Daffa maupun Naila sama-sama tersentak kaget. Laki-laki ini segera memerotes, "Dok, mana mungkin Naila hamil, selama ini saya pakai pengaman kehamilan!""Sejak kapan?""Sudah lama." Kalimat Daffa sedikit canggung karena ini pembahasan sensitif."Jika dari awal menikah, Tuan Daffa boleh merasa heran," penjelasan simple dokter yang diperkirakan akan segera dimengerti oleh Daffa maupun Naila yang masih berusia sangat muda.Daffa membuang udara tidak tenang karena jika kehamilan Naila berlanjut maka hubungannya dengan Gisel harus berakhir, tetapi kali ini dirinya tidak dapat melakukan apapun. Saat dokter telah berlalu Daffa segera berkata kejam, "Kamu makan buah nanas muda saja, saya baca di internet katanya bisa menggugurkan kandungan!""Kenapa harus digugurkan?" sendu Naila karena bayi di dalam perutnya tidak berdosa."Memangnya kamu mau disusahkan sama bayi itu? Saya sih tidak.""Tapi bayi ini titipan Tuhan pada kita.""Saya tidak mau. Tuhan merepotkan saya saja, memberikan kamu sebaga
"Minum sekarang!" Ternyata kalimat Naila tidak bisa mengubah niat buruk Daffa."Kamu yakin akan membunuh bayi ini?" Hampir saja air mata Naila menetes."Minum saja!" Dingin Daffa, bagaimanapun pernikahan petaka ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, ada Gisel-gadis yang dia cintai. Naila terisak kecil, ingin sekali memertahankan bayi dalam rahimnya, tapi bagaimana nantinya karena ayahnya tidak menginginkan kehadirannya, mungkin anak mereka hanya akan menderita setiap harinya sama seperti Naila-si gadis malang yang harus menikah dengan Daffa si pemilik attitude buruk. Gadis ini memutuskan meminum jus nanas muda pemberian Daffa bersama sejuta perih karena ternyata bayinya harus mendapatkan perlakuan tidak adil dari dunia, sedangkan Daffa menyeringai puas ditambah dengan kalimat yang tidak sepatutnya diucapkan. "Selama bayinya belum hancur kamu harus tetap makan nanas muda, kalau perlu tiga kali sehari, saya akan menyediakannya di dalam kulkas!" Naila masih terisak hingga tidak mamp
Rico hanya bisa menatap kedekatan Daffa dan Gisel walau ingin sekali mengingatkan Daffa supaya setia pada Naila, gadis salihah yang mungkin hanya ditemukan satu di antara seribu. "Bagaiaman cara menyampaikannya pada Naila?" bingung Rico, kemudian mengingat gruf karang taruna, di sana terdapat nomor milik Naila yang sejak menikah seolah menghilang dari chat gruf. [Nai, saya masih mau melanjutkan obrolan tentang Daffa.] Chat pribadi dari Rico, kemudian memotret Daffa dan Gisel, terakhir mengirimkannya pada Naila. [Maaf Nai, bukan maksud saya ikut campur dalam rumah tangga kalian, tapi saya rasa perbuatan Daffa tidak pantas dilakukan.]Embusan udara dibuang pasrah, Rico hanya tinggal menunggu hasilnya, apakah kalimatnya akan membawa berkah atau bencana.Namun, bukan Naila yang membaca chat melainkan Farida hingga wanita ini kaget bukan main, "Daffa ..., ada apa sama kamu, kenapa kamu tidak malu!" sendu merajang begitu hebat karena merasa menjadi orangtua gagal. Saat ini menantunya sedan
Farida tidak dapat berkata-kata lagi setelah mendengar jawaban Daffa, dirinya hanya melukis wajah sendu. "Kasihan sekali Naila, pasti Naila sangat tersiksa setiap harinya karena sikap kamu.""Ma ..., tidak usah dibesar-besarkan deh. Naila tidak mencintai Daffa, sikapnya juga sama halnya dengan Daffa. Naila juga dekat sama Raihan-keponakannya Tante Rumi penjual roti!" tukasnya tanpa tanggung-tanggung.Namun, Farida tidak begitu saja percaya pada putranya. "Jangan mengada-ngada!""Sumpah, Daffa tidak bohong. Naila sama Raihan satu kampus, mereka sering berdekatan. Apalagi kalau bukan selingkuh!" "Naila anak baik. Jangan kamu jadikan kambing hitam supaya kamu selamat!" kekesalan Farida semakin memuncak, alih-alih mendengarkan semua kalimat keburukan tentang Naila. Wanita ini juga segera meninggalkan putranya karena penat oleh semua kelakuan Daffa. Dirinya memilih kembali menjaga Naila di dalam kamar."Bagaimana keadaan Naila sekarang?" Belaian lembut mengusap puncak dahi si gadis."Luma
Mia kembali ke kediaman anak dan menantunya, Farida sudah menyiapkan sarapan yang berjajar di meja makan. Maka Mia banyak berterimakasih apalagi semalaman besannya berada di sini. Kresek pemberian Raihan disimpan di atas meja kosong. "Bu Mia ngeborong," kekeh Farida."Tidak, ini pemberian dari temannya Naila, katanya karena tidak bisa menjenguk, jadi memberikan banyak makanan," kekeh Mia.Daffa segera mengutarakan pertanyaan, "Teman Naila yang mana, ma?" Sikapnya dibuat santun si hadapan Mia."Raihan-keponakannya Bu Rumi." Santai Mia memberikan jawaban, tetapi membuat Daffa terbakar kemudian melirik ke arah ibunya seolah tatapannya mengatakan jika dirinya mengatakan kebenaran jika Naila dan Raihan memiliki hubungan. Farida mampu mengertikan makna tatapan putranya, tetapi dirinya masih mencoba menepis."Alhamdulillah ..., rezekinya Naila." Farida ikut berbahagia selayaknya Mia. Mia segera menemui putrinya, sedangkan Daffa memanfaatkan keadaan untuk berbicara pada ibunya. "Sudah Daffa
Umar menggelengkan kepalanya sangat heran pada niat Raihan. "Pikirkan berulang kali, jangan sampai salah langkah!""Sebenarnya, sudah sering sekali saya memikirkan perasaan salah ini dan saya juga sudah sering berniat ingin membuangnya, tapi ternyata selalu gagal hingga saya pikir mungkin tidak apa, tidak masalah walau menyimpan cinta untuk Naila selama tidak menganggu rumah tangganya sama Daffa. Lalu semakin lama saya tahu kalau ternyata Naila tidak bahagia." "Itu bukan urusan kita!" tegas Umar yang masih menyimpan cemburu karena keberanian Raihan, tetapi bukan maksudnya menghalangi cinta sahabatnya itu pada Naila supaya Umar bisa mengambil kesempatan, hanya saja dirinya tidak ingin Raihan menanggung akibat yang besar dari sikapnya ini."Memang bukan. Awalnya. Sekarang ini urusan saya juga!" Tatapan Raihan menunjukan kilatan. "Istigfar, biarkan saja Naila dan Daffa, apapun yang terjadi pada mereka, toh pasti orangtua mereka tidak akan diam.""Saya akan tetap mencari tahu. Kalau bis
Rico pikir jika Daffa adalah psycopat, maka dirinya tidak mengatakan apapun hanya saja hatinya bergetar hebat setelah mendengarnya, tubuhnya juga sedikit menggigil. 'Seburuk itu cara kamu memperlakukan Naila. Saya mengenal kamu dari dulu, tapi saya baru tahu kalau kamu memang sangat keterlaluan. Tidak ada attitude baik dalam diri Daffa!' Rico mulai mencemooh sahabatnya sendiri. kemudian bertanya hanya sebagai basa-basi. "Kalau bayi itu masih hidup bagaimana?" "Dia sangat menyusahkan. Saya mau sama Gisel tanpa harus dihalangi hal rumit seperti itu. Pernikahan kita sudah sangat menyusahkan, saya tidak mau semakin susah.""Lebih baik kamu tinggalkan Naila secepatnya, dari pada cuma menyakitinya. Jujur saja saya kasihan sama Naila!" Rico melepaskan pemikirannya pada Daffa karena tidak sanggup menyimpannya lagi. Segera, tatapan Daffa berubah mengiris. "Saya akan melakukannya, tapi saya akan mengingatkan kamu kalau ini bukan urusan kamu, jangan terlalu ikut campur!" Daffa tidak menyukai
Umar segera beristigfar. "Hati-hati kalau ngomong!" tegurannya sebagaimana anak ustad yang harus mengingatkan jika seseorang khilaf. Sebenarnya bukan anak ustad saja, semua orang memang harus mengingatkan. "Eh, sorry. Salah coy. Maksudnya lampunya mati." Tawa Daffa seolah tanpa penyesalan padahal kalimatnya tadi memang untuk Naila. "Cepat ganti lampunya, tidak aman kalau gelap begini." Umar menahan perasaan tidak karuan karena Daffa sangat frontal kala mengatakan keburukan pada Naila. Kini keduanya sudah terpisah, Daffa segera masuk ke dalam rumah tetapi tetap mengabaikan halamannya yang gelap, sedangkan Umar segera menuju pos ronda, tempat Raihan berada. "Saya semakin kasihan sama Naila.""Kenapa, apa yang terjadi sama Naila?" cemas Raihan bertambah."Daffa berkata tidak pantas pada Naila. Kasihan, padahal istrinya sedang di rumah sakit." "Mungkin sesekali Daffa harus diberi pelajaran!" Dengusan kasar Raihan."Jangan. Kalau kamu sembarangan bertindak nanti Daffa akan semakin berpi