Hari demi hari terus berlalu dan tanpa terasa sudah berganti minggu, Shaynala menjalani semuanya dengan tenang, meskipun rasa sesak saat mengingat fakta menyakitkan itu membuatnya hampir limbung.Satu minggu setelah menerima kabar dari Karin, Shaynala tahu perasaannya kala itu adalah rasa syok karena tidak terima. Rasa kecewa lantaran kebohongan dan pengkhianatan yang dilakukan Arsen dalam ikatan pernikahan mereka, bukan perasaan cinta yang memberatkan jikalau harus berpisah.Pagi ini gadis itu datang ke kantor Karin, menceritakan semua kebingungannya selama beberapa bulan terakhir ini."Bagaimana kalau kamu pasang alat penyadap di ponsel suamimu? Itu bisa melacak keberadaannya, juga setiap pesan dan panggilan yang masuk. Jadi kamu tahu apa saja yang Arsen dan wanita itu bicarakan," ujar Karin seusai mendengarkan penjelasan panjang Shaynala."Kalau dia tahu bagaimana? Itu sejenis aplikasi begitu 'kan?"Karin menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Kalau kamu mau, aku akan pasangkan y
Setelah mengantarkan Rashita ke butik, Kaindra langsung menancap gas mobilnya menuju kantor, hingga setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya ia sampai di gedung pencakar langit bertuliskan Perusahaan Starlight itu.Kaindra membawa langkah masuk setelah memarkirkan mobil di parkiran khusus, ia berjalan cepat untuk sampai di ruangannya, tidak sabar ingin segera makan sambal cumi buatan Bibinya yang terkenal enak."Wah ... pas banget aku lagi lapar," ucapnya seraya membuka kotak makan berbahan stainless steel itu.Ia makan dengan nikmat, lidahnya bergoyang ketika merasakan perpaduan nasi dan sambal cumi pedas gurih yang terasa sangat pas. Sampai akhirnya makanannya tandas, bertepatan dengan pintu kaca ruangannya diketuk dari luar."Masuk!" teriaknya seraya menaruh kotak bekal ke laci meja.Pintu terbuka, Melati masuk dengan mengulas senyum lebar."Maaf, Pak. Saya ingin mengantarkan berkas laporan keuangan selama satu bulan kemarin," ucapnya."Iya."Gadis itu berjalan m
Mobil mewah yang dikendarai Alex berhenti di halaman luas kediaman Jamal tepat pada jam tiga pagi, ketiga orang itu keluar dari mobil dan langsung disambut oleh Jamal yang baru saja membuka pintu kediamannya."Kakek belum tidur?" tanya Melati, ia kini berdiri di hadapan Jamal, sementara Bruno dan Alex berdiri di belakang gadis itu."Belum, Mel. Sengaja, karena menunggu kalian."Melati menghela napas kasar. "Seharusnya jangan seperti ini, Kek. Nanti kalau perawat tahu jadwal tidur Kakek kurang, terus marah bagaimana?"Pria senja itu terkekeh saat Melati memperhatikannya. "Makanya jangan bilang-bilang." Lagi, Melati hanya mampu mendengus kesal saat sang Kakek tidak mau mendengarkan kata-katanya. Mungkin benar kata orang, sejahat apapun manusia, tetapi hatinya masih ada setitik kelembutan.Seperti interaksi Jamal dan Melati barusan, perhatian cucu pada Kakeknya membuat orang lain tersenyum saat melihat interaksi mereka."Sudah, nggak usah cemberut. Kakek janji malam ini terakhir kalinya
"Maaf, aku tidak bisa menjelaskan semuanya secara gamblang. Tapi, yang harus kau ingat adalah ... tetap lah percaya pada suamimu, Na. Apapun yang terjadi, jangan percaya pada orang lain kecuali suamimu sendiri," ucap Diego yang sontak mengundang seringai senyum di ujung bibir Shaynala.Shaynala tertawa sumbang mendengar perkataan Diego, tawa yang sebenarnya menjadi penutup luka kekecewaannya."Mana bisa aku percaya padanya, Kak. Sedangkan dia lah yang sedari awal dengan sengaja mempertahankan kebohongannya." Gadis itu bangkit, menatap ke arah Diego dengan pandangan tajam. "Terima kasih atas waktunya. Aku pamit dulu!" Tanpa menunggu jawaban dari Diego, Shaynala melenggang pergi keluar dari ruangan itu. Berjalan cepat menuju parkiran dan lekas masuk ke dalam mobil.Tangannya mencengkram erat setir bundar itu, kemudian menancap gas dengan kecepatan tinggi menuju rumah Karin. Ia berencana menemui Kakak temannya itu yang seorang pengacara, meminta tolong untuk mengurus berkas perceraian y
Kaindra segera kembali ke kantor dan membahas hal ini bersama Ryon, asisten pribadinya itu tidak kalah terkejutnya dengan Aaraf, bahkan beberapa kali tubuh kekar pria itu menegang."Aku akan segera menghubungi agen detektif, Ndra. Ini tidak bisa dibiarkan dan kita harus segera menemukannya, karena kalau tidak ... perusahaan ini bisa hancur," ucap Ryon dengan suara lirih.Kaindra membuang nafas kasar saat lagi-lagi mendengar hal itu, hal pahit yang juga dikatakan oleh Aaraf tadi."Iya, tolong segera carikan agen detektif terpercaya, Ryon. Saat ini aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Aku ... a-aku merasa tidak berguna!" Kaindra menghempaskan tubuhnya ke sofa, menjambak rambut dengan frustasi guna menyalurkan kekalutannya."Kamu jangan berpikir macam-macam, tenang dulu. Kalau kamu berpikir seperti itu, aku juga tidak bisa tenang!" teriak Ryon.Dua pria itu sama-sama diselimuti kebingungan, wajah keduanya menegang bahkan urat-uratnya nampak mencuat keluar. Ryon meraih ponsel dan la
Arsen membuka mata dan mendapati dirinya dalam keadaan naked. Pria itu sontak bangun sambil tangannya menahan selimut agar terus menutupi tubuh bagian atasnya.Kepalanya menoleh, menatap Larissa yang berbaring di sebelahnya dengan tatapan memicing. Menggeram emosi, apalagi mendapati wanita itu juga tanpa busana."Bangun ....!" sentaknya dengan suara yang sangat kencang.Larissa gelagapan, ia menatap Arsen dengan pandangan bingung. Namun, saat melihat wajah pria itu memerah dengan urat-urat lehernya yang menonjol, ia segera bangun dengan susah payah."Ada apa, Sayang?" tanya Larissa dengan kening mengernyit bingung, kesadarannya belum sepenuhnya kembali."Jangan pernah memanggilku dengan panggilan menjijikan itu! Dan ... kenapa kita bisa sama-sama tanpa busana, heh?! Apa yang telah kau lakukan!"Larissa mengerjapkan mata, tetapi sejurus kemudian bibir tebalnya menyunggingkan senyuman. "Ah, kamu ... kayak nggak tahu saja. Aku tadi baru saja melakukan service terbaik, loh, Sayang. Bagaima
Aaraf benar-benar melaksanakan apa yang diucapkannya kemarin sore, pria paruh baya itu mengambil alih kepemimpinan dari putranya. Namun, ia tetap meminta Kaindra untuk terus mengulik masalah ini dengan Ryon.Ada rasa kecewa yang hadir dalam diri Aaraf, ini kedua kalinya Kaindra lalai dengan perusahaan sampai membuat kondisi perusahaan berada di ambang kehancuran.Aaraf menghempaskan tubuh pada sandaran kursi kebesarannya, wajahnya sangat lelah karena baru saja menghadiri meeting penting dengan para investor. Para investor mencabut semua dana dan memutuskan kerjasama secara sepihak."Masalah ini lebih berat daripada sebelumnya, kalau dulu aku masih bisa menahan para investor, tapi sekarang aku benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa," gumam Aaraf.Tok! Tok! Tok! "Masuk!" teriak pria paruh baya itu.Kaindra masuk dengan langkah tegap, ia mendudukkan dirinya di kursi dan lantas menyodorkan sebuah map kepada Aaraf.Menghela napas kasar, kemudian pria tampan itu berkata, "harga saham tur
Hari yang dinantikan pun tiba, siang ini Kaindra datang ke acara ulang tahun Jamal. Ia sengaja berangkat siang hari untuk menghindari keluarga besar Bratayeksa yang lain, selain itu ia harus menghandle perusahaan yang sedang berada dalam masalah."Kamu belum makan siang 'kan? Ayo kita makan dulu," ucap Jamal seraya menggandeng tangan Kaindra menuju meja makan.Pria itu menurut, ia ikut saja kemauan pria senja itu karena dirinya juga sedang membutuhkan bantuan. Keduanya menikmati makan siang dalam hening, tidak ada obrolan apapun sampai piring mereka berdua bersih dari makanan."Ayo kita ngobrol di ruang keluarga saja, Nak. Biar lebih santai.""Iya," sahut Kaindra dan langsung mengikuti langkah Jamal menuju ruang keluarga.Jamal mengawali obrolan dengan berbasa-basi, bertanya kabar dan Kaindra hanya menjawab sekadarnya saja. Sampai akhirnya Jamal bertanya, "berapa nominal yang kamu inginkan?"Kaindra tidak langsung menyahut, ia tampak berpikir apakah keputusannya ini tepat? Sampai ak