Share

Bab 6

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2024-04-01 22:26:39

Hingga dini hari, kedua mataku masih saja belum mau terpejam. Pikiranku masih memikirkan paket siang tadi untuk Namira. Hatiku berkecamuk, menerka-nerka siapa Leo itu.

Malam ini Bella tidur lebih awal, katanya kepalanya pusing semenjak kehadiran ibu. Sedangkan Makcik pulang ke kampung sore tadi. Sebenarnya aku berharap ibu dan kedua anakku mau menerima Bella seperti kehadiran Namira, tapi rasanya hal itu masih sangat mustahil. Mengingat sikap Kirani dan Zafar ketika berhadapan dengan Bella, mereka sama sekali tak bisa bersikap baik.

Akhirnya aku memutuskan keluar kamar hendak mengambil minum di dapur. Namun, aku seperti mendengar seseorang tengah menangis sesegukan di mushola rumah. Tanpa pikir panjang lagi aku lantas mendekat ke arah mushola dan melihat apa yang sedang terjadi.

Betapa terkejutnya ketika kulihat ibu duduk bersimpuh dengan linangan air mata, ia menangis sesegukan dengan menyebut namaku. Seketika itu juga hatiku hancur, bagai disayat sembilu ketika melihat ibu menangis karenaku.

Aku menyesal, sebagai seorang anak tega menyakiti hati ibuku seperti itu. Bahkan seharusnya aku lah yang membahagiakan ibuku, tapi ternyata justru aku menyakitinya begitu dalam.

Kuusap pelan air mata yang jatuh di pipi, lalu beranjak meninggalkan tempat persembunyianku. Hatiku rapuh, ternyata kesenangan yang kudambakan sedikitpun tak kudapatkan kini.

"Iya, aku udah buka paketnya. Sekali lagi makasih, ya." 

Tunggu, i-itu seperti suara Namira. Pukul satu dini hari dan dia masih mengobrol dengan seseorang?

Hatiku yang semula hancur kini berganti dengan amarah yang memuncak, ketika kudengar samar seorang yang tengah mengobrol di ruang tamu. Lagi-lagi aku mengendap, berusaha menajamkan pendengaranku agar semua pembicaraan Namira dapat kudengar.

"Ya, aku tahu. Semua ini memang sulit bagiku, tapi aku tak punya pilihan lain. Aku harus tetap kuat dan berdiri tegak demi anak-anakku. Aku tidak ingin mereka melihatku saat hancur, semua itu bakal menjatuhkan mentalnya juga kan, Leo?"

Leo lagi? Astaga! Sebenarnya siapa Leo itu?

Kulihat dengan jelas saat ia tengah mendengarkan suara dari seberang sana sembari menyandarkan tubuhnya di kursi. Tampak gurat kesedihan dalam wajahnya, sangat berbeda jauh dengan Namira yang kutemui ketika berhadapan langsung denganku. Sangat garang.

"Iya, tolong terus bantu aku. Aku masih sangat butuh bantuanmu. Paketmu siang tadi sangat berarti. Aku akan menyimpannya dengan baik." 

Namira menutup telepon begitu pembicaraannya selesai, membuatku semakin penasaran dengan sosok Leo dan paket yang sampai siang tadi. Jika mereka tak ada hubungan apapun, mana mungkin mereka terlihat sangat dekat seperti ini? Apa mungkin sebenarnya Namira juga memiliki pria lain di belakangku? Seperti saat aku membohonginya?

Aarrgghh

Dia benar-benar membuatku pusing, pernikahan kedua yang seharusnya membuatku bahagia justru membuatku semakin pusing tak berkesudahan.

Aku lantas melangkah masuk ke dalam kamar dengan geram. Namun, saat kulihat tubuh Bella tidur pulas di atas ranjang rasanya segala rasa emosiku beberapa saat yang lalu hilang begitu saja. Ia begitu memabukkanku, wajahnya membuatku lupa akan semua masalah yang sedang menerpaku.

Ah, beruntung sekali aku memiliki istri kedua sepertinya. Meskipun sejujurnya aku tidak mengetahui secara pasti latar belakangnya, karena aku bertemu dengannya saat datang kesebuah club malam.

Tapi tidak, aku yakin dia wanita baik-baik. Dia mengatakan bahwa malam itu dia hanya diajak oleh temannya, buktinya saja setetes alkohol tak ia minum sama sekali.

Dengan pelan kupeluk erat tubuhnya, menenggelamkan wajahku di atas bantal empuk lalu mulai masuk ke dalam alam mimpi. Semoga saja esok hari semua sudah berjalan seperti yang aku harapkan.

***

'Pyaarrrr'

"Astaga ... Apa-apaan ini! Dasar bocah nakal!"

Kedua netraku mengerjap ketika mendengar suara bising di luar kamar. Kuusap pelan mataku yang masih terasa sangat lengket, karena seingatku baru pukul tiga lagi tadi aku bisa tidur.

Hari senin, hari yang seharusnya menjadi awal hari yang menyenangkan tapi justru menjadi hari yang sangat suram. Dimana kulihat istri keduaku tengah bermandi tepung di tengah dapur.

Bella berteriak sekeras-kerasnya, dengan mengacungkan tangannya hendak menampar Zafar ketika entah untuk keberapa kalinya Zafar melemparinya dengan tepung dan pecahan gelas berserakan di lantai. Kulihat Namira mendekat dan menahan lengan Bella yang hendak menampar anak bungsuku.

"Mau apa kamu? Menampar anakku?"

"Dengar! Ajari anakmu sopan santun pada orang tua! Pantas saja suamimu cari istri baru, ternyata begini caramu mendidik anak. Murahan sekali!" omel Bella ketika Namira mencengkeram lengannya.

Aku berdiri terpaku menyaksikan kedua istriku itu berseteru, sepagi ini dan mereka sudah bertengkar. Astaga!

"Bukan anak-anakku yang salah. Bukannya kamu yang lebih dulu mengganggu mereka? Apa kamu tidak punya tangan untuk mengambil minum sendiri tanpa merebut milik Kirani?" jawab Namira lantang, membuatku sedikit bingung. Mana mungkin Bella bersikap seperti itu, ia tak mungkin berbuat serendah itu bukan?

"Alah, memang seharusnya begitu, kan? Kamu, kamu, kamu sudah sepantasnya melayaniku," tegur Bella dengan menunjuk mereka satu persatu, bahkan Zafar yang belum mengertipun ikut dalam daftar amukan Bella.

Aku menggeleng pelan, Bella seharusnya tak perlu begitu juga. Bukankah anakku sama juga anaknya?

'Plakk'

Satu tamparan keras Namira layangkan di pipi kiri Bella, membuatku terperanjat. Aku lantas mendekati mereka, karena aku yakin Bella akan membalas perbuatan Namira.

"Hentikan! Buat apa kalian pagi-pagi begini ribut?"

"Mass, lihat. Istri tua dan anakmu jahat padaku," ucap Bella merajuk.

Aku menghela nafas pelan, lalu merengkuh pinggang Bella.

"Anak-anak. Ini juga ibumu, tolong baik juga padanya, ya?" kataku sangat lembut pada Kirani dan Zafar.

Namun, bukan sambutan baik yang kudapat tapi malah tendangan kasar dari Zafar.

"Adek benci Ayah!" bentak Zafar keras, lalu meninggalkanku.

"Kirani tak butuh Ayah lagi!" Satu ucapan Kirani turut membuatku tak berdaya, bahkan sebelumnya Kirani sangat dekat denganku.

"Hei, tunggu ... Kirani, Zafar, dengar ayah dulu," teriakku lantang saat mereka telah beranjak meninggalkanku yang masih memeluk pinggang Bella.

"Sudahlah, Mas. Nggak usah digubris bocah ingusan kaya gitu," sahut Bella berbisik di telingaku, sedangkan kulihat Namira mendelik ke arahku dengan tatapan tajam.

"Lihat, bahkan sekarang dirimu sudah tak ada harga dirinya lagi di hadapan anakmu," ucap Namira sebelum ikut meninggalkanku dan Bella di dapur.

Entah kenapa, hatiku sakit, begitu sakit ketika melihat orang-orang yang kusayangi perlahan menjauhiku.

Related chapters

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 7

    [Mas, cepet pulang, ya. Sumpah aku di rumah capek banget. Ibumu emang nggak ada akhlak seharian nyuruh-nyuruh aku terus]Jam kerjaku belum juga selesai, Bella sudah mengirimkan pesan menggelikan. Seharusnya ia bahagia bukan? Ibu sudah mau bicara dengannya meskipun dengan dalih menyuruh. Itu artinya ibu sudah mulai membuka hati untuknya. Tapi kenapa Bella malah marah? Harusnya dia sabar sedikit supaya bisa meraih hati ibu sepenuhnya.Kubalas pesannya dengan emotikon jempol dan cium, lalu kembali meneruskan pekerjaanku yang belum selesai. Sejak Namira menarik semua uangku, aku merasa seperti pekerjaanku ini sia-sia saja. Kerja dari pagi sampai sore, lelah, tapi kini uangku ditarik olehnya. Sungguh mengenaskan.Ah, tapi tidak masalah. Yang penting sedikit banyak aku masih bisa menyisihkan uang di ATM tersembunyiku meski jumlahnya tak lebih dari sepuluh juta. Itu pun kemarin sudah digerogoti Bella ketika mengajak ke salon.Tak masalah bagiku, yang penting Bella senang, hari-hariku berwarn

    Last Updated : 2024-04-05
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 8

    Kusandarkan tubuhku di sisi jendela kamar yang terbuka, sedangkan Bella masih terduduk diam di atas ranjang. Tak sepatah katapun terucap sejak kepulanganku sore tadi. Terlebih setelah berdebat dengan ibu.Huufftt haaahhKini aku merasa menjadi seorang anak yang durhaka. Demi seorang wanita aku tega membentak ibuku sendiri. Ya Tuhan ... Tolong maafkan aku yang telah tega menggores hati wanita yang telah melahirkanku."Foto apa, Bu?" tanyaku saat ibu menjelaskan perihal kepergian Namira.Ibu diam, kemudian pandangan kami teralihkan pada Bella yang ikut masuk ke dalam kamar utama tempatku berbincang dengan ibu."Tanyakan padanya," sahut ibu dengan menatap tajam wanita yang kucintai dua bulan terakhir ini.Kepalaku rasanya mau pecah, saat penatku di kantor belum hilang tapi sudah berganti dengan masalah pelik di rumah. Padahal harapanku akan bahagia dengan menikahi Bella dan tetap mempertahankan Namira. Tapi ternyata aku salah."Bel, foto apa?"Bella memandangku dan ibu secara bergantian,

    Last Updated : 2024-04-05
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 9

    Berulang kali aku mengetik kemudian kembali menghapus kata di dalam layar ponselku. Hatiku bimbang, ketika ingin mengirimkan pesan pada kedua orang tua Namira di kampung. Jika bukan ke kampung, kemana dia pergi? Di kota dia sama sekali tidak tahu arah, rasanya aneh jika dia tidak pulang ke rumah.Namun, jika aku mengirimkan pesan pada ibu dan menanyakan keberadaannya pasti kedua orangtuanya akan tahu apa yang telah terjadi padaku dan Namira. Jika mereka tahu, bisa saja mereka menyuruhku bercerai dengan anaknya. Oh ... Jangan sampai. Aku mencintai Namira, mana mungkin aku bisa bercerai dengannya.Bagaimanapun caranya, aku harus membuat kedua istriku berdamai dan hidup berdampingan. Mereka berdua sangat berarti untukku. Lagipula jika aku sampai berpisah dengan Namira, pasti anak-anak akan dibawa serta olehnya dan aku tak akan sanggup jika harus berpisah dari anak-anak.Kutatap nanar sebuah bingkai foto yang terpasang indah di atas meja kerjaku, foto saat kami baru saja melangsungkan aca

    Last Updated : 2024-04-06
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 10

    "Sial!" Aku mengumpat dengan memukul setir kemudi keras saat mobil merah yang kuikuti sejak tadi berbelok arah ke kanan sedang aku harus terhenti karena lampu lalu lintas yang menyala warna merah.Jika itu Namira, bagaimana bisa dia berdandan seperti itu? Lagi pula itu mobil siapa? Lalu, siapa pria itu?Kuambil ponsel yang tersimpan di saku, lalu menekan nomor Namira cepat. Kudekatkan benda pipih itu ke telinga tapi tak sekalipun ia berdering."Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi"Lagi-lagi aku mengumpat keras, ketika nomor Namira masih saja belum bisa dihubungi. Ada apa ini? Apa aku hanya salah lihat? Tapi wanita tadi benar-benar sangat mirip dengan Namira.Lampu hijau menyala, membuatku mau tak mau harus berbelok arah dan kembali pada perjalananku ke rumah. Hampir sepuluh menit aku mengikutinya namun semua hanya berakhir sia-sia.**Kuparkirkan mobil fortuner hitamku di garasi, lalu turun dan berniat hendak beristirahat setelah lelah seharian ini. Kulihat Kirani dan Za

    Last Updated : 2024-04-07
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 11

    Pasca kejadian sore tadi Bella belum mau bertegur sapa denganku, ia hanya duduk diam dengan memainkan ponselnya di atas ranjang. Sedang aku masih hanyut dalam pikiranku yang semakin berkecamuk. Perihal wanita misterius itu dan juga pesan Namira. Bagaimana bisa wanita itu terlihat sangat mirip dengan Namira? Juga bagaimana bisa Namira mengirimkan pesan itu padaku saat ia tak ada di rumah?Sepertinya aku salah dengan mempermainkan perasaannya. Di wanita baik, tak seharusnya aku memperlakukannya seperti ini. Tapi aku bisa apa? Semua sudah terjadi dan aku hanya boleh menjalaninya, untuk mundur pun semua sudah terasa sangat jauh.“Bel, tolong ambilin aku minum, ya,” ucapku pada Bella, karena memang aku sedang tak berselera keluar kamar.Namun, ia masih terdiam dengan terus berselancar dalam sosial medianya. Padahal, jika Namira, ia kan langsung berdiri dan menuruti perintahku. Ah, lagi-lagi Namira yang ada di kepalaku saat ini.“Bel … dengar tidak?” kataku lagi saat ia tak kunjung berdiri

    Last Updated : 2024-04-07
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 12

    Dua minggu kemudian ....Sudah dua minggu ini Namira pergi meninggalkanku dan anak-anak. Setiap hari aku harus selalu mendengar teriakan sumbang mereka, terlebih saat mereka tengah bertengkar dengan Bella. Serasa sudah seperti perang dunia ke tiga.Pagi ini aku sengaja bangun sedikit siang karena memang sedang akhir pekan. Siang nanti Bella mengajakku belanja karena ia bilang suntuk di rumah. Tak masalah aku menuruti kemauannya kali ini, karena selama dua minggu ini Bella juga sudah berkelakuan baik pada ibu.Bukan aku tak mencari Namira, tapi rasanya pencarianku sudah sampai ke ujung dunia. Setitik pun tak ada tanda-tanda keberadaan Namira. Bahkan, aku sampai menyuruh salah seorang temanku untuk menelepon ke rumah Namira di kampung. Tapi nihil, ia hilang bak ditelan bumi.Aku mendesah pelan, ketika kulihat satu lembar kertas transaksiku kemarin di ATM. Uangku tinggal tujuh juta, sedangkan siang nanti Bella juga mengajak belanja. Mana cukup untuk hidup dua minggu kedepan jika Bella te

    Last Updated : 2024-04-14
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 13

    "Hai, Mas."Mulutku terkunci, seluruh badanku seakan membeku ketika harum tubuh Namira menusuk hidungku. Ya, dia sangat wangi, cantik dan modis. Tak seperti Namira istriku yang dulu.Cukup lama aku terdiam memandanginya, sampai pada akhirnya ia masuk ke dalam rumah dan melewatiku. Dengan dua anakku yang sudah menggelayut di tubuhnya tentu saja. Sedangkan ibu, ibu tersenyum miring ketika melewatiku.Namira duduk di sofa ruang tamu, membiarkan kedua anaknya melepas rindu. Aku paham, hampir sebulan ini Namira menghilang. Dan ajaibnya dia kembali dengan segala perubahan drastis seperti ini."Mas, siapa yang datang?" teriak Bella dari depan kamar, tapi sedetik kemudian ia pun juga ikut terpaku ketika melihat Namira telah duduk di sofa dengan dua anakku di pelukannya."Hmm ... Apa kabar kalian?" ucap Namira memecah keheningan."Kami baik, Nak. Sangat baik. Bahkan suamimu ini sekarang telah berubah menjadi suami yang tunduk di bawah lengan istrinya. Sedangkan istrinya itu, masih sama seperti

    Last Updated : 2024-04-14
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 14

    Kami bertiga seketika terdiam begitu Namira memutus sambungan teleponnya dengan pria yang ia sebut sebagai Om Frans. Sedangkan Bella, ia masih bungkam, seakan tak mau menjawab semua pertanyaan Namira.Hatiku sedikit bimbang, begitu juga dengan kepercayaanku pada Bella. Sedikit banyaknya rasa percayaku mulai pudar, aku ragu bahwa Bella benar-benar adalah wanita baik dan pantas untukku."Kenapa diam? Jawab, dong," ucap Namira sekali lagi saat Bella benar-benar hanya diam.Aku menatap lekat wanita keduaku itu, dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku sangat berharap bahwa ia akan mengatakan bahwa itu bukan dirinya. Namun, apa semua bukti yang Namira bawa ini tak benar adanya? Mana mungkin semua sekebetulan ini?"Bella, jawab." Pada akhirnya aku juga memberanikan diri dengan sedikit membentak istri keduaku itu, dadaku berdetak tak beraturan, takut dan malu jika sampai Bella benar bukan wanita baik-baik."Mas, apa kamu tidak mengenalku? Mana mungkin aku tidur dengan pria lain, sampai-sampa

    Last Updated : 2024-04-17

Latest chapter

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 39

    "Kamu sudah siap?" bisik Leo di telingaku. Aku hanya mengangguk singkat, lalu berjalan pelan ke arah wanita yang sudah menungguku di depan sana. Jantungku berdegup kencang, tak kalah ketika menikah dengan Namira dulu. Di belakangku ada setidaknya sepuluh orang yang menemaniku termasuk Ahmad, Namira dan Hendra. Aku tak membawa banyak orang karena memang tempatnya tak dekat dengan tempat tinggal kami. Aku hanya membawa teman-teman dekatku saja. Clara terlihat sangat cantik hari ini. Senyum manisnya mengembang di sudut bibirnya. Kulihat kedua orangtuanya juga sangat bahagia hari ini. Sebetulnya aku sedikit berkecil hati karena takut jika orangtuanya akan menolakku. Bagaimana tidak, Clara itu masih gadis sedangkan aku adalah seorang duda beranak dua yang mana aku sangat wajib menafkahi kedua anakku meski sudah tak bersama ibunya. "Sebenarnya, kedatangan saya kemari adalah ingin mempersunting Clara, Pak, Bu." Ingatanku kembali pada sebulan yang lalu saat aku pertama kali datang kemari

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 38

    Aku tidak ingin berlama-lama, semua langsung kubicarakan diintinya saja. Biarlah, aku memang ingin semua segera cepat selesai dan mendapatkan jawaban atas semua yang kurasakan. "Maksud Anda?""Jangan memanggilku seperti itu. Ini kan sudah diluar pekerjaan, sekarang yang ada adalah Rey dan Clara."Kulihat ia menghela nafas lagi, "baiklah. Maaf jika kemarin aku lancang mengirimkan surat itu padamu. Sebenarnya.... ""Justru karena itu aku datang kemari ingin berterimakasih padamu karena berkat surat itu sekarang aku bisa membuka mata lebar-lebar bahwa memang sudah saatnya aku memikirkan soal perasaanku dan aku memang sudah bangkit. Clara, tujuanku datang kemari adalah ingin benar-benar serius dengan seluruh perkataanmu itu. Bisakah aku memulai semuanya dan singgah di hatimu? Jika kamu berkata iya, aku siap kapanpun kamu bersedia kunikahi," kataku tanpa ragu sedikitpun karena aku memang sudah yakin dengan apa yang kurasakan ini. Clara terlihat sedikit terkejut, lalu menggeleng. "Tapi ak

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 37

    Jantungku berdegup kencang saat pesawat yang membawaku sudah hampir sampai. Ini kali pertama aku pergi jauh sendirian dan tanpa alamat yang pasti. Bisa saja alamat yang diberikan oleh Clara saat itu pada Ahmad tak nyata, tapi konyolnya aku tetap terbang dan mencarinya. Dan ini juga merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Bahkan aku sama sekali tidak mengenal siapapun disini. Semoga saja perjalananku kali ini lancar hingga aku bisa bertemu dengan Clara. Setelah memantapkan hati selama seminggu ini aku akhirnya benar-benar terbang ke Sumatera. Awalnya aku ragu dengan perasaanku sendiri. Clara, karyawan baru yang mengaku menyukaiku. Aku mengira jika dia tak benar-benar serius dengan perkataannya, bahkan aku hanya menganggapnya lelucon. Terlebih saat Ahmad selalu menjodohkanku dengannya. Aku pikir memang Ahmad ingin aku bangkit dan melupakan masalaluku. Namun ternyata dia sendiri justru memendam perasaan pada wanita itu.Entah aku ini bisa disebut sebagai teman

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 36

    Aku masih tertegun dengan semua penjelasan Ahmad mengenai semua perasaannya selama ini pada Clara. Sedikitpun aku tak menyangka bahwa justru dia yang memiliki perasaan pada wanita itu. "Em, aku tak tahu harus bicara apa," kataku seraya menatapnya yang baru jujur kepadaku. "Bro, setidaknya aku pun sudah lega sekarang. Meskipun dia tak bisa kuraih tapi aku sudah cukup dengan berkata jujur padamu, dan sekarang aku mau kamu mengejarnya. Aku yakin hatimu pun tak sedingin itu, kan?" tanyanya sontak membuatku terkejut lagi."Maksud kamu?""Hahaha, sudahlah. Kita ini sama-sama sudah dewasa. Aku tahu maksudmu dan kamu pun pasti tahu apa yang kumaksud," katanya lagi. Aku mengalihkan pandangan darinya, jujur saja aku masih benar-benar terkejut dengan semua penuturannya. Kedatanganku yang awalnya hanya ingin mencari tahu perihal foto yang ia kirim nyatanya justru mengejutkanku seperti ini. Sebetulnya aku pun merasa bersalah pada Ahmad karena sebagai seorang sahabat aku justru tidak tahu menge

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 35

    Tiga hari sudah kepergian Ibu. Semakin kesini aku tak semakin terbiasa tapi justru semakin terbayang-bayang. Bagaimana tidak, ia adalah wanita yang sudah melahirkanku ke dunia. Dari kecil aku selalu dimanja dan semua keinginanku dituruti olehnya.Sedikitpun tak ada perlakuan kasar darinya meski aku sudah menyakiti hatinya. Kesalahanku pada Namira, adalah salah satu dosa yang sampai saat ini mungkin tak bisa terhapus.Aku begitu tega menyakiti hati ibuku dengan menduakan Namira. Namira adalah menantu kesayangan Ibu sampai-sampai ketika kami berpisah Ibu justru memilih tinggal bersama mantan istriku itu.Jangan tanya seberapa besar penyesalanku. Sungguh, mungkin jika diukur tak akan pernah ada habisnya.Seharusnya aku bisa membahagiakan Ibu, tapi nyatanya sampai akhir hayatnya aku justru tak ada di sampingnya. Jika aku masih diberi kesempatan mungkin aku akan memperbaiki semua yang sudah pernah kulakukan dulu.Kuusap air mata yang menggenang di pelupuk mata, lalu bangkit setelah mencium

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 34

    Pikiranku sudah melayang. Aku tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Di dalam sana Ibu tengah berjuang sendiri, dan itulah yang membuatku merasa tidak berguna menjadi seorang anak. "Tolong selamatkan Ibu saya, Pak. Saya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu," tuturku sendu, dan memang itulah yang terjadi. Dokter itu hanya mengangguk dan terlihat memberikan senyuman dari balik masker yang ia kenakan. Meski aku merasa jika dokter itu hanya ingin membuatku tenang, tapi nyatanya aku memang sedikit tenang usai dokter menjawab iya atas semua perkataanku. "Banyak-banyak doa saja ya, Pak. Saya akan usahakan yang terbaik," ucapnya sebelum pada akhirnya meninggalkanku, Namira dan Leo. Namira masih menangis di pelukan suaminya, sedang aku lantas duduk di kursi panjang sembari menahan air mataku agar tak jatuh. Bukan perkara apa, aku hanya tidak ingin jika air mataku justru akan membebani Ibu di dalam sana. Apapun yang nantinya terjadi, aku akan ikhlas dan memang harus ikhlas. Buk

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 33

    "Mas Ibu pingsan, aku sama Mas Leo sudah membawanya ke Rumah Sakit Sehat Sentosa. Kamu bisa kesini nggak?" ucap Namira panik dari seberang sana. Aku yang semula masih fokus ke layar komputer lantas mengalihkan pandangan. Memang tak biasanya Namira menghubungiku tengah hari begini. Dan benar saja, dia membawa berita buruk. "Pingsan?""Iya, sekarang masih ada IGD," ujarnya lagi dengan sedikit kebisingan di belakang sana. "Ba-baik aku akan segera kesana."Tanpa banyak bicara aku lantas bergegas setelah mendapatkan ijin pada Bos. Beruntung, aku bekerja di tempat yang tepat sehingga saat-saat genting seperti ini aku bisa langsung mendapatkan ijin dengan mudah. Pertanyaan yang dilontarkan beberapa teman kantor tak kuhiraukan karena pikiranku sangat kalut. Mereka bertanya mengenaiku yang terlihat sangat terburu-buru. Wajar, biasanya aku ini orangnya sangat tenang, tak seperti hari ini. "Hei, kamu mau kemana? Buru-buru banget," teriak Ahmad yang melihatku berjalan setengah berlari ketika

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 32

    Seminggu berlalu dan pada akhirnya Clara sudah bisa kembali masuk kerja. Seperti biasa, ahmad selalu meledekku soal Clara. Padahal aku sendiri belum memikirkan apapun. Jangankan untuk membuka hati lagi, berbincang dengan wanita dengan intens saja rasanya masih enggan. "Kamu udah nengokin Clara? Dia udah masuk tuh," ledek Ahmad ketika sampai di ruanganku. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu menggeleng. "Ih parah banget. Aku kira kamu bakal lebih perduli, dulu aja pas baru pingsan kamu sampai bela-belain ke rumah sakit."Kutarik nafasku dalam, lalu kuletakkan bolpoinku. "Ya itu karena kemanusiaan, lagipula waktu itu aku udah nengokin jadi sekarang nggak lagi," jawabku sekenanya, malas berdebat dengan Ahmad. "Yaudah kalau gitu, aku mau keruangan dia dulu."Ahmad berlalu setelah aku tak terlalu menanggapi perkataannya. Biarkan saja, pasti dia nanti akan kembali ke ruangan ini lagi. Tiba-tiba aku teringat soal perkataan Clara tempo hari waktu di rumah sakit. Katanya dia mau resign, tapi

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 31

    "Selamat, ya. Semoga bahagia," ucapku seraya menyunggingkan senyum kecut. Namira dan suaminya tersenyum dan menyambut uluran tanganku. Kedua anakku pun terlihat sangat bahagia di kursinya. Mereka duduk dengan neneknya alias ibuku. Tak kalah dengan kedua anakku, ibu juga terlihat bahagia. Apa hanya aku saja yang saat ini terlihat sedih? Sebenarnya aku juga tak terlalu memperlihatkan kesedihanku karena rasanya tak etis jika aku masih bersedih ketika mantan istriku menikah lagi. Terlebih semua ini terjadi juga karena ulahku sendiri. Aku menarik nafasku dalam, lalu kuhembuskan. Namira dan Leo tidak boleh tahu jika sebetulnya aku ini masih sedikit tak rela atas pernikahan mereka. "Terimakasih, terimakasih juga sudah berkenan hadir," jawab Namira singkat. "Em, aku mohon ijin untuk ikut serta merawat dan membesarkan anakmu." Kali ini Leo berkomentar, dan lagi-lagi aku hanya tersenyum kecut. Andaikan saat itu aku tak gegabah, pasti saat ini semua masih menjadi milikku. Dan tentu saja an

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status