Share

Bab 37

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2024-06-27 09:49:51

Jantungku berdegup kencang saat pesawat yang membawaku sudah hampir sampai. Ini kali pertama aku pergi jauh sendirian dan tanpa alamat yang pasti. Bisa saja alamat yang diberikan oleh Clara saat itu pada Ahmad tak nyata, tapi konyolnya aku tetap terbang dan mencarinya.

Dan ini juga merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Bahkan aku sama sekali tidak mengenal siapapun disini. Semoga saja perjalananku kali ini lancar hingga aku bisa bertemu dengan Clara.

Setelah memantapkan hati selama seminggu ini aku akhirnya benar-benar terbang ke Sumatera. Awalnya aku ragu dengan perasaanku sendiri. Clara, karyawan baru yang mengaku menyukaiku. Aku mengira jika dia tak benar-benar serius dengan perkataannya, bahkan aku hanya menganggapnya lelucon.

Terlebih saat Ahmad selalu menjodohkanku dengannya. Aku pikir memang Ahmad ingin aku bangkit dan melupakan masalaluku. Namun ternyata dia sendiri justru memendam perasaan pada wanita itu.

Entah aku ini bisa disebut sebagai teman
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 38

    Aku tidak ingin berlama-lama, semua langsung kubicarakan diintinya saja. Biarlah, aku memang ingin semua segera cepat selesai dan mendapatkan jawaban atas semua yang kurasakan. "Maksud Anda?""Jangan memanggilku seperti itu. Ini kan sudah diluar pekerjaan, sekarang yang ada adalah Rey dan Clara."Kulihat ia menghela nafas lagi, "baiklah. Maaf jika kemarin aku lancang mengirimkan surat itu padamu. Sebenarnya.... ""Justru karena itu aku datang kemari ingin berterimakasih padamu karena berkat surat itu sekarang aku bisa membuka mata lebar-lebar bahwa memang sudah saatnya aku memikirkan soal perasaanku dan aku memang sudah bangkit. Clara, tujuanku datang kemari adalah ingin benar-benar serius dengan seluruh perkataanmu itu. Bisakah aku memulai semuanya dan singgah di hatimu? Jika kamu berkata iya, aku siap kapanpun kamu bersedia kunikahi," kataku tanpa ragu sedikitpun karena aku memang sudah yakin dengan apa yang kurasakan ini. Clara terlihat sedikit terkejut, lalu menggeleng. "Tapi ak

    Last Updated : 2024-06-27
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 39

    "Kamu sudah siap?" bisik Leo di telingaku. Aku hanya mengangguk singkat, lalu berjalan pelan ke arah wanita yang sudah menungguku di depan sana. Jantungku berdegup kencang, tak kalah ketika menikah dengan Namira dulu. Di belakangku ada setidaknya sepuluh orang yang menemaniku termasuk Ahmad, Namira dan Hendra. Aku tak membawa banyak orang karena memang tempatnya tak dekat dengan tempat tinggal kami. Aku hanya membawa teman-teman dekatku saja. Clara terlihat sangat cantik hari ini. Senyum manisnya mengembang di sudut bibirnya. Kulihat kedua orangtuanya juga sangat bahagia hari ini. Sebetulnya aku sedikit berkecil hati karena takut jika orangtuanya akan menolakku. Bagaimana tidak, Clara itu masih gadis sedangkan aku adalah seorang duda beranak dua yang mana aku sangat wajib menafkahi kedua anakku meski sudah tak bersama ibunya. "Sebenarnya, kedatangan saya kemari adalah ingin mempersunting Clara, Pak, Bu." Ingatanku kembali pada sebulan yang lalu saat aku pertama kali datang kemari

    Last Updated : 2024-06-27
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 1

    "Maaf, Pak. Kartunya tidak bisa, ada uang cash saja tidak?" ucap kasir toko ketika aku hendak membayar barang belanjaan Bella, istri mudaku."Hah? Tidak bisa? Coba lagi, Mbak," kataku sedikit panik, karena kulirik dari ekor mataku Bella sudah menunggu bersama teman-teman sosialitanya di ujung sana."Maaf, tetap tidak bisa. Ada uang cash saja?" tanyanya sekali lagi, membuat pelipisku tiba-tiba saja basah oleh keringat.Mana mungkin kartuku tidak bisa? Padahal kemarin sore masih bisa kupakai transfer uang bulanan untuk Namira, istri tuaku di kampung.Ya, sudah dua bulan ini aku menikah siri dengan Bella, tanpa sepengetahuan Namira tentunya. Kalau aku jujur, sudah pasti dia tak akan memperbolehkanku menikah lagi. Jabatanku setengah tahun ini naik menjadi manager keuangan. Sedangkan aku terpisah jauh dari Namira karena ia harus mengurus ibuku yang mulai menua di kampung, hal itu membuatku mau tak mau harus menikah dengan Bella agar ada yang menemani hari-hariku.Lagipula Namira sudah sibu

    Last Updated : 2024-04-01
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 2

    Lagi-lagi tubuhku membeku, ketika kulihat ternyata ATM-ku telah berhasil ia bekukan. Bahkan seluruh isi tabunganku telah habis, ia memindahkan semua uangku ke dalam kartu yang beratas namakan Namira Sahira.Gila. Ini benar-benar gila. Mana mungkin istriku bisa secerdik ini? Bukankah ia hanya ibu rumah tangga biasa yang bisanya hanya menjaga anak dan ibuku di kampung?“Bagaimana? Bukankah rumah ini pun juga atas namaku? Apa anda akan tetap setia dengan pria tak bermoral ini, Nona?”Beberapa saat aku terdiam, berusaha mencerna keadaan saat mengetahui bahwa kini istriku telah berubah menjadi sangat garang. Hingga aku teringat akan sesuatu, bahwa Namira memegang surat kuasa atas seluruh kartu ATM-ku. Sebelum kejadian naas ini terjadi aku memang selalu memprioriaskan Namira, semua aset aku atas namakan dirinya. Bahkan ia pun juga memegang surat kuasa atas nomor rekeningku. Aku tak mengira bahwa hal itu ternyata kini menjadi boomerang untukku sendiri. Itu lah sebabnya ia bisa dengan gampang

    Last Updated : 2024-04-01
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 3

    “Rey, kemarin Namira ke kota. Katanya ada hal penting. Ada apa? Kenapa belum pulang sampai sekarang? Apa kalian ada masalah?”Tubuhku membeku saat ibu menanyakan tentang Namira. Aku harus bilang apa? Apa aku harus jujur tentang masalah pelik yang sedang kuhadapi?Tapi tunggu … Ibu bertanya tentang Namira? Itu artinya ia belum tahu yang sesungguhnya? Namira tidak menceritakan apa yang terjadi denganku? Ah, syukurlah setidaknya ia masih memiliki sedikit perasaan dengan tidak menceritakan yang sebenarnya pada ibuku.“Pekerjaan Rey baik, Bu. Doakan lancar terus, ya,” kataku mengalihkan pembicaraan.“Rey … Kenapa pertanyaan ibu tidak dijawab? Ibu tanya Namira, loh. Tidak tanya tentang pekerjaanmu,” ucap ibu tak terima dengan jawabanku."Em ... A-anu, Bu. Namira katanya kangen sama Rey, Rey juga menyuruhnya datang ke kota. Tapi mungkin dia nggak bakal lama kok, Bu," jawabku berkilah, berharap ibu akan percaya dengan alasanku."Yang bener? Biasanya juga kamu yang pulang, atau kalau nggak ana

    Last Updated : 2024-04-01
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 4

    "Astaga. Ibu ... Bagaimana bisa Ibu ada di sini," gumamku lirih saat Namira membukakan pintu untuk orang yang paling aku cintai di dunia ini.Setelah penolakanku kemarin saat Namira mengajakku pulang, tak tahunya hari ini ibu datang kemari. Si*l ... Seperti makan buah simalakama saja. Bergerak kesegala arah terasa keliru."Dengar. Kamu boleh memperlakukanku seperti ini, Mas. Tapi jangan lupa akan karmamu, bahwa yang melahirkanmu itu juga seorang wanita. Bagaimana bisa kamu juga menyakiti hati seorang wanita yang telah melahirkan anak-anakmu?" Masih terngiang jelas di telingaku saat Namira mengatakan hal itu kemarin."Halah, bisanya ceramah aja. Udah Mas, jangan pedulikan dia. Toh pernikahan kita juga sah di depan penghulu, dan aku tak masalah jika hanya dinikahi secara siri," ucap Bella menimpali, membuatku sedikit membumbung tinggi karena pembelaannya.Namira tak bergeming, ia menatap madunya bengis. Belum pernah aku melihatnya dengan tatapan seperti itu. Menyeramkan."Cukup Namira.

    Last Updated : 2024-04-01
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 5

    Dadaku berpacu begitu cepat, saat tiba-tiba saja Bella keluar kamar dengan pakaian kurang bahannya. Ia juga mengajakku pergi ke salon saat ibu baru saja tiba di rumah.Keringat dingin mulai membasahi dahiku, sedangkan kulihat Namira tersenyum tipis ke arahku. Persis seperti senyuman mengejek."Rey, kok nggak jawab?" tanya ibu lagi ketika aku terdiam saat ibu bertanya tentang Bella."Em ... Ini, anu, Bu ....""Oh, ini mertuaku? Kenalkan, Bu. Saya istri Mas Rey juga, yang artinya adalah menantumu juga, namaku Bella Cantika," sahut Bella tak terkendali, membuatku sekali lagi hampir saja jantungan.Ibu terperanjat, begitu juga makcik yang berdiri di sisi ibu. Tak terkecuali anak perempuanku yang ada dipelukan ibunya, ia sontak melepaskan pelukannya dan menatapku lekat.Usianya sudah menginjak sembilan tahun, sedikit banyaknya ia pasti tahu apa yang sedang terjadi atas perkataan Bella beberapa saat yang lalu. Ya Tuhan, andai aku bisa memutar waktu pasti aku tak akan melakukan kesalahan bod

    Last Updated : 2024-04-01
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 6

    Hingga dini hari, kedua mataku masih saja belum mau terpejam. Pikiranku masih memikirkan paket siang tadi untuk Namira. Hatiku berkecamuk, menerka-nerka siapa Leo itu.Malam ini Bella tidur lebih awal, katanya kepalanya pusing semenjak kehadiran ibu. Sedangkan Makcik pulang ke kampung sore tadi. Sebenarnya aku berharap ibu dan kedua anakku mau menerima Bella seperti kehadiran Namira, tapi rasanya hal itu masih sangat mustahil. Mengingat sikap Kirani dan Zafar ketika berhadapan dengan Bella, mereka sama sekali tak bisa bersikap baik.Akhirnya aku memutuskan keluar kamar hendak mengambil minum di dapur. Namun, aku seperti mendengar seseorang tengah menangis sesegukan di mushola rumah. Tanpa pikir panjang lagi aku lantas mendekat ke arah mushola dan melihat apa yang sedang terjadi.Betapa terkejutnya ketika kulihat ibu duduk bersimpuh dengan linangan air mata, ia menangis sesegukan dengan menyebut namaku. Seketika itu juga hatiku hancur, bagai disayat sembilu ketika melihat ibu menangis

    Last Updated : 2024-04-01

Latest chapter

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 39

    "Kamu sudah siap?" bisik Leo di telingaku. Aku hanya mengangguk singkat, lalu berjalan pelan ke arah wanita yang sudah menungguku di depan sana. Jantungku berdegup kencang, tak kalah ketika menikah dengan Namira dulu. Di belakangku ada setidaknya sepuluh orang yang menemaniku termasuk Ahmad, Namira dan Hendra. Aku tak membawa banyak orang karena memang tempatnya tak dekat dengan tempat tinggal kami. Aku hanya membawa teman-teman dekatku saja. Clara terlihat sangat cantik hari ini. Senyum manisnya mengembang di sudut bibirnya. Kulihat kedua orangtuanya juga sangat bahagia hari ini. Sebetulnya aku sedikit berkecil hati karena takut jika orangtuanya akan menolakku. Bagaimana tidak, Clara itu masih gadis sedangkan aku adalah seorang duda beranak dua yang mana aku sangat wajib menafkahi kedua anakku meski sudah tak bersama ibunya. "Sebenarnya, kedatangan saya kemari adalah ingin mempersunting Clara, Pak, Bu." Ingatanku kembali pada sebulan yang lalu saat aku pertama kali datang kemari

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 38

    Aku tidak ingin berlama-lama, semua langsung kubicarakan diintinya saja. Biarlah, aku memang ingin semua segera cepat selesai dan mendapatkan jawaban atas semua yang kurasakan. "Maksud Anda?""Jangan memanggilku seperti itu. Ini kan sudah diluar pekerjaan, sekarang yang ada adalah Rey dan Clara."Kulihat ia menghela nafas lagi, "baiklah. Maaf jika kemarin aku lancang mengirimkan surat itu padamu. Sebenarnya.... ""Justru karena itu aku datang kemari ingin berterimakasih padamu karena berkat surat itu sekarang aku bisa membuka mata lebar-lebar bahwa memang sudah saatnya aku memikirkan soal perasaanku dan aku memang sudah bangkit. Clara, tujuanku datang kemari adalah ingin benar-benar serius dengan seluruh perkataanmu itu. Bisakah aku memulai semuanya dan singgah di hatimu? Jika kamu berkata iya, aku siap kapanpun kamu bersedia kunikahi," kataku tanpa ragu sedikitpun karena aku memang sudah yakin dengan apa yang kurasakan ini. Clara terlihat sedikit terkejut, lalu menggeleng. "Tapi ak

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 37

    Jantungku berdegup kencang saat pesawat yang membawaku sudah hampir sampai. Ini kali pertama aku pergi jauh sendirian dan tanpa alamat yang pasti. Bisa saja alamat yang diberikan oleh Clara saat itu pada Ahmad tak nyata, tapi konyolnya aku tetap terbang dan mencarinya. Dan ini juga merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Bahkan aku sama sekali tidak mengenal siapapun disini. Semoga saja perjalananku kali ini lancar hingga aku bisa bertemu dengan Clara. Setelah memantapkan hati selama seminggu ini aku akhirnya benar-benar terbang ke Sumatera. Awalnya aku ragu dengan perasaanku sendiri. Clara, karyawan baru yang mengaku menyukaiku. Aku mengira jika dia tak benar-benar serius dengan perkataannya, bahkan aku hanya menganggapnya lelucon. Terlebih saat Ahmad selalu menjodohkanku dengannya. Aku pikir memang Ahmad ingin aku bangkit dan melupakan masalaluku. Namun ternyata dia sendiri justru memendam perasaan pada wanita itu.Entah aku ini bisa disebut sebagai teman

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 36

    Aku masih tertegun dengan semua penjelasan Ahmad mengenai semua perasaannya selama ini pada Clara. Sedikitpun aku tak menyangka bahwa justru dia yang memiliki perasaan pada wanita itu. "Em, aku tak tahu harus bicara apa," kataku seraya menatapnya yang baru jujur kepadaku. "Bro, setidaknya aku pun sudah lega sekarang. Meskipun dia tak bisa kuraih tapi aku sudah cukup dengan berkata jujur padamu, dan sekarang aku mau kamu mengejarnya. Aku yakin hatimu pun tak sedingin itu, kan?" tanyanya sontak membuatku terkejut lagi."Maksud kamu?""Hahaha, sudahlah. Kita ini sama-sama sudah dewasa. Aku tahu maksudmu dan kamu pun pasti tahu apa yang kumaksud," katanya lagi. Aku mengalihkan pandangan darinya, jujur saja aku masih benar-benar terkejut dengan semua penuturannya. Kedatanganku yang awalnya hanya ingin mencari tahu perihal foto yang ia kirim nyatanya justru mengejutkanku seperti ini. Sebetulnya aku pun merasa bersalah pada Ahmad karena sebagai seorang sahabat aku justru tidak tahu menge

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 35

    Tiga hari sudah kepergian Ibu. Semakin kesini aku tak semakin terbiasa tapi justru semakin terbayang-bayang. Bagaimana tidak, ia adalah wanita yang sudah melahirkanku ke dunia. Dari kecil aku selalu dimanja dan semua keinginanku dituruti olehnya.Sedikitpun tak ada perlakuan kasar darinya meski aku sudah menyakiti hatinya. Kesalahanku pada Namira, adalah salah satu dosa yang sampai saat ini mungkin tak bisa terhapus.Aku begitu tega menyakiti hati ibuku dengan menduakan Namira. Namira adalah menantu kesayangan Ibu sampai-sampai ketika kami berpisah Ibu justru memilih tinggal bersama mantan istriku itu.Jangan tanya seberapa besar penyesalanku. Sungguh, mungkin jika diukur tak akan pernah ada habisnya.Seharusnya aku bisa membahagiakan Ibu, tapi nyatanya sampai akhir hayatnya aku justru tak ada di sampingnya. Jika aku masih diberi kesempatan mungkin aku akan memperbaiki semua yang sudah pernah kulakukan dulu.Kuusap air mata yang menggenang di pelupuk mata, lalu bangkit setelah mencium

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 34

    Pikiranku sudah melayang. Aku tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Di dalam sana Ibu tengah berjuang sendiri, dan itulah yang membuatku merasa tidak berguna menjadi seorang anak. "Tolong selamatkan Ibu saya, Pak. Saya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu," tuturku sendu, dan memang itulah yang terjadi. Dokter itu hanya mengangguk dan terlihat memberikan senyuman dari balik masker yang ia kenakan. Meski aku merasa jika dokter itu hanya ingin membuatku tenang, tapi nyatanya aku memang sedikit tenang usai dokter menjawab iya atas semua perkataanku. "Banyak-banyak doa saja ya, Pak. Saya akan usahakan yang terbaik," ucapnya sebelum pada akhirnya meninggalkanku, Namira dan Leo. Namira masih menangis di pelukan suaminya, sedang aku lantas duduk di kursi panjang sembari menahan air mataku agar tak jatuh. Bukan perkara apa, aku hanya tidak ingin jika air mataku justru akan membebani Ibu di dalam sana. Apapun yang nantinya terjadi, aku akan ikhlas dan memang harus ikhlas. Buk

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 33

    "Mas Ibu pingsan, aku sama Mas Leo sudah membawanya ke Rumah Sakit Sehat Sentosa. Kamu bisa kesini nggak?" ucap Namira panik dari seberang sana. Aku yang semula masih fokus ke layar komputer lantas mengalihkan pandangan. Memang tak biasanya Namira menghubungiku tengah hari begini. Dan benar saja, dia membawa berita buruk. "Pingsan?""Iya, sekarang masih ada IGD," ujarnya lagi dengan sedikit kebisingan di belakang sana. "Ba-baik aku akan segera kesana."Tanpa banyak bicara aku lantas bergegas setelah mendapatkan ijin pada Bos. Beruntung, aku bekerja di tempat yang tepat sehingga saat-saat genting seperti ini aku bisa langsung mendapatkan ijin dengan mudah. Pertanyaan yang dilontarkan beberapa teman kantor tak kuhiraukan karena pikiranku sangat kalut. Mereka bertanya mengenaiku yang terlihat sangat terburu-buru. Wajar, biasanya aku ini orangnya sangat tenang, tak seperti hari ini. "Hei, kamu mau kemana? Buru-buru banget," teriak Ahmad yang melihatku berjalan setengah berlari ketika

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 32

    Seminggu berlalu dan pada akhirnya Clara sudah bisa kembali masuk kerja. Seperti biasa, ahmad selalu meledekku soal Clara. Padahal aku sendiri belum memikirkan apapun. Jangankan untuk membuka hati lagi, berbincang dengan wanita dengan intens saja rasanya masih enggan. "Kamu udah nengokin Clara? Dia udah masuk tuh," ledek Ahmad ketika sampai di ruanganku. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu menggeleng. "Ih parah banget. Aku kira kamu bakal lebih perduli, dulu aja pas baru pingsan kamu sampai bela-belain ke rumah sakit."Kutarik nafasku dalam, lalu kuletakkan bolpoinku. "Ya itu karena kemanusiaan, lagipula waktu itu aku udah nengokin jadi sekarang nggak lagi," jawabku sekenanya, malas berdebat dengan Ahmad. "Yaudah kalau gitu, aku mau keruangan dia dulu."Ahmad berlalu setelah aku tak terlalu menanggapi perkataannya. Biarkan saja, pasti dia nanti akan kembali ke ruangan ini lagi. Tiba-tiba aku teringat soal perkataan Clara tempo hari waktu di rumah sakit. Katanya dia mau resign, tapi

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 31

    "Selamat, ya. Semoga bahagia," ucapku seraya menyunggingkan senyum kecut. Namira dan suaminya tersenyum dan menyambut uluran tanganku. Kedua anakku pun terlihat sangat bahagia di kursinya. Mereka duduk dengan neneknya alias ibuku. Tak kalah dengan kedua anakku, ibu juga terlihat bahagia. Apa hanya aku saja yang saat ini terlihat sedih? Sebenarnya aku juga tak terlalu memperlihatkan kesedihanku karena rasanya tak etis jika aku masih bersedih ketika mantan istriku menikah lagi. Terlebih semua ini terjadi juga karena ulahku sendiri. Aku menarik nafasku dalam, lalu kuhembuskan. Namira dan Leo tidak boleh tahu jika sebetulnya aku ini masih sedikit tak rela atas pernikahan mereka. "Terimakasih, terimakasih juga sudah berkenan hadir," jawab Namira singkat. "Em, aku mohon ijin untuk ikut serta merawat dan membesarkan anakmu." Kali ini Leo berkomentar, dan lagi-lagi aku hanya tersenyum kecut. Andaikan saat itu aku tak gegabah, pasti saat ini semua masih menjadi milikku. Dan tentu saja an

DMCA.com Protection Status