Share

Bab 7

Mata Jeremy berkilat tajam dan cengkeramannya mengencang. Eleanor hampir menitikkan air mata, merasa dagunya seakan-akan hampir diremukkan.

Eleanor menggertakkan gigi dan menelengkan kepalanya. Tangannya terangkat untuk menepis cengkeraman Jeremy. Ketika pria itu kembali mencengkeram dagunya, Eleanor berdecak dan menepisnya lagi.

Jeremy beralih mencekik leher Eleanor dan berucap dengan marah, "Lima tahun nggak bertemu, lidahmu masih setajam dulu. Hebat, waktu itu aku benar-benar sudah meremehkanmu. Kamu kuat sekali, bukan? Cobalah lari kali ini."

Eleanor terbatuk-batuk dan membalas, "Jeremy, setelah beberapa tahun nggak ketemu, sepertinya kamu jadi nggak waras. Kita sudah bercerai dan nggak punya hubungan apa-apa lagi. Apa lagi yang kamu inginkan dariku?"

"Apa yang aku inginkan? Eleanor, nyalimu cukup besar! Setelah membunuh anak Yoana, kamu pura-pura mati dan kabur ke luar negeri tanpa merasa bersalah. Apa kamu punya hati nurani?" geram Jeremy dengan mata berapi-api.

Kejadian lima tahun lalu kembali terputar di benak Jeremy. Dia masih ingat betapa terguncangnya dirinya saat menerima bayi mungil dan dua akta kematian itu.

Jeremy tidak bermaksud membunuh Eleanor. Dia tahu bahwa obat aborsi tidak akan berpengaruh di saat kehamilan telah menginjak usia delapan bulan. Dia hanya ingin memberi wanita itu pelajaran.

Setelah mendengar bahwa Eleanor mati, Jeremy hidup dalam penyesalan selama bertahun-tahun. Dia terus merasa bahwa tindakannya terlalu kejam.

Melihat bahwa wanita itu ternyata masih hidup dengan baik, Jeremy hanya bisa memaki kebodohannya. Makin dipikirkan, dia makin kesal dan terdorong untuk mencekik mati Eleanor saat itu juga.

"Bukan aku yang membunuh anak Yoana, jadi kenapa aku harus terbebani? Karena hal itu, kamu meminumkan obat aborsi untuk membunuhku. Untungnya, aku bisa selamat. Kamu nggak senang melihatku masih hidup, hm? Kamu mau mencekikku sampai mati sekarang?" ucap Eleanor.

"Oke, lakukan saja. Tapi, biarpun kamu mencekikku sampai mati, jawabanku tetap sama. Aku nggak menyakitinya, aku nggak perlu merasa terbebani!" tambah Eleanor lagi.

Jeremy memicingkan mata sipitnya. Urat di tangannya yang mencekik leher Eleanor terlihat menonjol. Wanita ini benar-benar keras kepala!

Mata jernih Eleanor memancarkan binar sinis dan keras kepala. Tidak terlihat setitik pun ketakutan di sana. Bahkan setelah lima tahun berlalu, dia masih belum bisa lepas dari pria ini.

Andy terbelalak kaget melihat Jeremy menghempas Eleanor ke tanah dengan marah. Begitu tangan besar itu melepasnya, Eleanor langsung tersungkur jatuh. Dia segera menarik napas dengan rakus sambil memegangi lehernya.

Amarah di hati Jeremy masih belum padam. Dia menatap Eleanor dan berucap dengan sinis, "Kamu masih berani berbohong? Eleanor, sudah lima tahun berlalu, tapi kamu sama sekali nggak berubah. Kamu tetap nggak menunjukkan penyesalan!"

"Tenang saja, aku nggak akan pernah menyesal," balas Eleanor.

Jeremy tiba-tiba tersenyum dingin dan berkata, "Masih keras kepala, hm? Aku mau lihat seberapa lama kamu bisa mempertahankan sikapmu. Pengawal, bawa dia!"

Dua pengawal segera mendekat dan menahan Eleanor.

Mata Eleanor berkilat dingin. Dia segera menepis tangan kedua orang itu. Para pengawal itu terkejut, tidak memprediksi reaksinya yang begitu cepat.

"Jeremy, apa hakmu menangkapku?" tanya Eleanor. Hatinya dilanda keinginan untuk membunuh pria itu.

"Sudah bertahun-tahun berlalu, apa lagi yang kamu inginkan dariku? Karena kamu, aku hampir mati di meja operasi. Karena kamu, aku kehilangan anakku. Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah bertemu denganmu. Jeremy, aku membencimu! Aku akan membencimu sampai mati!" seru Eleanor.

Jeremy mengerjapkan mata begitu mendengar Eleanor mengungkit tentang anaknya. Sepertinya anaknya yang satu lagi benar-benar meninggal saat itu.

Jeremy berkata dengan kejam, "Rasakan! Siapa suruh kamu begitu tega membunuh anak orang lain? Kamu menyayangkan nyawa anakmu, tapi kamu nggak menghargai nyawa anak orang lain. Kematian anak itu adalah karmamu ...."

Plak! Sebuah tamparan keras dilayangkan. Wajah Jeremy sontak terteleng ke samping. Suasana di sekitar seketika menjadi hening. Aura dingin memenuhi udara.

Pelipis Andy berdenyut-denyut. Dia ingin kabur saat itu juga. Suasana di sana terlalu mengerikan.

Eleanor menatap Jeremy dengan mata merah. Dia mencurahkan segenap tenaganya ke dalam tamparan tadi, seolah-olah ingin melampiaskan semua sakit hati yang dirasakannya selama ini.

"Karma buruk terbesar di hidupku adalah bertemu denganmu! Jeremy, kamu adalah kesialan terbesar di hidupku!" raung Eleanor.

Semua kemalangan ini dimulai sejak Eleanor menikah dengan pria itu. Gara-gara Jeremy, anaknya yang tidak bersalah harus meninggal di meja operasi yang dingin. Apa hak bajingan itu menceramahinya sekarang!

Jeremy menyeka darah di sudut bibirnya. Mata hitamnya tertuju pada Eleanor, memancarkan niat membunuh yang mengerikan.

Keheningan berlangsung cukup lama. Ketika Andy mengira bosnya akan membunuh Eleanor, Jeremy tiba-tiba meraih kerah wanita itu dan menariknya mendekat.

Jeremy membuka bibir tipisnya dan berucap dengan suara yang sangat dingin, "Bagus, kalau begitu terimalah karmamu ini."

Bulu mata Eleanor bergetar pelan. Detik berikutnya, dia didorong dengan kuat. Dua pengawal segera mencekal kedua lengan Eleanor dan menekannya.

Mata Eleanor berkilat tajam, lalu dia balik mencekal lengan seorang pengawal dan memelintirnya. Pengawal itu langsung menjerit kesakitan dan mundur beberapa langkah sambil memegangi tangannya.

Semua orang di sana tidak menyangka bahwa Eleanor yang terlihat lemah ini ternyata memiliki kekuatan yang begitu besar.

Jeremy juga terkejut dan menyipitkan matanya. Sepertinya Eleanor bertambah kuat selama lima tahun ini. Dia mendekat dan hendak meraih pergelangan tangan wanita itu.

Namun, satu tangan Eleanor langsung mencekal tangan Jeremy tanpa ragu. Kemudian, dia mundur selangkah dan mengerahkan kekuatan, bersiap membanting pria itu.

Jeremy bisa memprediksi gerakan Eleanor. Kakinya yang panjang segera menyapu betis wanita itu.

Eleanor kalah cepat dan berakhir ditindih dengan kuat di atas bodi mobil. Tanpa bicara, Jeremy menahan kedua lengan Eleanor dengan satu tangan, sementara satu tangannya yang lain melepas dasinya.

Melihat itu, mata Eleanor yang dingin akhirnya menunjukkan sedikit ketakutan. Dia berucap dengan marah, "Kamu mau ngapain? Jeremy, lepaskan aku, bajingan! Lepaskan aku!"

Jeremy tersenyum mengejek dan mencibir, "Kemampuanmu nggak ada apa-apanya bagiku."

Sambil bicara, Jeremy mengikat kedua tangan Eleanor dengan dasi. Kemudian, dia menggendong wanita itu di bahunya dan berjalan pergi.

"Jeremy! Orang gila, lepaskan aku! Kamu mau ngapain? Kamu belum puas setelah mengambil nyawa anakku? Kenapa kamu masih muncul di hadapanku? Kenapa kamu masih mau menyiksaku? Aku membencimu, Jeremy! Lepaskan aku! Kamu dengar? Lepaskan aku!" teriak Eleanor dengan liar.

Jeremy melonggarkan gendongannya, hampir menjatuhkan Eleanor dari bahunya. Sebelum Eleanor benar-benar terjatuh, pria itu menangkapnya lagi.

"Kalau kamu berani bicara lagi, aku benar-benar akan menjatuhkanmu," ancam Jeremy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status