Ucapan Bapak membuatku sangat terharu, mataku berkaca-kaca."Enggak, Pak. Kami nggak pernah merasa direpotkan oleh Bapak. Ini sudah kewajiban kami sebagai anak. Berbakti kepada orang tua. Maafkan kami yang belum maksimal berbakti pada Bapak dan Emak," ucapku lagi.Aku dan Bang Jo pulang, sepanjang perjalanan kami hanya diam saja. Sepertinya banyak hal yang dipikirkan oleh Bang Jo. Akhirnya sampai rumah juga. Aku menuju ke warung sedangkan Bang Jo langsung masuk ke dalam rumah."Siapa yang pesan nasi sebanyak ini?" tanyaku pada Warti dan Minah yang sedang membungkus nasi."Bapak itu Bu? Pesan nasi dua puluh bungkus," ucap Warti."Pakai minum nggak?" tanyaku."Pakai, Bu. Sudah saya siapkan tadi," jawab Minah.Aku menuju ke meja kasir."Ini Bu, uangnya," kata Bapak yang memesan nasi tadi sambil menyerahkan uang."Terima kasih, Pak," jawabku."Nayla tadi rewel nggak?" tanyaku pada Warti."Enggak kok, Bu. Hanya minta makan saja, terus nonton televisi lagi." Warti menjawab pertanyaanku.Tak
"Kayak nggak tahu dengan Mella. Mana mau ia membersihkan dapur, kerjanya hanya main hp terus," ucap Bapak.Emak hanya diam.Tiba-tiba Mella dan Sheila pulang, diantar oleh Lasmi. Tapi menggunakan motornya Mella. Mella tampak meringis kesakitan, jalannya pincang. Terlihat beberapa goresan di wajahnya. Tangannya juga lecet-lecet."Ada apa ini?" tanya Emak sambil mendekati Mella dan memapahnya untuk duduk di kursi. Maklumlah menantu kesayangan."Mella jatuh dari motor, Mak. Ngerem mendadak. Untung Sheila nggak apa-apa," ucap Lasmi."Kok bisa jatuh?" tanya Emak."Mobilnya ngerem mendadak, jadi aku kaget. Ikutan ngerem mendadak," sahut Mella."Mama sih naik motor sambil nelpon," celetuk Sheila. Mella melotot pada Sheila."Jatuhnya dimana?" tanya Bapak."Nggak jauh dari warung Bik Yani, Mella tadi habis dari sana. Lumayan lama ngobrol-ngobrol disana. Terus dia pulang, katanya mau beli bakso. Belum sempat beli bakso sudah jatuh duluan," ucap Lasmi."Tuh, makan bakso nggak ngajak-ngajak ya ka
Aku deg-degan, takut Bang Jo akan melakukan sesuatu yang berlebihan. Namanya emosi, biasanya orang akan bertindak nekat. Bang Jo mengambil gelas yang berisi teh yang ada di meja dan membawa gelas itu ke dekat jendela. Ternyata Bang Jo membuang air teh. Emak tampak kecewa melihat perbuatan Bang Jo. Sudah membuatkan teh, malah dibuang."Kenapa sih Emak selalu memperhatikan Mella? Apa Mella begitu istimewa di mata Emak?" tanya Bang Jo pada Emak. Emak hanya terdiam, entah takut dengan Bang Jo atau jengkel."Iri ya Bang?" ejek Deni dengan wajah yang tampak songong dan tersenyum penuh kemenangan, ingin rasanya kutampar mukanya. "Untuk apa iri dengan Mella. Aku cuma heran, kadangkala perhatian Emak terhadap Mella itu suka diluar nalar. Terlalu berlebihan dan tidak masuk akal. Coba pikir, kalian berdua menumpang tinggal dan makan disini. Jadi benalu bagi Bapak dan Emak. Tapi kok Emak malah seperti dicucuk hidungnya. Nurut sekali dengan Mella. Kecuali kalau Mella yang membiayai kehidupan Bapa
"Aku akan merayunya, sampai berhasil mengajak Emak. Nanti di tempatku, biar Emak sering-sering ikut pengajian bersamaku. Untuk membuka hati dan pikiran Emak, siapa tahu nanti Emak bisa berubah sedikit demi sedikit. Sudah tua itu harusnya lebih mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah membuat keributan dan huru hara. Aku juga sudah membicarakan hal ini pada Mas Arman. Ia setuju dengan rencanaku. Nanti kalau aku mau pulang, Mas Arman akan menjemput. Kasihan kalau Bapak dan Emak naik kendaraan umum," ungkap Aisyah.Ide yang sangat bagus, biar Emak jadi emak-emak sholehah. Rajin ngaji, jadi nggak ada waktu untuk ghibah."Sekarang Deni dan Mella ada di rumah kan?" tanya Bang Jo."Iya. Pagi-pagi Mella sudah minta nasi goreng. Terpaksa Deni memasak nasi gorengnya. Kalau Emak sampai tahu, pasti Emak yang akan memasaknya. Kebetulan waktu Mella merengek-rengek tadi, Emak masih di kamar. Jadi nggak mendengar rengekan Mella. Kaki dan tangan, juga mukanya bengkak. Kalau jalan selalu mencari pega
Pagi ini Aisyah akan pulang bersama dengan Bapak dan Emak. Kemarin sore, Arman suaminya Aisyah sudah datang. Dari subuh tadi aku dan Bang Jo sudah sibuk mempersiapkan apa yang akan dibawa oleh Aisyah. Dewi dan Intan sudah bangun, mereka sedang melakukan tugas harian mereka. Senangnya punya anak yang sudah bisa membantu pekerjaan rumah.Aku membuat rendang pagi ini. Sebagian untuk dijual dan sebagian lagi nanti dibawa Aisyah. Awalnya Emak sempat menolak diajak oleh Aisyah. Bapak, Bang Jo dan Aisyah berusaha membujuknya. Alasan Emak kasihan dengan Deni, kalau ditinggal pergi nanti. Kalau Emak berpikir seperti itu terus, kapan Deni bisa dewasa. Dengan berbagai rayuan, akhirnya Emak luluh juga.Deni sempat marah, begitu tahu Bapak dan Emak akan ikut Aisyah. Tapi Aisyah berdalih, kalau Bapak dan Emak ikut Aisyah, karena mau melakukan terapi pengobatan alternatif. Rasakan kamu, Deni!Karyawan warung sudah datang, Nayla masih tidur. Aku sudah menyiapkan sarapan untuk dibawa ke rumah Bapak
"Perempuan iblis itu yang ini," kata Aisyah sambil menunjuk Mella. Mella tampak kaget. Ia tidak suka dipanggil seperti itu oleh Aisyah."Kenapa? Kamu mau protes? Memang nyatanya kamu yang jadi perempuan berhati iblis. Karena kamu mempengaruhi Emak dengan melakukan cara-cara seperti iblis. Kamu kan yang sering meletakkan ramuan pada minuman Emak. Pantas saja Emak sangat patuh padamu.""Jangan fitnah Mbak?" jawab Mella dengan gugup."Ini apa?" tanya Aisyah sambil menunjukkan botol air mineral berisi air yang di dalamnya ada semacam rumput ilalang. Mella langsung pucat pasi. "Apa itu Aisyah?" tanya Bang Jo."Aku nggak tahu ini apa. Tapi kemarin malam aku melihat Mella membawa ini ke dapur. Mungkin Mella lupa membawa ke kamarnya lagi," ucap Aisyah."Sini, biar Abang yang simpan. Nanti Abang bawa ke rumah Pak Haji Sobri." Bang Jo mengambil botol yang ada di tangan Aisyah."Apa maksudnya ini?" tanya Deni."Deni, istrimu itu memberi jampi-jampi pada Emak, supaya Emak nurut sama Mella." Aisy
"Bu, pempek dan bobanya habis," kata Minah."Ya sudah, namanya juga gratis, pasti laris manis. Nggak tahu kalau besok, kan sudah bayar," jawabku."Namanya juga usaha, Bu. Pasti ada masanya laris ada juga masanya sepi," lanjut Minah."Betul itu, Minah. Yang penting, kita jangan lupa untuk bersyukur." Tak lama kemudian datang Bang Jo, entah dari mana."Dek, ada yang mau beli beras tuh," ucap Bang Jo."Ya sudah, Abang timbang saja. Mau beli berapa?" tanyaku."Lima puluh kilo," kata Bang Jo lagi, sambil berjalan menuju ke ruko tempat beras. Jualan beras juga lumayan laris, karena harganya miring. Soalnya berasnya langsung ambil dari petani. Bapak yang selalu mengantar beras kesini, kadangkala hanya sopirnya saja yang mengantar. Aku hanya meneruskan usaha Bapak.Aku asyik bermain hp ketika Bang Jo datang mendekatiku, dan menyerahkan uang padaku."Kok sepertinya di dalam ramai, ada siapa saja?" tanya Bang Jo."Oh, ada Sheila, Bang," jawabku. Aku menceritakan tentang kejadian tadi. Aku ben
"Kenapa Ibu menangis? Ayah nakal ya Bu?" kata Nayla yang tiba-tiba muncul di hadapan kami."Enggak kok Nay. Tadi mata Ibu kelilipan, jadi habis ditiup sama Ayah," jawabku."Oh, kirain Ayah nakal," sahut Nayla."Sheila nggak main kesini, Nay?" tanyaku."Enggak Bu. Kasihan Sheila lho Bu?" kata Nayla."Kasihan kenapa?" tanya Bang Jo."Sheila nggak pernah lagi dikasih uang jajan sama mamanya," kata Nayla."Iya Bu, Sheila kemarin cerita kayak gitu. Terus makannya, sama tahu, tempe kadang-kadang telur. Makanya kemarin waktu makan semur ayam, punya Nay dihabisin sama Sheila," sahut Intan yang entah kapan sudah ada di ruangan ini. Entah kenapa kok aku jadi sangat sedih mendengarnya. "Intan, sering-seringlah ajak Sheila main kesini. Nanti kalau dia main kesini, ajak makan ya?" kataku."Iya, Bu. Nay, yuk kita main," ajak Intan. "Ayo," jawab Nayla."Sebenarnya aku kasihan dengan Sheila. Tapi aku jengkel dengan kelakuan orang tuanya. Seandainya mereka baik, tentu kita juga nggak perhitungan de