Share

Chapter 7

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2021-06-26 22:20:52

Sudah seminggu ini Kanaya tinggal di desa Sukawangi. Dan telah seminggu ini juga ia menjalani rutinitas yang menyenangkan hatinya. Berjalan pagi, ikut ke pasar bersama Mbok Surti, atau sekedar melukis di bawah Gunung Arca. Ya, melukis. Ia memang menuruni bakat melukis dari ayahnya. Sedari kecil ia telah aktif ikut mencorat-coret kanvas, setiap ayahnya melukis di studio kecil mereka. Ayahnya memang seorang pelukis profesional. Setelah dewasa pun, ia masih senang melukis jika mempunyai waktu luang. Kala itu ia masih bekerja sebagai sekretaris Ghifari. Setelah makin dekat dengan Ghifari secara pribadi, ia tidak pernah melukis lagi. Ghifari tidak menyukai seniman. Bagi Ghifari seniman itu selain nyentrik, juga pemalas dan masa depannya tidak jelas. Buktinya ayahnya tetap melarat walau lukisannya konon di koleksi oleh para pejabat. Ayahnya dan Ghifari tidak pernah sepakat dalam hal apapun.

Dan kini setelah tahu kalau ia telah bebas dari embel-embel seorang istri, ia mulai belajar untuk membahagiakan diri sendiri. Selama ini, ia terlalu sibuk membahagiakan Ghifari hingga ia melupakan kebahagiaannya sendiri. Sementara Ghifari, selain menghianatinya, ternyata juga telah membohonginya mentah-mentah. Betapa bodohnya ia selama ini bukan? Cinta buta telah membuatnya mengabaikan segalanya. Orang tuanya, pekerjaannya, teman-temannya, bahkan kegemarannya. Ia menggadaikan itu semua demi cinta yang ternyata hanya kebohongan semata. Sekarang pikirannya telah terbuka. Ia tidak mau lagi menghambakan diri pada seseorang atau sesuatu. Cukup kepada yang Maha Kuasa saja. Karena Yang Maha Kuasa sudah pasti tidak akan pernah menghianatinya.

Waktu menunjukkan pukul enam pagi saat ia membuka jendela kamar lebar-lebar. Seperti biasa, setiap pagi ia akan berjalan-jalan menghirup segarnya udara pegunungan. Di desa Sukawangi ini terdapat Gunung Arca yang di bawahnya ditanami pohon-pohon kopi milik keluarga Baihaqi. Karena ditanam dibawah tegakan hutan, maka cita rasa kopinya berbeda karena berasal dari hasil persilangan akar tanaman di hutan. Inilah yang menyebabkan rasa kopi keluarga Baihaqi ini begitu khas. Menurut Safa perkebunan kopi mereka yang dikelola dengan konsep konservasi itu, telah mendapat pengakuan sebagai kopi terbaik tingkat nasional melalui ajang Kontes Kopi Spesialiti Indonesia atau KKSI tahun lalu. Makanya nama perkebunan kopi keluarga Baihaqi ini terkenal di seluruh penjuru negeri.

Kanaya menyusuri jalan setapak sambil menggerak-gerakkan persendiannya. Melakukan peregangan sederhana agar tubuhnya rileks saat berolah raga ringan. Saat langkahnya melintasi rumah utama, ia berpapasan dengan Haikal yang sepertinya akan berlari pagi. Ternyata Haikal sudah kembali. Karena menurut laporan Bik Surti, Haikal sedang ada urusan di Jakarta sejak lima hari lalu. Tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi, Kanaya segera memutar arah. Ia tidak mau terlibat adu mulut pagi-pagi.

"Lari lagi? Hobby kamu memang tidak berubah dari dulu. Selalu melarikan diri dari masalah yang kamu ciptakan sendiri,"

Abaikan Nay. Tidak perlu kamu tanggapi pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban seperti ini.

"Selamat pagi, Mas. Saya duluan ya?" Kanaya menyapa sopan dan segera berlalu. Ia sama sekali tidak menanggapi sindiran Haikal. Ia tau dahulu ia telah melakukan kesalahan besar pada Haikal. Makanya Haikal menjadi manusia yang pahit seperti sekarang ini. Baginya selama Haikal tidak menyakitinya secara fisik atau berdarah-darah, ia akan mengalah saja.

"Teruslah menghindar. Saya akan menunggu, sampai sejauh mana kamu masih bisa menghindari saya," desisan Haikal di belakangnya tidak ia hiraukan. Biarlah. Sekarang ia akan belajar untuk memperpanjang sabar. Kanaya meneruskan langkah menelusuri jalan-jalan kecil di sekitar rumah. Kegiatan pagi warga desa Sukawangi telah dimulai. Beberapa laki-laki terlihat berjalan menuju sawah atau ke kebun masing-masing. Para ibu-ibu berjalan beriringan. Sebagaian terlihat menggendong anak dan sebagian lagi berjalan santai. Beberapa terlihat bergerombol sambil mengobrol seru. Menceritakan tentang serial televisi sampai tingkah polah suami dan para tetangga. Kanaya tersenyum kecil. Tingkah polah ibu-ibu di mana-mana sama saja. Gemar mengobrol dan memceritakan apa saja.

"Naya?" Kanaya menghentikan langkah saat mendengar seseorang memanggil namanya. Mula-mula ia tidak mengenali sosok pria yang menggunakan pakaian jogging lengkap dengan hoodie yang menutupi kepalanya. Ketika hoodie dibuka dan wajah si pria tampak jelas, ia langsung mengenali pemanggilnya. Aryo Wibisono. Teman akrab Haikal sedari kecil. Aryo adalah tetangga Haikal di desa Sukawangi. Keluarga Aryo juga memiliki perkebunan kopi di daerah ini. Dan mereka kerap berjumpa apabila Aryo ikut dengan keluarganya mengunjungi perkebunan. Selain itu hubungan kedua keluarga mereka juga cukup akrab satu sama lain. Makanya Aryo dan Fitri, adiknya, sering bermain ke rumah keluarga Baihaqi setiap kali mereka mengunjungi perkebunan. Keluarga Wibisono juga berdomisili di Jakarta. Biasanya mereka ke Sukawangi hanya untuk sekedar mengecek keadaan kebun atau refreshing saja.

"Ada angin apa kamu tiba-tiba muncul lagi di sini setelah sepuluh tahun berlalu, heh?" Aryo tersenyum. Memperlihatkan dekik lesung pipinya yang khas.

"Nggak ada angin apapun, Mas. Saya cuma sedang ingin refreshing saja," ucap Kanaya singkat. "Mas ke sini karena ingin mengecek perkebunan ya?" Aryo mengangguk.

"Selain mengecek perkebunan Mas membawa anak Mas refreshing juga. Kasihan dia di rumah terus. Mumpung sekolahnya libur tiga hari, Mas bawa saja ke sini. Biar ia belajar mengenal alam," lanjut Aryo.

"Wah, sepuluh tahun kita tidak berkabar, ternyata Mas sudah punya anak yang sudah sekolah ya? Anak Mas ada berapa orang?" Kanaya begitu anthusias saat mengetahui bahwa Aryo telah mempunyai anak. Sepuluh tahun lalu Aryo masih berpacaran dengan Shinta. Sesekali Shinta ikut berlibur ke sini bersama dengan Kartika, adik perempuannya.

"Cuma seorang, Nay," jawab Aryo singkat. Entah mengapa, Kanaya menangkap ada kesedihan yang menggelayuti kedua bola matanya.

"Kok cuma satu sih? Nggak mau nambah? Mbak Shinta 'kan suka anak kecil?" Kanaya teringat bahwa pacar Aryo itu sangat menyukai anak kecil.

"Bukannya nggak mau, Nay. Tapi nggak bisa. Shinta... Shinta... meninggal saat melahirkan putri kami," desah Aryo sendu. Kanaya langsung merasa tidak enak karena telah membuat Aryo sedih.

"Maaf ya, Mas. Saya nggak bermaksud--"

"Tidak apa-apa, Nay. Mas juga sudah ikhlas lahir batin. Mungkin Tuhan punya rencana lain dengan lebih dulu mengambil Shinta. Mas percaya dengan apa yang disebut dengan takdir Tuhan." Aryo kembali tersenyum. Jujur walaupun Aryo tersenyum, Kanaya masih bisa melihat luka dan kesedihan di sana. Ia tau kalau Aryo memang sangat mencintai Shinta.

"Eh Nay, kamu dulu suka melukis 'kan?" tanya Aryo tiba-tiba. Kanaya mengangguk. Ia sedikit heran saat Aryo tiba-tiba saja menanyakan soal kegemaran ya melukis.

"Ehm, kalau begitu kamu keberatan nggak singgah ke rumah Mas sebentar? Putri Mas ada tugas menggambar di sekolahnya. Sementara kamu tau sendiri 'kan kalau Mas menggambar seekor macan jatuh-jatuhnya malah mirip kucing?" Kanya nyengir. Ia ingat sekali kejadian itu. Kala itu mereka bertujuh yang terdiri dari dirinya, Haikal, Safa, Aryo, Fitri, Shinta dan Kartika bermain tebak gambar. Ketika tiba pada giliran Aryo untuk menggambar, tidak ada satu gambar pun yang tertebak dengan benar. Aryo menggambar macan namun lebih mirip kucing, dan mengambar kangguru, tetapi jatuhnya malah menyerupai unta. Bakat menggambar Aryo memang parah.

"Ayo deh, Mas. Saya juga sudah lama tidak mengunjungi rumah keluarga Mas. Eh orang tua Mas ikut ke sini nggak?" tukas Kanaya seraya mensejajari langkah Aryo.

"Nggak Nay. Ayah sedang kurang sehat dan ibu menjaganya. Biasalah, ayah kalau sakit 'kan aleman. Hehehe. Mas ke sini hanya bersama putri Mas dan Kartika saja."

"Kartika? Tika adik Mbak Shinta maksudnya?"

"Iya, Nay. Kartika itu baik sekali. Setelah Shinta meninggal, dialah yang mengasuh putri Mas. Tika bahkan rela keluar dari kantornya dan kini menjadi pengasuh putri Mas. Mas berhutang budi padanya." Kanaya hanya ber oh saja. Satu dugaan melintasi benaknya. Ternyata Kartika belum moved on juga. Karena ia tau kalau Kartika itu sudah lama mencintai Aryo, yang kala itu masih berstatus sebagai pacar kakaknya. Cinta memang rumit.

Setelah berjalan sekitar lima belas menit, mereka tiba di kediaman keluarga Wibisono. Rumah megah ini juga tidak mengalami perubahan yang berarti. Semakin mendekati rumah, Kanaya seolah-olah masuk ke mesin waktu belasan tahun yang lalu. Ia, Safa, dan Haikal dulu juga sering bermain di rumah ini. Ayunan putih itu adalah mainan favoritnya bersama Safa dan Fitri. Sementara Aryo dan Haikal yang sudah dewasa lebih suka bermain bola atau sekedar gitaran saja. Semakin mendekati rumah, Kanaya mendadak ingin membalikkan badan. Di kursi teras ia melihat Haikal tengah bercanda seru dengan seorang gadis kecil di pangkuannya. Di sampingnya Kartika menatapnya seolah-olah ingin menelannya bulat-bulat. Kejadian ini seperti dejavu. Mengulang masa lalu. Kartika mencemburui siapa pun wanita yang bersama dengan Aryo tanpa kecuali. Baik itu dirinya, Safa, apalagi kakak kandungnya sendiri. Sepuluh tahun berlalu dan Kartika masih seperti sepuluh tahun yang lalu. Terjebak di masa lalu.

"Ayo masuk, Nay. Tuh, ada si Haikal, Tika dan putri saya juga," teguran Aryo membuat dua kepala serentak menoleh, kecuali Kartika. Adik ipar Aryo itu sudah mengintainya dari jauh. Melihat kehadiran ayahnya, si gadis cilik melompat dari pangkuan Haikal dan berlari ke pelukan Aryo.

"Papa!" si gadis cilik tertawa gembira saat Aryo menggendongnya tinggi dan memutar-mutarnya di udara. Putri Aryo ini cantik sekali. Wajahnya perpaduan dari manisnya Shinta dan gagahnya Aryo. Refleks Kanaya mengelus sekilas perutnya. Semoga kelak putra atau putri dalam kandungannya terlahir sehat dan menggemaskan seperti putri Aryo dan almarhumah Shinta ini.

"Hallo princessnya Papa. Ini Papa bawakan pelukis yang sungguhan. Kenalkan, ini Tante Naya. Tante Naya ini bisa melukis apapun sama dengan aslinya lho. Pokoknya top deh." Aryo mengacungkan jempol pada putrinya.

"Tante Naya?" si gadis kecil menelengkan kepala. Gayanya menggemaskan sekali. Seperti orang dewasa yang sedang mengamati sesuatu. "Kok namanya mirip dengan Aya?" ucapnya heran. Kanaya tersenyum. Lucunya Aya membuat moodnya membaik. Ia mendekati Aya dan berjongkok di depannya. Ia memang senang dengan anak kecil.

"Nama kita mirip ya? Kalau begitu ayo kita berkenalan dengan menyebut nama lengkap masing-masing. Coba kita lihat, masih mirip atau tidak kalau sudah dipanjangkan," usul Kanaya seraya mengulurkan tangan. Mengajak bersalaman formal. Si gadis tersenyum. Sepertinya ia merasa itu adalah ide yang bagus. Ia menyambut uluran tangan Kanaya dengan antusias.

"Oke, princess. Kenalkan, nama lengkap Tante adalah Kanaya Al--Prameswari. Nama princess yang cantik ini siapa ya?" goda Kanaya gemas. Ia tadi nyaris terpeleset menyebut kata Albani sebagai belakangnya. Kanaya melihat Haikal membuat mimik mengejek mendengarnya menyebut nama gadisnya.

"Wah, makin mirip lho, Tante. Nama lengkap Aya itu, Venaya Wibisono. Nama kita bedanya segini aja." Venaya menunjukkan jari jempol dan telunjuknya dengan jarak kecil.

"Iya ya? Kalau begitu sepertinya kita bisa berteman baik. Nama kita aja mirip. Benar tidak?" goda Kanaya. Menyenangkan sekali rasanya berkomunikasi dengan anak kecil yang masih polos hatinya.

"Jangan mempedaya anak kecil, Nay. Kalau kamu memang kepengen mendekati papa--"

"Cukup, Kal. Jangan mulai lagi. Lo udah umur berapa sih? Sudahlah. Jangan membawa-bawa masa lalu. Kita sekarang sudah punya kehidupan sendiri-sendiri. Jangan menyakiti orang lain dan diri lo sendiri. Moved on dong, Kal." Aryo buru-buru memotong kalimat Haikal. Ia sama sekali tidak menduga kalau Haikal masih terjebak pada masa lalu. Sebaiknya mereka berdua dipisah saja. Kalau terus berada dalam satu ruangan yang sama, dikhawatirkan ia akan terus menjadi wasit yang tidak tau kapan pertandingan akan berakhir.

"Princessnya Papa bisa nggak mengajak Tante Naya ke ruang belajar aja? Nanti di sana Tante Naya bisa mengajari Aya menggambar. Bisa tidak, Nak?" bujuk Aryo manis.

"Oh bisa dong, Pa. Ayo Tante. Nanti Aya kasih lihat Tante deh hasil gambar Aya yang lain. Belum bagus sekali sih, Tante. Tapi lumayanlah dari pada hasil gambarnya Papa." Venaya nyengir lucu. Kanaya tergelak seraya mengekori langkah si gadis kecil yang menggenggam tangannya erat. Memang sebaiknya ia menjauh saja dari Haikal. Ia tidak mau ribut di rumah orang. Dari sudut mata, Kanaya memindai Kartika juga beringsut dari kursi. Perasaannya mengatakan bahwa Kartika ingin membicarakan sesuatu dengannya. Ketika langkah mereka sampai di sebuah pintu berwarna coklat tua, Venaya berhenti.

"Ini ruang belajar Aya, Tante. Tante masuk dulu ya? Aya ingin mengambil peralatan menggambar dulu di kamar. Tunggu sebentar ya, Tante?" si gadis kecil berlari menyusuri koridor. Sepertinya ia sudah tidak sabar ingin belajar menggambar. Melihat bayangan Venaya menjauh, Kartika mulai beraksi.

"Nay. Gue mau terus terang aja sama lo. Gue nggak suka lo deket-deket dengan keponakan gue apalagi papanya. Gue harap lo nggak meneruskan usaha lo untuk mendekati Mas Aryo melalui Aya seperti yang dibilang Mas Haikal tadi. Gue tau siapa lo yang sebenarnya. Gagal menjebak Mas Haikal, lo sekarang mencoba peruntungan dengan Mas Aryo kan?" bengisnya air muka Kartika menjelaskan seberapa bencinya ia pada dirinya. Kanaya menghembuskan napas kasar. Orang yang telah dibutakan oleh rasa cemburu memang nalarnya akan mati rasa. Segala yang ada dalam pikiran mereka hanyalah hal-hal negatif dan prasangka. Obsesi Kartika sepertinya sudah mencapai level sakit jiwa.

"Gue perlu menjelaskan apa pun sama lo, Tik. Karena gue tau, apapun yang gue katakan, nggak akan masuk ke otak lo. Satu hal yang mau gue bilang. Moved on, dong Tik. Moved on. Mau ada gue atau nggak ada gue pun, nggak ngaruh buah hubungan lo sama Mas Aryo. Toh sekian tahun setelah kepergian Mbak Shinta, hubungan lo sama Mas Aryo nggak ada perubahan 'kan? Lo tetep adik iparnya karena Mas Aryo memang menganggap lo adik almarhumah istrinya. Intinya gue mau bilang, berhenti menyalahkan orang lain kalau memang usaha lo mentok di tengah jalan. Dewasalah, Tik." Kanaya memutuskan untuk bersikap tegas pada Kartika. Orang seperti Tika ini memang harus dikerasi agar tidak semakin menjadi-jadi. Sesungguhnya ia kasihan melihat Kartika. Mengejar cinta hingga sebegitunya. Ia mengatakan semua ini dengan maksud baik. Ia tidak mau Kartika berakhir seperti dirinya. Menjadi keset orang yang ia cinta.

"Lo nggak perlu--" Kartika menghentikan ucapannya saat melihat Aya mendekat. Sebuah buku gambar dan tas ransel ada di bahu mungilnya.

"Pokoknya lo udah gue peringatin. Jangan membuat gue harus berbuat kasar sama lo." Kartika mendengus dan berlalu dari hadapannya. Kanaya menggeleng-gelengkan kepalanya. Cinta memang buta. Dan jujur ia pun pernah berada di posisi Kartika bertahun-tahun lamanya!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rina Philip
coinnya terlalu mahal
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 8

    Kanaya sedang berkonsentrasi melukis saat ponselnya bergetar. Ah, pasti Safa yang memanggil. Nomor ponselnya yang baru ini memang hanya diketahui oleh lima orang. Kedua orang tuanya, Safa, Pak Kholil pengacaranya dan Bik Surti. Ibunya baru tadi pagi meneleponnya. Sedangkan Pak Kholil sudah jarang meneleponnya sejak kasus perceraiannya dibatalkan. Sementara Bik Surti lebih suka mendatanginya langsung dari pada menelepon. Buang-buang pulsa katanya. Jadi kemungkinannya hanya satu yaitu Safa. Kanaya menarik sehelai tissue basah untuk mengelap tangannya yang penuh dengan noda cat. Setelah itu barulah ia meraih ponsel di atas meja. Kening seketika berkerut saat melihat ada nomor yang tidak dikenal meneleponnya. Aneh! Siapa si penelepon ini? Karena penasaran Kanaya pun mencoba mengangkatnya."Hallo," Kanaya memberi salam dengan hati-hati."Kamu sekarang silahkan ke rumah utama. Kami semua menunggu kehadiranmu di sini."

    Last Updated : 2021-06-26
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 9

    Dengungan suara orang-orang yang berbicara dalam waktu secara bersamaan, membuat Kanaya berusaha membuka mata. Ia ingin mengatakan kalau ia baik-baik saja. Ia tidak mau membuat kehebohan di rumah orang. Hanya saja matanya tidak mau bekerjasama. Tetap lengket dan sulit sekali untuk dibuka."Kamu bertengkar dengan Naya, Kal? Kalau ada masalah, ya mbok dibicarakan baik-baik. Naya ini 'kan sedang mengandung. Bagaimana kalau cucu Ibu sampai kenapa-kenapa?"Berarti sampai sejauh ini, Haikal belum mengatakan hal yang sebenarnya pada keluarganya. Benar-benar keterlaluan! Tunggu sampai ia sedikit bertenaga. Akan ia bongkar semua omong kosong ini!"Bukan bertengkar kok, Bu. Hanya sedikit berselisih paham saja. Naya tidak ingin Haikal memberitahu Ibu soal kehamilannya, sedangkan Haikal bersikukuh . Makanya Naya jadi marah pada Haikal."Bohong! "Nak, sebenarnya Ibu

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 10

    Kanaya berkali-kali menarik napas panjang. Mempersiapkan batin sebelum memberanikan diri mengetuk pintu rumah. Akhirnya ia kembali ke sini. Ke rumah tempat ia lahir dan dibesarkan. Rumah sederhana namun sangat asri dengan pekarangan yang luas dan sejuk dipandang mata. Seorang pelukis seperti ayahnya memang menyukai suasana seperti di alam bebas. Oleh karena itu rumah mereka pun dibuat sangat sederhana dan menyatu pada alam. Baru saja berniat untuk mengetuk, pintu tiba-tiba saja terbuka. Kanaya dan ibunya yang sepertinya bermaksud untuk membuang sampah, sama-sama kaget."Astaghfirullahaladzim, Nay. Ibu sampai kaget. Kamu sudah lama sampai toh, Nak?" Gendis melebarkan daun pintu. Mempersilahkan putri semata wayangnya masuk ke dalam rumah."Baru saja kok, Bu. Belum juga lima menit. Ibu mau membuang sampah ya? Sini, biar Naya saja yang membuangnya." Kanaya mengambil alih plastik sampah dari tangan sang ibu. Berjalan keluar dan kembali

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 11

    Kanaya mendekati meja lipat Venaya. Ia tau, gadis kecil itu pasti langsung down tatkala panitia perlombaan menetapkan tema lukisan. Ya, tema aku cinta ibu pasti membuat Venaya kebingungan. Ditinggalkan ibunya ke rahmatullah, begitu dilahirkan, gadis kecil itu pasti kehilangan ide karena tidak ada bayangan apapun di benaknya."Aya kenapa, sayang? Kok belum mulai menggambar? Lihat, teman-teman yang lain sudah mulai lho," pancing Kanaya halus. Wajah Venaya kian mendung. Bibirnya membentuk busur terbalik dengan ekspresi siap menangis sewaktu-waktu."Aya lupa dengan wajah mama Aya, Tante. 'Kan photo mama disimpan semua sama opa dan oma. Kata oma, papa suka sedih kalau melihat photo mama. Jadi sekarang Aya nggak bisa menggambar, Tante. Aya nggak punya ide," adu Venaya sedih.Benar 'kan tebakannya?"Kalau begitu, Aya gambar saja wajah Aya sendiri. Soalnya mama Aya itu 'kan mirip sekali

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 12

    "Tidak Nay. Sudah cukup. Cukup Mas tau bahwa Mas telah salah menilaimu selama ini. Kamu tidak pantas Mas sesali sama sekali," desis Ghifari geram. Ia tiba-tiba memalingkan wajahnya pada Dina. "Maafkan Mas karena telah meragukan ucapmu selama ini, Dina. Sekarang Mas percaya bahwa Naya memang tidak pernah mencintai Mas. Ia bertahan hanya karena harta dan kedudukan, Mas. Perempuan seperti ini tidak akan pernah Mas pertahankan lagi. Semua hal yang berkaitan dengan dirinya, akan Mas hapus mulai dari hari ini!" rutuk Ghifari geram. Amarah dan rasa kecewa tergambar jelas di air muka keruhnya.Yang satu maling teriak maling. Yang satu lagi musuh dalam selimut. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Pas!Kanaya memandang Dina dalam-dalam kala Ghifari mengatakan, bahwa dirinyalah yang menyatakan bahwa ia tidak pernah mencintai Ghifari. Wajah Dina berubah merah padam. Ular beludak itu segera memalingkan wajahnya. Dina tidak berani membalas

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 13

    Waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari. Tetapi Kanaya masih belum bisa memejamkan mata. Sedari pukul sebelas tadi ia hanya membolak-balik tubuhnya di atas kasur dengan gelisah. Benaknya terus saja mengulang kejadian sore tadi."Bagaimana, Nay? Kamu bersedia menerima lamaran Ibu dan Bapak untuk Haikal? Kalian berdua telah melakukan kesalahan. Apakah kalian tidak ingin memperbaiki kesalahan itu? Kasihan anak kalian nantinya, Nay."Kanaya mendesah bingung. Ia benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Bagai makan buah simalakama. Apapun keputusan yang akan diambilnya, sama-sama beresiko dan sama-sama salah. Jika ia menolak, bisa dipastikan keluarga Albani akan merongrongnya tentang siapa ayah anaknya. Ujung-ujungnya adalah test DNA. Dan apabila terbukti kalau anaknya adalah seorang Albani, mereka pasti akan mengupayakan segala cara untuk merebut hak asuhnya. Kemungkinan besar keinginan mereka akan terwujud, meng

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 14

    "Bu, boleh tidak Naya menanyakan hal-hal yang sifatnya pribadi pada Ibu?" tanya Kanaya hati-hati. Bukan apa-apa, sebentar lagi ke dua orang tua Haikal akan datang. Mereka akan kembali menanyakan kesediaannya untuk dilamar. Dan sebelum ia memberi jawaban final pada kedua orang tua Haikal, ia ingin menanyakan sesuatu pada ibunya. Dalam hal ini, ia ingin berbicara dalam konteks sebagai sesama wanita. Bukan sebagai ibu dan anak.Mendengar pertanyaan tidak biasanya putrinya, Gendis menutup kembali buku yang tadinya ingin ia baca. Ia tau, putrinya sedang ingin berbicara dari ke hati."Tentu saja boleh, Nay. Kamu boleh menanyakan apapun pada Ibu. Apapun," ucap Gendis lembut. Menegaskan kesediaannya. Kanaya mendekati ibunya di sofa. Merebahkan kepala pada bahu sang ibu. Seperti kebiasaannya di masa lalu. Mencium aroma segar bedak dingin dan jamu yang menguar dari tubuh ibunya, Kanaya merasa kembali ke masa lalu. Masa di mana ia hanya menc

    Last Updated : 2021-07-19
  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 15

    Sudah seminggu lamanya Kanaya menikah dengan Haikal. Tetapi ia tidak merasakan adanya perubahan yang berarti. Mereka berdua menjalani kehidupan nyaris seperti dua orang asing yang kebetulan tinggal di rumah yang sama. Bayangkan saja. Mereka tidak tidur di kamar yang sama. Haikal mengatakan kalau mereka tidak perlu merubah kebiasaan masing-masing karena pernikahan ini hanyalah formalitas belaka. Walau di atas kertas mereka adalah suami istri, tapi dalam kehidupan yang sebenarnya, mereka adalah dua orang asing yang tinggal dalam satu rumah. Jadi masing-masing pihak tidak boleh mencampuri urusan pribadi satu sama lain.Interaksi mereka setiap harinya sudah tertata. Pagi-pagi ia akan menyiapkan sarapan praktis sederhana, seperti roti isi, nasi goreng atau terkadang mie instan. Mereka akan sarapan bersama dalam diam. Setelahnya Haikal akan berangkat ke kantor. Kegiatannya berlanjut dengan berbelanja bahan makanan pada tukang sayur komplek, memasa

    Last Updated : 2021-07-19

Latest chapter

  • Merah Hitam Cinta #book1   Extra Part II

    Tiga bulan kemudian. Kanaya bernapas sesuai dengan intruksi dokter Kirana. Perutnya mulas luar biasa. Bayi-bayi yang selama sembilan bulan lebih menghuni rahimnya ini, seperti tidak sabar berebutan ingin keluar. Kanaya sampai berkeringat dingin karenanya. Rasanya baru kemarin ia melahirkan Juang, dan kini ia harus kembali melahirkan lagi. Sebenarnya Haikal menginginkannya melahirkan dengan operasi caesar. Karena menurut Haikal dan kedua mertuanya, lebih aman mengingat ia harus melahirkan dua orang bayi. Dikhawatirkan ia kehabisan tenaga atau letak bayinya sungsang dan lain sebagainya. Tetapi Kanaya bersikeras ingin melahirkan secara normal. Karena Juang juga ia lahirkan secara normal. Untungnya keinginannya itu didukung oleh dokter Kirana. Menurut dokter Kirana bayi kembar bisa dilahirkan secara normal apabila keadaannya memungkinkan. Misalnya pada saat akan dilahirkan keadaan b

  • Merah Hitam Cinta #book1   Extra Part I

    Lima bulan kemudian. Kanaya merapikan pakaian Juang yang tengah berada dalam gendongan Ika. Anak seusia Juang memang sedang aktif-aktifnya menarik-narik sesuatu. Alhasil baik pakaian Juang sendiri, atau pun pakaian orang yang menggendongnya, harus siap diacak-acak sewaktu-waktu. Pokoknya setiap ada bentuk dan warna yang mencolok, pasti akan menarik perhatian Juang. "Kalau kamu capek terus menggendong Juang, sini gantian, Ka. Kamu makan saja dulu. Tuh, makanannya enak-enak 'kan?" ujar Kanaya pada Ika. Ika kasihan melihat Ika yang ngos-ngosan karena terus menggendong Juang."Ah jangan dong, Bu. Perut Ibu sudah sebesar itu. Kasihan adek-adek bayinya kalau Ibu harus menggendong Juang. Belum lagi nanti saya diomelin Bapak." Ika nyengir. ARTnya ini sangat memahami sifat Haikal. Kandungannya kini telah memasuki bulan ke tujuh, dan ia meng

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 46(end)

    Kanaya beringsut dari kursi kafe sembari memindai jam di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Berarti sekitar setengah jam lagi, Pak Yaman dan Bu Maryam, akan menemuinya di restaurant ini. Kemarin kedua mantan mertuanya itu meneleponnya. Bu Maryam berbicara dari hati ke hati dengannya hampir selama satu jam penuh. Bu Maryam mengatakan bahwa ia telah mengetahui jati diri Juang yang sebenarnya. Dan sebagai nenek dan kakek, mereka berdua memohon agar diperbolehkan untuk menjenguk Juang. Kedua mertuanya juga berjanji kalau mereka tidak akan berbuat macam-macam, seperti ingin merebut Juang darinya misalnya. Mereka berdua hanya ingin melihat rupa cucu kandung mereka, katanya. Dari cara berbicara Bu Maryam di telepon, Kanaya bisa menangkap satu hal. Bahwa kedua mantan mertuanya ini telah banyak berubah. Setelah tertangkapnya Ghifari dan beberapa perusahaannya dinyatakan pailit, sikap kedua mantan mertuanya ini pun ikut berubah."Apa

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 45

    "Cukup, Nay. Aku sudah kenyang."Marsya menolak suapan bubur ayam dari Kanaya. Sungguh ia tidak berselera makan sama sekali. Bayangan ia akan benar-benar kehilangan hak asuh kedua anaknya, menggentarkannya. Marsya sadar, dirinya memang gagal menjadi orang baik. Tetapi sebagai seorang ibu, ia tidak gagal. Ia berusaha mendidik Attar dan Azizah dengan baik. Mengajari ilmu pengetahuan, hingga adab dan kesopanan. Sejahat-jahatnya dirinya, sebagai seorang ibu, tetap saja ia menginginkan yang terbaik bagi kedua anaknya. Makanya Marsya sangat depresi membayangkan kalau dirinya bukan saja kehilangan hak asuh, tetapi akan dijauhkan dari anak-anak kandungnya sendiri. Demi apapun, ia tidak sanggup!"Sedikit lagi ya, Mbak? Dari tadi pagi Mbak belum makan apa-apa lho. Mbak bisa sakit yang lain nanti," bujuk Kanaya.

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 44

    Haikal berulang kali meremas jalinan tangannya di pangkuan. Saat ini ia tengah duduk gelisah di studio kecil ayah mertuanya. Ia bermaksud membawa Kanaya pulang ke rumah. Dan untuk itu tentu saja ia harus meminta izin pada ayah mertuanya. Haikal tau, tidak mudah mengajuk hati ayah mertuanya yang eksentrik ini. Bara Sudibyo, sang ayah mertua, sikapnya memang tidak bisa diprediksi. Buktinya sudah hampir satu jam ia duduk di studio ini, namun kehadirannya sama sekali tidak dianggap oleh ayah mertuanya.Sedari tadi, ayah mertuanya hanya sibuk melukis. Sesekali ayah mertuanya ini menelengkan kepala. Mengamati hasil lukisannya dari berbagai sisi. Di saat lain, ayah mertuanya akan menggerutu sendiri. Mungkin ayah mertuanya merasa hasil lukisannya kurang memuaskan hatinya. Kehadirannya sekian lama di sini hanya dianggap seperti kuas cat saja sepertinya."Mau ngapain kamu ke sini?" Bara melirik sekilas laki-laki muda di sampingnya. Selanjutnya ia ke

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 43

    Dan di sinilah sekarang Kanaya berada. Di kamar mereka berdua, dengan Haikal yang terus saja berdiri di depan jendela. Sementara dirinya sendiri duduk di ujung ranjang. Sedari dirinya tiba beberapa menit lalu, Haikal terus memandang keluar jendela. Seolah jendela-jendela di kompleks perumahan ini, lebih menarik untuk ditatap daripada wajah istrinya sendiri.Dalam keadaan masih duduk, Kanaya menatap Haikal lurus-lurus. Hampir sebulan tidak bertemu, perubahan-perubahan di diri Haikal sangat signifikan. Kepalanya sudah tampak normal. Perban yang biasa menutupi luka bekas operasinya sudah tidak ada. Begitu juga dengan luka parut di pipinya. Jika dipandang sekilas, orang-orang tidak akan tau kalau Haikal itu baru saja menjalani operasi rekonstruksi kepala dan wajah. Haikal sudah kembali gagah dan tampan seperti sebelumnya. Kecuali bila didekati dan diperhatikan dengan seksama. Maka akan tampak bekas-bekas operasi halus di sana. Hasil kerja rumah sakit ter

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 42

    Rasa adem langsung menerpa kulit Kanaya, kala ia mendorong pintu kafe. Ramainya pengunjung membuat Kanaya celingukan mencari-cari meja yang kosong. Pada hari minggu seperti ini kafe memang sedang ramai-ramainya. Sebenarnya Kanaya malas sekali harus meninggalkan warung dan juga Juang untuk ke kafe ini. Tetapi demi menguak tabir kebenaran mengapa sikap Haikal berubah 180 derajat seperti ini, Kanaya memaksakan diri ke sini juga. Safa ingin bertemu dengannya secara empat mata katanya. Makanya Kanaya penasaran sekali. Kanaya menebak, pasti ini semua ada kaitannya dengan Haikal.Kanaya memindai seantero kafe. Mencari-cari meja yang masih kosong. Pengunjung kafe hari ini sangat ramai. Tidak heran memang, mengingat ini adalah hari minggu. Hari di mana orang-orang refreshing menikmati hari libur, atau sekedar family time dengan makan bersama. Kanaya menarik napas lega kala pandangannya membentur meja yang paling pojok. Meja itu memang relatif lebi

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 41

    Ghifari memandang video-video panas yang baru saja diedit Rafly dengan tatapan puas. Sungguh ia sama sekali tidak menyangka, kalau teknologi sekarang sudah secanggih ini. Video-video panasnya dengan Kanaya semasa masih menjadi sepasang suami istri dulu, telah berganti waktu dan tanggalnya. Ia memang suka merekam aksi-aksi panas mereka dulu tanpa sepengetahuan Kanaya. Dan ia sama sekali tidak menyangka kalau kebiasaannya itu kini akan sangat berguna dalam planning-planningnya. Ia akan merebut kembali Kanaya dari Haikal tentu saja."Oke, Pak Ghifari. Semua video-video ini sudah saya edit tanggal dan jamnya. Saya yakin, tidak ada satu orang pun yang bisa mendeteksi kebenarannya." Rafly, sang peretas juga ikut tersenyum puas. Hanya saja tingkat kepuasan dua orang laki-laki ini berbeda. Jika Ghifari puas karena ia akan mendapatkan kembali mantan istrinya, maka Rafly puas karena akan mendapatkan sejumlah besar dana. Win win solution.

  • Merah Hitam Cinta #book1   Chapter 40

    Kanaya memandangi rinai hujan di depan jendela. Sesekali ia mengusap kaca jendela nako yang basah. Bulir-bulir air yang berjatuhan mewakili hatinya saat ini. Jatuh ke titik nadir. Saat ini ia berada di rumah Jihan. Entah mengapa saat mengorder taksi online tadi, ia malah mengetik alamat Jihan, alih-alih orang tuanya. Mungkin ia merasa malu karena rumah tangganya kembali bermasalah. Makanya alam bawah sadarnya mencari perlindungan pada Jihan. Sebagai sesama wanita yang gagal dalam berumah tangga, setidaknya Jihan pasti sangat memahami keadaannya saat ini.Dugaan Kanaya tepat. Jihan sama sekali tidak heboh dan menginterogasinya saat melihat kedatangannya malam-malam. Istimewa dengan keadaan yang seadanya. Kanaya memang hanya sempat membawa dompet dan ponsel, selain baju yang melekat di badan. Itu pun karena dua benda tersebut kebetulan ada di saku celananya.Saat ia datang dalam rinai hujan, Jihan dengan luwes

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status