Share

Chapter 4

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2021-06-26 22:19:04

Setelah hampir seminggu bersitegang dengan Ghifari, akhirnya suaminya itu bersedia juga bercerai. Harus Kanaya akui, keberhasilannya kali ini sebagian besar adalah berkat andil ibu mertuanya. Ya, ibu mertuanya tidak henti-hentinya mendukung keinginannya untuk bercerai. Padahal selama lima tahun menjadi menantunya, ibu mertuanya ini tidak pernah sekalipun mendukungnya dalam hal apapun. Ini ini adalah kali pertama mereka berdua bersepakat dalam satu hal. Sepakat untuk mengakhiri statusnya sebagai menantu keluarga Albani tentu saja. Dan Kanaya memang sudah siap lahir batin untuk melepas singgasananya.

Kanaya sekarang bisa bernapas lega karena gugatan cerainya atas Ghifari akhirnya diproses juga. Minggu depan adalah sidang pertama gugatan cerainya. Proses perceraian mereka bisa berjalan cepat karena ia memang hanya menginginkan perpisahan saja. Ia sama sekali tidak memasukkan soal klausual harta gono gini sama sekali. Makanya ibu mertuanya bersedia mendukung. Ibu mertuanya merasa keluarga mereka tidak akan kehilangan apapun, kecuali kepergiannya. Dan ini memang sesuatu yang sangat ia harap-harapkan sedari dulu.

Untuk mengurus masalah gugatan perceraiannya ini, Kanaya telah menguasakan semua tetek bengeknya pada seorang pengacara profesional. Karena ia memang berencana untuk tidak akan menghadiri sidang dan menghindari bertemu dengan siapa pun selama ia masih dalam keadaan mengandung. Ia juga telah mengkonsultasikan semua keinginannya kepada kedua orang tuanya. Pada mulanya ayahnya memang keberatan. Menurut ayahnya, ia tidak boleh mengebiri hak seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya. Walau bagaimanapun peliknya hubungan di antara kedua orang tua, tidak seharusnya ia mengorbankan hak seorang anak.

Namun setelah ia menjelaskan soal karakter keluarga Albani yang kejam dan egois, barulah sikap ayahnya melunak. Bayangan bahwa ia tidak akan mendapatkan kesempatan melihat tumbuh kembang cucunya kelak, membuat ayahnya mengalah. Bagaimanapun ia akan menjadi seorang kakek. Jadi mana mungkin ia rela kalau cucunya dirampas begitu saja darinya bukan?

Perdebatan kembali terjadi saat ayahnya tau bahwa ia akan mengungsi sementara ke perkebunan kopi keluarga Baihaqi. Ayahnya takut kalau ia akan membuat masalah seperti sepuluh tahun lalu di sana. Dan Kanaya berusaha meyakinkan ayahnya kalau ia sudah bukan anak-anak lagi. Ia sudah dewasa dan tau mana yang baik dan buruk. Walau dengan berat hati, akhirnya ayahnya mengizinkannya juga. Alhamdullilah.

Sebenarnya Yusuf Baihaqi, ayah Haikal dan Safa adalah sahabat baik ayahnya di masa muda. Walaupun mereka berbeda secara strata sosial, tapi persahabatan mereka tetap terjalin erat. Yusuf Baihaqi berasal dari keluarga kaya yang memiliki berbagai macam usaha. Salah satunya adalah perkebunan kopi yang sangat luas di desa Sukawangi. Karena hubungan akrab kedua orang tuanya, anak-anak mereka pun kompak sedari kecil. Kanaya kecil juga sering ikut diajak keluarga Baihaqi ke perkebunan setiap kali liburan sekolah. Hingga terjadi satu peristiwa yang pada akhirnya merenggangkan persahabatan kedua orang tua mereka.

Kala itu ia masih berusia 17 tahun dan jatuh cinta setengah mati dengan Haikal, kakak Safa. Sementara Haikal yang telah berusia 25 tahun sama sekali tidak mengetahui perasaan terpendamnya. Haikal hanya menganggapnya seperti Safa, adik kandungnya sendiri. Sementara Kanaya sendiri kerap berangan-angan ingin menjadi istri Haikal apabila ia dewasa kelak. Makanya ia tidak terima saat mengetahui bahwa Haikal akan menikahi Astri. Teman sekampus Haikal dulu. Saking kecewanya Kanaya sampai nekad menyebar cerita bohong kalau Haikal telah memerawaninya dan membuangnya begitu saja. Kanaya yang masih muda belia, sama sekali tidak mengira kalau akibat perbuatannya, ia telah merusak seluruh kehidupan Haikal. Astri membatalkan pernikahan dan Haikal menjadi buah bibir orang-orang sekampung sebagai laki-laki tidak bermoral.

"Kamu setan cilik, telah merusak reputasi Mas karena semua omong kosongmu itu! Mas sama sekali tidak menyangka walau kecil-kecil begini, ternyata mulutmu seperti ular berbisa. Mulai hari ini, kamu tidak boleh lagi menginjakkan kakimu ke tempat ini. Cam 'kan itu!"

Setelah kejadian itu, hubungan kedua kedua keluarga mereka menjadi renggang. Ayahnya mengamuk dan menghukumnya tidak boleh lagi berhubungan dengan keluarga Baihaqi. Ayahnya malu karena merasa gagal mendidiknya. Kanaya memang memutuskan semua aksesnya pada keluarga Baihaqi, kecuali Safa. Ia tetap saling berhubungan dengan Safa walau hanya melalui media sosial. Dan kini ia akan kembali ke perkebunan setelah sepuluh tahun berlalu. Mudah-mudahan saja Haikal sudah tidak marah lagi padanya.

Kanaya mengeluarkan dua buah koper besar dari dalam lemari. Ia mulai membereskan barang-barang pribadinya, mulai dari pakaian yang digantung terlebih dulu. Melepaskan hanger satu persatu. Dilanjutkan dengan melipatnya ke dalam koper. Dalam sekejab ia sudah tenggelam dalam kesibukannya mengemas barang-barang. Setelah pakaian-pakaiannya ia susun rapi, kini ia mulai menyusun kosmetik dan peralatan-peralatan mandinya. Satu-persatu ia susun rapi agar isinya tidak tumpah dan terbalik-balik. Di tengah kesibukan, pintu kamarnya diketuk yang disusul dengan kehadiran ibu mertuanya. Seperti biasa, Nabila tetap mengekor di belakangnya. Dan kini ditambah dengan satu orang dayang-dayang lagi, yaitu Dina. Ibu dari calon cucunya.

"Jangan sampai ada barang-barangmu yang tertinggal ya, Nay? Tidak enak nanti dengan Nabila. Soalnya setelah ketuk palu, Nabila yang akan menjadi nyonya rumah ini," kalimat ibu mertuanya sukses membuat air muka Dina kian kelam. Ada ketidakpuasan dan ketakutan yang terpancar di kedua bola matanya. Kanaya sangat memahami apa yang dirasakan Dina. Mantan sahabatnya itu kini seperti makan buah simalakama. Bayangkan saja, Dina kini bagaikan tawanan di kediaman keluarga besar Albani. Ia tidak diperbolehkan memperlihatkan dirinya hingga melahirkan serta harus mengikuti apapun perintah ibu mertuanya. Keluarga Albani tidak ingin ada gosip-gosip yang bisa mencoreng nama keluarga besarnya.

Setelah melahirkan nanti, bayinya akan diasuh oleh keluarga Albani sebagai anak dari Ghifari dan Nabila. Itu pun kalau hasil test DNA menunjukkan bahwa bayinya memang darah daging Ghifari. Tetapi jika tidak, ia akan dituntut dengan pasal penipuan dan perbuatan tidak menyenangkan oleh keluarga Albani. Dua-duanya terdengar sangat menyedihkan bukan? Dina salah strategi dan kini hanya penyesalanlah yang ia rasakan. Namun seperti biasa, Dina yang sudah kalah malu, berusaha mati-matian untuk menampilkan air muka penuh kebahagiaan di depannya.

"Baik, Bu. Ini sebagian sudah Naya kumpulkan. Sebagian lagi rencananya akan Naya sumbangkan ke panti asuhan terdekat. Ibu tidak usah khawatir. Naya hanya akan mengambil barang-barang Naya. Naya tidak suka mengambil hak orang lain, Bu," sindir Kanaya kalem. Dina yang berdiri tidak jauh darinya menggeram kesal. Ia tau pasti kalau kalimat Kanaya itu sebenarnya ditujukan padanya.

"Baguslah. Dengan begitu tidak akan ada jejak-jejakmu lagi di rumah ini. Ibu ingin agar Nabila dan Ghifari benar-benar memulai hidup baru. Jauh dari bayang-bayangmu dan jerat wanita perusak lainnya." Kata terakhir diucapkan ibu mertuanya seraya menatap tajam Dina. Ibu mertuanya terang-terangan mengatakan bahwa Dina adalah seorang wanita perusak.

"Semoga saja ya, Bu? Toh situasi yang Naya alami sekarang ini juga diakibatkan oleh para perusak rumah tangga orang. Naya doakan semoga ayah dijauhkan dari wanita-wanita perusak seperti yang Ibu katakan tadi. Aamiin." Kalimat terakhirnya sukses membuat ibu mertuanya dan Nabila bersungut-sungut. Tanpa banyak bicara lagi mereka berdua segera keluar kamar. Sekarang di kamarnya hanya tersisa Dina. Sepertinya mantan sahabatnya ini masih ingin meluapkan keresahan hatinya sendiri dengan cara membullynya.

"Sebenarnya aku sudah berkali-kali memberikan clue padamu, kalau Ghifari itu tidak sebaik yang kamu kira. Hanya saja kamu tidak peka menanggapinya." Kanaya menanggapi kata-kata Dina dengan senyum kecil sembari terus mempacking.

"Sama dong. Aku juga sudah sering memberi clue padamu tentang betapa tidak berperasaannya keluarga Albani. Tapi ternyata kamu tetap saja diam-diam bergerilya." Kalimatnya sukses membungkam Dina. Kanaya tau, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Dina itu menyesal.

"Sekarang aku tanya, apa keuntungan yang kamu dapatkan dari perbuatanmu ini? Tidak ada 'kan? Kamu ingat tidak apa yang aku nasehatkan pada adikmu Vina, saat atasannya yang telah beristri itu mendekatinya?"

"Jangan pernah mau didekati oleh laki-laki yang sudah beristri, Vin. Karena ia itu hanya sedang iseng dan mencari tempat pelarian. Kalau pun ia akhirnya serius, percayalah itu hanya sementara karena ia sedang merasakan sensasi puber kedua. Kalau pada akhirnya ia meninggalkan pasangannya demi kamu, percayalah suatu saat ia juga akan meninggalkan kamu demi yang lainnya. Karena memang tidak ada mental penghianat yang setia. Satu lagi, kamu juga tidak akan pernah bahagia. Tau tidak kenapa? Karena tidak ada maling yang berkah bukan?"

"Aku yakin kamu masih mengingat jelas apa yang aku katakan waktu itu pada adikmu. Dan untungnya Vina waktu itu menurut. Tapi yang tidak aku sangka malah kamu yang menggantikan kebodohan Vina. Oh ya, khusus buatmu, aku ingin menambahkan satu kalimat. Jangan pernah menjebak seorang laki-laki dengan modal anak. Karena mungkin saja ia menginginkan anakmu, tetapi tidak dengan dirimu. Aku benar lagi kali ini 'kan, Din?"

Dina tidak menjawab. Ia hanya mendengkus dan berlalu sembari membanting pintu. Kanaya tersenyum masygul. Miris melihat kaumnya yang selalu mencari jalan pintas demi sebuah kebahagian yang mereka pikir akan mereka dapatkan. Sepeninggal Dina, ia kembali melanjutkan mempacking. Sudah ada tiga koper penuh dan empat kardus-kardus besar yang ia lakban. Pekerjaannya sudah hampir selesai. Kanaya memandangi seantero kamar sekali lagi. Bagaimanapun ia telah lima tahun menghuni kamar ini. Dan ini adalah kali terakhirnya ia memandang kamar yang telah memberikan kenangan manis maupun pahit selama lima tahun pernikahannya. Mulai besok, ia tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di kamar ini. Statusnya telah berubah.

Jujur jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ada rasa gentar di hati kala ia harus menyadang predikat janda. Konotasi negatif sebagai seorang janda sangat rentan menjadi sumber segala fitnah dan ghibah. Akan tetapi hidup serumah dan seranjang dengan orang telah menghianatinya habis-habisan, tidak akan mungkin sanggup ia lakoni. Karena seumur hidupnya ia akan dilanda kecemasan yang tak berujung. Setiap detik, setiap menit setiap jam, ia akan terus dibayangi kekhawatiran apakah suaminya tengah melakukan hal yang tidak seharusnya? Apakah suaminya kembali mencari selingkuhan dan seterusnya. Dan itu semua itu pasti akan luar biasa melelahkan. Ia tahu moved on itu memang tidak mudah. Tetapi hidup dengan terus menerus berderai air mata pasti akan lebih membuatnya merana. Tangisannya cukup sampai di sini saja. Ia harus memantaskan diri untuk mencintai dan dicintai lagi.

Satu jam kemudian semua barang-barangnya telah selesai dipaking. Kanaya mendorong ketiga koper besarnya ke depan pintu. Menyusul empat kardus besar yang ia dorong dengan susah payah. Akhirnya semua usai sudah. Sebelum menutup pintu kamar, Kanaya memandang kamarnya sekali lagi.

Ikhlaskan semua, Nay. Mulai hari ini kamu harus melangkah maju dan tidak boleh terpuruk lagi. Tegakkanlah tubuhmu dan kuatkan niatmu.

Lihatlah ke depan dan tersenyumlah dengan lebih menawan. Berhusnudzanlah. Yakinlah setelah ini kamu akan bahagia. Insya Allah.

Kanaya menarik napas panjang dan meraih pegangan kopernya. Menarik dengan susah payah karena beratnya isi koper. Dan bantuan tidak terduga datang dari Nabila dan ibu mertuanya. Mereka berdua dengan senang hati membantunya menarik koper bahkan mengangkatnya ke taksi online yang ia pesan. Kanaya memang sudah tidak mau memakai fasilitas keluarga Albani setelah ia mengajukan gugatan cerai. Baru saja Kanaya berniat masuk ke dalam taksi, mobil Ghifari masuk ke gerbang dengan suara decitan ban tajam karena direm mendadak. Ghifari menyusul keluar dari mobil dan menyambar pergelangan tangannya.

"Kamu mau ke mana, Nay? Mengapa kamu membawa semua barang-barangmu?"

"Naya akan pindah, Mas. Kita akan segera bercerai. Tidak baik kalau Naya masih tinggal satu atap dengan, Mas. Naya permisi dulu, Mas." Kanya melepas paksa cengkraman Ghifari. Ia tidak mau berurusan dengan orang yang akan segera menjadi mantan suaminya ini.

"Jangan begitu, Nay. Selama kita belum resmi bercerai, Mas mau kamu tetap tinggal di rumah ini."

"Untuk apa, Mas? Toh cepat atau lambat kita akan berpisah juga. Mas tidak usah khawatir akan takut kesepian. Itu ada Dina dan Nabila yang akan bersaing mati-matian demi membahagiakan, Mas," usul Kanaya seraya melirik dua wanita muda yang berdiri mengapit ibu mertuanya.

"Jangan, Nay. Jangan tinggalkan Mas. Yang berakhir di antara kita itu hanya status. Tapi perasaan Mas, belum. Mas masih sangat mencintai kamu, Nay." Kanaya tersenyum kecil. Manusia memang begitu adanya. Baru merasa menyesal setelah apa yang ada digenggaman terancam akan terlepas.

"Masalah perasaan Mas, itu urusan Mas sendiri. Tidak ada hubungannya dengan Naya. Satu hal yang harus Mas pelajari, Mas itu bukan mencintai Naya. Mas hanya takut kehilangan sesuatu yang sudah biasa Mas genggam. Bersikap dewasalah, Mas. Jangan seperti anak kecil yang takut kalau mainannya akan dirampas orang. Mas sudah mau punya anak lho. Masa sih sikapnya masih seperti anak-anak ? Malu sama jakun, Mas. Nah semuanya, Naya pergi dulu. Semoga dengan kepergian Naya ini, bisa membahagiakan semua orang."

Dan semoga kita semua tidak akan pernah bertemu lagi.

Siang menjelang sore itu, Kanaya meninggalkan semua masa lalunya. Setelah menitipkan semua barang-barangnya ke rumah lama kedua orang tuanya, Kanaya memulai petualangannya dengan berangkat ke Bogor. Di sana ia akan tinggal di desa Sukawangi. Desa Sukawangi adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan Sukamakmur, kabupaten Bogor. Desa ini berbatasan langsung dengan kabupaten Cianjur diketinggian sekitar 1200 di atas permukaan laut. Dan di desa inilah keluarga Baihaqi membangun perkebunan kopi besar yaitu seluas 544 hektar dari total 1.700 hektar luas desa Sukawangi. Semoga saja keputusannya untuk tinggal sementara di perkebunan bisa menyembuhkan luka-lukanya. Ya, semoga.

Related chapters

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 5

    "Duh lo nggak berubah ya, Nay? Muka lo tetep imut kayak sepuluh tahun lalu. Cemilan lo formalin ya?" Safa memeluknya hangat. Akhirnya ia sampai juga di kediaman keluarga Baihaqi. Rumah besar ini dulu kerap ia kunjungi setiap kali liburan sekolah. Keluarga Baihaqi memang selalu menghabiskan masa-masa liburan di perkebunan ini. Tinggal di ibukota yang ramai dan sumpek, membuat mereka menyimbangkan aktivitas dengan menghirup udara segar di perkebunan setiap liburan. Prinsip mereka bekerja sambil liburan murah. Dan Kanaya kecil tentu saja selalu diajak."Lo juga nggak berubah, Fa. Tetep cakep seperti dulu. Lo apa kabar, Fa? Duh gue seneng banget akhirnya kita bisa bertatap muka. Selama sepuluh tahun ini kita cuma chat dan sesekali teleponan doang." Kanaya balas memeluk Safa tak kalah erat. Semilir angin pedesaan dan hijaunya pemandangan alam, membuatnya seolah-olah kembali terlempar ke masa lalu. Masa ketika ia masih berseragam merah putih hingga puti

    Last Updated : 2021-06-26
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 6

    Sepeninggal Bik Surti, ponselnya bergetar. Saat melihat nama Safa di layar ponsel, Kanaya mengerti. Pasti Safa ingin mengabari soal kedatangan kakaknya yang di luar prediksi."Nay, gue mau ngabarin kalau Mas Haikal sedang on the way ke Sukawangi. Gue nelpon lo, supaya lo nggak kaget-kaget amat kalau pas nanti kepethuk." Benar 'kan tebakannya?"Kami udah ketemu kok, Fa." Kanaya menjawab apa adanya.Bahkan udah berantem lagi."Hah! Udah ke temu? Terus gimana, Nay? Mas Haikal udah nggak marah lagi sama lo 'kan?"Kanaya tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak sebelum memberikan jawaban bijak. Ia tidak ingin menjadi penyebab kedua kakak beradik itu saling bentrok."Ya gitu deh, Fa." Kanaya memberikan jawaban ambigu."Eh tapi gue heran, lo bilang 'kan Mas Haikal lagi ada project b

    Last Updated : 2021-06-26
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 7

    Sudah seminggu ini Kanaya tinggal di desa Sukawangi. Dan telah seminggu ini juga ia menjalani rutinitas yang menyenangkan hatinya. Berjalan pagi, ikut ke pasar bersama Mbok Surti, atau sekedar melukis di bawah Gunung Arca. Ya, melukis. Ia memang menuruni bakat melukis dari ayahnya. Sedari kecil ia telah aktif ikut mencorat-coret kanvas, setiap ayahnya melukis di studio kecil mereka. Ayahnya memang seorang pelukis profesional. Setelah dewasa pun, ia masih senang melukis jika mempunyai waktu luang. Kala itu ia masih bekerja sebagai sekretaris Ghifari. Setelah makin dekat dengan Ghifari secara pribadi, ia tidak pernah melukis lagi. Ghifari tidak menyukai seniman. Bagi Ghifari seniman itu selain nyentrik, juga pemalas dan masa depannya tidak jelas. Buktinya ayahnya tetap melarat walau lukisannya konon di koleksi oleh para pejabat. Ayahnya dan Ghifari tidak pernah sepakat dalam hal apapun. Da

    Last Updated : 2021-06-26
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 8

    Kanaya sedang berkonsentrasi melukis saat ponselnya bergetar. Ah, pasti Safa yang memanggil. Nomor ponselnya yang baru ini memang hanya diketahui oleh lima orang. Kedua orang tuanya, Safa, Pak Kholil pengacaranya dan Bik Surti. Ibunya baru tadi pagi meneleponnya. Sedangkan Pak Kholil sudah jarang meneleponnya sejak kasus perceraiannya dibatalkan. Sementara Bik Surti lebih suka mendatanginya langsung dari pada menelepon. Buang-buang pulsa katanya. Jadi kemungkinannya hanya satu yaitu Safa. Kanaya menarik sehelai tissue basah untuk mengelap tangannya yang penuh dengan noda cat. Setelah itu barulah ia meraih ponsel di atas meja. Kening seketika berkerut saat melihat ada nomor yang tidak dikenal meneleponnya. Aneh! Siapa si penelepon ini? Karena penasaran Kanaya pun mencoba mengangkatnya."Hallo," Kanaya memberi salam dengan hati-hati."Kamu sekarang silahkan ke rumah utama. Kami semua menunggu kehadiranmu di sini."

    Last Updated : 2021-06-26
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 9

    Dengungan suara orang-orang yang berbicara dalam waktu secara bersamaan, membuat Kanaya berusaha membuka mata. Ia ingin mengatakan kalau ia baik-baik saja. Ia tidak mau membuat kehebohan di rumah orang. Hanya saja matanya tidak mau bekerjasama. Tetap lengket dan sulit sekali untuk dibuka."Kamu bertengkar dengan Naya, Kal? Kalau ada masalah, ya mbok dibicarakan baik-baik. Naya ini 'kan sedang mengandung. Bagaimana kalau cucu Ibu sampai kenapa-kenapa?"Berarti sampai sejauh ini, Haikal belum mengatakan hal yang sebenarnya pada keluarganya. Benar-benar keterlaluan! Tunggu sampai ia sedikit bertenaga. Akan ia bongkar semua omong kosong ini!"Bukan bertengkar kok, Bu. Hanya sedikit berselisih paham saja. Naya tidak ingin Haikal memberitahu Ibu soal kehamilannya, sedangkan Haikal bersikukuh . Makanya Naya jadi marah pada Haikal."Bohong! "Nak, sebenarnya Ibu

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 10

    Kanaya berkali-kali menarik napas panjang. Mempersiapkan batin sebelum memberanikan diri mengetuk pintu rumah. Akhirnya ia kembali ke sini. Ke rumah tempat ia lahir dan dibesarkan. Rumah sederhana namun sangat asri dengan pekarangan yang luas dan sejuk dipandang mata. Seorang pelukis seperti ayahnya memang menyukai suasana seperti di alam bebas. Oleh karena itu rumah mereka pun dibuat sangat sederhana dan menyatu pada alam. Baru saja berniat untuk mengetuk, pintu tiba-tiba saja terbuka. Kanaya dan ibunya yang sepertinya bermaksud untuk membuang sampah, sama-sama kaget."Astaghfirullahaladzim, Nay. Ibu sampai kaget. Kamu sudah lama sampai toh, Nak?" Gendis melebarkan daun pintu. Mempersilahkan putri semata wayangnya masuk ke dalam rumah."Baru saja kok, Bu. Belum juga lima menit. Ibu mau membuang sampah ya? Sini, biar Naya saja yang membuangnya." Kanaya mengambil alih plastik sampah dari tangan sang ibu. Berjalan keluar dan kembali

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 11

    Kanaya mendekati meja lipat Venaya. Ia tau, gadis kecil itu pasti langsung down tatkala panitia perlombaan menetapkan tema lukisan. Ya, tema aku cinta ibu pasti membuat Venaya kebingungan. Ditinggalkan ibunya ke rahmatullah, begitu dilahirkan, gadis kecil itu pasti kehilangan ide karena tidak ada bayangan apapun di benaknya."Aya kenapa, sayang? Kok belum mulai menggambar? Lihat, teman-teman yang lain sudah mulai lho," pancing Kanaya halus. Wajah Venaya kian mendung. Bibirnya membentuk busur terbalik dengan ekspresi siap menangis sewaktu-waktu."Aya lupa dengan wajah mama Aya, Tante. 'Kan photo mama disimpan semua sama opa dan oma. Kata oma, papa suka sedih kalau melihat photo mama. Jadi sekarang Aya nggak bisa menggambar, Tante. Aya nggak punya ide," adu Venaya sedih.Benar 'kan tebakannya?"Kalau begitu, Aya gambar saja wajah Aya sendiri. Soalnya mama Aya itu 'kan mirip sekali

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 12

    "Tidak Nay. Sudah cukup. Cukup Mas tau bahwa Mas telah salah menilaimu selama ini. Kamu tidak pantas Mas sesali sama sekali," desis Ghifari geram. Ia tiba-tiba memalingkan wajahnya pada Dina. "Maafkan Mas karena telah meragukan ucapmu selama ini, Dina. Sekarang Mas percaya bahwa Naya memang tidak pernah mencintai Mas. Ia bertahan hanya karena harta dan kedudukan, Mas. Perempuan seperti ini tidak akan pernah Mas pertahankan lagi. Semua hal yang berkaitan dengan dirinya, akan Mas hapus mulai dari hari ini!" rutuk Ghifari geram. Amarah dan rasa kecewa tergambar jelas di air muka keruhnya.Yang satu maling teriak maling. Yang satu lagi musuh dalam selimut. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Pas!Kanaya memandang Dina dalam-dalam kala Ghifari mengatakan, bahwa dirinyalah yang menyatakan bahwa ia tidak pernah mencintai Ghifari. Wajah Dina berubah merah padam. Ular beludak itu segera memalingkan wajahnya. Dina tidak berani membalas

    Last Updated : 2021-07-19

Latest chapter

  • Merah Hitam Cinta #book1   Extra Part II

    Tiga bulan kemudian. Kanaya bernapas sesuai dengan intruksi dokter Kirana. Perutnya mulas luar biasa. Bayi-bayi yang selama sembilan bulan lebih menghuni rahimnya ini, seperti tidak sabar berebutan ingin keluar. Kanaya sampai berkeringat dingin karenanya. Rasanya baru kemarin ia melahirkan Juang, dan kini ia harus kembali melahirkan lagi. Sebenarnya Haikal menginginkannya melahirkan dengan operasi caesar. Karena menurut Haikal dan kedua mertuanya, lebih aman mengingat ia harus melahirkan dua orang bayi. Dikhawatirkan ia kehabisan tenaga atau letak bayinya sungsang dan lain sebagainya. Tetapi Kanaya bersikeras ingin melahirkan secara normal. Karena Juang juga ia lahirkan secara normal. Untungnya keinginannya itu didukung oleh dokter Kirana. Menurut dokter Kirana bayi kembar bisa dilahirkan secara normal apabila keadaannya memungkinkan. Misalnya pada saat akan dilahirkan keadaan b

  • Merah Hitam Cinta #book1   Extra Part I

    Lima bulan kemudian. Kanaya merapikan pakaian Juang yang tengah berada dalam gendongan Ika. Anak seusia Juang memang sedang aktif-aktifnya menarik-narik sesuatu. Alhasil baik pakaian Juang sendiri, atau pun pakaian orang yang menggendongnya, harus siap diacak-acak sewaktu-waktu. Pokoknya setiap ada bentuk dan warna yang mencolok, pasti akan menarik perhatian Juang. "Kalau kamu capek terus menggendong Juang, sini gantian, Ka. Kamu makan saja dulu. Tuh, makanannya enak-enak 'kan?" ujar Kanaya pada Ika. Ika kasihan melihat Ika yang ngos-ngosan karena terus menggendong Juang."Ah jangan dong, Bu. Perut Ibu sudah sebesar itu. Kasihan adek-adek bayinya kalau Ibu harus menggendong Juang. Belum lagi nanti saya diomelin Bapak." Ika nyengir. ARTnya ini sangat memahami sifat Haikal. Kandungannya kini telah memasuki bulan ke tujuh, dan ia meng

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 46(end)

    Kanaya beringsut dari kursi kafe sembari memindai jam di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Berarti sekitar setengah jam lagi, Pak Yaman dan Bu Maryam, akan menemuinya di restaurant ini. Kemarin kedua mantan mertuanya itu meneleponnya. Bu Maryam berbicara dari hati ke hati dengannya hampir selama satu jam penuh. Bu Maryam mengatakan bahwa ia telah mengetahui jati diri Juang yang sebenarnya. Dan sebagai nenek dan kakek, mereka berdua memohon agar diperbolehkan untuk menjenguk Juang. Kedua mertuanya juga berjanji kalau mereka tidak akan berbuat macam-macam, seperti ingin merebut Juang darinya misalnya. Mereka berdua hanya ingin melihat rupa cucu kandung mereka, katanya. Dari cara berbicara Bu Maryam di telepon, Kanaya bisa menangkap satu hal. Bahwa kedua mantan mertuanya ini telah banyak berubah. Setelah tertangkapnya Ghifari dan beberapa perusahaannya dinyatakan pailit, sikap kedua mantan mertuanya ini pun ikut berubah."Apa

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 45

    "Cukup, Nay. Aku sudah kenyang."Marsya menolak suapan bubur ayam dari Kanaya. Sungguh ia tidak berselera makan sama sekali. Bayangan ia akan benar-benar kehilangan hak asuh kedua anaknya, menggentarkannya. Marsya sadar, dirinya memang gagal menjadi orang baik. Tetapi sebagai seorang ibu, ia tidak gagal. Ia berusaha mendidik Attar dan Azizah dengan baik. Mengajari ilmu pengetahuan, hingga adab dan kesopanan. Sejahat-jahatnya dirinya, sebagai seorang ibu, tetap saja ia menginginkan yang terbaik bagi kedua anaknya. Makanya Marsya sangat depresi membayangkan kalau dirinya bukan saja kehilangan hak asuh, tetapi akan dijauhkan dari anak-anak kandungnya sendiri. Demi apapun, ia tidak sanggup!"Sedikit lagi ya, Mbak? Dari tadi pagi Mbak belum makan apa-apa lho. Mbak bisa sakit yang lain nanti," bujuk Kanaya.

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 44

    Haikal berulang kali meremas jalinan tangannya di pangkuan. Saat ini ia tengah duduk gelisah di studio kecil ayah mertuanya. Ia bermaksud membawa Kanaya pulang ke rumah. Dan untuk itu tentu saja ia harus meminta izin pada ayah mertuanya. Haikal tau, tidak mudah mengajuk hati ayah mertuanya yang eksentrik ini. Bara Sudibyo, sang ayah mertua, sikapnya memang tidak bisa diprediksi. Buktinya sudah hampir satu jam ia duduk di studio ini, namun kehadirannya sama sekali tidak dianggap oleh ayah mertuanya.Sedari tadi, ayah mertuanya hanya sibuk melukis. Sesekali ayah mertuanya ini menelengkan kepala. Mengamati hasil lukisannya dari berbagai sisi. Di saat lain, ayah mertuanya akan menggerutu sendiri. Mungkin ayah mertuanya merasa hasil lukisannya kurang memuaskan hatinya. Kehadirannya sekian lama di sini hanya dianggap seperti kuas cat saja sepertinya."Mau ngapain kamu ke sini?" Bara melirik sekilas laki-laki muda di sampingnya. Selanjutnya ia ke

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 43

    Dan di sinilah sekarang Kanaya berada. Di kamar mereka berdua, dengan Haikal yang terus saja berdiri di depan jendela. Sementara dirinya sendiri duduk di ujung ranjang. Sedari dirinya tiba beberapa menit lalu, Haikal terus memandang keluar jendela. Seolah jendela-jendela di kompleks perumahan ini, lebih menarik untuk ditatap daripada wajah istrinya sendiri.Dalam keadaan masih duduk, Kanaya menatap Haikal lurus-lurus. Hampir sebulan tidak bertemu, perubahan-perubahan di diri Haikal sangat signifikan. Kepalanya sudah tampak normal. Perban yang biasa menutupi luka bekas operasinya sudah tidak ada. Begitu juga dengan luka parut di pipinya. Jika dipandang sekilas, orang-orang tidak akan tau kalau Haikal itu baru saja menjalani operasi rekonstruksi kepala dan wajah. Haikal sudah kembali gagah dan tampan seperti sebelumnya. Kecuali bila didekati dan diperhatikan dengan seksama. Maka akan tampak bekas-bekas operasi halus di sana. Hasil kerja rumah sakit ter

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 42

    Rasa adem langsung menerpa kulit Kanaya, kala ia mendorong pintu kafe. Ramainya pengunjung membuat Kanaya celingukan mencari-cari meja yang kosong. Pada hari minggu seperti ini kafe memang sedang ramai-ramainya. Sebenarnya Kanaya malas sekali harus meninggalkan warung dan juga Juang untuk ke kafe ini. Tetapi demi menguak tabir kebenaran mengapa sikap Haikal berubah 180 derajat seperti ini, Kanaya memaksakan diri ke sini juga. Safa ingin bertemu dengannya secara empat mata katanya. Makanya Kanaya penasaran sekali. Kanaya menebak, pasti ini semua ada kaitannya dengan Haikal.Kanaya memindai seantero kafe. Mencari-cari meja yang masih kosong. Pengunjung kafe hari ini sangat ramai. Tidak heran memang, mengingat ini adalah hari minggu. Hari di mana orang-orang refreshing menikmati hari libur, atau sekedar family time dengan makan bersama. Kanaya menarik napas lega kala pandangannya membentur meja yang paling pojok. Meja itu memang relatif lebi

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 41

    Ghifari memandang video-video panas yang baru saja diedit Rafly dengan tatapan puas. Sungguh ia sama sekali tidak menyangka, kalau teknologi sekarang sudah secanggih ini. Video-video panasnya dengan Kanaya semasa masih menjadi sepasang suami istri dulu, telah berganti waktu dan tanggalnya. Ia memang suka merekam aksi-aksi panas mereka dulu tanpa sepengetahuan Kanaya. Dan ia sama sekali tidak menyangka kalau kebiasaannya itu kini akan sangat berguna dalam planning-planningnya. Ia akan merebut kembali Kanaya dari Haikal tentu saja."Oke, Pak Ghifari. Semua video-video ini sudah saya edit tanggal dan jamnya. Saya yakin, tidak ada satu orang pun yang bisa mendeteksi kebenarannya." Rafly, sang peretas juga ikut tersenyum puas. Hanya saja tingkat kepuasan dua orang laki-laki ini berbeda. Jika Ghifari puas karena ia akan mendapatkan kembali mantan istrinya, maka Rafly puas karena akan mendapatkan sejumlah besar dana. Win win solution.

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 40

    Kanaya memandangi rinai hujan di depan jendela. Sesekali ia mengusap kaca jendela nako yang basah. Bulir-bulir air yang berjatuhan mewakili hatinya saat ini. Jatuh ke titik nadir. Saat ini ia berada di rumah Jihan. Entah mengapa saat mengorder taksi online tadi, ia malah mengetik alamat Jihan, alih-alih orang tuanya. Mungkin ia merasa malu karena rumah tangganya kembali bermasalah. Makanya alam bawah sadarnya mencari perlindungan pada Jihan. Sebagai sesama wanita yang gagal dalam berumah tangga, setidaknya Jihan pasti sangat memahami keadaannya saat ini.Dugaan Kanaya tepat. Jihan sama sekali tidak heboh dan menginterogasinya saat melihat kedatangannya malam-malam. Istimewa dengan keadaan yang seadanya. Kanaya memang hanya sempat membawa dompet dan ponsel, selain baju yang melekat di badan. Itu pun karena dua benda tersebut kebetulan ada di saku celananya.Saat ia datang dalam rinai hujan, Jihan dengan luwes

DMCA.com Protection Status