Tak lama kemudian, mobil Eleanor tiba di depan Kediaman Adrian. Dia segera turun dan menarik napas dalam-dalam. Biarpun tahu apa yang akan dihadapinya, dia tetap melangkah masuk.Pembantu yang membuka pintu tertegun kaget dan bergumam, "Nyo ... Nyonya?"Pembantu ini adalah pegawai lama Keluarga Adrian. Dia sudah bekerja saat Eleanor masih menjadi Nyonya Adrian. Jadi, dia tentu mengenal wanita itu."Nyo ... Nyonya masih hidup?" tanya pembantu itu. Mengapa Eleanor bisa hidup kembali?Eleanor berucap dengan nada dingin, "Aku dan Jeremy sudah bercerai, jadi kamu nggak perlu memanggilku nyonya lagi. Mana Jeremy?""Tuan baru saja pulang. Sekarang Tuan sedang di ruang kerja," sahut si pembantu.Eleanor langsung melangkah masuk, membuat pembantu itu terkejut."Nyo ... Nona Eleanor ...." Pembantu itu hendak mengatakan sesuatu, tetapi ketika merasakan aura mengintimidasi Eleanor, dia terpaksa menelan kembali kata-katanya.Eleanor sangat familier dengan setiap sudut rumah ini. Dia menaiki tangga
Keduanya saling bertatapan dengan marah. Tepat ketika Jeremy selesai bicara, ponsel Eleanor tiba-tiba berdering.Eleanor mengatupkan bibir dan mengambil ponselnya. Kemudian, dia menatap Jeremy dengan alis berkerut dan beringsut ke samping untuk menjawab telepon.Suara manis Harry terdengar dari seberang telepon, "Maaf, Ma. Jam tanganku nggak ada baterai tadi. Sekarang aku baru cas di kamar. Kenapa, Ma?""Harry, kamu di mana sekarang?" tanya Eleanor dengan cemas."Di rumah Paman Charlie. Harry anak pintar, tentu saja nggak ke mana-mana," sahut Harry."Cepat jelaskan pada mamamu, jangan sampai dia mengira aku menjualmu," timpal Charlie dengan iseng dari seberang telepon.Eleanor mendongak dan menatap Jeremy dengan raut terkejut. Kemudian, dia memalingkan pandangan dan bertanya dengan suara rendah, "Harry, kamu masih di Leroria?"Harry tidak mengerti mengapa ibunya bertanya begitu. Dia anak yang patuh, mana mungkin dia pergi tanpa izin dan menambah masalah ibunya?"Iya, Ma. Harry masih di
Yoana baru tiba di depan ruang kerja dengan membawa sepiring buah ketika percakapan Jeremy dan Andy terdengar di telinganya. Tes DNA? Yoana meremas piring di tangannya.Jeremy ingin melakukan tes DNA dengan Daniel? Apa dia menyadari sesuatu? Apa dia mendengar omongan seseorang yang mendorongnya untuk melakukan tes DNA?Yoana menahan seorang pembantu yang kebetulan lewat dan bertanya dengan cemas, "Apa ada yang datang barusan?""Iya, Nona Eleanor baru saja pergi," sahut pembantu itu.Yoana menggertakkan giginya. Sudah diduga, ternyata wanita jalang itu! Begitu kembali dari luar negeri, Eleanor langsung menuju Kediaman Adrian. Apakah dia belum menyerah dan masih ingin merayu Jeremy?Yoana memaki kesal! Sesuai dugaan, Eleanor masih saja berulah. Dia menggertakkan gigi, lalu menyerahkan piring buah pada pembantu tadi dan mengejar Eleanor.Pada saat yang sama, di ruang kerja.Setelah memberi perintah pada Andy, Jeremy mengambil ponsel dan menelepon seseorang."Kak Jeremy, tumben banget tele
Eleanor memeriksa arlojinya. Hari memang sudah larut. Dia berkata, "Maaf sudah membuatmu tunggu lama. Ayo makan, aku yang traktir.""Karena kamu yang bilang sendiri, aku nggak akan sungkan. Pas banget, aku sudah pesan meja di Le Imperial. Ayo pergi," sahut Vivi.....Yoana mengetuk pintu ruang kerja, lalu mendorongnya dan masuk. Dia melangkah anggun menghampiri Jeremy dan memanggil pria itu dengan ekspresi lembut."Ya," sahut Jeremy pendek. Saat ini kepalanya sangat sakit. Begitu mencium parfum Yoana, dia sontak mengernyit.Yoana mencondongkan tubuhnya mendekati Jeremy dan berkata, "Remy, aku mau pergi makan di Le Imperial sama Tiara. Apa kamu bisa jemput aku nanti?"Jeremy melirik arlojinya, tetapi dia tetap menyanggupi, "Oke."Yoana tersenyum kian lebar, binar licik melintas sekilas di matanya. "Terima kasih, Remy," ucapnya.....Le Imperial adalah restoran top di ibu kota yang terkenal dengan masakan tradisionalnya. Dekorasi interiornya juga klasik dan elegan. Banyak orang dari kala
Eleanor bahkan sama sekali tidak melirik undangan itu. Tujuan Yoana hanyalah ingin pamer.Vivi mengamati undangan itu sambil tersenyum. Dia berkata, "Wah! Undangan pertunangan saja sebagus ini."Yoana tersenyum bangga. Namun, Vivi kembali melanjutkan dengan alis terangkat, "Sayang banget kalau undangan sebagus ini dibuang ke tong sampah."Kemudian, Vivi langsung melempar undangan itu ke tong sampah. Setelah itu, dia juga menyeka tangannya dengan tisu basah.Eleanor mengangkat alisnya dan tersenyum. Di sisi lain, Yoana mengernyit dalam dan matanya tiba-tiba berkilat dingin.Tiara mengambil undangan itu dari tong sampah, lalu membantingnya ke depan Eleanor sambil membentak, "Apa maksud kalian? Kak Yoana sudah berbaik hati mengundang kalian, tapi kalian malah nggak tahu terima kasih.""Eleanor, kamu cium sesuatu nggak?" tanya Vivi."Cium apa?" tanya Eleanor."Bau banget," ucap Vivi dengan nada sinis sambil mengipasi udara dengan tangannya."Vivi!" geram Tiara sambil menggertakkan gigi."A
Pelayan restoran menatap Eleanor dan Vivi dengan bimbang. Para tamu di sini biasanya adalah orang-orang kaya dan berpengaruh. Belum pernah ada kejadian orang yang kabur tanpa membayar.Mereka mengamati pakaian Eleanor dan Vivi, lalu beralih menatap Yoana dan Tiara. Yoana adalah pelanggan tetap di sini, para pelayan juga mengenalinya.Namun, ini pertama kalinya Eleanor makan di sini. Ditambah dengan pakaiannya yang yang sederhana, para pelayan secara naluriah memihak Yoana dan Tiara."Nona, tolong bayar tagihannya dulu. Kami nggak menerima utang di sini," ucap salah seorang pelayan, seolah-olah sudah yakin bahwa Eleanor dan Vivi tidak akan sanggup membayar.Vivi hendak memaki dengan marah. Namun, Eleanor menghentikannya.Tiara mencibir, "Kalian punya uang, 'kan? Ayo cepat bayar. Eleanor, mengingat kamu adalah kakakku, aku akan membantumu bayar. Nggak baik menghabiskan seluruh uangmu hanya untuk satu kali makan."Tepat setelah kata-kata itu terlontar, seorang pria berpakaian rapi buru-bu
Semua orang menoleh ke sumber suara. Entah sejak kapan, Jeremy telah berdiri di sana dengan setelan formalnya. Raut wajah tampannya terlihat sangat muram."Remy," panggil Yoana dengan suara lembut.Jeremy mendekat dengan tatapan dingin tertuju pada Eleanor. Matanya berkilat sinis dan penuh kebencian. Eleanor hanya menyeringai sinis sebagai tanggapan."Remy, sakit banget ...," ucap Yoana.Jeremy segera membungkuk dan membantu Yoana berdiri. Dia bertanya dengan perhatian, "Kamu nggak apa-apa, 'kan?"Yoana menggigit bibirnya dan menggeleng dengan ekspresi pilu. Air matanya mulai menetes.Jeremy melirik Tiara yang berusaha bangun sendiri, lalu bertanya dengan nada dingin, "Apa yang terjadi?"Tiara menunjuk Eleanor dan Vivi, menuduh dengan suara lantang, "Mereka yang duluan ....""Tolol, ada kamera CCTV," sela Vivi sambil memutar bola matanya. Siapa yang terlebih dahulu memulai pertengkaran terekam jelas di kamera.Tiara menggigit bibirnya, lalu melanjutkan, "Mereka yang duluan menindas Kak
Eleanor menarik napas dalam-dalam dan berusaha sekeras mungkin untuk mengendalikan emosinya.Yoana yang masih bersandar di pelukan Jeremy memasang ekspresi puas. Dia berucap dengan suara lembut, "Sudahlah, Remy. Biarkan Eleanor pergi."Tiara segera berkata, "Kak Yoana terlalu baik. Dia sudah menghina dan menyakitimu, tapi kamu masih memaafkannya. Tapi, Eleanor sama sekali nggak akan menghargainya. Pak Jeremy, kakakku sudah kejam sejak kecil. Kalau kamu nggak memberinya pelajaran, dia akan mengganggu Kak Yoana lagi lain kali."Jeremy menghampiri Eleanor dengan sorot mata kelam. Merasakan aura familier itu, Eleanor sontak berbalik dan melihat sosok tinggi Jeremy telah berdiri di belakangnya.Eleanor terkejut saat Jeremy tiba-tiba mencengkeram tangannya. Segera setelahnya, tangannya ditekan dengan kuat ke meja.Eleanor berusaha melepaskan diri, tetapi cengkeraman Jeremy begitu kuat. Rasa sakit seolah-olah pergelangan tangannya hendak dirembukkan itu membuat Eleanor mengernyit."Kamu mau m
Eleanor cukup mengenal merek pakaian ini. Pakaian dari merek ini sangat mahal, apalagi yang dia kenakan adalah koleksi terbaru musim ini. Harganya pasti lebih mahal. Kartu yang diberikan Eleanor berisi 600 juta, mungkin tidak cukup untuk membayar pakaian itu, tapi saat ini itulah uang yang dia miliki."Ini ...." Andy merasa canggung. Keringat dingin membasahi dahinya.Wajah Jeremy langsung menggelap dan menatap Eleanor dengan dingin. "Aku yang membayarnya."Eleanor terdiam.Andy buru-buru menyelipkan kembali kartu itu ke tangan Jeremy dan mundur ke samping, lalu mencoba menjelaskan, "Bu Eleanor, pakaian ini juga dipilih langsung sama Bos."Eleanor tertegun sejenak. Tatapan Jeremy tidak berpaling dari wajahnya, seolah menunggu sesuatu darinya. Eleanor mengerutkan bibir, lalu berkata dengan sedikit kaku, "Terima kasih."Namun, tatapan Jeremy tetap dingin, menunjukkan bahwa dia belum puas dengan ucapan itu.Andy yang berdiri di belakang terus memberikan kode dengan pandangan matanya yang
Kalau Jeremy benar-benar ingin Eleanor meminta maaf, sebaiknya dia lupakan saja. Eleanor tidak akan pernah meminta maaf pada Yoana."Nggak, Bu Eleanor nggak usah minta maaf sama aku." Yoana yang sudah lama mendengarkan dari balik pintu, akhirnya menemukan kesempatan untuk masuk dan menyela percakapan.Dengan langkah yang sedikit goyah, Yoana berjalan masuk dan berdiri di depan mereka berdua. Matanya penuh air mata saat berkata, "Ini bukan salah Bu Eleanor. Ini salahku. Aku mabuk waktu itu, emosiku nggak stabil, itulah yang menyebabkan semua ini terjadi. Ini bukan salah Bu Eleanor."Eleanor tersenyum samar, menatap Yoana. Dia benar-benar pintar.Baru saja Eleanor mengatakan bahwa dia sengaja menyenggol Yoana di tepi kolam renang, Yoana langsung menyalahkan semua tindakannya pada emosi yang tak terkendali akibat mabuk. Dengan alasan seperti itu, siapa yang bisa berkata apa-apa lagi?"Jeremy, jangan salahkan Bu Eleanor."Yoana sengaja mengatakan tidak akan menyalahkan Eleanor, seolah-olah
"Malam ini kamu tinggal di sini. Besok aku akan bawa kamu untuk pemeriksaan." Suara Jeremy terdengar tegas dan tidak memberikan kesempatan bagi Eleanor untuk menolak.Eleanor menghela napas, "Kenapa kamu bersikeras aku melakukan pemeriksaan?""Tentu saja aku punya alasan sendiri. Aku cuma memintamu untuk menjalani pemeriksaan, bukan menyuruhmu mati. Apa kamu perlu setegang ini? Atau ada sesuatu yang kamu sembunyikan tentang tubuhmu?"Mata Eleanor bergetar sejenak.Tatapan Jeremy terus tertuju padanya. Sepasang matanya yang kelam menyiratkan kedalaman yang sulit dijangkau. Sorot matanya begitu tajam, membuat Eleanor merasa sulit untuk menghadapi tekanan itu.Eleanor berpura-pura tersenyum santai, "Rahasia apa yang harus aku sembunyikan? Aku cuma nggak suka sama caramu yang selalu memaksakan kehendak.""Ini demi kebaikanmu.""Alasan yang terlalu dibuat-buat." Eleanor mendengus dingin.Dia tahu, alasan itu hanya kedok. Sesungguhnya, Jeremy tidak bisa menolerir ada orang yang berani menyem
"Aku akan menyelidiki kejadian hari ini. Kalau benar dia sengaja ingin mencelakaimu, aku akan memaksanya untuk minta maaf padamu."Setelah mendengar ucapan Jeremy, bulu mata Yoana yang lentik bergetar untuk sesaat. Dia menunjukkan senyuman yang penuh kesedihan. "Remy, kamu nggak percaya padaku?"Jeremy menurunkan pandangannya dan menatap Yoana dalam-dalam. Kemudian, dia menjulurkan tangan untuk mendorong Yoana. "Ini lebih adil untuk kalian berdua."Adil? Yoana tak kuasa terkekeh-kekeh dalam hati. Mungkin Jeremy sendiri tidak menyadari bahwa dirinya lebih berpihak pada Eleanor.Tiba-tiba, Yoana melihat seseorang yang berjalan mendekati pintu. Dia memutar bola matanya. Sebuah rencana jahat terlintas di benaknya.Yoana menggigit bibirnya, lalu berdiri sambil menahan rasa sakit pada tubuhnya. Kemudian, dia sengaja menjatuhkan diri ke tubuh Jeremy dan memeluk pinggang Jeremy dengan kedua tangan.Jeremy memperlihatkan ketidaknyamanan di matanya. Dia menarik tangan Yoana turun. Namun, karena
Seketika, tangan dan kaki Eleanor terasa dingin. Siapa yang menjawab panggilan ini? Apa mungkin Jeremy?Eleanor lagi-lagi merasa gelisah. Dia segera menelepon Daniel. Setelah waktu yang cukup lama, Daniel akhirnya menerima panggilan. Dia seperti ragu untuk menjawab telepon."Daniel!""Mama!" Setelah mendengar suara Eleanor, Daniel baru berani bersuara, "Tadi aku telepon Mama, tapi Papa yang jawab."Seketika, hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh Eleanor. Dia menahan kegelisahannya sambil bertanya, "Apa yang dia bilang?""Dia nggak bilang apa-apa."Eleanor merasa situasi ini sangat gawat. Pada dasarnya, Jeremy memang mencurigainya. Takutnya, sekarang Jeremy sudah tahu semuanya.Eleanor mengangkat tangan untuk memijat keningnya, lalu berucap, "Ya sudah, Mama sudah tahu. Kamu tidur saja.""Mama ... maaf .... Apa aku membuat Mama repot?" tanya Daniel dengan takut."Nggak kok. Ini bukan salahmu. Mama akan mengatasi semuanya. Kamu tidur saja." Setelah menghibur Daniel, Eleanor pun mengakhiri
"Heh." Jeremy terkekeh-kekeh sinis. "Kalau sudah punya tenaga, bangunlah."Usai berbicara, Jeremy bangkit dan pergi ke kamar mandi. Eleanor menahan amarah dalam hatinya dan bangkit. Dia mengambil celana di pinggir ranjang, lalu memakainya dan hendak membuka pintu."Mau ke mana?" tanya Jeremy dengan nada dingin untuk menghentikan Eleanor.Namun, Eleanor tetap membuka pintu dan keluar. Sebelum sempat melangkah lebih jauh, dia malah ditahan oleh pengawal.Jeremy sudah mengenakan setelannya. Dia duduk di sofa kulit sambil menatap Eleanor dengan tenang.Tangan Eleanor yang diletakkan di kedua sisi tubuhnya mengepal. "Apa maumu?""Besok pergi lakukan pemeriksaan.""Siapa?""Kamu.""Pemeriksaan apa?""Pemeriksaan fisik."Eleanor mengernyit. "Untuk apa? Aku nggak sakit.""Nggak sakit? Kulihat kamu sakit kok.""Kamu yang sakit!""Memang benar. Bukannya kamu sudah tahu dari dulu? Pokoknya besok lakukan pemeriksaan fisik. Jangan cerewet."Ekspresi Eleanor tampak bingung. Kenapa Jeremy tiba-tiba m
Rambut pendek Jeremy masih meneteskan air. Saat ini, ekspresinya terlihat sangat agresif. Jantung Eleanor sontak berdetak kencang."Jeremy!" pekik Eleanor dengan kaget. Saat berikutnya, Jeremy telah menindih tubuhnya. Aura kuat Jeremy menyelimuti seluruh tubuh Eleanor.Eleanor menatap Jeremy dengan takut. Dia melirik Jeremy, lalu melirik pakaiannya. Dia hanya mengenakan kemeja, sedangkan Jeremy hanya memakai handuk.Jantung Eleanor berdetak kencang. Dia langsung bertanya, "Binatang, apa lagi yang kamu lakukan padaku?"Jeremy menatap Eleanor yang menunjukkan reaksi berlebihan itu. Dia tahu wanita ini salah paham padanya.Jeremy terkekeh-kekeh. Tebersit niat jahat pada tatapannya. "Menurutmu? Bukannya kamu sangat menikmati tadi? Kenapa ekspresimu malah berubah sekarang?"Eleanor tampak tidak percaya. Maksud Jeremy adalah mereka berhubungan intim tadi? Ini tidak mungkin!Eleanor tidak merasakan apa pun pada tubuhnya. Jika mereka benar-benar berhubungan intim, dia tidak mungkin tidak meras
Untuk sesaat, Jeremy tidak tahu harus mengatakan apa."Mama?" Daniel menyadari ada yang tidak beres sehingga bertanya dengan hati-hati, "Kamu bukan Mama?"Jeremy memicingkan matanya yang suram, seolah-olah tiba-tiba menyadari sesuatu. Kemudian, dia berujar dengan perlahan, "Dia lagi tidur."Tap! Daniel langsung mengakhiri panggilan.Jeremy sontak kehabisan kata-kata. Dia menatap layar ponsel. Itu bukan nomor telepon Daniel. Tanpa ragu sedikit pun, Jeremy berbalik dan mengambil ponselnya. Kemudian, dia menghubungi kontak Daniel.Telepon berdering cukup lama. Pada saat yang sama, benak Jeremy dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.Siapa sebenarnya anak kecil tadi? Apa itu Daniel? Atau anak Eleanor yang lain? Dia perlu memastikan keraguannya. Segera! Sekarang juga!Pada akhirnya, Harry menerima panggilan. Terdengar suara bingung dari ujung telepon. "Papa Jahat, lihat dulu sekarang jam berapa. Ini sudah larut malam, kenapa kamu masih belum tidur?"Begitu mendengar suara itu, Jeremy cukup ter
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan lebih lemah dari orang biasa?Jeremy mengeluarkan ponselnya, lalu berkata kepada orang di ujung telepon, "Atur pemeriksaan fisik lengkap untuk besok. Eleanor yang akan diperiksa.""Pemeriksaan fisik lengkap? Bos, Bu Eleanor sakit ya?"Jeremy juga ingin tahu apakah Eleanor sakit atau bukan.Andy pun tidak bertanya lebih lanjut. "Baik, Bos. Aku akan segera mengaturnya.""Hm." Jeremy mengakhiri panggilan, lalu menatap pakaian yang dipakai Eleanor. Matanya bergetar. Setelah menyibakkan selimut, dia melihat Eleanor hanya memakai jubah mandi.Seketika, segala emosinya digantikan oleh kemarahan yang membara. Siapa yang mengganti pakaian Eleanor? Apa itu Charlie? Berengsek!Jeremy merasa darahnya mendidih. Dia berteriak ke arah pintu, "Kalian kemari dulu!"Dokter dan manajer yang berjaga di pintu segera masuk. "Ada apa, Pak?""Siapa yang mengganti pakaiannya?" Wajah Jeremy semakin suram, membuat dokter dan manajer ketakutan hingga memucat.Dokter segera mela