Share

Bab 4

Harry terbelalak menatap Jeremy. Apa yang terjadi? Mengapa Ayah Jahat ini seperti mengenalinya? Otak Harry yang cerdas mulai bekerja. Dia tiba-tiba teringat pada anak berwajah sama dengannya yang duduk di mobil ibunya.

Sebelumnya, Eleanor pernah berkata bahwa Harry memiliki kakak laki-laki. Sayangnya, kakaknya meninggal lebih awal. Hanya anak kembar yang mungkin memiliki rupa yang sama. Artinya, anak kecil itu pasti adalah kakaknya!

Namun, mengapa kakaknya itu dikatakan meninggal saat dia jelas-jelas masih hidup? Ayah Jahat ini juga salah mengenali Harry sebagai kakaknya. Dengan kata lain, kakaknya seharusnya tinggal bersama pria itu selama ini.

Itu sebabnya Ayah Jahat mengenalinya sebagai sang kakak. Mungkin ibunya juga salah mengenali kakaknya sebagai dirinya. Harry yang pintar segera memahami apa yang terjadi.

Melihat bocah kecil ini hanya menatapnya tanpa bicara, Jeremy mulai kehilangan kesabarannya.

Pikir Harry, semua orang sudah terlanjur salah paham. Kakaknya juga ikut ibunya, mungkin sebaiknya dia memanfaatkan situasi ini untuk tinggal bersama ayahnya terlebih dahulu. Pertama, Harry bisa melindungi kakaknya. Kedua, dia juga ingin mengenal Jeremy lebih jauh.

Ketika Jeremy mengangkat tangannya, Harry langsung tersentak kaget, mengira pria itu akan memukulnya. Tahu bahwa dirinya tidak akan sanggup melawan seorang pria dewasa, dia buru-buru menyerah.

Harry bergegas memeluk paha Jeremy dan memohon, "Maaf, Papa. Aku nggak seharusnya pukul Papa. Maaf, jangan pukul aku, ya." Untung saja, tamparan itu tidak kunjung datang.

Jeremy sedikit tertegun melihat bocah yang memeluk kakinya. Apa dia benar-benar putranya yang dingin dan pendiam itu?

Harry menggoyang paha Jeremy sambil berkata, "Aku nggak bermaksud pukul Papa. Aku kira Papa orang jahat. Jangan pukul aku, Papa jangan pukul aku."

Jeremy menatap Harry dengan mata menyipit. Dia mengamati wajah bocah kecil itu dengan cermat selama beberapa detik, seolah-olah ingin menemukan sesuatu yang berbeda darinya. Namun, Jeremy tidak melihat apa pun yang aneh.

"Bangunlah," ucap Jeremy.

Harry diam-diam mendongak dan melirik Jeremy. Dia baru melepas pelukannya setelah memastikan pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan marah.

Jeremy masih merasa ada yang ganjil dengan bocah itu. Pakaian yang dikenakannya juga berbeda.

"Apa wanita itu mengganti pakaianmu?" tanya Jeremy.

Harry mengangguk dan menyahut, "Bajuku nggak sengaja kotor. Ma ... Bibi membawaku pergi untuk ganti baju." Dia sengaja berkata seperti itu untuk memberikan penjelasan yang masuk akal mengapa Eleanor membawa Daniel pergi.

Mendengar itu, Jeremy tidak curiga lagi. Dia berucap, "Ayo pulang. Lain kali jangan sembarangan keluyuran lagi."

Harry berpura-pura menurut dan mengangguk.

"Minta orang-orang kita kembali," perintah Jeremy.

"Baik, Bos," sahut Andy.

Ketika Jeremy hendak menggiring Harry masuk ke mobil, sebuah mobil perlahan menepi di sebelah. Seorang wanita membuka pintu dan turun.

Wanita itu mengenakan gaun mewah dan membawa tas kecil. Rambutnya dicat warna cokelat dan ditata bergelombang. Senyuman tipis yang tersungging di wajah menambah aura lembut dan anggunnya.

"Remy," panggil wanita itu dengan lembut.

Melihat Yoana, raut wajah Jeremy langsung melembut. Dia bertanya dengan perhatian, "Kenapa kamu bisa di sini?"

"Aku dengar dari Bibi kalau kamu pergi ke Leroria untuk berobat. Aku khawatir, jadi datang ke sini untuk menemuimu," sahut Yoana.

Yoana merangkul lengan Jeremy dengan natural dan mengamati ekspresi pria itu sambil bertanya, "Remy, kamu nggak marah karena aku datang tanpa bilang-bilang, 'kan?"

Jeremy menjawab dengan datar, "Nggak. Lain kali kasih tahu kalau kamu mau datang, jadi aku bisa mengatur sopir menjemputmu."

Yoana tersenyum tipis, menunjukkan dua lesung pipi yang menambah pesona kecantikannya. Dia berkata, "Aku tahu kamu mencemaskanku, tapi aku ingin memberimu kejutan. Gimana? Apa dokter di sini bisa mengobatimu?"

Membahas tentang dokter itu membuat ekspresi Jeremy berubah muram. Dia mengidap insomnia akut. Konon, ada seorang ahli pengobatan tradisional di sini yang mungkin bisa menyembuhkannya.

Jadi, Jeremy secara khusus berangkat ke Leroria dari ibu kota. Namun, dokter itu berkata bahwa dia tidak bisa menyembuhkannya. Jeremy bertanya-tanya apakah dokter itu benar-benar tidak bisa atau hanya tidak mau. Ini pertama kalinya dia diremehkan seperti ini.

Dokter itu juga sangat mirip dengan seseorang yang dikenalnya. Seseorang yang seharusnya sudah mati.

Makin dipikirkan, Jeremy makin marah. Dia melirik Andy dan memerintah dengan dingin, "Temui Pak Moses dan dapatkan informasi tentang identitas dokter itu."

"Baik, saya ke sana sekarang," sahut Andy sambil mengangguk.

Yoana sedikit heran melihat raut muram Jeremy, belum lagi saat mendengar pria itu ingin menyelidiki seorang dokter. Dia pun bertanya, "Ada apa, Remy?"

Jeremy tidak ingin menjelaskan dan hanya menjawab, "Nggak apa-apa."

Yoana mengernyit penasaran. Namun, dia tidak terlalu memusingkannya karena yang ingin diselidiki Jeremy hanya seorang dokter. Pandangannya kini jatuh pada Harry yang sedang menatapnya.

Kilat sinis melintas sekilas di mata Yoana. Rencananya tadi sudah hampir berhasil, tetapi seorang wanita yang suka ikut campur mendadak datang dan merusak segalanya.

Yoana diam-diam memutar bola matanya. Namun, dalam sekejap wajahnya yang cantik sudah dipenuhi senyum hangat.

"Daniel ...," panggil Yoana.

Harry sontak menghindari tangan Yoana yang hendak mengusap kepalanya. Senyuman Yoana membeku dan tangannya terhenti canggung di udara.

Harry mengernyit. Yoana ini adalah wanita yang akan bertunangan dengan Ayah Jahat, bukan? Huh! Sepertinya dia juga bukan orang yang baik. Wajahnya bisa berpura-pura, tetapi matanya jelas menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Harry.

Yoana beralih menatap Jeremy dengan ekspresi memelas. Pria itu sudah lama tahu bahwa keduanya tidak pernah bisa akur.

Jadi, Jeremy tidak merasa aneh pada sikap bocah itu pada Yoana sekarang. Dia hanya berucap dengan datar, "Ayo jalan."

Yoana menggertakkan gigi dengan kesal. Eleanor jalang itu sudah mati, tetapi anak yang ditinggalkannya masih saja merepotkannya.

Jika Yoana tidak membuat persiapan yang matang lima tahun lalu, Jeremy mungkin akan mengetahui bahwa Daniel adalah putra kandungnya dan Eleanor. Kemudian, Jeremy pasti akan menyelidiki ulang kejadian lima tahun lalu. Jika hal itu terjadi, Yoana tidak akan bisa selamat.

Yoana mengepal erat tangannya. Daniel hanya akan menjadi bom waktu baginya bila dibiarkan tetap di sisi Jeremy. Dia harus mencari cara untuk menyingkirkannya.

Yoana memberikan kunci mobilnya pada pengawal dan berkata, "Kamu kendarai mobilku. Aku mau ikut mobil Remy."

Jeremy sudah masuk ke mobil. Ketika Yoana hendak duduk di kursi penumpang depan, seorang anak kecil mendahuluinya dan segera duduk di sana.

Yoana mengernyit melihat Harry menempati kursinya. Dia berujar dengan cemberut, "Daniel, Bibi lagi nggak enak badan. Bibi sesak napas dan mabuk mobil. Apa kamu boleh membiarkan Bibi duduk di depan?"

Usai berkata begitu, Yoana memandang Jeremy dengan raut memelas.

Harry meliriknya sekilas dan membalas, "Penyakitmu banyak sekali. Lebih baik jangan ikut mobil kami. Bisa gawat kalau kamu mati di sini."

Yoana kehilangan kata-kata. Raut wajah Jeremy pun berubah serius. Dia lantas mengomel dengan suara tegas, "Daniel! Jaga bicaramu!"

"Apa ada yang salah dari ucapanku? Kalau dia nggak enak badan, seharusnya dia ke rumah sakit. Memangnya dia bisa sembuh hanya dengan duduk di kursi depan? Pura-pura saja! Cih!" balas Harry.

Harry bukan tipe orang yang bisa ditindas. Yoana memutar bola matanya ke arahnya barusan, jadi dia tentu harus membalas.

"Turun kamu," ucap Jeremy dengan tegas.

"Sebenarnya kamu papaku atau papanya? Kalau kamu suka sekali membelanya, lebih baik kamu jadi papanya!" tandas Harry.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anggriani Datau
waw bagus harry
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status