Pagi ini Aisyah akan pulang bersama dengan Bapak dan Emak. Kemarin sore, Arman suaminya Aisyah sudah datang. Dari subuh tadi aku dan Bang Jo sudah sibuk mempersiapkan apa yang akan dibawa oleh Aisyah. Dewi dan Intan sudah bangun, mereka sedang melakukan tugas harian mereka. Senangnya punya anak yang sudah bisa membantu pekerjaan rumah.Aku membuat rendang pagi ini. Sebagian untuk dijual dan sebagian lagi nanti dibawa Aisyah. Awalnya Emak sempat menolak diajak oleh Aisyah. Bapak, Bang Jo dan Aisyah berusaha membujuknya. Alasan Emak kasihan dengan Deni, kalau ditinggal pergi nanti. Kalau Emak berpikir seperti itu terus, kapan Deni bisa dewasa. Dengan berbagai rayuan, akhirnya Emak luluh juga.Deni sempat marah, begitu tahu Bapak dan Emak akan ikut Aisyah. Tapi Aisyah berdalih, kalau Bapak dan Emak ikut Aisyah, karena mau melakukan terapi pengobatan alternatif. Rasakan kamu, Deni!Karyawan warung sudah datang, Nayla masih tidur. Aku sudah menyiapkan sarapan untuk dibawa ke rumah Bapak
"Perempuan iblis itu yang ini," kata Aisyah sambil menunjuk Mella. Mella tampak kaget. Ia tidak suka dipanggil seperti itu oleh Aisyah."Kenapa? Kamu mau protes? Memang nyatanya kamu yang jadi perempuan berhati iblis. Karena kamu mempengaruhi Emak dengan melakukan cara-cara seperti iblis. Kamu kan yang sering meletakkan ramuan pada minuman Emak. Pantas saja Emak sangat patuh padamu.""Jangan fitnah Mbak?" jawab Mella dengan gugup."Ini apa?" tanya Aisyah sambil menunjukkan botol air mineral berisi air yang di dalamnya ada semacam rumput ilalang. Mella langsung pucat pasi. "Apa itu Aisyah?" tanya Bang Jo."Aku nggak tahu ini apa. Tapi kemarin malam aku melihat Mella membawa ini ke dapur. Mungkin Mella lupa membawa ke kamarnya lagi," ucap Aisyah."Sini, biar Abang yang simpan. Nanti Abang bawa ke rumah Pak Haji Sobri." Bang Jo mengambil botol yang ada di tangan Aisyah."Apa maksudnya ini?" tanya Deni."Deni, istrimu itu memberi jampi-jampi pada Emak, supaya Emak nurut sama Mella." Aisy
"Bu, pempek dan bobanya habis," kata Minah."Ya sudah, namanya juga gratis, pasti laris manis. Nggak tahu kalau besok, kan sudah bayar," jawabku."Namanya juga usaha, Bu. Pasti ada masanya laris ada juga masanya sepi," lanjut Minah."Betul itu, Minah. Yang penting, kita jangan lupa untuk bersyukur." Tak lama kemudian datang Bang Jo, entah dari mana."Dek, ada yang mau beli beras tuh," ucap Bang Jo."Ya sudah, Abang timbang saja. Mau beli berapa?" tanyaku."Lima puluh kilo," kata Bang Jo lagi, sambil berjalan menuju ke ruko tempat beras. Jualan beras juga lumayan laris, karena harganya miring. Soalnya berasnya langsung ambil dari petani. Bapak yang selalu mengantar beras kesini, kadangkala hanya sopirnya saja yang mengantar. Aku hanya meneruskan usaha Bapak.Aku asyik bermain hp ketika Bang Jo datang mendekatiku, dan menyerahkan uang padaku."Kok sepertinya di dalam ramai, ada siapa saja?" tanya Bang Jo."Oh, ada Sheila, Bang," jawabku. Aku menceritakan tentang kejadian tadi. Aku ben
"Kenapa Ibu menangis? Ayah nakal ya Bu?" kata Nayla yang tiba-tiba muncul di hadapan kami."Enggak kok Nay. Tadi mata Ibu kelilipan, jadi habis ditiup sama Ayah," jawabku."Oh, kirain Ayah nakal," sahut Nayla."Sheila nggak main kesini, Nay?" tanyaku."Enggak Bu. Kasihan Sheila lho Bu?" kata Nayla."Kasihan kenapa?" tanya Bang Jo."Sheila nggak pernah lagi dikasih uang jajan sama mamanya," kata Nayla."Iya Bu, Sheila kemarin cerita kayak gitu. Terus makannya, sama tahu, tempe kadang-kadang telur. Makanya kemarin waktu makan semur ayam, punya Nay dihabisin sama Sheila," sahut Intan yang entah kapan sudah ada di ruangan ini. Entah kenapa kok aku jadi sangat sedih mendengarnya. "Intan, sering-seringlah ajak Sheila main kesini. Nanti kalau dia main kesini, ajak makan ya?" kataku."Iya, Bu. Nay, yuk kita main," ajak Intan. "Ayo," jawab Nayla."Sebenarnya aku kasihan dengan Sheila. Tapi aku jengkel dengan kelakuan orang tuanya. Seandainya mereka baik, tentu kita juga nggak perhitungan de
"Bang, katanya mau ke rumah Deni? Sekarang saja, mumpung masih pagi. Kalau benar Mella masih sakit, minta Deni mengantarnya ke puskesmas," kataku mengingatkan Bang Jo."O iya, hampir lupa. Ya sudah, Abang kesana dulu." Bang Jo segera beranjak dan melangkah pergi.Aku segera ke warung untuk mempersiapkan semuanya, terutama empek-empek yang sudah aku buat habis subuh tadi. "Siapa orang itu?" tanyaku pada Minah sambil melirik ke arah orang yang kumaksud."Oh bapak itu? Mau pesan nasi dua puluh bungkus, tapi lauk dan sayur dipisah, Bu. Biar makanannya tidak basi, soalnya mereka mau ke Trans Subur SP 3," jawab Minah."Wah, jauh juga ya?" sahutku lagi.Trans Subur merupakan daerah transmigrasi, dengan pendapatan penduduk dari hasil kelapa sawit. SP sendiri singkatan dari satuan pemukiman. Antara satu SP dengan SP lainnya jaraknya lumayan jauh. Akses jalan menuju daerah Trans Subur tidak semuanya mulus, masih banyak jalan yang belum diaspal. Jadi kalau hujan, susah dilewati oleh kendaraan.
"Ngapain Mbak kesini? Mau menertawakanku ya? Aku sakit karena doa Mbak Nova dan Mbak Aisyah. Mendoakan aku mendapatkan karma. Sekarang sudah puas kan, melihat aku menderita? Kalian memang benar-benar jahat, berhati iblis," teriak Mella dengan emosi, sambil berjalan tertatih-tatih.Aku dan Bang Jo kaget mendengar Mella berteriak seperti itu. Wajah Mella sangat pucat dan badannya tampak tidak segar. Kelihatan sekali kalau ia sedang sakit."Ma, nggak di kamar saja, istirahat. Makannya sudah habis?" tanya Deni sambil mendekati Mella. Deni menuntun Mella sampai ke kursi. Mella pun duduk di kursi. Kulihat jari kelingking kakinya yang masih terluka."Sudah, mienya kepedasan, jadi Mama tambahi nasi biar tidak terlalu pedas," ucap Mella.Mendengar ucapan Mella, membuatku mengelus dada. Berarti Mella makan mie ditambah nasi. Luar biasa sekali, seperti apa kenyangnya ya? Apa dia nggak paham apa yang dijelaskan oleh dokter tentang penyakitnya? Aku yakin, pasti dokter sudah menjelaskan semuanya.
"Biar Abang yang buka." Bang Jo melangkah menuju ke pintu, aku was-was memandang ke pintu. Penasaran siapa yang bertamu."Bang…." terdengar suara memanggil Bang Jo, ketika pintu sudah dibuka.Ternyata Deni yang datang. Ada apa ya?Deni langsung duduk di kursi dengan wajah yang kusut. Apa dia tadi bertengkar lagi dengan Mella setelah kami pulang?"Bang, Mbak, maafkan aku. Selama ini selalu menganggap kalian sebagai musuh. Pikiranku benar-benar tertutup oleh hasutan Mella. Aku malu dengan kalian. Kami selalu jahat dengan kalian, tapi kalian tetap baik dengan kami," kata Deni sambil terisak-isak. Aku ikut sedih melihat Deni menangis. Betapa berat beban Deni selama ini."Aku baru merasakan ternyata Mella wataknya seperti itu. Semenjak kecelakaan, dia selalu marah dan sering memakiku dengan menyebut suami yang nggak becus mencari uang. Ia juga merasa menyesal menikah denganku. Katanya semenjak menikah denganku, hidupnya jadi susah dan sengsara. Aku bekerja di pasar, dengan upah yang tida
Hari ini hari yang melelahkan, tapi juga menyenangkan, karena banyak yang datang membeli nasi. Aku sampai lupa mau menelpon Septi menanyakan kabar Ibu. Aku sedang mencari-cari hpku."Minah, tolong miscall hp Ibu, ya? Ibu lupa menaruhnya," ucapku pada Minah."Baik, Bu." Minah segera mengambil hpnya.Drtt...drtt…"Sudah ketemu, ada di laci." Aku segera mengambil hp itu.Drtt ...drtt"Sudah ketemu, Minah. Nggak usah misscall lagi," kataku pada Minah. "Enggak kok Bu. Saya nggak miscall Ibu. Hp saya ada di kantong," sahut Minah.Drtt...drtt hpku berbunyi lagi, segera aku aku lihat nama yang memanggilku.Deg! Ternyata Septi memanggilku. Aku mengangkat hp dengan hati yang deg-degan. Semoga bukan kabar buruk."Assalamualaikum, Sep." Aku mengucapkan salam."Waalaikumsalam, Mbak.""Apa kabar, Sep?” tanyaku pada Septi. Jujur saja kalau aku masih deg-degan menanti kabar dari Septi.Septi langsung menangis. "Ada apa, Sep?" tanyaku pada Septi. Hatiku semakin berdebar-debar menanti jawaban dari Se