Halo, teman-teman.... Maaf ya kemarin saya libur. Happy reading Salam Sayang
Setelah mengantarkan Rashita ke butik, Kaindra langsung menancap gas mobilnya menuju kantor, hingga setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya ia sampai di gedung pencakar langit bertuliskan Perusahaan Starlight itu.Kaindra membawa langkah masuk setelah memarkirkan mobil di parkiran khusus, ia berjalan cepat untuk sampai di ruangannya, tidak sabar ingin segera makan sambal cumi buatan Bibinya yang terkenal enak."Wah ... pas banget aku lagi lapar," ucapnya seraya membuka kotak makan berbahan stainless steel itu.Ia makan dengan nikmat, lidahnya bergoyang ketika merasakan perpaduan nasi dan sambal cumi pedas gurih yang terasa sangat pas. Sampai akhirnya makanannya tandas, bertepatan dengan pintu kaca ruangannya diketuk dari luar."Masuk!" teriaknya seraya menaruh kotak bekal ke laci meja.Pintu terbuka, Melati masuk dengan mengulas senyum lebar."Maaf, Pak. Saya ingin mengantarkan berkas laporan keuangan selama satu bulan kemarin," ucapnya."Iya."Gadis itu berjalan m
Mobil mewah yang dikendarai Alex berhenti di halaman luas kediaman Jamal tepat pada jam tiga pagi, ketiga orang itu keluar dari mobil dan langsung disambut oleh Jamal yang baru saja membuka pintu kediamannya."Kakek belum tidur?" tanya Melati, ia kini berdiri di hadapan Jamal, sementara Bruno dan Alex berdiri di belakang gadis itu."Belum, Mel. Sengaja, karena menunggu kalian."Melati menghela napas kasar. "Seharusnya jangan seperti ini, Kek. Nanti kalau perawat tahu jadwal tidur Kakek kurang, terus marah bagaimana?"Pria senja itu terkekeh saat Melati memperhatikannya. "Makanya jangan bilang-bilang." Lagi, Melati hanya mampu mendengus kesal saat sang Kakek tidak mau mendengarkan kata-katanya. Mungkin benar kata orang, sejahat apapun manusia, tetapi hatinya masih ada setitik kelembutan.Seperti interaksi Jamal dan Melati barusan, perhatian cucu pada Kakeknya membuat orang lain tersenyum saat melihat interaksi mereka."Sudah, nggak usah cemberut. Kakek janji malam ini terakhir kalinya
"Maaf, aku tidak bisa menjelaskan semuanya secara gamblang. Tapi, yang harus kau ingat adalah ... tetap lah percaya pada suamimu, Na. Apapun yang terjadi, jangan percaya pada orang lain kecuali suamimu sendiri," ucap Diego yang sontak mengundang seringai senyum di ujung bibir Shaynala.Shaynala tertawa sumbang mendengar perkataan Diego, tawa yang sebenarnya menjadi penutup luka kekecewaannya."Mana bisa aku percaya padanya, Kak. Sedangkan dia lah yang sedari awal dengan sengaja mempertahankan kebohongannya." Gadis itu bangkit, menatap ke arah Diego dengan pandangan tajam. "Terima kasih atas waktunya. Aku pamit dulu!" Tanpa menunggu jawaban dari Diego, Shaynala melenggang pergi keluar dari ruangan itu. Berjalan cepat menuju parkiran dan lekas masuk ke dalam mobil.Tangannya mencengkram erat setir bundar itu, kemudian menancap gas dengan kecepatan tinggi menuju rumah Karin. Ia berencana menemui Kakak temannya itu yang seorang pengacara, meminta tolong untuk mengurus berkas perceraian y
Kaindra segera kembali ke kantor dan membahas hal ini bersama Ryon, asisten pribadinya itu tidak kalah terkejutnya dengan Aaraf, bahkan beberapa kali tubuh kekar pria itu menegang."Aku akan segera menghubungi agen detektif, Ndra. Ini tidak bisa dibiarkan dan kita harus segera menemukannya, karena kalau tidak ... perusahaan ini bisa hancur," ucap Ryon dengan suara lirih.Kaindra membuang nafas kasar saat lagi-lagi mendengar hal itu, hal pahit yang juga dikatakan oleh Aaraf tadi."Iya, tolong segera carikan agen detektif terpercaya, Ryon. Saat ini aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Aku ... a-aku merasa tidak berguna!" Kaindra menghempaskan tubuhnya ke sofa, menjambak rambut dengan frustasi guna menyalurkan kekalutannya."Kamu jangan berpikir macam-macam, tenang dulu. Kalau kamu berpikir seperti itu, aku juga tidak bisa tenang!" teriak Ryon.Dua pria itu sama-sama diselimuti kebingungan, wajah keduanya menegang bahkan urat-uratnya nampak mencuat keluar. Ryon meraih ponsel dan la
Arsen membuka mata dan mendapati dirinya dalam keadaan naked. Pria itu sontak bangun sambil tangannya menahan selimut agar terus menutupi tubuh bagian atasnya.Kepalanya menoleh, menatap Larissa yang berbaring di sebelahnya dengan tatapan memicing. Menggeram emosi, apalagi mendapati wanita itu juga tanpa busana."Bangun ....!" sentaknya dengan suara yang sangat kencang.Larissa gelagapan, ia menatap Arsen dengan pandangan bingung. Namun, saat melihat wajah pria itu memerah dengan urat-urat lehernya yang menonjol, ia segera bangun dengan susah payah."Ada apa, Sayang?" tanya Larissa dengan kening mengernyit bingung, kesadarannya belum sepenuhnya kembali."Jangan pernah memanggilku dengan panggilan menjijikan itu! Dan ... kenapa kita bisa sama-sama tanpa busana, heh?! Apa yang telah kau lakukan!"Larissa mengerjapkan mata, tetapi sejurus kemudian bibir tebalnya menyunggingkan senyuman. "Ah, kamu ... kayak nggak tahu saja. Aku tadi baru saja melakukan service terbaik, loh, Sayang. Bagaima
Aaraf benar-benar melaksanakan apa yang diucapkannya kemarin sore, pria paruh baya itu mengambil alih kepemimpinan dari putranya. Namun, ia tetap meminta Kaindra untuk terus mengulik masalah ini dengan Ryon.Ada rasa kecewa yang hadir dalam diri Aaraf, ini kedua kalinya Kaindra lalai dengan perusahaan sampai membuat kondisi perusahaan berada di ambang kehancuran.Aaraf menghempaskan tubuh pada sandaran kursi kebesarannya, wajahnya sangat lelah karena baru saja menghadiri meeting penting dengan para investor. Para investor mencabut semua dana dan memutuskan kerjasama secara sepihak."Masalah ini lebih berat daripada sebelumnya, kalau dulu aku masih bisa menahan para investor, tapi sekarang aku benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa," gumam Aaraf.Tok! Tok! Tok! "Masuk!" teriak pria paruh baya itu.Kaindra masuk dengan langkah tegap, ia mendudukkan dirinya di kursi dan lantas menyodorkan sebuah map kepada Aaraf.Menghela napas kasar, kemudian pria tampan itu berkata, "harga saham tur
Hari yang dinantikan pun tiba, siang ini Kaindra datang ke acara ulang tahun Jamal. Ia sengaja berangkat siang hari untuk menghindari keluarga besar Bratayeksa yang lain, selain itu ia harus menghandle perusahaan yang sedang berada dalam masalah."Kamu belum makan siang 'kan? Ayo kita makan dulu," ucap Jamal seraya menggandeng tangan Kaindra menuju meja makan.Pria itu menurut, ia ikut saja kemauan pria senja itu karena dirinya juga sedang membutuhkan bantuan. Keduanya menikmati makan siang dalam hening, tidak ada obrolan apapun sampai piring mereka berdua bersih dari makanan."Ayo kita ngobrol di ruang keluarga saja, Nak. Biar lebih santai.""Iya," sahut Kaindra dan langsung mengikuti langkah Jamal menuju ruang keluarga.Jamal mengawali obrolan dengan berbasa-basi, bertanya kabar dan Kaindra hanya menjawab sekadarnya saja. Sampai akhirnya Jamal bertanya, "berapa nominal yang kamu inginkan?"Kaindra tidak langsung menyahut, ia tampak berpikir apakah keputusannya ini tepat? Sampai ak
Seusai makan Arsen membawa langkah menuju ruang tamu, tidak seberapa lama kemudian Shaynala menyusul dengan membawa secangkir kopi panas dan beberapa camilan. Ia mengulas senyum saat istrinya kembali perhatian, tetapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama ketika mendapati Shaynala hendak memutar tubuh dan kembali ke dalam."Di sini dulu saja, Dek. Kamu tidak kangen sama Mas?" tanya Arsen, mencoba menahan istrinya."Ada beberapa pakaian yang harus aku lipat, Mas. Nanti setelah salat magrib aku temani ngobrol, ya.""Mas maunya sekarang, Dek. Mas kangen sama kamu setelah tiga hari ini nggak ketemu."Wanita itu mendengus pelan, sejurus kemudian ia memilih duduk di sofa berhadapan dengan suaminya. Netranya menatap datar ke arah pria tampan itu, tatapan yang menyimpan rasa sakit yang tidak bisa diutarakan.Ia hanya menjawab singkat setiap kata-kata yang dilontarkan Arsen. Bibit merah mudanya tetap tersenyum manis sambil sesekali menganggukkan kepala. Walaupun sebenarnya ingin sekali bertanya
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"