Tepat saat adzan ashar berkumandang, Arsen dan Shaynala baru saja sampai di kediaman mereka. Kediaman mewah itu tetap bersih karena ada beberapa staf yang ditugaskan untuk berjaga sekaligus membersihkan di sana."Mas langsung mandi, ya, Dek. Rasanya tubuhku lengket banget," ucap Arsen yang hanya diangguki oleh Shaynala.Bola matanya bergerak mengikuti suaminya yang berjalan menaiki tangga, entah kenapa rasa cinta yang selama ini ia bangun mendadak sirna.Shaynala selalu belajar mencintai suaminya, tetapi kekecewaan siang tadi benar-benar menghantam jiwanya. Tidak ada lagi toleransi, mulai sekarang ia tidak akan membiarkan Arsen menyentuh seujung kuku pun bagian tubuhnya. "Aku akan menggugat cerai setelah mendapatkan semua buktinya dari Karin!" gumamnya.Terserah orang mau bilang apa, yang jelas ia tidak mau hidup dengan pembohong. Shaynala bertekad mengganti nominal dana yang pernah disuntikkan oleh Papa mertuanya, meskipun ia tidak tahu sampai kapan bisa melunasinya.•Keesokan pagi
Larissa hidup di sebuah rumah terpencil yang dekat dengan hutan, rumah berlantai dia itu dijaga ketat oleh beberapa anak buah Arsen. Ia tidak bisa ke mana-mana, bahkan ingin jalan-jalan ke halaman depan saja harus diikuti tiga pengawal.Ia berusaha menikmati hidup penuh tekanan ini, sambil menjalankan perintah Kinara untuk memeras uang Arsen. Ia akan mendapat bayaran dari wanita paruh baya itu, ditambah uang dari Arsen yang semakin membuatnya bergelimang harta.Tangannya mengelus perutnya yang mulai membesar memasuki usia kandungan lima bulan, tiga minggu sekali Dokter kandungan sewaan Arsen akan datang untuk memeriksa Larissa. Ia senang karena mengira Arsen perhatian padanya dan calon anak mereka, tanpa tahu rencana yang disiapkan Arsen untuk melenyapkannya nanti."Maaf, ya, Nak. Kita harus berjauhan dengan Ayahmu, tapi Mama janji akan membawamu ke hadapan Ayahmu, dan memperjuangkan semua hak mu. Kamu akan mendapatkan harta yang banyak, begitu juga kehidupan mu akan terjamin," gumamn
Bruno dan Melati benar-benar berlakon layaknya sepasang kekasih, berangkat dan pulang bersama, makan siang bersama di kantin, bahkan keduanya terang-terangan mengatakan kalau mereka dulu LDR dan baru sekarang bisa satu kantor. Dua minggu terakhir ini Ryon dibuat bingung, ia tidak menyangka kalau Melati berpacaran dengan Bruno. "Lalu, kenapa dia sering terekam kamera sedang bersama Kaindra?" gumam Ryon.Ia langsung mengabarkan hal ini kepada Aaraf, pria paruh baya itu tidak kalah bingung dengan laporan Ryon. Tanpa keduanya sadari, mereka sudah masuk dalam jebakan Bruno dan Melati. Entah Melati dan Bruno yang terlalu pintar, atau Aaraf dan Ryon yang kurang strategi dalam menguak kedok Melati. "Baiklah, saat Kaindra pulang nanti aku akan langsung bertanya padanya," ucap Aaraf kepada Ryon yang berada di seberang telepon."Baik, Pak," sahut Ryon."Yeah, terima kasih sudah atas penyelidikanmu ini. Aku tutup dulu teleponnya.""Sama-sama, Pak. Sudah menjadi tugas saya untuk menjalankan pe
"Aaargh ...!"Arsen memekik seraya memegangi kepalanya, pria itu langsung bangun dan berlari menuju kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan kencang dan meninggalkan Shaynala yang hanya mampu menatap datar dari ranjang.Gadis itu tersenyum kecut, hatinya memanjatkan rasa syukur saat Arsen tidak jadi menyentuhnya. Sementara di dalam kamar mandi, Arsen langsung berdiri di bawah shower dan menyalakan kerannya.Guyuran air dingin perlahan mulai meredakan rasa pusingnya, denyut ngilu di pelipisnya mulai hilang seiring seluruh tubuhnya yang sudah basah.'Kenapa aku tidak bisa menghapus bayangan Larissa di kamar hotel itu? Kenapa teriakannya masih sering menghantui pikiranku?!' makinya dalam hati.Arsen menghantam dinding marmer itu dengan kepalan tangannya, napasnya memburu naik-turun saat gendang telinganya berdenging seiring dengan suara Larissa yang tidak mau pergi dari kepalanya.'Apa aku sudah gila?!' batinnya.Yeah! Selama lima bulan ini ia tidak pernah bisa menghilangkan gangguan
Hari ini adalah acara pengembalian lamaran, keluarga Ilham sampai di pesantren tepat pada pukul sembilan pagi. Seperti biasa acara akan dibuka dengan doa dan beberapa sambutan, kemudian dilanjutkan penentuan tanggal pernikahan.Ilham memutuskan untuk menggelar pernikahan enam bulan dari hari ini, hal itu langsung disetujui oleh semua pihak. Semuanya yang hadir memanjatkan rasa syukur, senyum bahagia terukir jelas di bibir semua orang.Namun, tidak dengan Kaindra. Pria itu hanya diam seraya menundukkan kepala. Sesekali ia akan tersenyum saat ada yang mengajaknya berbicara, selebihnya ia kembali diam seakan tidak bersemangat."Enam bulan lagi, Kang. Bukan waktu yang lama, setelah itu kamu bisa selalu dekat dengan gadis pujaanmu itu," bisik Farraz — sahabat Kaindra sekaligus kang ndalem yang mengabdi di pesantren ini."Apa, sih, Kang." Kaindra menatap Farraz dengan sorot mata tidak suka."Lah itu, dari tadi kamu diam saja seperti orang murung. Pasti kamu sedih karena tidak bisa melihat R
"Eugh ...." Lenguhan tipis terdengar begitu lemah dari bibir Shaynala, membuat Arsen langsung berlari mendekat ke ranjang."Sayang? Bagaimana? Masih pusing rasanya?" tanya Arsen dengan suara lembut.Shaynala melihat wajah tampan itu, raut khawatir jelas sekali tergambar di sana dan itu membuat Shaynala tanpa sadar mengeluarkan air matanya."Kenapa menangis? Ada yang sakit, hmm ...." Arsen membawa tangannya untuk mengusap bulir air mata itu.Gadis itu menggeleng. Berusaha menyembunyikan hatinya yang masih terasa nyeri karena tahu suaminya sempat bermain gila dengan wanita lain.Arsen mendudukkan dirinya di ranjang, membaringkan tubuhnya di samping Shaynala kemudian memeluk hangat istrinya itu."Sudah, ya ...," ucap Arsen seraya mengelus lembut punggung sang istri.Shaynala terus terisak, ia menggigit bibir bagian dalamnya agar tidak terlalu terdengar. Demi apapun ini rasanya sangat sakit, ia bahkan bingung harus bagaimana sekarang. Toh, tidak mungkin akan jujur. Ini bukan waktu yang te
Hari demi hari terus berlalu dan tanpa terasa sudah berganti minggu, Shaynala menjalani semuanya dengan tenang, meskipun rasa sesak saat mengingat fakta menyakitkan itu membuatnya hampir limbung.Satu minggu setelah menerima kabar dari Karin, Shaynala tahu perasaannya kala itu adalah rasa syok karena tidak terima. Rasa kecewa lantaran kebohongan dan pengkhianatan yang dilakukan Arsen dalam ikatan pernikahan mereka, bukan perasaan cinta yang memberatkan jikalau harus berpisah.Pagi ini gadis itu datang ke kantor Karin, menceritakan semua kebingungannya selama beberapa bulan terakhir ini."Bagaimana kalau kamu pasang alat penyadap di ponsel suamimu? Itu bisa melacak keberadaannya, juga setiap pesan dan panggilan yang masuk. Jadi kamu tahu apa saja yang Arsen dan wanita itu bicarakan," ujar Karin seusai mendengarkan penjelasan panjang Shaynala."Kalau dia tahu bagaimana? Itu sejenis aplikasi begitu 'kan?"Karin menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Kalau kamu mau, aku akan pasangkan y
Setelah mengantarkan Rashita ke butik, Kaindra langsung menancap gas mobilnya menuju kantor, hingga setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya ia sampai di gedung pencakar langit bertuliskan Perusahaan Starlight itu.Kaindra membawa langkah masuk setelah memarkirkan mobil di parkiran khusus, ia berjalan cepat untuk sampai di ruangannya, tidak sabar ingin segera makan sambal cumi buatan Bibinya yang terkenal enak."Wah ... pas banget aku lagi lapar," ucapnya seraya membuka kotak makan berbahan stainless steel itu.Ia makan dengan nikmat, lidahnya bergoyang ketika merasakan perpaduan nasi dan sambal cumi pedas gurih yang terasa sangat pas. Sampai akhirnya makanannya tandas, bertepatan dengan pintu kaca ruangannya diketuk dari luar."Masuk!" teriaknya seraya menaruh kotak bekal ke laci meja.Pintu terbuka, Melati masuk dengan mengulas senyum lebar."Maaf, Pak. Saya ingin mengantarkan berkas laporan keuangan selama satu bulan kemarin," ucapnya."Iya."Gadis itu berjalan m