Seusai kuliah, Raihan menghampiri Naila. "Mau pulang bersama? Kita kan searah," tawarnya walau tidak berharap Naila akan menerima kebaikannya."Tidak usah, nanti Daffa marah, apalagi Daffa mengira saya kuliah karena mau bertemu kamu," jelas Naila dengan sendu.Dahi Raihan mengeryit dalam. "Daffa sampai berpikiran seperti itu? Ck, konyol sekali," ejek Raihan."Maaf, saya tidak bisa pulang sama kamu," tolak Naila."Iya, tidak apa, tapi hati-hati ya jangan kebablasan lagi," pesan peduli Raihan.Naila hanya menatap Raihan sesaat kemudian mengangguk tipis dan berlalu. Beberapa menit kemudian bus menaungi gadis yang sedang kebingungan berlipat. "Saya harus pulang kemana? Daffa melarang saya pulang ke rumah." Dihembusnya udara pasrah, "memangnya harus kemana lagi saya pulang kalau bukan ke rumah suami."Jadi, Naila tetap kembali ke rumah yang ditinggalinya bersama Daffa. "Assalamualaikum," salamnya karena pintu rumah sudah terbuka."Wa'alaikumussalam," jawab ketus Daffa, "masih berani pulang
Umar segera mentralkan. "Sudah, jangan bahas balapan di sini. Kita kumpul bukan karena mau bersaing."Rico segera menyahut, "Tapi saya anggota geng motor, bagaimana dong? Saya juga sering memenangkan balapan." Laki-laki ini membanggakan propesinya.Raihan tidak berkata apapun karena dirinya memang tidak tertarik pada balapan motor liar atau geng motor, dia memilih hidup damai saja. Apalagi geng motor yang dibahas Rico bersangkutan dengan Daffa, sedangkan para pemuda lain menyahut ucapan Rico dengan bangga selaras dengan laki-laki itu, sekalian membahas Daffa yang sebenarnya tidak terlalu disukai karena besar kepala.Di sisi lain, orang yang dibicarakan sedang memberikan alasan pada ayahnya tentang bolosnya hari ini, "Maaf pa, perut Daffa sakit sekali jadi tidak bisa bekerja, tapi besok insyaallah.""Maka dari itu kamu harus jaga makan, jangan makan-makanan pedas dan biasakan cuci tangan sebelum makan," nasihat Haris seolah Daffa adalah anak tk."Iya, pa ...," patuh dan santun Daffa, k
Rico sudah meninggalkan kediaman Daffa, dirinya kembali ke kumpulan para pemuda, tapi ternyata perkumpulan telah bubar. Jadi, dia memutuskan mencari Raihan di kediaman Rumi. "Saya dengar Daffa mengawasi kamu sama Naila. Hati-hati saja," ucapnya tanpa basa-basi di hadapan Raihan."Kamu kesini cuma mau mengatakan itu?" Datar Raihan."Iya, tidak ada salahnya kan mengingatkan kalau Naila itu istrinya Daffa." Santai Rico seiring menghisap rokok yang baru saja dinyalakan.Raihan menilai jika Rico tidak memihak siapapun, dirinya bersikap netral, tetapi sikapnya bisa saja memicu pertikaian. "Saya dan Naila hanya teman, tidak lebih," jelasnya supaya Rico menyampaikan kalimat itu pada Daffa."Terserah apapun hubungan kalian, tapi Daffa tidak akan percaya," tandas Rico kemudian berlalu."Ck, Daffa membuat rumit hal yang seharusnya bukan masalah!" rutuk Raihan, kemudian memikirkan nasib Naila. "Bagaimana kabar kamu hari ini, semoga Daffa memperlakukan kamu sebaik mungkin dan tidak memperpanjang k
Naila melepaskan diri dari pelukan Daffa dan segera beranjak dari tempat tidur untuk mandi besar. Gadis ini berniat shalat malam untuk mempererat hubungan dengan Tuhannya sekalian meminta petunjuk tentang hatinya yang mulai merasa lain terhadap Raihan.Daffa terjaga saat Naila sudah tidak di sisinya. "Naila!" panggilan lantangnya bersama emosi akibat curiga jika istrinya menemui Raihan diam-diam atau chat sembunyi-sembunyi dengan Raihan.Naila terhenyak kala baru saja membasuh rambutnya, gadis ini segera membuka pintu kamar mandi untuk menampakan wajahnya pada Daffa. "Saya di sini, ada apa?" Santunnya."Oh." Suara singkat Daffa seiring membaringkan kembali tubuhnya.Naila melanjutkan mandinya dengan tenang karena sikap Daffa sudah melunak. Daffa sudah kembali terlelap kala Naila menyelesaikan mandinya. Segera, hair dryer diraih sebelum dirinya masuk angin. "Setelah ini saya akan tidur sebentar, kemudian shalat." Niat bulatnya.Di alam mimpi, Raihan bergandengan tangan dengan Naila hin
Naila memandangi Farida seiring berkata sangat santun kala kalimat penolakan hadir, "Naila tidak pantas mendapatkan perhiasan indah ini, lagipula Naila merasa cukup memiliki perhiasan dari Daffa saat menikah. Mama tidak perlu memberi Naila hadiah karena berhasil mengubah Daffa menjadi lebih baik, toh perubahan Daffa sudah Naila syukuri." Embusan udara dibuang. 'Andai benar Daffa berubah.'Farida membentuk senyuman bangga. "Kamu memang menantu terbaik, tapi mama sangat ikhlas memberikannya. Kalau tidak mau dipakai, disimpan saja ya sayang, anggap saja perhiasan ini kenangan-kenangan dari mama. Naila sama Daffa juga bisa memakaikannya pada anak kalian kelak. Insyaallah."Naila manggut kecil sangat santun. "Iya ma, terimakasih." Sodoran Farida diterima olehnya. Kini, keduanya duduk santai di depan televisi. Ini adalah rumah orang paling kaya di kota ini, apalagi di daerah ini, tentu saja Naila merasa sangat kecil di sini, dirinya merasa bukan siapa-siapa, mengingat keadaan hidup keluarga
Naila tetap bergeming hingga Daffa kembali mengalihkan tatapan tidak bersahabat pada si gadis, tetapi di detik kemudian dirinya mengeluarkan suara lembut. "Iya sudah, kita makan malam di rumah mama dan papa, tapi cepat selesaikan dan langsung pulang." Naila segera mengangkat wajahnya perlahan, menatap Daffa. "Iya." Suara lembut bersama anggukannya, "saya mau beres-beres dulu sebentar," pamitnya. Saat ini Daffa mulai berpikir jika dirinya terlalu sering membentak, menegur dan memarahi Naila padahal tidak semua kesalahan ada pada Naila. Laki-laki ini merenung, "Sepertinya tindakan saya terlalu kasar sama Naila, tapi wajar saja, saya tidak menginginkan pernikahan ini dan ada banyak gadis cantik di luar sana melebihi Naila, tapi saya tidak bisa bebas mendekati mereka. Ck!" Baru saja bisikan baik malaikat menyentuh hatinya, tetapi berakhir mendengarkan bisikan setan.Daffa berjalan menuju arah kamar mandi saat Naila sedang membersihkan tempat sampah di dapur. Sejenak, laki-laki ini menat
Sekitar lima belas menit setelah Daffa meninggalkan ruang makan, Naila baru saja menyusul. "Kamu ngapain sih lama-lama di sana? Emangnya tidak pernah makan makanan enak?" teguran Daffa menggunakan suara biasa saja, tetapi jelas dirinya sangat kesal."Tadi pas selesai makan, mama ganti piring saya yang isinya buah-buahan terus menyuruh saya menghabiskannya." Naila duduk ragu setelah memberikan penjelasan pada Daffa. Suaminya sudah berhenti merokok, satu batang rokok sudah habis dilalap api."Iya sudah, kita pulang sekarang!" ajakan Daffa yang segera berdiri seiring meraih tangan kanan Naila supaya istrinya juga bangkit.Naila segera bangkit dari duduknya seiring tarikan Daffa, tidak lupa mengingatkan suaminya, "Kita harus pamitan dulu.""Iya, bawel!" Daffa menggenggam tangan Naila hingga tiba di hadapan keluarganya. "Daffa sama Naila mau pulang sekarang saja.""Kok cepat-cepat ..., menginap ya," ajakan Farida yang enggan melepaskan anak dan menantunya."Tidak bisa ma, lain kali saja ya
"Saya tidak punya pasangan," jawaban Daffa untuk gadis di hadapannya. Maka, seketika gadis ini merona."Iya sudah, nanti malam kamu bisa berdansa sama saya." Tatapan Gisel berbinar."Iya. Sampai ketemu besok malam." Daffa memandangi gadis cantik bertubuh indah yang semakin menjauh, rambutnya digerai memesona hingga membuat kekaguman Daffa muncul begitu saja. "Mending sama dialah dari pada sama Naila, keculai kalo Naila bersedia pakai gaun terus buka hijabnya!"Rico baru saja menghampiri. "Saya baru dapat undangan dari Gisel. Kamu mau bawa Naila?""Yang benar saja. Naila mana bisa dibawa ke pesta, kalau ke pengajian ibu-ibu baru dia bisa!""Jadi kamu bawa siapa?""Saya sama Gisel." Senyuman ditarik nakal oleh Daffa."Serius. Bukannya kalau sudah menikah kamu tidak boleh sama ce ...." Belum sempat Rico menyelesaikan kalimatnya Daffa sudah membungkam deretan kata yang akan keluar dari mulutnya."Jangan bahas pernikah. Ini rahasia!" desisnya bersama tatapan memicing tajam."Sorry." Rico t
"Iya ampun Nathan ...." Naila segera menggendong anak lelakinya yang baru saja bisa merangkak, "tidak boleh mendekati papa dulu, papa lagi makan." Kecupan sayang mendarat di pipi malaikat kecil."Tidak apa, mungkin Nathan mau coba jus apel. Lihat ini, Nala juga suka." Raihan makan seiring menggendong Nala di atas pangkuannya, maka hanya tikar yang menjadi alas duduk."Tapi tadi Nathan baru saja minum jus strawberi, memang pencernaannya tidak akan apa-apa ....""Insyaallah tidak, sudah disuapi bubur kan?" "Sudah sih." "Nathan biar saya yang gendong, mama giliran gendong Nala ya, sayang." Kalimat Raihan selalu lembut seiring memasang wajah teduh. Sikapnya tidak pernah berubah dari sejak menikah dengan Naila. "Nala minum banyak jus?" "Lumayan, tiga sendok makan," kekeh Raihan. Dirinya adalah seorang ayah berdedikasi penuh pada keluarga. Sehari-harinya bekerja di sebuah perusahaan kecil-kecilan yang memiliki brand tidak terlalu terkenal karena masih tahap pengembangan, tetapi usaha in
"Pembohong. Maksudnya gimana, kak?" Ciara belum mampu menebak jika ingatan Raihan telah kembali, dia pikir mungkin Naila salah bicara.Raihan baru saja berbalik, menatap adiknya penuh kecewa, tetapi rasa sayangnya mengalahkan kesalahan adiknya yang sama saja dengan Naila, pandai berbohong. "Kakak sudah ingat semuanya. Tolong beri tahu mama dan papa juga tante." Ciara menangkup mulutnya yang menganga karena terkesiap dalam sekaligus bahagia. Segera, pelukan mendarat di tubuh Raihan. "Syukurlah ingatan kakak sudah kembali. Kita sekeluarga selalu shalat malam untuk mendoakan kesembuhan kakak. Alhamdulillah, syukurnya Tuhan segera mengabulkan permintaan kita." Raihan mengusap belakang kepala serta punggung adiknya dengan lembut nan sangat sayang karena tidak ada siapapun yang lebih menyayanginya dibandingkan keluarganya. "Terimakasih. Berkat doa-doa terbaik keluarga akhirnya ingatan kakak kembali dan kakak merasa seperti lahir kembali." Kecupan sayang mendarat di puncak kepala Ciara.Ki
Naila mengerjap dalam, tetapi saat ini dirinya tidak dapat menampik kalimat Raihan hingga senyuman kosong yang bisa ditunjukannya. Orangtuanya Raihan senang mendengar kabar baik ini karena putranya pandai memilih. "Semoga hubungan kalian langgeng, mama sama papa pasti akan merestui," ucap Aisyah yang disetujui oleh Bima. Sementara, Rumi hanya mendesah pelan, dirinya akan menjelaskan kesalah pahaman ini pada Aisyah dan Bima sebelum keduanya menaruh harapan besar, sedangkan Ciara justru mengaminkan jika Raihan bersama Naila karena kakaknya terlihat begitu bahagia padahal ini adalah saat-saat sang kakak kehilangan ingatanya. "Nai, kamu lihat sendiri Kak Raihan sangat membanggakan kamu. Apa kamu tidak bisa meninggalkan Daffa?" Frontalnya."Heuh!" Tentu saja Naila terkesiap mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sahabatnya."Mana bisa ...." Ini adalah jawaban terbaik untuk saat ini. Bagaimanapun sikap Daffa, Naila tetap setia di sisinya apalagi sekarang suaminya telah berubah lebi
Tepatnya pada siang hari Naila tiba di rumah sakit tempat Raihan dirawat, Ciara adalah orang pertama yang menyambut kedatangannya dengan sikap ketus, "Kamu puas? Apa kamu merasa jadi gadis paling cantik karena disukai dua orang laki-laki sekaligus!" Kedua tangannya melipat di depan dada bersama wajah terangkat."Maaf ...." Naila menunjukan wajah penuh penyesalan walau sebenarnya jika dipikirkan ulang hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya karena gadis ini selalu bersikap biasa saja pada Raihan walaupun laki-laki itu singgah di hatinya."Mau apa kamu kesini, apa kamu mau mengingatkan Kak Raihan kalau kamu adalah gadis yang dicintainya?" Ciara yang sejak awal menjalin persahabatan dengan Naila kini terasa sangat berlainan, gadis itu sudah seperti musuh yang siap mencabiknya hidup-hidup."Saya mau menjenguk Raihan." "Tidak perlu, percuma saja. Jangankan sama kamu, sama kita saja yang jelas-jelas keluarganya Kak Raihan tidak ingat sama sekali!" "Saya minta maaf mewakilkan Daff
Hari berganti, Raihan kembali mendengar jika Naila tidak pergi ke kampus, tetapi Ciara menambahkan jika mulai hari ini sahabatnya akan kuliah di rumah. Maka, laki-laki ini berhasil memfilter pemikirannya jika Daffa sengaja mengunci gadis itu. "Saya tidak tahu apa alasan kamu tiba-tiba saja kuliah di rumah, tapi kalau dilihat dari segi pandangan Daffa sepertinya dia tidak mau kamu dekat-dekat sama saya." Embusan udara dibuang Raihan karena dirinya tidak akan memiliki banyak kesempatan bertemu Naila seperti yang sudah-sudah. Daffa menghampiri Raihan, tiba-tiba saja dirinya muncul dari arah belakang laki-laki itu. "Ayo balapan!" tantangnya tanpa basa-basi."Tidak mau. Saya tidak akan melakukan hal yang tidak ada manfaatnya," tolak Raihan walau dirinya akan dianggap pengecut, tetapi masa bodo baginya."Apa kamu selemah ini." Daffa mulai memprovokasi, "cuma balapan kita berdua, saya cuma mau tahu kemampuan kamu. Apakah lebih baik dari saya?" Seringai Daffa yang tentu saja berniat memermal
"Saya tidak pernah merasa seperti itu." Wajah Raihan terangkat karena dirinya tidak akan gentar sama sekali menghadapi Daffa. Maka, kini keduanya terlibat perkelahian hingga keduanya babak belur. Hari ini Daffa tidak dapat mengunjungi perusahaan ayahnya untuk bekerja maka dirinya segera kembali ke ke kediamannya bersama Naila. "Daffa, wajah kamu kenapa?" Naila terkesiap melihat penampilan suaminya yang babak belur. "Tidak apa-apa, sudah biasa." Senyuman teduh Daffa bersama belaian lembut di pipi Naila. "Tapi bibir kamu sampai berdarah." Khawatir Naila yang mendelik ke arah ujung bibir Daffa."Mau obati?" "Iya, biar saya obati." Ketulusan Naila ini membuat Daffa melengkungkan bibirnya bahagia. Jadi, laki-laki ini mendapatkan perawatan lembut dari istrinya yang sangat dia cintai setelah dulu sempat menyia-nyiakannya bahkan bayi mereka ikut merasakan sikap tidak acuhnya."Sayang, malam ini pengajian yuk buat anak kita," celetuk Daffa dengan lembut bersama tatapan selaras hingga Naila
Naila menghayati kalimat bermakna yang diucapkan Daffa, sebuah anggukan patuh penuh makna diberikannya sebagai jawaban. Pelukan hangat seorang suami kembali didapatnya hingga gadis ini merasa nyaman, tetapi tidak dapat dipungkuri jika dirinya pernah merasa nyaman dan aman saat bersama Raihan. Hal ini akan selalu menjadi rahasia di ruang dengar Daffa.Hari berganti, Daffa semakin mengakui Naila sebagai istrinya walau tidak secara langsung, tetapi otomatis semua orang di kampus bisa menilainya karena dirinya terkesan over. Menggendeng, memeluk, mengecup dahi dan pipi, semuanya dilakukan tanpa pernah memerdulikan lingkungan hingga Naila sedikit memerotes, "Walau kita suami dan istri, tapi sepertinya kurang sopan kalau kita terus mengumbar kemesraan di depan umum." "Tidak apa, biar semua orang tahu kamu punya saya." Senyuman teduh Daffa. Hal ini akan disyukuri oleh semua istri bukan hanya Naila, tetapi tetap tidak boleh berlebihan menurut gadis berhijab nan cantik ini.Raihan menjadi sal
Dua minggu berlalu, Naila sudah kembali ke kampusnya, tetapi yang sangat aneh Daffa juga pergi ke kampus yang sama karena dia memutuskan meninggalkan kampus favorit yang menaunginya demi membuktikan kedekatan Naila dan Raihan hingga dirinya bisa bersatu dengan Gisel. "Kelas kamu di mana?" tanya datar Daffa pada Naila yang berjalan di sisinya."Belum tahu, teman-teman saya akan menunggu biar kita ke kelas sama-sama." Kondisi Naila sudah kembali seperti semula walau hatinya yang hancur tetap menjadi kepingan, kehilangan anak bukanlah yang mudah diobati."Oh, iya udah." Daffa segera berlalu meninggalkan Naila karena tidak ingin hubungan keduanya tercium publik atau kepopulerannya akan sirna. Sebenarnya kepindahannya ke kampus ini menimbulkan pro dan kontra karena dirinya adalah salah satu anggota basket dari team andalan kampus. Namun, apa yang tidak bisa dilakukan Daffa? Semuanya selalu tampak mudah di tangannya. Dua minggu lalu, Daffa berbincang dengan Haris. "Daffa mau pindah ke kam
"Saya mengantarkan teman-temannya Naila!" tegas Raihan untuk menghindari pemikiran negatif orangtuanya si gadis karena ibunya Naila berada di dalam."Saya kira kamu punya maksud lain." Bibir Daffa setengah menyungging, dirinya juga tidak gentar saat kalimatnya terus mengarah pada pembahasan tidak pantas."Maksud lainnya cuma menjenguk. Tidak mungkin kan saya tidak menjenguk." Sikap santai Raihan walau menyimpan sedikit cemas akibat kalimat-kalimat Daffa."Masuk dong, kenapa sendirian di teras." Seringai licik Daffa.Mia dan semua orang yang berada di ruang tamu mampu mendengar percakapan Raihan dan Daffa. Segera, wanita ini menyambut hangat menantunya, "Nak Daffa sudah pulang. Ayo masuk, kita makan bersama. Nak Raihan juga."Raihan tersenyum ramah bersama penolakan, "Terimakasih tante, tapi sekarang Raihan ada urusan, lain kali saja ya tante." "Kok buru-buru sekali ..., Ciara juga masih di sini.""Maaf ya tante." Masih santun Raihan. Maka, dirinya berpamitan pada Mia sekaligus pada s