หน้าหลัก / Romansa / Menulis Ulang Takdir / Bab 1 - Terbangun di Masa Lalu

แชร์

Menulis Ulang Takdir
Menulis Ulang Takdir
ผู้แต่ง: vitafajar

Bab 1 - Terbangun di Masa Lalu

ผู้เขียน: vitafajar
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-18 15:50:18

Angin menerpa wajah Lyra, dingin menusuk tulang. Dadanya terasa nyeri, adegan pengkhianatan yang diberikan oleh suami dan sahabatnya, terus terbayang di kepala. Mereka membuat luka tak nampak yang sulit untuk disembuhkan. Lyra sama sekali tidak menyangka bahwa dua orang yang sangat dia percaya, tega menusuknya dengan pedang yang ternyata sudah diasah sebelumnya. 

 

Padahal dia memercayakan semuanya pada mereka, bahkan berpikir untuk bangkit bersama. Namun, ternyata harapan itu hancur berkeping-keping di depan matanya. Lyra merasakan dunia di sekelilingnya seolah runtuh. Setiap kenangan indah yang pernah mereka bagi—tawa, canda, dan mimpi-mimpi yang tampaknya tak terpisahkan—sekarang terasa seperti ilusi yang penuh derita.

 

Dengan langkah gontai, Lyra berjalan tanpa arah. Menyusuri trotoar ibu kota yang masih disibukkan dengan para pejalan kaki meski malam kian larut. Dia ingin pulang, dia ingin tidur di kamarnya, di ranjangnya yang hangat dan berharap bahwa semua yang dilalui hari ini, hanya mimpi belaka. Tetapi, dia sudah tidak punya rumah. Orang tuanya sudah tiada, meninggalkan warisan yang dengan bodohnya, Lyra tidak tahu cara mengelolanya, sehingga semua habis dan berakhir dia ditipu oleh dua orang kepercayaannya.

 

"Aku bodoh." Lyra menarik napas dalam, memandang kosong ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan pribadi. "Sangat bodoh! Seharusnya aku mengikuti perkataan Papa, tidak menikah dengan Adrian dan menjauhi Della. Seharusnya aku menuruti Papa untuk belajar bisnis dengan benar."

 

Lyra meneteskan air mata. Sekarang tidak ada satupun yang tersisa selain penyesalan yang membuat lubang besar dalam dadanya. Seandainya dia bisa memutar waktu, dia akan berusaha untuk menulis ulang takdirnya. Dia berjanji akan menjadi anak yang baik, dia berjanji akan menjadi anak yang penurut. Mengikuti semua perkataan ayahnya, menjadi penerus yang bisa membanggakan keluarganya. 

 

Bola matanya bergerak kanan dan kiri, memerhatikan setiap kendaraan yang lewat dengan kecepatan tinggi. Jika dia berlari ke arah sana, mungkinkah semua akan berakhir dengan bahagia? Dia akan bisa kembali bertemu orang tuanya, memohon ampun karena telah menjadi anak yang mengecewakan?

 

Lyra melangkahkan kakinya, bersiap untuk menabrakkan diri ke arah mobil-mobil yang lewat. Namun, belum sempat dia bergerak, seseorang menahan pergelangan tangannya. Lyra menoleh, dia melihat seorang pria asing yang menatapnya terkejut. Pria itu mengenakan jaket berwarna hitam, topi dan masker. Sebuah kacamata bertengger di hidung mancungnya. Jarak mereka sangat dekat sehingga Lyra bisa mencium aroma woody dari tubuhnya.

 

Pria itu menatap Lyra dengan penuh kekhawatiran, dia berbicara lembut namun tegas, "Jangan lakukan itu. Hidupmu berharga."

 

Lyra berkerut bingung, dia baru bertemu dengannya malam ini, tapi kenapa nada bicaranya seolah mengatakan bahwa mereka pernah berjumpa sebelumnya? Selain itu, dia juga bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari tatapannya untuk Lyra.

 

Pria itu melepaskan tangan Lyra saat dirasa Lyra bisa berdiri sendiri. Lyra tidak bisa melihat ekspresi wajahnya tapi dia bisa melihat matanya melengkung seperti bulan sabit seolah sedang tersenyum. "Mungkin kamu tidak percaya, tapi percayalah, di luar sana, masih ada orang yang menyayangimu," sambungnya, menatap Lyra sebentar lalu pergi dari sana.

 

Lyra menatap punggung pria itu yang perlahan menjauh darinya. Mengingat kata-kata terakhirnya, seketika tawa kecil muncul dari celah bibirnya. Siapa yang akan menyayanginya sementara dua orang yang dia harapkan sudah mengkhianatinya? Hanya orang tuanya yang terbukti tulus mencintainya, namun mereka sudah tidak ada lagi di dunia. Dia langsung berpikir bahwa pria itu hanya membual supaya membuat Lyra tidak lagi berniat mengakhiri hidupnya. 

 

Lyra berdecak, dia melihat sekeliling dan terlalu ramai untuk mengakhiri hidupnya. Jika dia tetap nekat, besar kemungkinan akan gagal. Mungkin bukan karena pria tadi, tapi karena orang lain yang akan mencegahnya. 

 

Lyra menarik napas dalam. Pikirannya berputar-putar namun dia hanya tersenyum tipis, menutupi kekecewaanya. Dia hanya terus melangkah tanpa peduli dengan tujuannya. Hingga sampailah dia di sebuah rumah duka, tempat abu jenazah orang tuanya bersemanyam. Dia melangkah, langkahnya teguh, meskipun hatinya hancur berkeping-keping. Di sana, di tengah kesunyian dan kesedihan, dia akan memohon ampun sampai diijinkan untuk menjumpai orang tuanya.

 

"Ma, Pa," panggilnya lirih. "Maaf karena aku tidak mendengarkan kalian."

 

Lyra menggigit bibirnya, menahan tangis yang hendak keluar. Dia adalah penyebab hancurnya keluarga mereka, dia merasa tidak pantas untuk bersedih.

 

"Apa karena aku sudah menjadi anak yang pembangkang, kalian sampai meninggalkanmu sendirian seperti ini?"

 

Lyra menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya terpejam erat, air mata langsung mengalir deras tanpa suara. Menyesal pun percuma, permintaan maaf tidak berguna. Di tengah keheningan, dada Lyra semakin terasa sesak.

 

"Kembalilah," bisik Lyra. "Kembali dan hukum aku seperti yang biasa kalian lakukan dulu. Marahi aku, tapi jangan tinggalkan aku sendirian."

 

Lyra mengangkat tangannya, menyentuh sebuah foto keluarga dimana ada dirinya yang masih kecil. Hanya foto itu yang mereka punya, lebih tepatnya adalah yang tersisa dari semua harta yang sudah hilang. 

 

Lyra membuka mulutnya, namun kata-kata yang sudah berada di ujung lidah, seakan kembali tertelan oleh gelombang emosi yang menerjangnya. Kepalanya tertunduk, tubuhnya mendadak lemas, lututnya seolah tak mampu lagi menopang beban berat yang selama ini dipikulnya. Lyra terjatuh begitu keras, tubuhnya membentur lantai dengan bunyi debum yang kencang, menyerupai runtuhnya benteng pertahanan terakhirnya.

 

Dalam keheningan itu, Lyra menangis begitu kencang. Suaranya bergema, menguncang ruangan dan jiwanya sendiri. Tangisannya adalah pelepasan, adalah keputusasaan, adalah harapan yang sirna.

 

Lyra meringkuk sambil terus menangis, hingga tiba-tiba dia merasakan cahaya yang menyilaukan sampai membuatnya tidak sanggup membuka mata. Tubuhnya mendadak terasa ringan, dia seolah merasakan nyawanya terlepas dari tubuhnya. Saat itulah dia berpikir bahwa ini adalah akhir hidupnya.

 

Lyra tersenyum tipis, ternyata tanpa harus mengakhiri hidup, dia bisa pergi tanpa rasa sakit seperti ini.

Ketika cahaya yang menyilaukan itu sudah tidak lagi menganggu matanya. Lyra membuka mata. Namun bukan langit-langit rumah duka yang dia lihat, melainkan sebuah kamar yang terasa sangat tidak asing baginya.

 

"Apa ini surga?"

 

Lyra melihat sekeliling, barulah dia menyadari ini adalah kamarnya. Kamarnya ketika dia masih tinggal bersama dengan orang tuanya. Kamarnya saat dia masih berusia 19 tahun, saat dia baru akan masuk universitas. 

 

"Tidak mungkin!" 

 

Lyra langsung bangkit, gerakannya masih gemetar, dan berjalan menuju meja riasnya. Matanya membelalak, bukan hanya karena melihat wajahnya yang masih sangat muda di cermin, tetapi juga karena kenyataan yang begitu tak terduga dan sulit dipercaya.

 

"Aku pasti sedang mimpi," gumamnya lagi. 

 

Lyra mencubit lengannya, namun yang dirasa malah kesakitan. Dia kembali memandangi wajahnya di cermin, melihatnya dengan teliti. Dia baru saja akan menampar wajahnya kembali ketika tiba-tiba pintu terbuka, suara seorang wanita langsung pikirannya.

 

"Nona, apa yang Anda lakukan? Kenapa menyakiti tubuh Anda seperti itu?"

 

Lyra semakin terkejut. Apa dia sudah kembali ke masa lalu?

 

***

Bersambung~

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 2 - Peringatan

    Mata Lyra semakin membulat ketika melihat seorang gadis muda yang dulu selalu melayaninya. Dulu Lyra sangat tidak menyukainya karena orang tuanya selalu membandingkannya dengan dia. Gadis ini lebih muda dari Lyra tapi sudah tau tata krama ketika bicara dengan orang dewasa. Dia sangat sopan, berbeda dengan Lyra yang berjiwa bebas dan terkadang membuat onar. Kening Lyra berkerut, berusaha mengingat nama gadis ini. Namun, tak satupun nama yang bisa diingat. Mungkin karena dia tidak menyukainya. Saat itu dia bahkan enggan untuk melihat wajahnya."Nona?" Pelayan itu kembali memanggil, rambutnya yang terikat rapi sedikit berantakan, menunjukkan sedikit kekhawatiran di balik sikapnya yang selalu terkontrol. "Apa Nona baik-baik saja?"Lyra memperhatikan detail-detail kecil tersebut. Gadis ini memang sopan, bahkan terlalu sopan, dengan tutur katanya yang formal dan terukur, seakan-akan selalu menjaga jarak dan menghindari hal-hal yang bersifat personal. Sikap yang dulu Lyra anggap sebagai ses

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-18
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 3 - Memulai Dari Awal

    Lyra merasakan berat di kelopak matanya, meski begitu dia tetap berusaha untuk membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah cemas orang tuanya, seketika hatinya menghangat karena ini adalah pertama kalinya dia melihat mereka menampakkan ekspresi wajah mengkhawatirkannya."Sudah bangun?" Seketika senyum lemah di wajah Lyra menghilang saat mendengar suara dingin sang ibu. "Kalau kamu sudah sehat, bangun dan bersiaplah." Victoria melihat jam yang melingkar di tangannya lalu berkata pada Charles, "Aku sudah terlambat. Sampai jumpa nanti malam."Pintu kembali tertutup, menyisakan keheningan di antara Lyra dan ayahnya. Charles masih duduk di tempatnya, tatapannya tak lepas dari Lyra. Suasana tegang terasa menyesakkan. Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama, dia akhirnya bertanya, suaranya berat dan rendah, "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan tadi?"Lyra menutup bibirnya rapat-rapat. Dia sudah mendapatkan peringatan, dia tidak mau kesempatannya hilang. Perlahan bibirnya me

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-19
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 4 - Sikap yang Mulai Berubah

    Lyra memandang pria itu dengan tajam. Dadanya bergemuruh seperti guntur yang siap meledak. Tatapannya menusuk, seolah ingin menembus kedalaman jiwa pria itu. Wajahnya memerah, menahan amarah. Tangannya mengepal erat, urat-urat di tangannya menegang. Lyra bisa merasakan seluruh tubuhnya bergetar, dipenuhi oleh energi yang siap meletus. Adegan pengkhianatan itu kembali terngiang dalam kepala. Dia ingin meluapkan emosi pada pria itu. Mempertanyakan, di mana letak kesalahan yang dia buat sampai tega menyakitinya seperti ini? Namun, tiba-tiba sebuah tepukan kecil Della menyadarkannya. Menariknya ke kenyataan bahwa dia kini berada di 20 tahun sebelum mereka menghancurkan hidupnya. "Lyra, kamu kenapa?" tanya Della, wajahnya terlihat sangat khawatir tapi itu tidak akan membuat Lyra tertipu lagi. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Lyra segera berjalan menuju meja kosong yang ada di paling belakang. Mengabaikan pandangan Adrian dan Della yang kebingungan. "Lyra," panggil Adrian. Dia men

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-21
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 5 - Diremehkan Orang Tua

    Senyum tipis muncul di wajah Lyra. Saat dia mencoba memutus hubungan dengan Adrian, Lyra baru menyadari bahwa itu tidak akan mengubah takdirnya. Maka, dia harus mengubah strategi. Dengan membuat mereka tetap bersama, perselingkuhan itu akan terbongkar, dan dia bisa menulis ulang takdirnya. Lyra berjalan menuju pintu gerbang, melewati deretan mobil di parkiran. Pandangannya tidak sengaja bertemu dengan pria di perpustakaan tadi yang tengah masuk ke dalam mobilnya.Sesaat sebelum pintunya menutup, matanya bertemu dengan mata Lyra. Membuat jantung Lyra terhenti beberapa saat sebelum akhirnya pintu menutup sempurna. Mobil pria itu tidak pergi, hanya diam dengan mesin mobil yang menyala. Lyra tidak tahu apa yang terjadi di dalam, tapi dia merasa seolah dirinya sedang diawasi.Lyra menggelengkan kepala, mencoba menenangkan dirinya. Ini hanya perasaan saja, dia harus tetap tenang dan berpikir rasional. Namun, beberapa menit dia berdiri di sana menunggu jemputannya, mobil itu belum juga perg

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-22
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 6 - Masa Depan Tak Terduga

    Lyra duduk termenung di kamarnya yang hening. Hari kemarin terasa seperti mimpi panjang. Kembali ke masa lalu, sesuatu yang tidak pernah dia sangka, kini sungguh terjadi. Senyum tipis mengembang di bibirnya, membuat wajahnya yang muda dan cantik semakin cerah. Sebuah semangat membara menyala dalam dirinya. Lyra bangkit, menatap bayangannya di cermin, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk memulai hari.Ketika dia keluar dari kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Daisy masuk dan menatapnya terkejut seolah sedang melihat hantu."Daisy, kamu kenapa?" tanya Lyra, dia menoleh ke dalam kamar mandi yang berada di belakangnya."Luar biasa!" Daisy terperangah, tangannya menutup mulutnya yang membuka lebar. "Nona Lyra bangun pagi sekali tanpa harus kubangunkan. Benar-benar menakjubkan."Suaranya kecil tapi Lyra masih bisa mendengarnya. Dia tertawa kecil sambil berjalan menuju meja rias. "Daisy, apa aku bisa minta tolong padamu?" tanya Lyra, membiarkan Daisy yang mulai mengeringka

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-18
  • Menulis Ulang Takdir   BAB 7 - Dia Tidak Terluka

    "Sepertinya saya harus keluar sekarang." Pak Bill membuka sabuk pengaman tapi Lyra segera menahannya. "Jangan Pak Bill! Biarkan saja!" tegasnya. "Tapi, sepertinya orang itu akan berbuat nekat jika kita tidak keluar." Bill tetap keluar dan tidak mengindahkan perkataan Lyra. Dari dalam, Lyra tidak bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Adrian pada supirnya. Kegelisahannya memuncak. Dia buru-buru keluar dan mendengar makian-makian pedas Adrian yang ditujukan pada Bill, suaranya keras dan penuh kemarahan. "Kamu hanya pesuruh, berani sekali kamu memerintahku!" Wajah Adrian memerah, matanya melotot tajam. Lyra membeku. Adrian yang sekarang ini begitu berbeda dari Adrian yang dikenalnya di kehidupan sebelumnya. Sisi gelapnya yang mengerikan ini sungguh mengejutkan. "Adrian!" teriak Lyra. Darahnya mendidih melihat orangnya diperlakukan secara tidak baik. Adrian menoleh, saat itu senyumannya yang terkembang. Dia memandang remeh Bill lalu menghampiri Lyra. "Sayang, akhirnya kamu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-21
  • Menulis Ulang Takdir   BAB 8 - Dia Selingkuhanmu?

    "Della, kamu masuk saja dulu," Lyra berkata sambil berlari mengejar pria itu, tidak menghiraukan panggilan Della. Napasnya tersengal-sengal saat dia meraih bahu pria itu, menghentikan langkahnya yang terburu-buru. Pria itu berbalik, menatap Lyra tanpa ekspresi. Lyra berusaha mengatur napasnya, berkata dengan tersengal, "Kamu... yang tadi... itu, kan ...?" Pria itu mengangguk singkat. Dia melepaskan tangan Lyra dari bahunya lalu kembali berjalan. Lyra tidak menyerah, dia terus mengikuti pria itu meskipun diabaikan. Dengan napas sedikit tersengal, dia mengeluarkan ponsel lipat, berdiri tegak di depan pria itu, menghentikan langkahnya. "Berikan nomor teleponmu," katanya, "Aku akan membalas kebaikanmu nanti." Lyra berhasil mendapatkan perhatiannya. Pria itu melirik ponselnya sekilas sambil berkata dengan dingin, "Aku menolongmu bukan untuk mendapatkan balasan." Lyra memegang lengannya. "Oke, tapi aku tetap minta nomor teleponmu," ucapnya tanpa malu. Bagi wanita di tahun 2004, memi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-23

บทล่าสุด

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 8 - Dia Selingkuhanmu?

    "Della, kamu masuk saja dulu," Lyra berkata sambil berlari mengejar pria itu, tidak menghiraukan panggilan Della. Napasnya tersengal-sengal saat dia meraih bahu pria itu, menghentikan langkahnya yang terburu-buru. Pria itu berbalik, menatap Lyra tanpa ekspresi. Lyra berusaha mengatur napasnya, berkata dengan tersengal, "Kamu... yang tadi... itu, kan ...?" Pria itu mengangguk singkat. Dia melepaskan tangan Lyra dari bahunya lalu kembali berjalan. Lyra tidak menyerah, dia terus mengikuti pria itu meskipun diabaikan. Dengan napas sedikit tersengal, dia mengeluarkan ponsel lipat, berdiri tegak di depan pria itu, menghentikan langkahnya. "Berikan nomor teleponmu," katanya, "Aku akan membalas kebaikanmu nanti." Lyra berhasil mendapatkan perhatiannya. Pria itu melirik ponselnya sekilas sambil berkata dengan dingin, "Aku menolongmu bukan untuk mendapatkan balasan." Lyra memegang lengannya. "Oke, tapi aku tetap minta nomor teleponmu," ucapnya tanpa malu. Bagi wanita di tahun 2004, memi

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 7 - Dia Tidak Terluka

    "Sepertinya saya harus keluar sekarang." Pak Bill membuka sabuk pengaman tapi Lyra segera menahannya. "Jangan Pak Bill! Biarkan saja!" tegasnya. "Tapi, sepertinya orang itu akan berbuat nekat jika kita tidak keluar." Bill tetap keluar dan tidak mengindahkan perkataan Lyra. Dari dalam, Lyra tidak bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Adrian pada supirnya. Kegelisahannya memuncak. Dia buru-buru keluar dan mendengar makian-makian pedas Adrian yang ditujukan pada Bill, suaranya keras dan penuh kemarahan. "Kamu hanya pesuruh, berani sekali kamu memerintahku!" Wajah Adrian memerah, matanya melotot tajam. Lyra membeku. Adrian yang sekarang ini begitu berbeda dari Adrian yang dikenalnya di kehidupan sebelumnya. Sisi gelapnya yang mengerikan ini sungguh mengejutkan. "Adrian!" teriak Lyra. Darahnya mendidih melihat orangnya diperlakukan secara tidak baik. Adrian menoleh, saat itu senyumannya yang terkembang. Dia memandang remeh Bill lalu menghampiri Lyra. "Sayang, akhirnya kamu

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 6 - Masa Depan Tak Terduga

    Lyra duduk termenung di kamarnya yang hening. Hari kemarin terasa seperti mimpi panjang. Kembali ke masa lalu, sesuatu yang tidak pernah dia sangka, kini sungguh terjadi. Senyum tipis mengembang di bibirnya, membuat wajahnya yang muda dan cantik semakin cerah. Sebuah semangat membara menyala dalam dirinya. Lyra bangkit, menatap bayangannya di cermin, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk memulai hari.Ketika dia keluar dari kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Daisy masuk dan menatapnya terkejut seolah sedang melihat hantu."Daisy, kamu kenapa?" tanya Lyra, dia menoleh ke dalam kamar mandi yang berada di belakangnya."Luar biasa!" Daisy terperangah, tangannya menutup mulutnya yang membuka lebar. "Nona Lyra bangun pagi sekali tanpa harus kubangunkan. Benar-benar menakjubkan."Suaranya kecil tapi Lyra masih bisa mendengarnya. Dia tertawa kecil sambil berjalan menuju meja rias. "Daisy, apa aku bisa minta tolong padamu?" tanya Lyra, membiarkan Daisy yang mulai mengeringka

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 5 - Diremehkan Orang Tua

    Senyum tipis muncul di wajah Lyra. Saat dia mencoba memutus hubungan dengan Adrian, Lyra baru menyadari bahwa itu tidak akan mengubah takdirnya. Maka, dia harus mengubah strategi. Dengan membuat mereka tetap bersama, perselingkuhan itu akan terbongkar, dan dia bisa menulis ulang takdirnya. Lyra berjalan menuju pintu gerbang, melewati deretan mobil di parkiran. Pandangannya tidak sengaja bertemu dengan pria di perpustakaan tadi yang tengah masuk ke dalam mobilnya.Sesaat sebelum pintunya menutup, matanya bertemu dengan mata Lyra. Membuat jantung Lyra terhenti beberapa saat sebelum akhirnya pintu menutup sempurna. Mobil pria itu tidak pergi, hanya diam dengan mesin mobil yang menyala. Lyra tidak tahu apa yang terjadi di dalam, tapi dia merasa seolah dirinya sedang diawasi.Lyra menggelengkan kepala, mencoba menenangkan dirinya. Ini hanya perasaan saja, dia harus tetap tenang dan berpikir rasional. Namun, beberapa menit dia berdiri di sana menunggu jemputannya, mobil itu belum juga perg

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 4 - Sikap yang Mulai Berubah

    Lyra memandang pria itu dengan tajam. Dadanya bergemuruh seperti guntur yang siap meledak. Tatapannya menusuk, seolah ingin menembus kedalaman jiwa pria itu. Wajahnya memerah, menahan amarah. Tangannya mengepal erat, urat-urat di tangannya menegang. Lyra bisa merasakan seluruh tubuhnya bergetar, dipenuhi oleh energi yang siap meletus. Adegan pengkhianatan itu kembali terngiang dalam kepala. Dia ingin meluapkan emosi pada pria itu. Mempertanyakan, di mana letak kesalahan yang dia buat sampai tega menyakitinya seperti ini? Namun, tiba-tiba sebuah tepukan kecil Della menyadarkannya. Menariknya ke kenyataan bahwa dia kini berada di 20 tahun sebelum mereka menghancurkan hidupnya. "Lyra, kamu kenapa?" tanya Della, wajahnya terlihat sangat khawatir tapi itu tidak akan membuat Lyra tertipu lagi. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Lyra segera berjalan menuju meja kosong yang ada di paling belakang. Mengabaikan pandangan Adrian dan Della yang kebingungan. "Lyra," panggil Adrian. Dia men

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 3 - Memulai Dari Awal

    Lyra merasakan berat di kelopak matanya, meski begitu dia tetap berusaha untuk membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah cemas orang tuanya, seketika hatinya menghangat karena ini adalah pertama kalinya dia melihat mereka menampakkan ekspresi wajah mengkhawatirkannya."Sudah bangun?" Seketika senyum lemah di wajah Lyra menghilang saat mendengar suara dingin sang ibu. "Kalau kamu sudah sehat, bangun dan bersiaplah." Victoria melihat jam yang melingkar di tangannya lalu berkata pada Charles, "Aku sudah terlambat. Sampai jumpa nanti malam."Pintu kembali tertutup, menyisakan keheningan di antara Lyra dan ayahnya. Charles masih duduk di tempatnya, tatapannya tak lepas dari Lyra. Suasana tegang terasa menyesakkan. Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama, dia akhirnya bertanya, suaranya berat dan rendah, "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan tadi?"Lyra menutup bibirnya rapat-rapat. Dia sudah mendapatkan peringatan, dia tidak mau kesempatannya hilang. Perlahan bibirnya me

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 2 - Peringatan

    Mata Lyra semakin membulat ketika melihat seorang gadis muda yang dulu selalu melayaninya. Dulu Lyra sangat tidak menyukainya karena orang tuanya selalu membandingkannya dengan dia. Gadis ini lebih muda dari Lyra tapi sudah tau tata krama ketika bicara dengan orang dewasa. Dia sangat sopan, berbeda dengan Lyra yang berjiwa bebas dan terkadang membuat onar. Kening Lyra berkerut, berusaha mengingat nama gadis ini. Namun, tak satupun nama yang bisa diingat. Mungkin karena dia tidak menyukainya. Saat itu dia bahkan enggan untuk melihat wajahnya."Nona?" Pelayan itu kembali memanggil, rambutnya yang terikat rapi sedikit berantakan, menunjukkan sedikit kekhawatiran di balik sikapnya yang selalu terkontrol. "Apa Nona baik-baik saja?"Lyra memperhatikan detail-detail kecil tersebut. Gadis ini memang sopan, bahkan terlalu sopan, dengan tutur katanya yang formal dan terukur, seakan-akan selalu menjaga jarak dan menghindari hal-hal yang bersifat personal. Sikap yang dulu Lyra anggap sebagai ses

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 1 - Terbangun di Masa Lalu

    Angin menerpa wajah Lyra, dingin menusuk tulang. Dadanya terasa nyeri, adegan pengkhianatan yang diberikan oleh suami dan sahabatnya, terus terbayang di kepala. Mereka membuat luka tak nampak yang sulit untuk disembuhkan. Lyra sama sekali tidak menyangka bahwa dua orang yang sangat dia percaya, tega menusuknya dengan pedang yang ternyata sudah diasah sebelumnya. Padahal dia memercayakan semuanya pada mereka, bahkan berpikir untuk bangkit bersama. Namun, ternyata harapan itu hancur berkeping-keping di depan matanya. Lyra merasakan dunia di sekelilingnya seolah runtuh. Setiap kenangan indah yang pernah mereka bagi—tawa, canda, dan mimpi-mimpi yang tampaknya tak terpisahkan—sekarang terasa seperti ilusi yang penuh derita.Dengan langkah gontai, Lyra berjalan tanpa arah. Menyusuri trotoar ibu kota yang masih disibukkan dengan para pejalan kaki meski malam kian larut. Dia ingin pulang, dia ingin tidur di kamarnya, di ranjangnya yang hangat dan berharap bahwa semua yang dilalui hari ini, h

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status