Share

Bab 3

Semua berawal saat Lian baru saja pulang dari kantor. Sang mama dan papa sudah menunggu di meja makan. Hari itu Lian pulang sekitar jam delapan malam karena ada banyak berkas yang harus dicek olehnya.

"Halo Ma, Pa!" Sapa Lian kala memasuki dapur.

"Sudah pulang, Sayang." Mama Rena mengusap kepala Lian dengan lembut. Lantas Lian mencium pipi Mamanya.

"Lian capek banget," Keluh pria itu setelah menyalami tangan mama dan papanya.

"Kamu mandi dulu. Setelah itu kita makan bersama."

Lian menuruti titah sang Mama. Pria itu berjalan ke arah kamar untuk membersihkan diri dan melepas penat sejenak.

"Mama takut Lian tidak mau, Pa." Mama Rena bertanya pada sang suami.

"Mama tenang saja. Lian tidak bisa menolak kali ini."

Ada rasa khawatir di dalam hati Mama Rena. Selama ini Lian selalu memutuskan segalanya sendiri. Dan kini mereka mengambil alih keputusan untuk pria dewasa itu. Bukan tanpa sebab, melainkan hanya ingin yang terbaik bagi putra semata wayangnya itu.

"Papa yakin?" Tanya Mama Rena ragu.

"Yakin, Ma."

Tak butuh waktu bagi Lian untuk membersihkan diri.Beberapa menit kemudian ia sudah hadir kembali di sisi mama dan papanya.

"Lian selalu merindukan masakan Mama. Resto bintang lima pun gak akan mampu mengalahkan masakan Mama."

Lian dengan lahap menyantap masakan yang tersaji masih hangat di meja makan. Mama Rena dan Papa Amir pun sama-sama menyantap makan malam mereka sambil diselingi obrolan kecil di dalamnya.

"Lian gimana kantor, aman?" Tanya Papa Amir memulai obrolan mereka setelah selesai makan.

"Lancar, Pa. Papa lihat sendiri kan baru saja perusahaan ada di tanganku, perkembangannya melonjak cepat."

"Kamu memang hebat, Lian. Papa harus segera pensiun Papa harap kamu siap mengemban amanah besar itu."

Papa Amir seorang pengusaha besar. Karena usianya sudah sepuh dia berniat menyerahkan semua tanggung jawab kepada anaknya yaitu Lian. Sudah cukup baginya untuk belajar dan saat ini waktunya Lian mengambil alih semua.

"Lian siap kok, Pak. Semua sudah Lian pelajari dari Papa."

"Baguslah kalau begitu."

"Lian." Kali ini Mama Rena yang mulai bicara.

"Sebenarnya ada hal lain yang ingin kita sampaikan kepada kamu, Sayang."

Lian menatap kedua orang tuanya bergantian. Tak seperti biasanya, mereka akan langsung ngomong jika ada hal yang perlu dibicarakan. Pasti ini hal yang penting.

"Ngomong aja, Ma, Pa. Lian pasti dengerin kok."

"Kami sudah menyiapkan perjodohan buat kamu."

Baru saja satu kalimat keluar dari mulut Papa Amir, tapi Lian dengan cepat menyahut.

"Perjodohan? Jangan aneh-aneh deh kalian. Lian bisa pilih calon istri sendiri. Sudah bukan jamannya kali Ma, Pa."

"Dengerin dulu Lian," Ucap Mama Rena dengan lembut.

"Namanya Nadira, dia anak dari temen papa waktu sma. Dia sekarang tinggal sama pakde budenya karena teman papa itu sudah meninggal waktu Nadira masih remaja.Dia dibesarkan dengan pendidikan yang baik dan bermoral. Gadisnya cantik, baik. Papa yakin kalau kamu bakalan suka."

Lian tak menanggapi, pria itu memilih meminta pembelaan sang mama.

"Ma, tolong jelasin sama papa kalau Lian punya pilihan sendiri."

Mama Rena menggelengkan kepala.

"Mama nggak suka sama Amelia. Dia itu seorang seleb yang apa pun bakal diumbar sebagai pundi uang. Mama gak suka ya nanti dikit-dikit keluarga kita disorot media."

Lian menghela napas.

"Maaf Ma, Pa. Untuk kali ini Lian gak bisa mengikuti permintaan kalian."

"Lian denger Papa baik-baik. Papa mendirikan perusahaan itu tidaklah mudah. Ada kala naik turunnya. Dan di saat Papa terpuruk dan akan menyerah ayah Nadira mengulurkan tangan memberikan bantuannya."

"Jadi ini maksudnya balas budi sama temen Papa. Kenapa harus mengorbankan Lian." Sahut Lian cepat.

"Bukan seperti itu maksud Papa, Nak."

"Lalu apa, Ma? Papa yang punya hutang kenapa Lian yang harus membayarnya." Lian tak mengalah.

"Kamu salah paham. Mungkin Nadira itu memang anak teman Papa. Tapi selain itu, kami juga mempertimbangkan gadis itu dari seluk beluknya. Dan dialah gadis yang paling pantas buat kamu. Bukan Amelia."

"Tapi Lian hanya cinta sama Amelia, bukan wanita lain. Apa Mama paham."

"Cinta setelah pernikahan jauh lebih indah Lian." Kata Papa Amir.

"Lian gak setuju dengan perjodohan ini, titik!"

"Baiklah, kalau kamu memang tidak mau silakan siap-siap keluar dari rumah ini. Dan papa juga akan mencoreng hak ahli waris untukmu."

Lian tak berkutik untuk beberapa detik. Tak seperti biasanya Papanya memberi ancaman. Biasanya mereka akan bernegosiasi sampai menemukan jalan tengahnya. Tapi kali Papa Amir serius dengan ucapannya, terlihat dari raut wajahnya yang tajam.

"Tapi, Pa."

"Semua ada di tangan kamu Lian. Papa kasih kamu waktu berpikir sampai besok. Papa tunggu keputusannya saat sarapan."

Papa Amir pergi meninggalkan meja dapur. Mama Rena melihat wajah putranya yang terlihat kesal dengan keputusan yang dibuat sepihak oleh kedua orang tua. Tangan Mama Rena terulur meraih tangan besar Lian.

"Sayang, percaya deh sama kami. Mama memilih Nadira karena menurut Mama dia yang terbaik untuk kamu. Bukan Amelia. Bahkan diusianya itu gadis itu masih sibuk dengan dirinya sendiri. Kamu harus paham Lian jika Amelia itu egois. Dia tidak pantas untuk kamu." Jelas Mama Rena.

Lian tidak menjawab, pria itu sedang asik dengan pikirannya sendiri. Tidak pernah terlintas sama sekali nama gadis lain selain Amelia, kekasih dari jaman kuliahnya. Lian paham dengan kondisi Amelia yang sedang naik daun di dunia entertainment. Gadis yang paling ia cinta sedang menikmati buah hasil perjuangannya. Karena itu saat Amelia menolak rencana menikah dengannya Lian menerima.

"Kamu paham kan sekarang gimana dilemanya aku."

Setelah menjelaskan panjang lebar pada Amelia, Lian bisa bernapas lega. Sedangkan wanita di depannya kini hanya menatap kosong ke depan dengan tangan menopang dagu.

"Aku hanya cinta kamu, Mel. Harus aku ulangi berapa kali agar kamu percaya."

Amelia menoleh, iris matanya bergerak ke arah Lian. Menatap dengan dalam mencari sebuah kebenaran di sana.

"Tapi aku takut Lian."

Amelia melihat dengan jelas jika cinta Lian masih membara, mata Lian tak berbohong.

"Apa yang perlu ditakutkan? Semua hanya tentang waktu, Sayang."

Kali ini Lian meraih tangan Amelia dan menautkan jemarinya dengan erat.

"Setelah semua beralih ke tanganku baru aku bisa memutuskan segalanya, Mel. Aku harap kamu mengerti, Sayang." Lian berucap dengan penuh harap.

Amelia terlihat menghela napas dalam.

"Apa jaminan kalau kamu tidak akan jatuh cinta pada istrimu itu?"

Ketakutan terbesar Amelia adalah jika suatu saat kekasih hati di depannya itu berubah pikiran. Karena masa depan tak ada yang bisa menebak. Bisa saja Lian jatuh cinta karena mereka sering bertemu bahkan tinggal seatab. Amelia iri akan hal itu.

"Ya ampun Amelia, tak pernah terbesit sedikit pun untuk aku jatuh cinta sama dia. Dia sangat tidak menarik bagiku."

Amelia masih ragu tapi berusaha percaya pada kekasihnya itu. Selama ini Lian selalu setia padanya. Meskipun pernah beberapa kali Amelia digosibkan dekat dengan sesama artis, Lian selalu percaya kesetiaan Amelia. Kini saatnya wanita itu juga menaruh kepercayaan yang sama.

"Baiklah. Aku pegang ucapan kamu."

Senyum terukir dari wajah Lian.

"Makasih Sayang udah ngertiin aku."

"Apa kamu yakin dengan rencana kamu, Lian?"

Amelia seperti diterpa dilema berat. Antara ia yakin tapi juga ragu jika semua tidak sesuai ekspetasinya.

"Kamu meragukan aku?" Lian balik bertanya.

"Bukan seperti itu. Tapi... Mama kamu sangat tidak suka denganku, itu ketakutan keduaku."

"Kamu tenang aja, Mel. Itu juga jadi prku nanti buat meyakinkan Mama. Atau kalau perlu kita kawin lari saja jika Mama menolak."

Keduanya pun tertawa bersamaan.

Lian sudah dibutakan cintanya pada Amelia. Dia sama sekali tidak peduli jika ada seorang wanita di rumahnya yang menanti kepulangannya dengan cemas. Meskipun Lian kerap kali bersikap kasar, Nadira tetap setia menunggu di depan pintu. Berharap suara pintu diketuk lalu dia dan suaminya saling berhadapan. Lian akan senyum merekah melihat sang istri menyambutnya dengan hangat. Sedangkan Nadira akan mengharapkan hadiah sebuah kecupan di kening. Manis sekali bayangan Nadira.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status