"Bu, Ibu, Pakwo sakit, badannya panas sekali," ucap Dewi."Hah? Dewi lihat kalau Pakwo demam?" tanyaku."Iya, Bu. Dewi pegang badan Pakwo panas," ungkap Dewi.Ada siapa di rumah?" tanyaku."Semuanya ada, Bu." Aku segera berlari ke ruang Emak bersama Dewi."Assalamualaikum," ucapku sambil masuk ke dalam rumah."Iblis betina datang," ucap Deni mengejekku. Deni dan Mella sedang makan makanan yang dibawa Dewi tadi. Dasar nggak punya malu, sering mengejekku, padahal makan masih menunggu kiriman dariku juga."Mana Pakwo?" tanyaku pada Dewi."Dikamarnya, Bu."Aku dan Dewi segera masuk ke kamar Bapak. Tampak Bapak berbaring dengan tubuh ditutupi selimut, seperti kedinginan. Emak berbaring di sebelahnya."Eh Nova," sambut Bapak dengan wajah pucat."Bapak kenapa?" tanyaku."Ngapain kamu kesini," ucap Emak yang terbangun dari tidurnya. Entah tidur beneran atau pura-pura tidur."Menjenguk Bapak, Mak?" jawabku."Bapak nggak apa-apa, hanya demam biasa. Tadi sudah Emak kompres, bentar lagi juga sem
"Hush, nggak boleh ngomong gitu. Meninggal itu urusan Allah. Kita hanya bisa berdoa dan berusaha. Usaha yang sudah kita lakukan adalah membawa Pakwo ke klinik untuk mendapatkan perawatan. Kita doakan saja semoga Pakwo bisa kembali sehat." Aku berkata dengan bahasa yang mudah dipahaminya."Dewi takut kalau Pakwo meninggal. Dewi sering membuat Pakwo kecewa." Dewi berkata sambil meneteskan air mata."Nanti pulang sekolah, kamu bisa gantian menunggui Pakwo di klinik. Jangan terlalu sedih ya, berdoa untuk Pakwo," lanjutku lagi."Iya, Bu," sahut Dewi sambil beranjak dari duduknya, "Dewi mau membangunkan Intan dulu."Aku Mengangguk dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Bang Jo menginap di klinik, menunggu Bapak. Jadi pagi ini tidak perlu bikin kopi.Anak-anak selalu aku biasakan untuk membantuku bekerja. Supaya nanti mereka terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah. Pagi hari biasanya Dewi menyapu dan mengepel, dibantu oleh Intan. Kemudian mereka bersiap-siap ke sekolah. Selesai makan,
Ucapan Bapak membuatku sangat terharu, mataku berkaca-kaca."Enggak, Pak. Kami nggak pernah merasa direpotkan oleh Bapak. Ini sudah kewajiban kami sebagai anak. Berbakti kepada orang tua. Maafkan kami yang belum maksimal berbakti pada Bapak dan Emak," ucapku lagi.Aku dan Bang Jo pulang, sepanjang perjalanan kami hanya diam saja. Sepertinya banyak hal yang dipikirkan oleh Bang Jo. Akhirnya sampai rumah juga. Aku menuju ke warung sedangkan Bang Jo langsung masuk ke dalam rumah."Siapa yang pesan nasi sebanyak ini?" tanyaku pada Warti dan Minah yang sedang membungkus nasi."Bapak itu Bu? Pesan nasi dua puluh bungkus," ucap Warti."Pakai minum nggak?" tanyaku."Pakai, Bu. Sudah saya siapkan tadi," jawab Minah.Aku menuju ke meja kasir."Ini Bu, uangnya," kata Bapak yang memesan nasi tadi sambil menyerahkan uang."Terima kasih, Pak," jawabku."Nayla tadi rewel nggak?" tanyaku pada Warti."Enggak kok, Bu. Hanya minta makan saja, terus nonton televisi lagi." Warti menjawab pertanyaanku.Tak
"Kayak nggak tahu dengan Mella. Mana mau ia membersihkan dapur, kerjanya hanya main hp terus," ucap Bapak.Emak hanya diam.Tiba-tiba Mella dan Sheila pulang, diantar oleh Lasmi. Tapi menggunakan motornya Mella. Mella tampak meringis kesakitan, jalannya pincang. Terlihat beberapa goresan di wajahnya. Tangannya juga lecet-lecet."Ada apa ini?" tanya Emak sambil mendekati Mella dan memapahnya untuk duduk di kursi. Maklumlah menantu kesayangan."Mella jatuh dari motor, Mak. Ngerem mendadak. Untung Sheila nggak apa-apa," ucap Lasmi."Kok bisa jatuh?" tanya Emak."Mobilnya ngerem mendadak, jadi aku kaget. Ikutan ngerem mendadak," sahut Mella."Mama sih naik motor sambil nelpon," celetuk Sheila. Mella melotot pada Sheila."Jatuhnya dimana?" tanya Bapak."Nggak jauh dari warung Bik Yani, Mella tadi habis dari sana. Lumayan lama ngobrol-ngobrol disana. Terus dia pulang, katanya mau beli bakso. Belum sempat beli bakso sudah jatuh duluan," ucap Lasmi."Tuh, makan bakso nggak ngajak-ngajak ya ka
Aku deg-degan, takut Bang Jo akan melakukan sesuatu yang berlebihan. Namanya emosi, biasanya orang akan bertindak nekat. Bang Jo mengambil gelas yang berisi teh yang ada di meja dan membawa gelas itu ke dekat jendela. Ternyata Bang Jo membuang air teh. Emak tampak kecewa melihat perbuatan Bang Jo. Sudah membuatkan teh, malah dibuang."Kenapa sih Emak selalu memperhatikan Mella? Apa Mella begitu istimewa di mata Emak?" tanya Bang Jo pada Emak. Emak hanya terdiam, entah takut dengan Bang Jo atau jengkel."Iri ya Bang?" ejek Deni dengan wajah yang tampak songong dan tersenyum penuh kemenangan, ingin rasanya kutampar mukanya. "Untuk apa iri dengan Mella. Aku cuma heran, kadangkala perhatian Emak terhadap Mella itu suka diluar nalar. Terlalu berlebihan dan tidak masuk akal. Coba pikir, kalian berdua menumpang tinggal dan makan disini. Jadi benalu bagi Bapak dan Emak. Tapi kok Emak malah seperti dicucuk hidungnya. Nurut sekali dengan Mella. Kecuali kalau Mella yang membiayai kehidupan Bapa
"Aku akan merayunya, sampai berhasil mengajak Emak. Nanti di tempatku, biar Emak sering-sering ikut pengajian bersamaku. Untuk membuka hati dan pikiran Emak, siapa tahu nanti Emak bisa berubah sedikit demi sedikit. Sudah tua itu harusnya lebih mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah membuat keributan dan huru hara. Aku juga sudah membicarakan hal ini pada Mas Arman. Ia setuju dengan rencanaku. Nanti kalau aku mau pulang, Mas Arman akan menjemput. Kasihan kalau Bapak dan Emak naik kendaraan umum," ungkap Aisyah.Ide yang sangat bagus, biar Emak jadi emak-emak sholehah. Rajin ngaji, jadi nggak ada waktu untuk ghibah."Sekarang Deni dan Mella ada di rumah kan?" tanya Bang Jo."Iya. Pagi-pagi Mella sudah minta nasi goreng. Terpaksa Deni memasak nasi gorengnya. Kalau Emak sampai tahu, pasti Emak yang akan memasaknya. Kebetulan waktu Mella merengek-rengek tadi, Emak masih di kamar. Jadi nggak mendengar rengekan Mella. Kaki dan tangan, juga mukanya bengkak. Kalau jalan selalu mencari pega
Pagi ini Aisyah akan pulang bersama dengan Bapak dan Emak. Kemarin sore, Arman suaminya Aisyah sudah datang. Dari subuh tadi aku dan Bang Jo sudah sibuk mempersiapkan apa yang akan dibawa oleh Aisyah. Dewi dan Intan sudah bangun, mereka sedang melakukan tugas harian mereka. Senangnya punya anak yang sudah bisa membantu pekerjaan rumah.Aku membuat rendang pagi ini. Sebagian untuk dijual dan sebagian lagi nanti dibawa Aisyah. Awalnya Emak sempat menolak diajak oleh Aisyah. Bapak, Bang Jo dan Aisyah berusaha membujuknya. Alasan Emak kasihan dengan Deni, kalau ditinggal pergi nanti. Kalau Emak berpikir seperti itu terus, kapan Deni bisa dewasa. Dengan berbagai rayuan, akhirnya Emak luluh juga.Deni sempat marah, begitu tahu Bapak dan Emak akan ikut Aisyah. Tapi Aisyah berdalih, kalau Bapak dan Emak ikut Aisyah, karena mau melakukan terapi pengobatan alternatif. Rasakan kamu, Deni!Karyawan warung sudah datang, Nayla masih tidur. Aku sudah menyiapkan sarapan untuk dibawa ke rumah Bapak
"Perempuan iblis itu yang ini," kata Aisyah sambil menunjuk Mella. Mella tampak kaget. Ia tidak suka dipanggil seperti itu oleh Aisyah."Kenapa? Kamu mau protes? Memang nyatanya kamu yang jadi perempuan berhati iblis. Karena kamu mempengaruhi Emak dengan melakukan cara-cara seperti iblis. Kamu kan yang sering meletakkan ramuan pada minuman Emak. Pantas saja Emak sangat patuh padamu.""Jangan fitnah Mbak?" jawab Mella dengan gugup."Ini apa?" tanya Aisyah sambil menunjukkan botol air mineral berisi air yang di dalamnya ada semacam rumput ilalang. Mella langsung pucat pasi. "Apa itu Aisyah?" tanya Bang Jo."Aku nggak tahu ini apa. Tapi kemarin malam aku melihat Mella membawa ini ke dapur. Mungkin Mella lupa membawa ke kamarnya lagi," ucap Aisyah."Sini, biar Abang yang simpan. Nanti Abang bawa ke rumah Pak Haji Sobri." Bang Jo mengambil botol yang ada di tangan Aisyah."Apa maksudnya ini?" tanya Deni."Deni, istrimu itu memberi jampi-jampi pada Emak, supaya Emak nurut sama Mella." Aisy
“Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping
Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe
Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi
Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi
“Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak
"Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis
“Ternyata Ibu kepo juga ya? Haha.” Dewi tertawa kecil. Dewi pun duduk di sebelahku.“Dewi berkata seperti itu berdasarkan cerita Malvin. Sebenarnya Malvin itu hidupnya tertekan karena banyak tuntutan dari mamanya,” lanjut Dewi.“Terus papanya diam saja?” “Papanya itu juga sangat nurut dengan mamanya. Malvin dan Dewi hanya berteman kok, Bu. Memangnya Ibu mau punya besan kayak mamanya Malvin?” Gantian Dewi yang menggodaku.“Kalau itu sudah kemauan anak, mau nggak mau ya harus mau.” Aku tertawa.“Itulah yang Dewi senangi dari Ibu. Ibu selalu membebaskan Dewi untuk melakukan apa saja, yang penting tidak aneh-aneh.”“Ibu nggak mau jadi orang tua yang suka memaksakan kehendak. Dewi kan sudah besar, pasti tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik.”“Apakah Malvin pernah mengatakan kalau menyukai Dewi?” tanyaku penasaran.“Secara terang-terangan sih enggak pernah, Bu. Bukannya Dewi ge er, tapi memang sepertinya Malvin itu menyukai Dewi. Lagipula perempuan yang menyukai Malvin itu banyak,
"Mbak!" Suara itu mengagetkanku. Aku menoleh, karena ada yang memanggilku. Ternyata Mella."Eh, Mella. Ada apa?" tanyaku.Mella mendekatiku dan duduk di sebelahku."Ada yang ingin aku bicarakan. Mbak Nova ada waktu?" tanya Mella."Oh, iya. Ada apa ya?""Sekedar berbagi cerita, Mbak. Masalah rumah tanggaku.""Oh, aku akan mendengarkan."Mella pun mulai bercerita."Mbak, aku belajar untuk ikhlas menjalani hidupku. Aku selalu memasrahkan diri pada Allah. Ternyata ketika kita sudah ikhlas, jalannya dipermudah. Aku dan Kak Deni banyak bercerita dan saling bertukar pikiran. Kak Deni sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kami sepakat untuk memulai lagi dari awal. Aku sudah meminta Kak Deni untuk periksa ke dokter, takutnya ada penyakit kelamin menular. Sekarang kami berdua sedang berobat, untuk sekedar meyakinkan kalau kita benar-benar sehat."Mella menarik nafas panjang, kemudian melanjutkan lagi."Untuk saat ini kami memang belum melakukan hubungan badan. Menunggu sampa
Dengan deg-degan aku membuka pesan itu.[Nova, kok kamu lama nggak online. Kemana saja? Aku merindukanmu.][Nova, kamu nggak apa-apa, kan?][Aku sangat merindukanmu. Ingin mengulang lagi kisah kita. Walaupun banyak yang menganggap cinta monyet, tapi aku menganggapmu cinta sejatiku.]Jantungku berdetak semakin kencang.[Boleh aku main ke rumahmu? Sekedar melihat wajahmu yang selalu aku rindukan.][Atau kita bertemu di hotel saja, melepas rindu.][Kita bernasib sama, memiliki pasangan hidup yang usianya jauh berbeda. Jujur saja, kalau aku tidak pernah merasa puas dengan istriku. Aku yakin kalau denganmu aku bisa sangat puas. Aku selalu membayangkan melakukannya denganmu.][Aku rela menceraikan istriku demi mendapatkanmu. Aku yakin kita bisa bahagia bersama.]Deg! Pikiranku jadi kacau membaca pesan dari Romi.Kok Romi semakin nekat saja. Aku menjadi ilfil dengan kata-katanya. Ujung-ujungnya hubungan badan itulah. Memang benar jika laki-laki beristri dan perempuan bersuami berhubungan, pa