Share

Bab 5

Jeremy mengernyit bingung. Bocah kecil itu bersikap sangat aneh hari ini.

"Kamu baru lima tahun, nggak boleh duduk di depan. Duduk di kursi anak sana," jelas Jeremy, berusaha bersabar.

"Repot amat," gerutu Harry sambil pindah ke kursi belakang.

Yoana yang kini duduk di kursi penumpang depan menoleh dan melempar senyum puas padanya. Harry hanya memutar bola matanya sebagai tanggapan.

....

Menyadari Eleanor yang kebut-kebutan di jalanan, Daniel pun bertanya dengan raut dingin, "Kenapa kita harus kabur?"

"Karena mereka mengejar kita," sahut Eleanor.

Daniel mengatupkan bibirnya. Dia ingin berkata bahwa orang-orang itu mengejar mereka karena Eleanor membawanya.

Namun, Daniel ingin memastikan apakah Eleanor benar-benar ibunya. Jadi, dia tidak mengatakan apa-apa.

Eleanor tidak tahu apakah yang mengejar mereka adalah orang-orang suruhan Jeremy yang mengenalinya ataukah para penjahat yang tadi menculik Harry. Tidak peduli yang mana, prioritasnya sekarang adalah memastikan keselamatan putranya.

Sepertinya Jeremy sudah mencurigainya tadi. Jadi, Eleanor harus jaga jarak dan berusaha tidak menarik perhatiannya.

"Harry, Mama harus mengurus sesuatu. Kamu ikut Paman Charlie dulu, oke?" ucap Eleanor.

"Nggak mau," tolak Daniel dengan nada dingin.

Eleanor kebingungan. Mengapa putranya yang biasanya ceriwis jadi pendiam dan dingin begini?

"Kenapa? Kamu nggak suka Paman Charlie lagi?" tanya Eleanor.

Daniel menyahut, "Aku nggak kenal dia."

Merasa kata-katanya tidak tepat, Daniel kembali berucap, "Aku mau ikut Mama."

Eleanor kembali merasa heran. Mendengar permintaan putranya, dia hanya bisa menghela napas dan berkata, "Takutnya kita dalam bahaya sekarang. Mama harus memastikan keselamatan kamu."

Daniel menoleh ke belakang. Mobil-mobil yang mengejar mereka sudah tidak terlihat. "Sekarang sudah aman," ucapnya.

Sepertinya anak ini benar-benar tidak ingin berpisah dengannya. Eleanor akhirnya mengalah dan berkata, "Oke, Mama antar kamu pulang."

Supaya tidak dibuntuti, Eleanor sengaja mengambil jalan memutar sebelum akhirnya melajukan mobil menuju rumah.

Begitu memasuki ruang tamu, mata Daniel yang cerah segera tertuju pada foto yang tergantung di dinding. Di foto itu, seorang anak kecil yang berwajah persis sepertinya tersenyum ceria di pelukan Eleanor.

Daniel menundukkan pandangannya dengan sedih. Apa Eleanor benar-benar ibunya?

Namun, sejauh Daniel bisa mengingat, semua orang berkata bahwa ibunya sudah tiada. Dia juga bukan putra kandung ayahnya. Dia hanya anak haram. Jika Jeremy tidak menampungnya, dia akan hidup sebagai yatim piatu.

Jika Eleanor benar-benar ibunya, mengapa wanita itu tidak mencarinya? Mengapa dia menelantarkannya? Berbagai pertanyaan yang tak terjawab muncul di benak Daniel.

Melihat bocah kecil itu memandangi foto, Eleanor diam-diam mendekat dan menepuk bahunya sambil berkata, "Kamu lihat apa? Serius banget."

Eleanor hanya ingin menggoda putranya. Namun, bocah kecil itu begitu terkejut hingga bingkai foto yang dipegangnya jatuh dan kacanya bertaburan di lantai.

Daniel menoleh dan menatap Eleanor dengan panik. Tampaknya dia benar-benar terkejut.

Eleanor tertegun melihat ekspresi tidak biasa putranya. Dia bertanya dengan cemas, "Harry, kamu kenapa?"

Alis Daniel berkerut dalam. Dia berjongkok untuk mengumpulkan pecahan kaca di lantai sambil berkata, "Maaf, aku nggak sengaja."

Eleanor segera menghentikan putranya dan berucap, "Jangan pegang, nanti tanganmu terluka. Mama saja yang bersihkan, kamu duduk dulu."

Daniel beringsut ke samping, memperhatikan Eleanor membersihkan pecahan kaca dengan cepat. Dia berkata sambil mengerucutkan bibirnya, "Maaf ...."

"Nggak apa-apa. Tapi, Mama sudah bilang berkali-kali, jangan pegang pecahan kaca. Nanti tanganmu terluka, mengerti?" pesan Eleanor.

Daniel mengangguk dan menyahut tanpa emosi, "Iya."

....

Di saat yang sama, di ruang kerja Jeremy. Andy berdiri menggigil di depan meja, seolah-olah ada angin kencang yang bertiup melingkupinya.

Setelah diperiksa, ternyata wajah Astrid sama persis dengan mantan istri Jeremy yang seharusnya sudah meninggal. Tidak, bukan wajahnya yang sama persis. Wanita itu memang Eleanor!

Jeremy memandangi foto wanita yang sedang dipegangnya. Kedua matanya terlihat memerah karena terbakar amarah.

"Kamu yakin itu dia?" tanyanya.

"Yakin, Bos," sahut Andy. Dia sangat yakin karena telah memastikannya sebanyak dua kali.

Raut wajah Jeremy menjadi sangat dingin. Hebat, Eleanor! Setelah membunuh anak Yoana lima tahun lalu, dia menghilang tanpa jejak.

Kala itu, Jeremy tidak mencurigai kematian Eleanor setelah menerima seorang bayi mungil dan dua akta kematian. Dia hanya ingin memberi wanita itu pelajaran dengan memaksanya minum obat aborsi, bukan mengharapkan kematiannya.

Jeremy bahkan menyesali kekejamannya yang mengakibatkan kematian Eleanor. Itu sebabnya dia memperlakukan Daniel seperti putra kandungnya sendiri dan selalu menyayanginya. Siapa sangka, ternyata Eleanor masih hidup. Hebat! Jeremy sudah dipermainkan.

Eleanor kabur dan menelantarkan anaknya sendiri. Dia benar-benar tidak punya perasaan. Setelah membunuh anak wanita lain, dia juga menelantarkan anaknya sendiri dengan egois.

Makin dipikir, Jeremy makin naik darah. Dia tiba-tiba berdiri dan berkata, "Bawa dia ke sini."

"Baik, Bos. Saya pergi sekarang," ucap Andy.

"Nggak, aku akan pergi sendiri," ujar Jeremy.

Yoana baru tiba di depan pintu dan hendak menyapa Jeremy sambil tersenyum. Namun, pria itu langsung berjalan melewatinya tanpa menoleh.

"Remy?" panggil Yoana.

Yoana mengernyit heran saat Jeremy tidak menjawab. Ingin tahu apa yang membuat Jeremy begitu marah, dia pun masuk ke ruang kerja dan mengambil dokumen di atas meja.

Dokumen itu berisikan informasi tentang seorang dokter. Begitu membalik halamannya, tubuh Yoana langsung membeku. Dia hampir berteriak kaget saat melihat foto seseorang di sana.

Itu Eleanor! Wajah wanita di foto itu jelas-jelas adalah wajah Eleanor. Yoana terkesiap kaget. Bukankah Eleanor sudah mati? Bagaimana dia bisa menjadi dokter?

Yoana meremas dokumen di tangannya. Sialan! Mengapa wanita jalang itu begitu panjang umur? Kehadiran Daniel saja sudah cukup membuat Yoana sakit kepala. Bagaimana nasibnya jika wanita jalang itu mendapatkan cara untuk kembali ke sisi Jeremy? Tidak, hal itu tidak boleh dibiarkan terjadi!

Lima tahun lalu, Yoana sudah berhasil mengalahkan Eleanor. Kali ini, dia akan memastikan wanita itu benar-benar hancur di bawah kakinya. Yoana menggigit bibirnya dan keluar dari ruang kerja.

Selesai makan, Harry pergi mengelilingi vila untuk mengakrabkan diri dengan lingkungan di sana. Ketika dia kembali, dia melihat Jeremy dan Yoana pergi masing-masing dengan raut dingin.

Harry menebak sesuatu telah terjadi. Setelah keduanya pergi, dia diam-diam memasuki ruang kerja yang mereka tinggalkan.

Ruang kerja besar itu didekorasi dengan nuansa hitam dan abu-abu yang kelam. Menurut Harry, gayanya sangat cocok dengan Ayah Jahat itu.

Harry berjalan masuk dan melihat secarik kertas kusut di lantai. Dia lantas berjongkok mengambilnya. Begitu dibuka, ternyata kertas itu berisikan data ibunya.

Harry mengernyit. Jadi, Ayah Jahat dan si Wanita Jahat marah karena melihat data ibunya ini? Artinya, sekarang mereka mengetahui identitas Eleanor. Harry harus segera memperingatkan ibunya.

Harry buru-buru berlari ke luar. Namun, seorang pembantu menghentikannya dan berkata, "Tuan Daniel mau ke mana? Tuan Jeremy melarangmu keluar."

Harry memandang sekeliling dengan gelisah. Para pembantu dan pengawal di sini tidak mungkin membiarkan anak kecil sepertinya keluar sendirian.

Kalaupun Harry pergi, pasti akan ada sekelompok orang yang mengikutinya. Tidak bisa. Dia tidak boleh menemui ibunya dalam keadaan seperti itu.

Setelah memikirkannya sejenak, Harry bertanya pada pembantu itu, "Apa aku boleh pinjam ponselmu? Aku mau telepon seseorang."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status