"Perempuan iblis itu yang ini," kata Aisyah sambil menunjuk Mella. Mella tampak kaget. Ia tidak suka dipanggil seperti itu oleh Aisyah."Kenapa? Kamu mau protes? Memang nyatanya kamu yang jadi perempuan berhati iblis. Karena kamu mempengaruhi Emak dengan melakukan cara-cara seperti iblis. Kamu kan yang sering meletakkan ramuan pada minuman Emak. Pantas saja Emak sangat patuh padamu.""Jangan fitnah Mbak?" jawab Mella dengan gugup."Ini apa?" tanya Aisyah sambil menunjukkan botol air mineral berisi air yang di dalamnya ada semacam rumput ilalang. Mella langsung pucat pasi. "Apa itu Aisyah?" tanya Bang Jo."Aku nggak tahu ini apa. Tapi kemarin malam aku melihat Mella membawa ini ke dapur. Mungkin Mella lupa membawa ke kamarnya lagi," ucap Aisyah."Sini, biar Abang yang simpan. Nanti Abang bawa ke rumah Pak Haji Sobri." Bang Jo mengambil botol yang ada di tangan Aisyah."Apa maksudnya ini?" tanya Deni."Deni, istrimu itu memberi jampi-jampi pada Emak, supaya Emak nurut sama Mella." Aisy
"Bu, pempek dan bobanya habis," kata Minah."Ya sudah, namanya juga gratis, pasti laris manis. Nggak tahu kalau besok, kan sudah bayar," jawabku."Namanya juga usaha, Bu. Pasti ada masanya laris ada juga masanya sepi," lanjut Minah."Betul itu, Minah. Yang penting, kita jangan lupa untuk bersyukur." Tak lama kemudian datang Bang Jo, entah dari mana."Dek, ada yang mau beli beras tuh," ucap Bang Jo."Ya sudah, Abang timbang saja. Mau beli berapa?" tanyaku."Lima puluh kilo," kata Bang Jo lagi, sambil berjalan menuju ke ruko tempat beras. Jualan beras juga lumayan laris, karena harganya miring. Soalnya berasnya langsung ambil dari petani. Bapak yang selalu mengantar beras kesini, kadangkala hanya sopirnya saja yang mengantar. Aku hanya meneruskan usaha Bapak.Aku asyik bermain hp ketika Bang Jo datang mendekatiku, dan menyerahkan uang padaku."Kok sepertinya di dalam ramai, ada siapa saja?" tanya Bang Jo."Oh, ada Sheila, Bang," jawabku. Aku menceritakan tentang kejadian tadi. Aku ben
"Kenapa Ibu menangis? Ayah nakal ya Bu?" kata Nayla yang tiba-tiba muncul di hadapan kami."Enggak kok Nay. Tadi mata Ibu kelilipan, jadi habis ditiup sama Ayah," jawabku."Oh, kirain Ayah nakal," sahut Nayla."Sheila nggak main kesini, Nay?" tanyaku."Enggak Bu. Kasihan Sheila lho Bu?" kata Nayla."Kasihan kenapa?" tanya Bang Jo."Sheila nggak pernah lagi dikasih uang jajan sama mamanya," kata Nayla."Iya Bu, Sheila kemarin cerita kayak gitu. Terus makannya, sama tahu, tempe kadang-kadang telur. Makanya kemarin waktu makan semur ayam, punya Nay dihabisin sama Sheila," sahut Intan yang entah kapan sudah ada di ruangan ini. Entah kenapa kok aku jadi sangat sedih mendengarnya. "Intan, sering-seringlah ajak Sheila main kesini. Nanti kalau dia main kesini, ajak makan ya?" kataku."Iya, Bu. Nay, yuk kita main," ajak Intan. "Ayo," jawab Nayla."Sebenarnya aku kasihan dengan Sheila. Tapi aku jengkel dengan kelakuan orang tuanya. Seandainya mereka baik, tentu kita juga nggak perhitungan de
"Bang, katanya mau ke rumah Deni? Sekarang saja, mumpung masih pagi. Kalau benar Mella masih sakit, minta Deni mengantarnya ke puskesmas," kataku mengingatkan Bang Jo."O iya, hampir lupa. Ya sudah, Abang kesana dulu." Bang Jo segera beranjak dan melangkah pergi.Aku segera ke warung untuk mempersiapkan semuanya, terutama empek-empek yang sudah aku buat habis subuh tadi. "Siapa orang itu?" tanyaku pada Minah sambil melirik ke arah orang yang kumaksud."Oh bapak itu? Mau pesan nasi dua puluh bungkus, tapi lauk dan sayur dipisah, Bu. Biar makanannya tidak basi, soalnya mereka mau ke Trans Subur SP 3," jawab Minah."Wah, jauh juga ya?" sahutku lagi.Trans Subur merupakan daerah transmigrasi, dengan pendapatan penduduk dari hasil kelapa sawit. SP sendiri singkatan dari satuan pemukiman. Antara satu SP dengan SP lainnya jaraknya lumayan jauh. Akses jalan menuju daerah Trans Subur tidak semuanya mulus, masih banyak jalan yang belum diaspal. Jadi kalau hujan, susah dilewati oleh kendaraan.
"Ngapain Mbak kesini? Mau menertawakanku ya? Aku sakit karena doa Mbak Nova dan Mbak Aisyah. Mendoakan aku mendapatkan karma. Sekarang sudah puas kan, melihat aku menderita? Kalian memang benar-benar jahat, berhati iblis," teriak Mella dengan emosi, sambil berjalan tertatih-tatih.Aku dan Bang Jo kaget mendengar Mella berteriak seperti itu. Wajah Mella sangat pucat dan badannya tampak tidak segar. Kelihatan sekali kalau ia sedang sakit."Ma, nggak di kamar saja, istirahat. Makannya sudah habis?" tanya Deni sambil mendekati Mella. Deni menuntun Mella sampai ke kursi. Mella pun duduk di kursi. Kulihat jari kelingking kakinya yang masih terluka."Sudah, mienya kepedasan, jadi Mama tambahi nasi biar tidak terlalu pedas," ucap Mella.Mendengar ucapan Mella, membuatku mengelus dada. Berarti Mella makan mie ditambah nasi. Luar biasa sekali, seperti apa kenyangnya ya? Apa dia nggak paham apa yang dijelaskan oleh dokter tentang penyakitnya? Aku yakin, pasti dokter sudah menjelaskan semuanya.
"Biar Abang yang buka." Bang Jo melangkah menuju ke pintu, aku was-was memandang ke pintu. Penasaran siapa yang bertamu."Bang…." terdengar suara memanggil Bang Jo, ketika pintu sudah dibuka.Ternyata Deni yang datang. Ada apa ya?Deni langsung duduk di kursi dengan wajah yang kusut. Apa dia tadi bertengkar lagi dengan Mella setelah kami pulang?"Bang, Mbak, maafkan aku. Selama ini selalu menganggap kalian sebagai musuh. Pikiranku benar-benar tertutup oleh hasutan Mella. Aku malu dengan kalian. Kami selalu jahat dengan kalian, tapi kalian tetap baik dengan kami," kata Deni sambil terisak-isak. Aku ikut sedih melihat Deni menangis. Betapa berat beban Deni selama ini."Aku baru merasakan ternyata Mella wataknya seperti itu. Semenjak kecelakaan, dia selalu marah dan sering memakiku dengan menyebut suami yang nggak becus mencari uang. Ia juga merasa menyesal menikah denganku. Katanya semenjak menikah denganku, hidupnya jadi susah dan sengsara. Aku bekerja di pasar, dengan upah yang tida
Hari ini hari yang melelahkan, tapi juga menyenangkan, karena banyak yang datang membeli nasi. Aku sampai lupa mau menelpon Septi menanyakan kabar Ibu. Aku sedang mencari-cari hpku."Minah, tolong miscall hp Ibu, ya? Ibu lupa menaruhnya," ucapku pada Minah."Baik, Bu." Minah segera mengambil hpnya.Drtt...drtt…"Sudah ketemu, ada di laci." Aku segera mengambil hp itu.Drtt ...drtt"Sudah ketemu, Minah. Nggak usah misscall lagi," kataku pada Minah. "Enggak kok Bu. Saya nggak miscall Ibu. Hp saya ada di kantong," sahut Minah.Drtt...drtt hpku berbunyi lagi, segera aku aku lihat nama yang memanggilku.Deg! Ternyata Septi memanggilku. Aku mengangkat hp dengan hati yang deg-degan. Semoga bukan kabar buruk."Assalamualaikum, Sep." Aku mengucapkan salam."Waalaikumsalam, Mbak.""Apa kabar, Sep?” tanyaku pada Septi. Jujur saja kalau aku masih deg-degan menanti kabar dari Septi.Septi langsung menangis. "Ada apa, Sep?" tanyaku pada Septi. Hatiku semakin berdebar-debar menanti jawaban dari Se
Nayla tertidur di pangkuanku, mungkin kecapekan bermain tadi. Aku juga sangat mengantuk."Dek, bangun. Sudah sampai rumah sakit," kata Bang Jo mengagetkanku."Apa? Dimana kita?" jawabku."Sudah sampai di rumah sakit," sahut Bang Jo.Aku segera menelpon Septi untuk menanyakan ruang tempat ibu dirawat. "Di ruang Kenanga, Bang," kataku pada Bang Jo, setelah menelpon Septi. Kami segera menuju ke ruangan tempat Ibu dirawat. Hanya aku dan Bang Jo yang masuk ke ruangan. Nayla masih tidur di mobil, ada Eko yang menunggunya.Ada Septi dan Pak Edi, suami Ibu yang sedang menunggu Ibu. Pak Edi orangnya baik, sama seperti Ibu Sis. Beliau duda anak satu ketika menikah dengan Ibu. Anaknya perempuan bernama Tina dan sudah berkeluarga."Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam."Waalaikumsalam," jawab Pak Edi.Kami segera mendekati Pak Edi."Kok sudah sampai sini, Mbak. Cepat sekali?" kata Septi."Iya, Sep. Waktu kamu telepon tadi, Ayah Nayla langsung mencari mobil untuk kesini. Gimana kondisi Ibu?" t
“Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping
Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe
Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi
Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi
“Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak
"Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis
“Ternyata Ibu kepo juga ya? Haha.” Dewi tertawa kecil. Dewi pun duduk di sebelahku.“Dewi berkata seperti itu berdasarkan cerita Malvin. Sebenarnya Malvin itu hidupnya tertekan karena banyak tuntutan dari mamanya,” lanjut Dewi.“Terus papanya diam saja?” “Papanya itu juga sangat nurut dengan mamanya. Malvin dan Dewi hanya berteman kok, Bu. Memangnya Ibu mau punya besan kayak mamanya Malvin?” Gantian Dewi yang menggodaku.“Kalau itu sudah kemauan anak, mau nggak mau ya harus mau.” Aku tertawa.“Itulah yang Dewi senangi dari Ibu. Ibu selalu membebaskan Dewi untuk melakukan apa saja, yang penting tidak aneh-aneh.”“Ibu nggak mau jadi orang tua yang suka memaksakan kehendak. Dewi kan sudah besar, pasti tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik.”“Apakah Malvin pernah mengatakan kalau menyukai Dewi?” tanyaku penasaran.“Secara terang-terangan sih enggak pernah, Bu. Bukannya Dewi ge er, tapi memang sepertinya Malvin itu menyukai Dewi. Lagipula perempuan yang menyukai Malvin itu banyak,
"Mbak!" Suara itu mengagetkanku. Aku menoleh, karena ada yang memanggilku. Ternyata Mella."Eh, Mella. Ada apa?" tanyaku.Mella mendekatiku dan duduk di sebelahku."Ada yang ingin aku bicarakan. Mbak Nova ada waktu?" tanya Mella."Oh, iya. Ada apa ya?""Sekedar berbagi cerita, Mbak. Masalah rumah tanggaku.""Oh, aku akan mendengarkan."Mella pun mulai bercerita."Mbak, aku belajar untuk ikhlas menjalani hidupku. Aku selalu memasrahkan diri pada Allah. Ternyata ketika kita sudah ikhlas, jalannya dipermudah. Aku dan Kak Deni banyak bercerita dan saling bertukar pikiran. Kak Deni sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kami sepakat untuk memulai lagi dari awal. Aku sudah meminta Kak Deni untuk periksa ke dokter, takutnya ada penyakit kelamin menular. Sekarang kami berdua sedang berobat, untuk sekedar meyakinkan kalau kita benar-benar sehat."Mella menarik nafas panjang, kemudian melanjutkan lagi."Untuk saat ini kami memang belum melakukan hubungan badan. Menunggu sampa
Dengan deg-degan aku membuka pesan itu.[Nova, kok kamu lama nggak online. Kemana saja? Aku merindukanmu.][Nova, kamu nggak apa-apa, kan?][Aku sangat merindukanmu. Ingin mengulang lagi kisah kita. Walaupun banyak yang menganggap cinta monyet, tapi aku menganggapmu cinta sejatiku.]Jantungku berdetak semakin kencang.[Boleh aku main ke rumahmu? Sekedar melihat wajahmu yang selalu aku rindukan.][Atau kita bertemu di hotel saja, melepas rindu.][Kita bernasib sama, memiliki pasangan hidup yang usianya jauh berbeda. Jujur saja, kalau aku tidak pernah merasa puas dengan istriku. Aku yakin kalau denganmu aku bisa sangat puas. Aku selalu membayangkan melakukannya denganmu.][Aku rela menceraikan istriku demi mendapatkanmu. Aku yakin kita bisa bahagia bersama.]Deg! Pikiranku jadi kacau membaca pesan dari Romi.Kok Romi semakin nekat saja. Aku menjadi ilfil dengan kata-katanya. Ujung-ujungnya hubungan badan itulah. Memang benar jika laki-laki beristri dan perempuan bersuami berhubungan, pa