Naila tidak memiliki pilihan lain, maka dirinya menerima tawaran Raihan karena jujur saja dirinya tidak sanggup berjalan sendiri walau itu hanya dari klinik hingga ke depan kampus. Gadis ini mencoba mendudukan tubuhnya, kemudian memertemukan kedua kakinya dengan lantai. "Aw!" Tubuhnya segera ambuk. Jadi Raihan memberanikan diri membuka tirai hingga mendapati Naila sudah terduduk di atas lantai. "Nai!" Inginnya segera menolong si gadis dengan meraih tubuhnya, tetapi terlalu tidak enak hati akibat status Naila yang menjadi pembatas besar. Alhasil, Raihan hanya mensejajarkan diri bersama Naila yang sedang duduk lesu, "Nai, masih pusing?" "Sedikit, tapi saya lemas." "Sudah makan belum. Makan dulu ya!" Perhatian Raihan dengan sedikit memaksa demi kebaikan Naila. Kali ini tawarannya mendapatkan anggukan setuju. "Kamu tunggu dulu ya di sini, saya mau membeli makanan." Raihan memandangi Naila sesaat, "mau saya bantu?" Naila tidak lantas menjawab karena tidak sepantasnya dirinya disentuh o
Daffa maupun Naila sama-sama tersentak kaget. Laki-laki ini segera memerotes, "Dok, mana mungkin Naila hamil, selama ini saya pakai pengaman kehamilan!""Sejak kapan?""Sudah lama." Kalimat Daffa sedikit canggung karena ini pembahasan sensitif."Jika dari awal menikah, Tuan Daffa boleh merasa heran," penjelasan simple dokter yang diperkirakan akan segera dimengerti oleh Daffa maupun Naila yang masih berusia sangat muda.Daffa membuang udara tidak tenang karena jika kehamilan Naila berlanjut maka hubungannya dengan Gisel harus berakhir, tetapi kali ini dirinya tidak dapat melakukan apapun. Saat dokter telah berlalu Daffa segera berkata kejam, "Kamu makan buah nanas muda saja, saya baca di internet katanya bisa menggugurkan kandungan!""Kenapa harus digugurkan?" sendu Naila karena bayi di dalam perutnya tidak berdosa."Memangnya kamu mau disusahkan sama bayi itu? Saya sih tidak.""Tapi bayi ini titipan Tuhan pada kita.""Saya tidak mau. Tuhan merepotkan saya saja, memberikan kamu sebaga
"Minum sekarang!" Ternyata kalimat Naila tidak bisa mengubah niat buruk Daffa."Kamu yakin akan membunuh bayi ini?" Hampir saja air mata Naila menetes."Minum saja!" Dingin Daffa, bagaimanapun pernikahan petaka ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, ada Gisel-gadis yang dia cintai. Naila terisak kecil, ingin sekali memertahankan bayi dalam rahimnya, tapi bagaimana nantinya karena ayahnya tidak menginginkan kehadirannya, mungkin anak mereka hanya akan menderita setiap harinya sama seperti Naila-si gadis malang yang harus menikah dengan Daffa si pemilik attitude buruk. Gadis ini memutuskan meminum jus nanas muda pemberian Daffa bersama sejuta perih karena ternyata bayinya harus mendapatkan perlakuan tidak adil dari dunia, sedangkan Daffa menyeringai puas ditambah dengan kalimat yang tidak sepatutnya diucapkan. "Selama bayinya belum hancur kamu harus tetap makan nanas muda, kalau perlu tiga kali sehari, saya akan menyediakannya di dalam kulkas!" Naila masih terisak hingga tidak mamp
Rico hanya bisa menatap kedekatan Daffa dan Gisel walau ingin sekali mengingatkan Daffa supaya setia pada Naila, gadis salihah yang mungkin hanya ditemukan satu di antara seribu. "Bagaiaman cara menyampaikannya pada Naila?" bingung Rico, kemudian mengingat gruf karang taruna, di sana terdapat nomor milik Naila yang sejak menikah seolah menghilang dari chat gruf. [Nai, saya masih mau melanjutkan obrolan tentang Daffa.] Chat pribadi dari Rico, kemudian memotret Daffa dan Gisel, terakhir mengirimkannya pada Naila. [Maaf Nai, bukan maksud saya ikut campur dalam rumah tangga kalian, tapi saya rasa perbuatan Daffa tidak pantas dilakukan.]Embusan udara dibuang pasrah, Rico hanya tinggal menunggu hasilnya, apakah kalimatnya akan membawa berkah atau bencana.Namun, bukan Naila yang membaca chat melainkan Farida hingga wanita ini kaget bukan main, "Daffa ..., ada apa sama kamu, kenapa kamu tidak malu!" sendu merajang begitu hebat karena merasa menjadi orangtua gagal. Saat ini menantunya sedan
Farida tidak dapat berkata-kata lagi setelah mendengar jawaban Daffa, dirinya hanya melukis wajah sendu. "Kasihan sekali Naila, pasti Naila sangat tersiksa setiap harinya karena sikap kamu.""Ma ..., tidak usah dibesar-besarkan deh. Naila tidak mencintai Daffa, sikapnya juga sama halnya dengan Daffa. Naila juga dekat sama Raihan-keponakannya Tante Rumi penjual roti!" tukasnya tanpa tanggung-tanggung.Namun, Farida tidak begitu saja percaya pada putranya. "Jangan mengada-ngada!""Sumpah, Daffa tidak bohong. Naila sama Raihan satu kampus, mereka sering berdekatan. Apalagi kalau bukan selingkuh!" "Naila anak baik. Jangan kamu jadikan kambing hitam supaya kamu selamat!" kekesalan Farida semakin memuncak, alih-alih mendengarkan semua kalimat keburukan tentang Naila. Wanita ini juga segera meninggalkan putranya karena penat oleh semua kelakuan Daffa. Dirinya memilih kembali menjaga Naila di dalam kamar."Bagaimana keadaan Naila sekarang?" Belaian lembut mengusap puncak dahi si gadis."Luma
Mia kembali ke kediaman anak dan menantunya, Farida sudah menyiapkan sarapan yang berjajar di meja makan. Maka Mia banyak berterimakasih apalagi semalaman besannya berada di sini. Kresek pemberian Raihan disimpan di atas meja kosong. "Bu Mia ngeborong," kekeh Farida."Tidak, ini pemberian dari temannya Naila, katanya karena tidak bisa menjenguk, jadi memberikan banyak makanan," kekeh Mia.Daffa segera mengutarakan pertanyaan, "Teman Naila yang mana, ma?" Sikapnya dibuat santun si hadapan Mia."Raihan-keponakannya Bu Rumi." Santai Mia memberikan jawaban, tetapi membuat Daffa terbakar kemudian melirik ke arah ibunya seolah tatapannya mengatakan jika dirinya mengatakan kebenaran jika Naila dan Raihan memiliki hubungan. Farida mampu mengertikan makna tatapan putranya, tetapi dirinya masih mencoba menepis."Alhamdulillah ..., rezekinya Naila." Farida ikut berbahagia selayaknya Mia. Mia segera menemui putrinya, sedangkan Daffa memanfaatkan keadaan untuk berbicara pada ibunya. "Sudah Daffa
Umar menggelengkan kepalanya sangat heran pada niat Raihan. "Pikirkan berulang kali, jangan sampai salah langkah!""Sebenarnya, sudah sering sekali saya memikirkan perasaan salah ini dan saya juga sudah sering berniat ingin membuangnya, tapi ternyata selalu gagal hingga saya pikir mungkin tidak apa, tidak masalah walau menyimpan cinta untuk Naila selama tidak menganggu rumah tangganya sama Daffa. Lalu semakin lama saya tahu kalau ternyata Naila tidak bahagia." "Itu bukan urusan kita!" tegas Umar yang masih menyimpan cemburu karena keberanian Raihan, tetapi bukan maksudnya menghalangi cinta sahabatnya itu pada Naila supaya Umar bisa mengambil kesempatan, hanya saja dirinya tidak ingin Raihan menanggung akibat yang besar dari sikapnya ini."Memang bukan. Awalnya. Sekarang ini urusan saya juga!" Tatapan Raihan menunjukan kilatan. "Istigfar, biarkan saja Naila dan Daffa, apapun yang terjadi pada mereka, toh pasti orangtua mereka tidak akan diam.""Saya akan tetap mencari tahu. Kalau bis
Rico pikir jika Daffa adalah psycopat, maka dirinya tidak mengatakan apapun hanya saja hatinya bergetar hebat setelah mendengarnya, tubuhnya juga sedikit menggigil. 'Seburuk itu cara kamu memperlakukan Naila. Saya mengenal kamu dari dulu, tapi saya baru tahu kalau kamu memang sangat keterlaluan. Tidak ada attitude baik dalam diri Daffa!' Rico mulai mencemooh sahabatnya sendiri. kemudian bertanya hanya sebagai basa-basi. "Kalau bayi itu masih hidup bagaimana?" "Dia sangat menyusahkan. Saya mau sama Gisel tanpa harus dihalangi hal rumit seperti itu. Pernikahan kita sudah sangat menyusahkan, saya tidak mau semakin susah.""Lebih baik kamu tinggalkan Naila secepatnya, dari pada cuma menyakitinya. Jujur saja saya kasihan sama Naila!" Rico melepaskan pemikirannya pada Daffa karena tidak sanggup menyimpannya lagi. Segera, tatapan Daffa berubah mengiris. "Saya akan melakukannya, tapi saya akan mengingatkan kamu kalau ini bukan urusan kamu, jangan terlalu ikut campur!" Daffa tidak menyukai
"Iya ampun Nathan ...." Naila segera menggendong anak lelakinya yang baru saja bisa merangkak, "tidak boleh mendekati papa dulu, papa lagi makan." Kecupan sayang mendarat di pipi malaikat kecil."Tidak apa, mungkin Nathan mau coba jus apel. Lihat ini, Nala juga suka." Raihan makan seiring menggendong Nala di atas pangkuannya, maka hanya tikar yang menjadi alas duduk."Tapi tadi Nathan baru saja minum jus strawberi, memang pencernaannya tidak akan apa-apa ....""Insyaallah tidak, sudah disuapi bubur kan?" "Sudah sih." "Nathan biar saya yang gendong, mama giliran gendong Nala ya, sayang." Kalimat Raihan selalu lembut seiring memasang wajah teduh. Sikapnya tidak pernah berubah dari sejak menikah dengan Naila. "Nala minum banyak jus?" "Lumayan, tiga sendok makan," kekeh Raihan. Dirinya adalah seorang ayah berdedikasi penuh pada keluarga. Sehari-harinya bekerja di sebuah perusahaan kecil-kecilan yang memiliki brand tidak terlalu terkenal karena masih tahap pengembangan, tetapi usaha in
"Pembohong. Maksudnya gimana, kak?" Ciara belum mampu menebak jika ingatan Raihan telah kembali, dia pikir mungkin Naila salah bicara.Raihan baru saja berbalik, menatap adiknya penuh kecewa, tetapi rasa sayangnya mengalahkan kesalahan adiknya yang sama saja dengan Naila, pandai berbohong. "Kakak sudah ingat semuanya. Tolong beri tahu mama dan papa juga tante." Ciara menangkup mulutnya yang menganga karena terkesiap dalam sekaligus bahagia. Segera, pelukan mendarat di tubuh Raihan. "Syukurlah ingatan kakak sudah kembali. Kita sekeluarga selalu shalat malam untuk mendoakan kesembuhan kakak. Alhamdulillah, syukurnya Tuhan segera mengabulkan permintaan kita." Raihan mengusap belakang kepala serta punggung adiknya dengan lembut nan sangat sayang karena tidak ada siapapun yang lebih menyayanginya dibandingkan keluarganya. "Terimakasih. Berkat doa-doa terbaik keluarga akhirnya ingatan kakak kembali dan kakak merasa seperti lahir kembali." Kecupan sayang mendarat di puncak kepala Ciara.Ki
Naila mengerjap dalam, tetapi saat ini dirinya tidak dapat menampik kalimat Raihan hingga senyuman kosong yang bisa ditunjukannya. Orangtuanya Raihan senang mendengar kabar baik ini karena putranya pandai memilih. "Semoga hubungan kalian langgeng, mama sama papa pasti akan merestui," ucap Aisyah yang disetujui oleh Bima. Sementara, Rumi hanya mendesah pelan, dirinya akan menjelaskan kesalah pahaman ini pada Aisyah dan Bima sebelum keduanya menaruh harapan besar, sedangkan Ciara justru mengaminkan jika Raihan bersama Naila karena kakaknya terlihat begitu bahagia padahal ini adalah saat-saat sang kakak kehilangan ingatanya. "Nai, kamu lihat sendiri Kak Raihan sangat membanggakan kamu. Apa kamu tidak bisa meninggalkan Daffa?" Frontalnya."Heuh!" Tentu saja Naila terkesiap mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sahabatnya."Mana bisa ...." Ini adalah jawaban terbaik untuk saat ini. Bagaimanapun sikap Daffa, Naila tetap setia di sisinya apalagi sekarang suaminya telah berubah lebi
Tepatnya pada siang hari Naila tiba di rumah sakit tempat Raihan dirawat, Ciara adalah orang pertama yang menyambut kedatangannya dengan sikap ketus, "Kamu puas? Apa kamu merasa jadi gadis paling cantik karena disukai dua orang laki-laki sekaligus!" Kedua tangannya melipat di depan dada bersama wajah terangkat."Maaf ...." Naila menunjukan wajah penuh penyesalan walau sebenarnya jika dipikirkan ulang hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya karena gadis ini selalu bersikap biasa saja pada Raihan walaupun laki-laki itu singgah di hatinya."Mau apa kamu kesini, apa kamu mau mengingatkan Kak Raihan kalau kamu adalah gadis yang dicintainya?" Ciara yang sejak awal menjalin persahabatan dengan Naila kini terasa sangat berlainan, gadis itu sudah seperti musuh yang siap mencabiknya hidup-hidup."Saya mau menjenguk Raihan." "Tidak perlu, percuma saja. Jangankan sama kamu, sama kita saja yang jelas-jelas keluarganya Kak Raihan tidak ingat sama sekali!" "Saya minta maaf mewakilkan Daff
Hari berganti, Raihan kembali mendengar jika Naila tidak pergi ke kampus, tetapi Ciara menambahkan jika mulai hari ini sahabatnya akan kuliah di rumah. Maka, laki-laki ini berhasil memfilter pemikirannya jika Daffa sengaja mengunci gadis itu. "Saya tidak tahu apa alasan kamu tiba-tiba saja kuliah di rumah, tapi kalau dilihat dari segi pandangan Daffa sepertinya dia tidak mau kamu dekat-dekat sama saya." Embusan udara dibuang Raihan karena dirinya tidak akan memiliki banyak kesempatan bertemu Naila seperti yang sudah-sudah. Daffa menghampiri Raihan, tiba-tiba saja dirinya muncul dari arah belakang laki-laki itu. "Ayo balapan!" tantangnya tanpa basa-basi."Tidak mau. Saya tidak akan melakukan hal yang tidak ada manfaatnya," tolak Raihan walau dirinya akan dianggap pengecut, tetapi masa bodo baginya."Apa kamu selemah ini." Daffa mulai memprovokasi, "cuma balapan kita berdua, saya cuma mau tahu kemampuan kamu. Apakah lebih baik dari saya?" Seringai Daffa yang tentu saja berniat memermal
"Saya tidak pernah merasa seperti itu." Wajah Raihan terangkat karena dirinya tidak akan gentar sama sekali menghadapi Daffa. Maka, kini keduanya terlibat perkelahian hingga keduanya babak belur. Hari ini Daffa tidak dapat mengunjungi perusahaan ayahnya untuk bekerja maka dirinya segera kembali ke ke kediamannya bersama Naila. "Daffa, wajah kamu kenapa?" Naila terkesiap melihat penampilan suaminya yang babak belur. "Tidak apa-apa, sudah biasa." Senyuman teduh Daffa bersama belaian lembut di pipi Naila. "Tapi bibir kamu sampai berdarah." Khawatir Naila yang mendelik ke arah ujung bibir Daffa."Mau obati?" "Iya, biar saya obati." Ketulusan Naila ini membuat Daffa melengkungkan bibirnya bahagia. Jadi, laki-laki ini mendapatkan perawatan lembut dari istrinya yang sangat dia cintai setelah dulu sempat menyia-nyiakannya bahkan bayi mereka ikut merasakan sikap tidak acuhnya."Sayang, malam ini pengajian yuk buat anak kita," celetuk Daffa dengan lembut bersama tatapan selaras hingga Naila
Naila menghayati kalimat bermakna yang diucapkan Daffa, sebuah anggukan patuh penuh makna diberikannya sebagai jawaban. Pelukan hangat seorang suami kembali didapatnya hingga gadis ini merasa nyaman, tetapi tidak dapat dipungkuri jika dirinya pernah merasa nyaman dan aman saat bersama Raihan. Hal ini akan selalu menjadi rahasia di ruang dengar Daffa.Hari berganti, Daffa semakin mengakui Naila sebagai istrinya walau tidak secara langsung, tetapi otomatis semua orang di kampus bisa menilainya karena dirinya terkesan over. Menggendeng, memeluk, mengecup dahi dan pipi, semuanya dilakukan tanpa pernah memerdulikan lingkungan hingga Naila sedikit memerotes, "Walau kita suami dan istri, tapi sepertinya kurang sopan kalau kita terus mengumbar kemesraan di depan umum." "Tidak apa, biar semua orang tahu kamu punya saya." Senyuman teduh Daffa. Hal ini akan disyukuri oleh semua istri bukan hanya Naila, tetapi tetap tidak boleh berlebihan menurut gadis berhijab nan cantik ini.Raihan menjadi sal
Dua minggu berlalu, Naila sudah kembali ke kampusnya, tetapi yang sangat aneh Daffa juga pergi ke kampus yang sama karena dia memutuskan meninggalkan kampus favorit yang menaunginya demi membuktikan kedekatan Naila dan Raihan hingga dirinya bisa bersatu dengan Gisel. "Kelas kamu di mana?" tanya datar Daffa pada Naila yang berjalan di sisinya."Belum tahu, teman-teman saya akan menunggu biar kita ke kelas sama-sama." Kondisi Naila sudah kembali seperti semula walau hatinya yang hancur tetap menjadi kepingan, kehilangan anak bukanlah yang mudah diobati."Oh, iya udah." Daffa segera berlalu meninggalkan Naila karena tidak ingin hubungan keduanya tercium publik atau kepopulerannya akan sirna. Sebenarnya kepindahannya ke kampus ini menimbulkan pro dan kontra karena dirinya adalah salah satu anggota basket dari team andalan kampus. Namun, apa yang tidak bisa dilakukan Daffa? Semuanya selalu tampak mudah di tangannya. Dua minggu lalu, Daffa berbincang dengan Haris. "Daffa mau pindah ke kam
"Saya mengantarkan teman-temannya Naila!" tegas Raihan untuk menghindari pemikiran negatif orangtuanya si gadis karena ibunya Naila berada di dalam."Saya kira kamu punya maksud lain." Bibir Daffa setengah menyungging, dirinya juga tidak gentar saat kalimatnya terus mengarah pada pembahasan tidak pantas."Maksud lainnya cuma menjenguk. Tidak mungkin kan saya tidak menjenguk." Sikap santai Raihan walau menyimpan sedikit cemas akibat kalimat-kalimat Daffa."Masuk dong, kenapa sendirian di teras." Seringai licik Daffa.Mia dan semua orang yang berada di ruang tamu mampu mendengar percakapan Raihan dan Daffa. Segera, wanita ini menyambut hangat menantunya, "Nak Daffa sudah pulang. Ayo masuk, kita makan bersama. Nak Raihan juga."Raihan tersenyum ramah bersama penolakan, "Terimakasih tante, tapi sekarang Raihan ada urusan, lain kali saja ya tante." "Kok buru-buru sekali ..., Ciara juga masih di sini.""Maaf ya tante." Masih santun Raihan. Maka, dirinya berpamitan pada Mia sekaligus pada s