggi ibu kumat, bisa gawat kan." keluh Nani.Laila kesal setengah mati. Sofa di depan tidak bisa digunakan untuk tidur. Ranjang Hesti sudah tak ada. Bahkan bantal, guling serta selimut pun tak ada.Mungkin ada, tapi lemarinya dikunci oleh Hesti. Jadi Laila tak bisa mengambil apapun.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 12 - Aku Tak Mau Parasit

    Wajah Hesti terlihat sangat serius saat ini. Bahkan terlihat sangat khawatir. Namanya juga sandiwara untuk meledek Dimas sekaligus mengancam pria itu."Hmm ... kemarin ini di kantor ada yang ketahuan selingkuh, Mas. Terus ... suaminya itu ternyata selingkuh sama adik sepupunya sendiri. Parah kan tuh, Mas."Dimas menarik nafas dalam-dalam. Apa yang dibicarakan oleh Hesti seperti menyindir dirinya saja. Langsung kena pada sasaran."Mas gak seperti teman kau di kantor itu lah. Mas sangat cinta sama kamu." kilah Dimas mencoba menenangkan Hesti dengan kebohongan lainnya."Aku jadi parno, Mas. Uhm ... bagaimana kalau Laila keluar saja dari rumah kita? Nanti aku bantu carikan pekerjaan untuk dia." usul Hesti. "Aku gak mau kejadian sama teman kantor aku itu menimpa rumah tangga kita. Aku bisa sangat sedih kalau mas melakukan seperti itu dengan Laila.""Laila itu sepupu aku dan aku tak pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 13 - Emosi Menghadapi Dimas

    "Sabar, Sayang. Jangan emosi. Mas minta maaf karena sudah ada janji dengan orang tuanya Laila. Keluarga mas itu berhutang banyak terhadap keluarganya Laila." Hesti menarik nafas dalam-dalam. "Mas tahu gak sih ... " "Apa?" Hesti menghela nafas lelah. "Terkadang aku cemburu dengan Laila." "Cemburu kenapa?" "Karena ... jadi dia enak banget. Gak perlu kerja, tapi sudah dapat uang bulanan. Sementara aku ... aku kerja keras." "Laila kan belum ada penghasilan. Lagian dia baru satu bulan di Jakarta, Hes. Wajar kalau dia belum ada penghasilan. Lagian ... dia juga lulusan SMA. Agak susah untuk mendapatkan pekerjaan." kilah Dimas. "Tapi .. dia sama sekali tak mencari pekerjaan, Mas. Diam terus di rumah." protes Hesti. "Harusnya tuh dia usaha cari kerjaan. Bukan diam di Rumah terus. Kan bisa jadi pelayan, jadi apa saja bisa. Yang penting mau usaha!" tegas Hesti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24

Bab terbaru

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 40 - Nani Kecelakaan

    "Hes ..." panggil Dimas tiba-tiba saat melihat Heni yang sedang meminum kopi di sebuah cafe saat sore hari. Sendirian.Hesti langsung melihat ke arah orang yang memanggil dirinya."Ada apa?" tanya Hesti dengan dahi mengerut."Uhm ... apakah kamu sendirian?"Hesti mengangguk pelan."Boleh aku duduk di sini?"Hesti mengangguk pelan saja. Dimas langsung duduk di depan Hesti dan tersenyum. Sudah beberapa hari sejak persidangan, ia tak bertemu dengan Hesti. Anehnya adalah Hesti semakin cantik saja. Hatinya pun bergetar karena melihat Hesti yang cantik.Hesti seolah tak peduli dengan Dimas. Dia menyeruput kopinya sambil bermain ponsel, tanpa peduli dengan Dimas."Kamu ... apa kabar?" "Baik." jawab Hesti singkat tanpa mau bertanya kebalikannya kepada Dimas."Hmm ... Hes. Aku sudah dapat pekerjaan baru."Hesti mengangguk, tapi tetap tak peduli. Ia tetap memperhatikan ponselnya."Hmm ... gajinya sih gak sebesar yang kantor lama. Tapi, lumayanlah untuk hidup.""Ya. Syukuri saja apa yang kamu

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 39 - Cheating

    Bab 39Hari ini, Dimas sudah berada di sebuah perusahaan swasta untuk interview kerja dan negosiasi gaji.“Pak, apa tidak bisa gajinya dinaikkan? Uhm … saya sudah berpengalaman selama sepuluh tahun dan juga di dalamnya saya juga pernah menjadi supervisor loh, Pak.”“Maaf, Pak Dimas. Hanya segini yang bisa kami tawarkan. Kami sangat menghargai pengalaman Pak Dimas, tapi memang begitu lah. Kami belum bisa untuk membayar gaji yang sangat tinggi seperti Pak Dimas mau.”Dimas agak bingung juga. Ini sudah terlalu banyak perusahaan yang ia datangi untuk interview kerja dan negosiasi gaji. Semua gajinya hanya di UMR Jakarta saja, sekitar lima juta. Hanya perusahaan ini yang berani memberikannya sekitar enam juta rupiah. Satu juta yang berbeda juga lumayan, bukan?“Kan sekarang banyak pengangguran juga, Pak Dimas. Jadi … ““Pak, kalau saya pindah ke bagian lain? Gak usah bagian back office, bagaimana?”“Maksudnya, Pak?”“Kalau menjadi sales motor bagaimana, Pak? Di sini kan jualan motor.”“Ah

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 38 - Tawaran Menikah Dari Arga

    "Aku sedang menawari kamu. Bagaimana kalau kita berdua menikah saja?" tanya Arga dengan wajah yang sangat meyakinkan kepada Hesti. Ia sangat ingin mengetahui jawaban dari Hesti dan sangat mengharapkan kalau Hesti akan sangat setuju dengan permintaannya itu."Astaga, Ar ... apa kamu gak punya opsi lain selain aku? Yang masih gadis gitu?" Hesti bingung. "Aku tuh udah janda loh. Malah masih masa perceraian. Gak cocok banget buat dampingin kamu." "Hmm ... aku rasa kamu sngat cocok dengan aku. Kayaknya di antara semua, kamu yang paling mengerti aku. Terus kalau masalah janda tuh ... bagi aku gak ada masalah. Semua orang punya masa lalu koq."Arga mencoba tenang untuk bicara dengan Hesti. Padahal di dalam hatinya sudah seperti genderang ditabuh dengan kencang. "Gila ah. Aku gak ikut-ikutan sama frustasinya kamu. Kamu lebih baik cari wanita lain untuk kamu nikahi. Kita tetap jadi teman saja, Ar." tegas Hesti."Koq gitu? Memangnya aku jelek banget sampai kamu gak mau sama aku?" Protes Arga.

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 37 - Kapan Nikah?

    "Sebenarnya bukan mencintainya, karena aku sudah ada perasaan dengan wanita lain." jelas Arga. "Serius? Siapa wanita itu? Aku jadi penasara. Apakah aku kenal?" "Kenapa memberondong banyak pertanyaan kepadaku? Mana yang harus aku jawab duluan?" Hesti langsung terkekeh. Anggap saja dirinya terlalu kepo untuk urusan pribadi dari Arga. "Aku hanya penasaran sih. Apakah aku mengenalnya?" "Kenal." "Hmm ... apakah dia ada di kantor ini?" tanya Hesti lagi yang semakin penasaran saja. "Kepo!" "Haha ... kenapa aku bisa gak sadar ya kalau kamu suka sama wanita." "Sialan! Apa maksudmu, Hes?" "Aku pikir setelah kamu berpisah dengan Erika, kamu gak berhubungan dengan wanita mana pun." "Hmm ... memang tidak secara langsung sih. Anggap saja aku mencintai dalam diam." "Duh ... kasihan sekali sih kamu. Padahal kamu sangat sukses loh. Pasti banyak wanita yang bertekuk lutut kalau kamu mau memberikan hatimu kepada mereka." "Sayangnya, wanita yang aku suka malah suka sama pria lain. Bahkan men

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 36 - Cari Alasan

    Setelah pulang ke unit apartemen, Laila langsung merapikan semua barang. Ia sangat lelah dan langsung membersihkan tubuhnya yang penuh dengan keringat. "Hmm ... apa aku terima saja Mas Ari ya? Tapi ... bagaimana kalau ketahuan sama Mas Dimas?" tanya Laila kepada dirinya sendiri. Sebenarnya, Laila agak takut kalau berselingkuh dari Dimas. Namun, adrenalin saat ia bersama Dimas berselingkuh di belakang Hesti seperti menggodanya saja. "Apa coba bilang sama Ari untuk backstreet saja karena Mas Dimas galak? Toh mereka semua mengira kalau Mas Dimas itu adalah kakak aku."Krek! "Laila!" panggil Dimas yang baru saja pulang ke unit apartemen. "Ya, mas. Aku lagi mandi!" balas Laila sambil sedikit teriak. "Ok"Tak ada tanggapan lain dari Dimas. Tak lama kemudian, Laila pun keluar dari kamar mandi. "Gimana jualan hari ini, La?""Habis sih.""Dengan strategi sepuluh ribu?" Dimas tersenyum bahagia. "Gak dong! Aku sudah naikkan jadi dua puluh ribu dan ... memang ludes semua. Mereka suka sama

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 35 - Mau Jadi Pacar Aku?

    “Ya coba kamu pikirkan saja, La.” “Iya, terima kasih mas atas usulnya.” “Sama-sama. Kan aku mau kamu maju usahanya. Jangan bawa kakak kamu lagi ya. Kasihan banget dari kemarin dagangan sepi karena bawa kakak kamu yang terlihat tak bersahabat itu.” “Iya, Mas. Aku gak akan bawa lagi Mas Dimas ke sini.” “Bagus. Aku masuk dulu ya.” “Iya, Mas.” Setelah mendengarkan semua teknik marketing dari Ari, Laila pun mulai memberanikan diri. Ia melepaskan dua kancing dari kemeja yang ia gunakan. “Udah cukup seksi belum sih ya? Duh … semoga dagangan ini cepat habis.” Tukas Laila. Dan memang hasilnya adalah banyak pria yang saat mampir ke mini market langsung membeli makanan Laila. Bukan sepuluh ribu, Laila sudah menaikkannya menjadi dua puluh ribu dan para lelaki itu pun tanpa penawaran langsung membeli saja semua yang ditawarkan oleh Laila. Laila pun tersenyum. Semua barang dagangannya habis tanpa tersisa. Tak lama kemudian, Ari pun keluar dari mini market. “Wah … kamu seksi bang

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 34 - Rayuan Ari

    "Gak ada hubungannya, Sayang! Aku tetap harus menyelesaikan masalah persidangan dengan Hesti. Kamu tenang saja, aku gak akan balik lagi koq sama Hesti." Dimas berusaha menenangkan istri keduanya itu."Janji ya, Mas!""Iya."Laila langsung memeluk erat tubuh Dimas.*Keesokan harinya."Sayang, aku pergi dulu ya.""Iya, hati-hati, Mas."Dimas pun segera keluar dari unit apartemennya dan pergi menuju ke lobi utama. Ia sudah memesan mobil untuk pergi ke pengadilan.Sementara itu, Laila berbenah untuk segera jualan lagi di depan mini market. *PengadilanDimas melihat Hesti. Wanita yang pernah mengisi hidupnya itu terlihat sangat cantik dan mempesona. Bahkan setelah berpisah dari Dimas, Hesti malah semakin terlihat terawat. Tak terlihat kesedihan atau penderitaan karena diceraikan oleh Dimas.“He-hesti …” sapa Dimas saat duduk di samping Hesti di dalam ruang pengadilan.“Ya.” Jawab Hesti singkat.“Apa kabarmu?”“Sangat baik.”Bahkan Hesti sangat tak berniat untuk bertanya kepada Dimas, pr

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 33 - Iri

    "Kenapa, Sayang? Wajahmu seperti sedang kesal." tanya Dimas saat melihat raut wajah dari Laila. "Itu ... mas lihat saja mantan istri mas itu." tunjuk Laila ke arah Hesti yang sedang mengantri di warung nasi uduk di seberang warung Laila."Hesti ....""Ya, dia itu turun dari mobil bagus banget. Mas lihat kan yang mobil merah itu." tambah Laila.Dimas mengangguk pelan."Ish ... kenapa sih nasib dia baik banget. Lepas dari mas malah ketemu pria yang kaya banget. Mobilnya aja bagus banget."Dimas memperhatikan dengan sungguh-sungguh mobil mewah yang ditumpangi oleh Hesti."Itu sih harusnya mobil bosnya Hesti. Memang orangnya kaya banget." balas Dimas."Pacar barunya kali, bukan bosnya. Two in one, Mas." ejek Laila.Wajah Dimas mengeras. Terbersit curiga sekaligus cemburu terhadap keadaan Hesti saat ini. Hanya saja, Dimas tak berani berkomentar macam-macam karena ada Laila di dekatnya."Duh .. ini yang beli kemana sih, Mas? Kita nih udah dari pagi loh, tapi gak ada yang beli terus."Dimas

  • Mertuaku Adalah Maut   Bab 32 - Tolakan Dimas

    "Mas rasa tidak perlu untuk hal seperti itu, La. Kita jalani secara normal saja. Terus juga uang segitu banyak. Sayang banget kalau harus diberikan kepada Mbah Dikin." tolak Dimas halus."Tapi, Mas ... kalau mau usaha lancar ya harus dengan cara begini.""Mas tak mau, La. Uang dua ratus lima puluh juta itu satu-satunya milik kita loh. Jika diberikan kepada Mbah Dikin dan ternyata tetap tak laku, lalu kita bagaimana caranya bertahan hidup?" Dimas mencoba rasional."Mas ... percaya deh sama aku. Kita pasti bisa kaya raya kalau dengan bantuan dari Mbah Dikin.”“Maaf, La. Mas … sulit untuk percaya klenik seperti itu. Apa juga jaminannya kalau dengan memberikan uang sebanyak itu, maka kita bisa kaya.”“Tapi Mas, di kampung tuh banyak yang kaya loh dengan bantuan dari Mbah Dikin.” Tegas Laila yang terus mencoba meyakinkan Dimas.“Siapa?”“Itu … Bu RT.”“La, kalau Mbah Dikin itu bisa membuat kaya orang lain, kenapa dia tak bisa membuat dirinya sendiri kaya? Sepertinya Mbah Dikin ini hidup se

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status