Menit demi menit hingga beberapa jam terlewati begitu saja. Dua insan yang baru saja disatukan kembali dalam ikatan suci itu masih bergumul mesra di atas ranjang berukuran king size tersebut.
Keduanya larut dalam peluh yang bercampur nikmat tersebut. Desahan demi desahan saling bersahutan di antara mereka yang saling menikmati permainan panas dengan berbagai macam gaya tersebut. Ruangan ber AC yang telah disetel paling dingin itu pun tak bisa menutupi hawa panas akibat terbakar gairah dari keduanya. Baik Midea, yang belum hilang efek dari parfum perangsang yang tanpa sengaja dihirupnya, maupun Justin, yang telah lama menahan hasrat lelakinya, dikarenakan terlalu lama tak menyalurkannya kepada seorang wanita. Karena faktor itu jugalah, makanya Justin dulunya amat membenci Midea yang seorang model dewasa serta diketahui mengencani banyak pria. Bahkan rasa benci Justin kian memuncak kala Midea telah dengan sengaja dan juga terang-terangan menjebak dirinya agar bisa menikahinya. Pernikahan yang tak pernah dijalaninya dengan bahagia. Sampai akhirnya ia menikahi Namira, anak bungsu dari Jason. Barulah Justin menemukan arti kebahagiaan dari pernikahan itu yang sebenarnya. Serta mengabaikan Midea tanpa mau perduli Midea berbuat apa di luar sana. "Ahkh!" Midea kembali mendesah dalam kenikmatan yang ia rasakan untuk kesekian kalinya. Pinggulnya terus meliuk-liuk dengan liar di atas tubuh Justin dengan gayanya yang erotis. Justin sendiri hanya bisa menikmati sensasi bercinta ala Midea yang tengah bersikap nakal dan binal itu. Malam ini kekuasaan penuh ia berikan pada istrinya. Meskipun ia tau jika istrinya itu di bawah pengaruh obat perangsang. Untungnya, Justin cepat menemukan Midea. Sehingga ia bisa menyelamatkan ibu kandung dari putranya ini. Justin semakin bergairah melihat wajahnya Midea saat istrinya itu merasakan sensasi nikmat dalam permainan yang mereka mainkan. Ia melakukan sesuatu pada dua kuncup milik istrinya itu dengan tangan kekarnya, agar Dea semakin menari dengan liar di atas tubuhnya yang telah basah karena peluh. Sementara Midea tak perduli pada apa yang sedang dilakukan Justin terhadapnya. Yang penting hasrat seksualnya tersalurkan dengan cepat. Ia bersyukur di dalam hatinya jika tubuh yang sedang ia naiki saat ini adalah milik pria yang telah ia gugat cerai sebelumnya. Midea memang tak pernah mau jika tubuhnya disentuh oleh lelaki lain. Walaupun ia di kenal nakal, tetapi sebenarnya ia risih jika harus diajak bergelut di atas ranjang dengan lelaki yang tak pernah ia suka. Dengan berbagai cara dan alasan ia lakukan untuk mengelabui para pria nakal agar ia bisa mengelak dari pria yang mengajaknya ke atas ranjang. Meskipun ia harus membius mereka agar tertidur lelap tanpa ia harus kehilangan uang mereka. "Ahhhhhh ..., " desahan Midea yang panjang menandai jika kali ini ia benar-benar telah mendapatkan puncak kenikmatannya untuk kesekian kalinya. Kini ia terkulai lemas di atas tubuh kekar milik ayah dari putranya itu, seiring rasa sakit di kepalanya mulai muncul kembali. Sedangkan Justin sendiri tersenyum lega saat melihat binar kepuasan dalam diri wanita yang baru saja dinikahinya kembali ini, meski pun dalam keadaan terpaksa untuk kedua kalinya. Akan tetapi pernikahan terpaksa nya kali ini membuat pria beranak dua ini bahagia, dikarenakan ia bisa mengikat kembali ibu dari anak-anaknya dalam pernikahan setelah perseteruan yang cukup lama selama ini. Perseteruan yang sebenarnya membuat mereka sama-sama tersakiti dan juga berimbas pada anak-anak. Hanya saja tak satupun dari mereka yang mau mengalah dan memahami akan perasaan masing-masing pasangannya. Justin membiarkan tubuh indah milik istrinya berada di atas tubuhnya untuk beberapa saat sambil mereka berdua mengatur nafasnya kembali. "Are you tired, Baby?" tanya Justin seraya mengusap lembut punggung polos sang istri. Midea tak menyahut. Wanita ini terlalu lelah dalam percintaannya barusan. Bahkan detak jantungnya Justin membuat wanita itu terlena saat terdengar cepat di telinganya, membuat dirinya tanpa sadar memejamkan netranya dan terhanyut perlahan ke dalam mimpinya. "De," panggil Justin saat tak ada sahutan dari Dea. "Midea," panggilnya kembali saat ia merasakan hembusan nafas Midea yang hangat nan tenang. Ia mengintip dari celah rambut yang menutupi wajah manis istrinya itu. Justin menyibak pelan rambut lembut Midea dan mendapati sang istri yang telah tertidur pulas di atas tubuh kekarnya. Justin tersenyum kecil seraya memindahkan tubuh ramping istrinya ke samping. Justin memandangi wajah cantik sang istri meski pun terlihat cukup lelah karena percintaan mereka barusan. "Sleep well tonight my D and sweet dreams, Dear, " ucap Justin berbisik pelan seraya menutup rapat tubuh polos sang istri dengan selimut. Justin tersenyum lebar sembari menggeleng pelan kepalanya saat teringat kejadian enam tahun yang lalu di mana dulunya ia juga menikahi wanita ini dengan terpaksa dan juga bermaharkan jam tangan mahal dirinya. Lalu malam ini, kejadian serupa ternyata terjadi lagi. Hanya saja malam ini adalah malam ia merasakan kebahagiaan yang besar. Entah ia bersyukur, atau mengutuk kejadian yang terjadi pada Midea. Jika bukan karena kejadian malam ini, mungkin hingga kini Justin masih menjadi duda jomblo abadi. "Besok aku akan meresmikan pernikahan kilat kita dan akan ku pastikan kalau kamu akan menjadi Ratu di hatiku dan juga keluargaku yang paling bahagia, my D," ucapnya pelan seraya mengecup lembut keningnya Midea. Senyum pria itu semakin lebar sembari menggeleng pelan kepalanya saat ia teringat awal pertemuannya dengan wanita ini. Saat itu di hotel ini dan ia terjebak di situasi yang sama . Hanya saja korbannya saat itu adalah dirinya. "My De. You know that, if you are the first for me," ucapnya berbisik sembari merebahkan tubuhnya di samping tubuhnya Midea yang terlelap itu. "Besok pagi adalah awal baru bagi kita bersama, De. Aku harap kamu bisa berdamai denganku demi anak-anak. Aku juga berharap kamu bisa mencintai aku kembali, walaupun aku tau mungkin sulit buat kamu. Tapi bagiku itu sudah lebih dari cukup, De," ucapnya seraya menatap wajah manis istrinya. "Aku mencintaimu. Maaf kalau aku terlambat menyatakannya," bisiknya pelan di telinga sang istri. Satu kecupan lembut ia daratkan di keningnya Midea. Lalu Justin memejamkan kedua matanya menyusul Midea yang telah duluan larut dalam mimpinya. Mimpi yang membawa wanita itu kembali ke masa lalunya. Tanpa mereka sadari jika takdir telah menentukan jalannya bagi sepasang suami istri yang baru saja menikah kembali itu. Bahwa besok pagi bukanlah hari yang seperti Justin pikirkan, melainkan hari yang membuat Justin harus lebih banyak berjuang untuk mendapatkan kembali apa yang akan hilang. Satu takdir yang mengubah jalan rencana dan cerita rumah tangganya Justin.Adzan subuh berkumandang terdengar sebagian di telinganya para penghuni hotel mewah tersebut, termasuk Mona yang sangat sulit sekali untuk terlelap dalam tidurnya lantaran ia harus memikirkan banyak hal untuk acara sakral pagi ini. Pagi ini adalah puncak peresmian acara sakral untuk pernikahan putra mereka satu-satunya dengan mantan istrinya kembali. "Sudah bangun, Ma? kok cepat amat?" tanya Arfan saat melihat istrinya yang baru keluar dari kamar mandi. "Iya, pa," sahutnya singkat seraya mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. "Mau hubungi siapa, Ma?" tanya Arfan. "Justin, Pa. Biar dia juga harus bersiap-siap, untuk melakukan ijab Qabul ulang di depan Penghulu," jawab Mona. "Emang harus? Kan udah sah?"tanya Arfan. "Momennya, pa? Untuk dijadikan kenang-kenangan ntar waktu mereka tua nanti. Dulu kan Justin nikah pertama kali sama Dea ga ada foto, baju nikah, apa lagi acara resepsi. Berbeda saat kita nikahi Justin dengan almarhumah Namira dulunya," jawab Mona mengingatkan
Justin kembali ke kamar pribadi miliknya. Ruang kamar president suite yang berada di lantai teratas dari gedung mewah sebuah hotel milik keluarganya. Di mana istrinya ada di sana sejak semalam. Ia ingin memastikan apakah Midea sudah bangun atau belum. Karena saat ia meninggalkan Midea, istrinya itu masih tidur dengan lelapnya. Namun Betapa terkejutnya Justin, saat ia mendapati kamarnya yang kosong tanpa ada istrinya di kamar ini. Ia melihat ke arah meja nakas di mana pakaian yang sengaja ia letakkan di sana kini sudah tak ada lagi. "Pasti dia kembali ke kamarnya," pikir Justin yang segera pergi dari sana menuju ke ruang suite family room. Sesampainya di sana, Justin berniat mengetuk pintu kamar di mana tante Alma dan Dean menginap. Mereka memang sudah berada di hotel ini sedari hari pertama saat temannya tante Alma mengikuti sebuah event fashion yang bertaraf internasional itu. Bahkan Midea yang menjadi salah satu modelnya pun turut berhasil mendapatkan gelar juara favorit pilih
Saat Jasmine yang secara spontan menghardik Justin. Seketika itu juga ia menyadari sesuatu yang berubah pada dirinya. Ia meraba lehernya sendiri yang baru saja seperti mengeluarkan suara, meskipun tak sempurna dengan suara yang pernah di milikinya dulu. Antara percaya dan tidak, bahwa suara yang muncul secara spontan yang ia tujukan untuk pria yang ada di hadapannya kini, adalah suara yang memang keluar dari tenggorokannya sendiri. "Suaraku," gumamnya tak percaya sembari terus meraba-raba lehernya. "Suaraku kembali," gumamnya lagi yang mulai diliputi rasa senang. Sementara Justin mulai merasa gelisah saat melihat perubahan sikapnya Midea yang seolah olah tak mengenali dirinya. "Tante, Retha, pak Satria, Suaraku kembali,". ucapnya senang seraya tersenyum lebar. "Aku bisa bicara lagi," ucap Jasmine girang. "Mama, Mama," ucapnya. "Aku harus kasih tau mama, sekarang juga. Mama pasti senang kalau anak gadisnya sudah bisa bicara lagi, tante," ujarnya seraya tersenyum lebar. " Tan
Justin berlari menghampiri tubuh istrinya yang tergeletak di pinggir jalan, yang tengah dikerumuni orang banyak tersebut. Sehingga membuat kemacetan di kawasan tersebut."Mideaaa," teriaknya dengan penuh kekhawatiran.Justin menerobos masuk ke sekerumunan orang-orang yang hanya menatap dengan segala seribu rasa pada istrinya. Entah itu rasa iba atau penasaran bagaimana kondisi dari korban yang terserempet mini bus tersebut.Tanpa menghiraukan segala macam komentar orang-orang tentang dirinya, Justin langsung mengangkat tubuh istrinya yang terdapat beberapa luka di bagian kaki dan tangannya itu, dan dengan segera melarikannya ke rumah sakit terdekat dengan menggunakan taxi yang lewat."De," panggilnya lirih seraya menggenggam erat tangan wanita yang mulai terlihat pucat itu."Tolong di percepat, pak," pinta Justin pada supir taxi yang sesekali meliriknya melalui kaca spion.Supir taxi tersebut melakukan apa yang di pinta oleh penumpangnya itu. Setibanya di rumah sakit, Justin segera b
Justin tersentak dari lamunannya saat suara tuas pintu dibuka dari luar. Ia menoleh ke arah pintu di mana seorang dokter laki-laki dan dua orang perawat perempuan memasuki kamar ini. Ia pun melepas perlahan tangan sang istri dari genggamannya, karena dirinya tau jika saat ini adalah jadwal pemeriksaan rutin istrinya ini.Justin menunggu dengan sabar sambil memperhatikan dokter yang sedang melakukan tindakan medis pada wanita yang masih betah terbaring di sana."Gimana keadaannya, Dok?" tanya Justin setelah dokter tersebut selesai memeriksakan kondisi ibu kandung dari putranya itu.Dokter tersebut menghela nafasnya sejenak lalu tersenyum kepada Justin."Untuk saat ini mungkin tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Segera setelah istri Anda sadar kita akan mengecek kesehatannya secara menyeluruh," cetus sang Dokter."Tapi sebaiknya Bapak silahkan ikut saya untuk menjelaskan hasil dari diagnosa CT scan barusan," lanjut sang Dokter."Baik, Dokter," sahutnya singkat tetapi di diliputi deng
Dalam keadaan tergesa-gesa, Retha dan Satria tiba di rumah sakit setelah mendapat kabar dari Justin tentang keadaan Jasmine. Pasangan suami istri itu segera menemui Justin yang tengah duduk menatap pintu kamar di mana istrinya di rawat saat ini."Bang Justin!" seru keduanya.Justin menoleh ke arah sumber suara dan melihat adik sepupunya beserta istrinya ada di sini. Justin tersenyum simpul dan menggerakkan empat jarinya kepada keduanya agar mendekat padanya. Satria pun menarik lengan istrinya agar mengikutinya."Bagaimana keadaannya Jasmine, bang?" tanya Satria khawatir.Justin menggeleng pelan seraya menghela nafasnya lalu menatap Satria dan Retha."kalian berdua masuklah," titahnya pada adik sepupunya itu."Baik bang, Makasih," ucap Retha seraya melangkah masuk ke kamarnya Jasmine.Sesampainya di dalam. Pasutri itu langsung di panggil oleh wanita yang masih terpasang selang infus di tangan kirinya saat ini."Retha, pak Satria!"."Jasmine," gumam Retha seraya mendekat ke arah branka
Di sebuah ruang praktek Dokter spesialis Bedah Syaraf dua orang pria yang berbeda generasi sedang beradu argument tentang kondisi kesehatannya Jasmine. Dua pria beda generasi yang tak mau mengalah karena masing-masing memiliki alasan untuk mempertahankan pendapatnya."Bagaimana bisa Dokter menyarankan terapi dan pengobatan seperti itu. Di mana-mana pasien tetap harus di bawa ke sebuah klinik untuk membantunya mengingat secara perlahan tentang kenangannya yang hilang. Lalu Ini harus mengikuti jalan pikirannya istri saya. Berarti semua harus mundur ke kehidupan di tujuh tahun yang lalu dong," omel Justin panjang lebar pada seorang Dokter yang telah memberikan saran yang tak masuk akal bagi nya."Yah, memang harus begitu. Boleh saja kita ikuti saran yang seperti anda katakan. Tapi ingat ya? tanggung sendiri resikonya, Karena begitu si pasien keluar dari rumah sakit ini tanpa mengikuti arahan yang saya berikan. Saya lepas tanggung jawab, Dan anda silahkan menandatangani surat pernyataan b
Retha membereskan barang-barangnya Jasmine yang berada di rumah sakit. Hari ini Jasmine di nyatakan sehat setelah menjalani pemeriksaan ulang, dan bisa di pulangkan ke Padang setelah sang Dokter mengeluarkan surat kepulangan Jasmine dari rumah sakit.Sementara Justin hanya bisa melihat dan memperhatikan istrinya itu dari kejauhan saat Retha menuntun Jasmine keluar dari kamar rawatnya. Ia melihat istrinya itu tersenyum meskipun wajah manisnya masihlah terlihat pucat.Satria dan Retha langsung membawa Jasmine ke Bandara saat ini juga di ikuti Justin yang berada di belakang mereka dengan jarak beberapa meter saja.Hal ini di lakukan Justin atas permintaan Satria yang sebaiknya Justin menjauh dulu dari Jasmine, Agar tidak terjadi kebingungan pada wanita itu meskipun sebelumnya Justin pernah di usir oleh Jasmine setelah wanita itu baru tersadar dari pingsannya lantaran di pikirnya Justin salah satu dari tenaga medis di karenakan kebetulan ia memakai kemeja serta celana putih pada saat itu
Justin hanya bisa tersenyum miring seraya menatap kecewa ketika di tinggal begitu saja oleh Jasmine. Namun hanya bisa pasrah, dan beranjak pergi dari sana. Kembali ke kantor dalam mood yang amburadul. Penolakan demi penolakan selalu saja terjadi setiap ada kesempatan untuk lebih dekat pada istrinya itu."Apa sesulit itu untuk mendekati istri sendiri?" keluhnya resah.Sementara Jasmine masih menepuk pelan dadanya yang masih berdebar karena kejadian tadi. Ia tak ingin larut dalam hal-hal semu. Ia cukup tau diri. Apalagi Justin adalah Iparnya. Biarpun sudah duda. Yah, tetap saja ia harus menjaga jarak dan hati. Karena ia sudah tak memiliki kepercayaan diri lagi pasca kejadian di malam itu."Apakah masih ada pria yang mau menerima dirinya yang sekarang ini?" pikirnya.Pikirannya terhenti saat seorang dosen memanggilnya. Jasmine masuk ke ruangan dosen pembimbingnya, dan melakukan diskusi di sana.Tak banyak yang di kritik apalagi di coret oleh dosping tersebut. Jasmine merasa lega. Itu art
Pagi yang begitu sempurna untuk mengawali hari. Namun tidak untuk Retha dan Jasmine. Masing-masing mereka di repotkan pada yang berkaitan dengan anak. Dimana Retha harus repot dengan perubahan hormon yang terjadi di dirinya. Siapa yang menduga jika tri semester pertamanya, selalu berakhir harus di rawat di rumah sakit, setiap wanita itu memuntahkan seluruh isi perutnya.Sementara Jasmine, di repotkan pada dua bocah, yang entah kenapa suka bertingkah dengan polah yang tak biasa. Semenjak Retha hamil. kedua bocah ini lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, bahkan lebih banyak menginap di rumah ini ketimbang pulang ke rumah Daddy-nya yang besar dan nyaman.Seperti pagi ini, Kedua bocah itu menahan tubuhnya, dan memintanya tidur kembali ketimbang bangun, mandi dan berangkat ke sekolah seperti biasanya. Padahal setiap malam, setelah Jasmine menidurkan mereka berdua di kamar mereka. Wanita itu selalu kembali ke kamarnya sendiri untuk melanjutkan tugas skripsinya kembali.Namun, entah ba
Hubungan kasih sayang antara ibu dan anak itu terus berlanjut. Meskipun Jasmine menyayangi mereka sebagai ponakannya. Namun itu tak jadi soal di mata seorang Justin. Yang penting anak-anaknya tak merasa kehilangan ibunya."Pada dasarnya kamu memanglah seorang yang penyayang, De Jasmine. Jika tidak, hingga kini kamu tak akan pernah perduli pada dua bocah itu," gumam Justin seraya menatap mereka bertiga dari balik jendela kaca rumah Jason.Awalnya Justin ingin singgah ke rumah ini untuk menjemput anak-anaknya pulang. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat Jasmine yang dengan sabar mengajarkan dua anaknya membaca dan menulis. Tak ingin terusik karena kehadirannya. Akhirnya ia hanya berdiri di teras rumah ini.Justin kembali ke rumahnya yang hening. Semenjak mama dan papanya kembali ke Jakarta. Kedua bocah itu lebih memilih tidur di rumah Satria atau di rumah Ayah mertuanya.Akan tetapi, semenjak Retha di kabarkan hamil. Kedua anaknya lebih sering menginap di rumah Grandmanya, dika
Justin membuka lebar pintu kamar pribadinya yang ada di ruang kantornya. Menyilahkan Jasmine menggunakan kamar mandinya untuk mengganti pakaian yang sudah ia sediakan."Kamu pakai aja ruangan ini," titah Justin. Lalu pria itu menutup pintu kamar itu, agar Jasmine bisa leluasa berada di sana.Sepeninggalnya Justin. Jasmine tercengang melihat interior di kamar tersebut. Padahal hanya sebuah kamar di ruang kantor. Namun seperti kamar hotel. Ia memperhatikan setiap detail dari ruangan tersebut, sampai akhirnya, netranya berhenti pada sebuah bingkai foto di atas nakas.Jasmine mendekat hanya karena ingin tau siapa saja yang ada di dalam foto tersebut. Ia tersenyum saat melihat dua ponakannya ada di situ dengan senyum manisnya."Mereka memang menggemaskan," ucapnya di selingi senyum tipis. Lalu melirik sekilas ke iparnya yang menggunakan setelan jas pesta, seragam dengan Dean."Seperti pinang di belah dua. Benar-benar mirip. Cocok kali lah. kalian berdua sebagai ayah dan anak. Hehe," gumamn
Cahaya matahari menyeruak masuk dan menerpa wajah manis milik perempuan yang kini di panggil De Jasmine oleh Justin. Wanita itu membuka kelopak matanya perlahan tatkala merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kulit wajahnya.Netranya menelisik ke segala arah ruangan itu setelah mengerjapkan matanya sesaat.Kembali ia di kejutkan pada keadaan yang berbeda. tak seperti biasanya terjadi di pagi hari. Ia segera bangkit dari tidurnya dan duduk menepi di ranjang yang berukuran besar itu.Ia mengecek kondisi tubuhnya dan juga pakaiannya yang kini berganti menjadi sebuah dress tidur yang lembut."Akh, sialan. Brengsek," makinya. Berarti kemarin adalah puncak di mana ia akan di bawa ke tempat ini. Berarti ia tak salah jika bayangan hitam itu adalah seorang manusia laknat yang telah berbuat jahat padanya.Jasmine meradang. Segera ia mengganti dress tersebut dengan bajunya yang berada di atas sofa, yang terletak di sudut kamar ini. Jasmine keluar dari kamar dalam keadaan murka. Ia mengambil semb
Sebuah nada dering pengingat terdengar dari ponselnya. Yang mengingatkan tentang acara yang harus Justin hadiri malam ini. Yang memungkinkan dirinya untuk pulang larut malam dikarenakan acara tersebut berada di luar kota.Justin bergegas pulang ke rumah untuk mempersiapkan setelan pestanya. Namun baru juga beberapa langkah keluar dari ruangannya. Ia terhenyak mendapati Jasmine masih berdiri di depan lift.Justin mendekat dan memperhatikan gelagat Jasmine yang tampak aneh. Justin menahan lift yang akan menutup dan bertanya pada Jasmine," kenapa belum masuk?".Wanita itu terlihat ragu-ragu. Justin mempersilahkan Jasmine untuk masuk. Namun Jasmine masih terpaku di situ."kamu ga pulang? Ayok masuk. Ngapain kamu di situ,". Jasmine akhirnya memutuskan masuk. Pintu lift menutup."Kamu udah lama berdiri di situ?" tanya Justin penasaran. Seharusnya, jika Jasmine sudah tak berada di kantor ini lagi, jika saja istrinya ini pulang dari satu jam yang lalu. Namun yang ia lihat Jasmine masih berada
Langkah kaki Jasmine berhenti di depan sebuah gedung mewah. Netranya menatap ke gedung yang menjulang tinggi tersebut, dan membaca nama perusahaan yang akan ia mintai data-datanya."Kok aku jadi pesimis, ya. Padahal aku udah megang memo dari pak Satria,". Ia berdecak.Jasmine memberanikan diri masuk ke tempat yang di tuju, dan memberitahukan ke resepsionis mengenai maksud dari kedatangannya ke sini."Mbak, Jasmine, ya? kebetulan sudah di tunggu oleh bapak di atas. Mari silahkan". Salah satu resepsionis tersebut menunjuk ke sebuah lift dan menjelaskan lantai dan ruang apa Jasmine harus ke sana. Jasmine pun mengikuti petunjuk yang di katakan oleh resepsionis itu.Namun langkahnya terhenti ketika berada di depan lift. Seketika memorinya mengajaknya kembali di kenangan yang menyakitkan. Ia teringat bagaimana semuanya terjadi dari sebuah lift. Jasmine menutup matanya dan menggeleng pelan demi menepiskan bayangan buruk itu."Stop. Aku mohon jangan di ingatkan lagi tentang itu. Aku mohon ya,
Suara tuas pintu membangunkan Jasmine dari tidurnya."Ups, maaf. Bunda berisik ya?" ujar Astrid dengan nada pelan. Namun terbaca jelas di mata Jasmine dikarenakan ia mampu membaca gerakan bibir wanita yang terlihat anggun itu.Mungkin bagi manusia normal apa yang dikatakan Astrid barusan, tidaklah tau. Dan juga buat sebagian orang yang tak mengenal Jasmine, yang dulunya pernah mengalami difabel, menilai Jasmine memiliki kelebihan.Jasmine menggeleng pelan dengan senyum kecilnya. Ia takut membangunkan kedua bocah ini jika ia terlalu berisik."Pagi ini kamu ada janji ketemu dosping, kan? Makanya bunda ke sini. Cuma ngingetin kamu. Bunda juga udah masak, " bisik Astrid."Iya, makasih, Bun," sahut Jasmine pelan. Lalu beranjak perlahan dari tempat tidur di mana ia di apit oleh dua bocah itu. Semalam mereka minta di temani tidur sampai-sampai Jasmine pun tertidur, lantaran dua tangannya di jadikan bantal oleh dua bocah itu hingga terasa kebas."Dasar bocah, maunya tidur di kelonin dulu baru
Semenjak Jasmine mengetahui tentang dirinya. Baik Justin dan Jason selalu memperhatikan keadaan wanita itu setiap saat. Untungnya tak ada hal yang membuat semua orang cemas terhadapnya.Jasmine melakukan aktivitas kampusnya seperti biasa.Sedangkan Jasmine sendiri mulai menerima keadaan dirinya dan bersyukur. Terutama terhadap orang-orang yang berada di sekitarnya selama ini. Jasmine turut bahagia kala ia mengetahui kehidupan teman-teman perempuannya yang sudah berumah tangga. Khususnya kepada Retha yang bersuamikan Satria, seorang asisten dosen mereka dulu, yang pernah menyukai Retha secara diam-diam.Dari Retha lah semua kisah baik dari kehidupan teman-temannya di perdengarkan ke Jasmine. Jasmine ikut bahagia mendengar semua berita baik itu.Hingga akhirnya ia berkata, "Aku pingin ketemu sama mereka semua," ujar Jasmine setelah melihat seluruh album foto di rumahnya Retha.Senyum Retha melebar dan berjanji akan memenuhi keinginan karibnya itu. "Aku akan hubungi mereka semua, supaya