Home / Romansa / Menulis Ulang Takdir / Bab 3 - Memulai Dari Awal

Share

Bab 3 - Memulai Dari Awal

Author: vitafajar
last update Last Updated: 2025-03-19 22:57:04

Lyra merasakan berat di kelopak matanya, meski begitu dia tetap berusaha untuk membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah cemas orang tuanya, seketika hatinya menghangat karena ini adalah pertama kalinya dia melihat mereka menampakkan ekspresi wajah mengkhawatirkannya.

 

"Sudah bangun?" 

 

Seketika senyum lemah di wajah Lyra menghilang saat mendengar suara dingin sang ibu. 

 

"Kalau kamu sudah sehat, bangun dan bersiaplah." Victoria melihat jam yang melingkar di tangannya lalu berkata pada Charles, "Aku sudah terlambat. Sampai jumpa nanti malam."

 

Pintu kembali tertutup, menyisakan keheningan di antara Lyra dan ayahnya. Charles masih duduk di tempatnya, tatapannya tak lepas dari Lyra. Suasana tegang terasa menyesakkan. Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama, dia akhirnya bertanya, suaranya berat dan rendah, "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan tadi?"

 

Lyra menutup bibirnya rapat-rapat. Dia sudah mendapatkan peringatan, dia tidak mau kesempatannya hilang. Perlahan bibirnya melengkung, dia menggeleng pelan.

 

"Tidak apa-apa. Papa tidak bekerja?" Buru-buru dia mengalihkan pembicaraan.

 

Charles terdiam sejenak, lalu bangkit mendekati Lyra. Sentuhan hangat tangannya di kepala Lyra terasa begitu menenangkan, seperti embusan angin sepoi-sepoi yang mencairkan lapisan es yang selama ini membungkus hatinya. Lyra merasakan lelehan salju yang lembut di dalam dadanya, menghilangkan rasa dingin dan kesepian yang telah lama menyelimuti jiwanya. Seolah-olah musim semi telah tiba, membawa kehangatan yang selama ini dirindukannya.

 

"Beristirahatlah," ucap Charles lalu pergi dari sana. 

 

Lyra termenung, dia memegang kepala yang tadi disentuh oleh sang ayah. Dia sudah kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan, apa itu artinya sikap ayahnya juga ikut berubah?

 

"Nona, apa Anda baik-baik saja?" 

 

Lyra beralih pada gadis yang dia jumpai pertama kali ketika kembali. Seketika dia mengingat namanya yang telah dilupakan.

 

"Daisy," panggil Lyra. 

 

"I-iya, Nona. Apa ada yang Anda butuhkan?" Ini adalah pertama kali Lyra memanggil namanya. Daisy merasa sangat aneh.

 

"Tolong, siapkan sarapan dan juga mobil!" perintahnya sambil berjalan menuju kamar mandi.

 

"Baik, saya akan meminta Paman Bill untuk mengantarkan Anda."

 

"Tidak perlu. Aku akan pergi sendiri."

 

"Ta-tapi, Nona ...," Daisy terdiam, dia langsung menunduk saat melihat Lyra menatapnya. Nonanya yang pemarah, selalu kesal setiap kali dia menginterupsinya.

 

"Kenapa?" Lyra menatap keheranan.

 

Daisy mengangkat wajah, seketika dia merasa aneh. Ada yang berbeda dari nonanya.

 

"Kenapa kamu diam saja?" tegur Lyra.

 

"Nona, Anda mau kemana? Saya akan menyuruh seseorang mengantarkan Anda."

 

Lyra menghela napas. "Aku sudah bilang, aku akan pergi sendiri. Kamu minta saja dia untuk menyiapkan mobil," kata Lyra kembali berjalan menuju kamar mandi.

 

"Nona, Anda tidak bisa menyetir mobil."

 

Lyra mulai kesal, dia berbalik dan menatap Daisy marah. "Daisy, jangan sampai kamu membuatku mengatakan untuk yang ketiga kali-"

 

Lyra tersentak, sebuah kesadaran menyambarnya. Ini adalah masa ketika dia baru berusia 19 tahun. Tentu saja, dia belum bisa mengemudi. Pertama kali dia menyetir adalah saat usianya 25 tahun. Masih jauh dari masa kini.

 

"Nona?" panggilan Daisy membuat Lyra tersadar. 

 

Lyra berdeham. "Minta Pak Bill juga untuk mengantarku."

 

Lyra langsung pergi menuju kamar mandi. Lain kali, dia harus lebih berhati-hati supaya tidak membuat "orang itu", atau entah siapa, marah dan berakhir dengan mengambil kembali kesempatannya.

 

Setelah selesai bersiap, Lyra langsung pergi menuju universitas. Akar masalah dari kehancuran di masa depan adalah karena dirinya tidak mau belajar dengan benar. Dia selalu mengutamakan kekasih dan melupakan tanggung jawab. Di kehidupan kali ini, dia tidak mau mengulangi kembali kesalahannya.

 

Sebuah gedung universitas yang besar dan kokoh berdiri di hadapan Lyra. Arsitekturnya yang megah dan modern, membuat banyak orang ingin menimba ilmu di sana, namun hanya segelintir orang seperti Lyra berkesempatan masuk. Beasiswa menjadi satu-satunya jalan bagi mereka yang beruntung dan mampu memenuhi kualifikasi ketat yang ditetapkan.

 

"Kamu yakin mau pindah jurusan sekarang?" tanya seorang wanita, memandang Lyra dingin. Mungkin kesal karena pekerjaannya menjadi bertambah dengan Lyra yang tiba-tiba meminta pindah jurusan di hari pertama kegiatan belajar. 

 

Lyra memulai perkuliahan di jurusan seni rupa, memimpikan karier sebagai pelukis. Lukisan baginya adalah segalanya. Namun, pengetahuan masa depan telah mengubah pandangannya terhadap seni lukis, menciptakan pergulatan yang rumit antara impian dan kenyataan.

 

"Iya, saya yakin," ujar Lyra mantap

 

Wanita itu menghela napas. Terhadap gadis di depannya, dia tahu. Lyra adalah anak dari salah satu donatur terbesar universitas. Ayahnya sangat dihormati. Jadi ketika Lyra meminta pindah, dia hanya bisa mengikuti keinginan dan memproses semuanya. 

 

Wanita itu menatap Lyra kemudian menyerahkan sebuah kartu dan kertas yang berisi jadwal mata kuliah tahun pertamanya. Lyra menatap dua benda itu, hatinya terasa berat namun dia mantap untuk memulai babak baru dalam hidupnya.

 

Setelah semua urusan administrasi selesai, Lyra segera keluar dari ruangan itu menuju kelas pertama. Langkahnya berat seolah dia memikul masalah dunia. Rasa cemas dan ketidakpastian memenuhi pikirannya, membuat langkahnya terasa begitu berat dan lamban.

 

"Lyra!" 

 

Lyra tersentak, dia menoleh dan seketika matanya membelalak. Wanita yang mengejutkannya adalah sahabat yang sangat dia percaya dan tega menusuknya. Adegan pengkhianatan itu kembali terbayang, seakan menaburkan garam di luka yang masih terasa menyakitkan.

 

"Lyra," panggilnya lagi. "Lagi mikirin apa, sih?"

 

Lyra mengerjap, perlahan dia memaksakan senyuman kemudian menggelengkan kepala. "Bukan apa-apa," sahutnya. Dia tidak boleh bersikap gegabah dengan menghajar Della saat ini juga.

 

Della mengangguk, lalu pandangannya tidak sengaja jatuh pada kertas yang sedang dibawa Lyra. Seketika ekspresinya berubah. Matanya membulat, menunjukkan keterkejutan yang tidak terduga.

 

"Lyra, apa ini?" Della mengambil kertas itu dan membacanya.

 

Lyra menatap tidak suka, dia kembali merebut kertasnya.

 

Della tidak mengiraukannya. "Kenapa kamu pindah jurusan? Bukannya kamu sangat menyukai lukisan? Kamu bilang kalau kamu ingin menjadi seorang pelukis," racau Della. Terlihat jelas ketidak sukaan di wajahnya.

 

Lyra menyipitkan mata. Tapi dia tidak berniat untuk memperpanjang. "Tidak apa-apa. Hanya berubah pikiran saja. Kenapa? Apa aku tidak boleh belajar bisnis?"

 

Della terkejut, dia langsung menyanggah, "Mana mungkin tidak boleh! Tentu saja kamu boleh belajar apapun yang kamu mau."

 

Senyuman Della begitu tulus, jika Lyra tidak melihat bagaimana akhir hidupnya, mungkin dia akan tertipu dengan muslihatnya. 

 

"Tapi, Lyra. Memang apa yang membuatmu ingin mengambil kuliah bisnis? Apa kamu benar-benar ingin melupakan mimpimu menjadi seorang pelukis?"

 

Lyra menarik napas dalam. Alasan dia belajar bisnis, adalah karena dia tidak ingin mereka berdua semakin membodohinya. Jika dia tahu cara kerjanya, dia bisa menyingkirkan mereka berdua dari hidupnya. 

 

Lyra kembali melangkah menuju ruang kelas sambil menjawab, "Aku hanya merasa, sudah seharusnya aku belajar bisnis."

 

"Lalu bagaimana dengan mimpimu?"

 

Tepat di depan ruang kelas, mereka berhenti. Lyra menoleh, memandang Della yang penuh rasa ingin tahu terhadapnya. 

 

Belum sempat Lyra menjawab, tiba-tiba seorang pria menghampiri mereka dan berkata, "Lyra, apa yang kamu lakukan di sini?"

 

***

 

Bersambung~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 4 - Sikap yang Mulai Berubah

    Lyra memandang pria itu dengan tajam. Dadanya bergemuruh seperti guntur yang siap meledak. Tatapannya menusuk, seolah ingin menembus kedalaman jiwa pria itu. Wajahnya memerah, menahan amarah. Tangannya mengepal erat, urat-urat di tangannya menegang. Lyra bisa merasakan seluruh tubuhnya bergetar, dipenuhi oleh energi yang siap meletus. Adegan pengkhianatan itu kembali terngiang dalam kepala. Dia ingin meluapkan emosi pada pria itu. Mempertanyakan, di mana letak kesalahan yang dia buat sampai tega menyakitinya seperti ini? Namun, tiba-tiba sebuah tepukan kecil Della menyadarkannya. Menariknya ke kenyataan bahwa dia kini berada di 20 tahun sebelum mereka menghancurkan hidupnya. "Lyra, kamu kenapa?" tanya Della, wajahnya terlihat sangat khawatir tapi itu tidak akan membuat Lyra tertipu lagi. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Lyra segera berjalan menuju meja kosong yang ada di paling belakang. Mengabaikan pandangan Adrian dan Della yang kebingungan. "Lyra," panggil Adrian. Dia men

    Last Updated : 2025-03-21
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 5 - Diremehkan Orang Tua

    Senyum tipis muncul di wajah Lyra. Saat dia mencoba memutus hubungan dengan Adrian, Lyra baru menyadari bahwa itu tidak akan mengubah takdirnya. Maka, dia harus mengubah strategi. Dengan membuat mereka tetap bersama, perselingkuhan itu akan terbongkar, dan dia bisa menulis ulang takdirnya. Lyra berjalan menuju pintu gerbang, melewati deretan mobil di parkiran. Pandangannya tidak sengaja bertemu dengan pria di perpustakaan tadi yang tengah masuk ke dalam mobilnya.Sesaat sebelum pintunya menutup, matanya bertemu dengan mata Lyra. Membuat jantung Lyra terhenti beberapa saat sebelum akhirnya pintu menutup sempurna. Mobil pria itu tidak pergi, hanya diam dengan mesin mobil yang menyala. Lyra tidak tahu apa yang terjadi di dalam, tapi dia merasa seolah dirinya sedang diawasi.Lyra menggelengkan kepala, mencoba menenangkan dirinya. Ini hanya perasaan saja, dia harus tetap tenang dan berpikir rasional. Namun, beberapa menit dia berdiri di sana menunggu jemputannya, mobil itu belum juga perg

    Last Updated : 2025-03-22
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 6 - Masa Depan Tak Terduga

    Lyra duduk termenung di kamarnya yang hening. Hari kemarin terasa seperti mimpi panjang. Kembali ke masa lalu, sesuatu yang tidak pernah dia sangka, kini sungguh terjadi. Senyum tipis mengembang di bibirnya, membuat wajahnya yang muda dan cantik semakin cerah. Sebuah semangat membara menyala dalam dirinya. Lyra bangkit, menatap bayangannya di cermin, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk memulai hari.Ketika dia keluar dari kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Daisy masuk dan menatapnya terkejut seolah sedang melihat hantu."Daisy, kamu kenapa?" tanya Lyra, dia menoleh ke dalam kamar mandi yang berada di belakangnya."Luar biasa!" Daisy terperangah, tangannya menutup mulutnya yang membuka lebar. "Nona Lyra bangun pagi sekali tanpa harus kubangunkan. Benar-benar menakjubkan."Suaranya kecil tapi Lyra masih bisa mendengarnya. Dia tertawa kecil sambil berjalan menuju meja rias. "Daisy, apa aku bisa minta tolong padamu?" tanya Lyra, membiarkan Daisy yang mulai mengeringka

    Last Updated : 2025-04-18
  • Menulis Ulang Takdir   BAB 7 - Dia Tidak Terluka

    "Sepertinya saya harus keluar sekarang." Pak Bill membuka sabuk pengaman tapi Lyra segera menahannya. "Jangan Pak Bill! Biarkan saja!" tegasnya. "Tapi, sepertinya orang itu akan berbuat nekat jika kita tidak keluar." Bill tetap keluar dan tidak mengindahkan perkataan Lyra. Dari dalam, Lyra tidak bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Adrian pada supirnya. Kegelisahannya memuncak. Dia buru-buru keluar dan mendengar makian-makian pedas Adrian yang ditujukan pada Bill, suaranya keras dan penuh kemarahan. "Kamu hanya pesuruh, berani sekali kamu memerintahku!" Wajah Adrian memerah, matanya melotot tajam. Lyra membeku. Adrian yang sekarang ini begitu berbeda dari Adrian yang dikenalnya di kehidupan sebelumnya. Sisi gelapnya yang mengerikan ini sungguh mengejutkan. "Adrian!" teriak Lyra. Darahnya mendidih melihat orangnya diperlakukan secara tidak baik. Adrian menoleh, saat itu senyumannya yang terkembang. Dia memandang remeh Bill lalu menghampiri Lyra. "Sayang, akhirnya kamu

    Last Updated : 2025-04-21
  • Menulis Ulang Takdir   BAB 8 - Dia Selingkuhanmu?

    "Della, kamu masuk saja dulu," Lyra berkata sambil berlari mengejar pria itu, tidak menghiraukan panggilan Della. Napasnya tersengal-sengal saat dia meraih bahu pria itu, menghentikan langkahnya yang terburu-buru. Pria itu berbalik, menatap Lyra tanpa ekspresi. Lyra berusaha mengatur napasnya, berkata dengan tersengal, "Kamu... yang tadi... itu, kan ...?" Pria itu mengangguk singkat. Dia melepaskan tangan Lyra dari bahunya lalu kembali berjalan. Lyra tidak menyerah, dia terus mengikuti pria itu meskipun diabaikan. Dengan napas sedikit tersengal, dia mengeluarkan ponsel lipat, berdiri tegak di depan pria itu, menghentikan langkahnya. "Berikan nomor teleponmu," katanya, "Aku akan membalas kebaikanmu nanti." Lyra berhasil mendapatkan perhatiannya. Pria itu melirik ponselnya sekilas sambil berkata dengan dingin, "Aku menolongmu bukan untuk mendapatkan balasan." Lyra memegang lengannya. "Oke, tapi aku tetap minta nomor teleponmu," ucapnya tanpa malu. Bagi wanita di tahun 2004, memi

    Last Updated : 2025-04-23
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 1 - Terbangun di Masa Lalu

    Angin menerpa wajah Lyra, dingin menusuk tulang. Dadanya terasa nyeri, adegan pengkhianatan yang diberikan oleh suami dan sahabatnya, terus terbayang di kepala. Mereka membuat luka tak nampak yang sulit untuk disembuhkan. Lyra sama sekali tidak menyangka bahwa dua orang yang sangat dia percaya, tega menusuknya dengan pedang yang ternyata sudah diasah sebelumnya. Padahal dia memercayakan semuanya pada mereka, bahkan berpikir untuk bangkit bersama. Namun, ternyata harapan itu hancur berkeping-keping di depan matanya. Lyra merasakan dunia di sekelilingnya seolah runtuh. Setiap kenangan indah yang pernah mereka bagi—tawa, canda, dan mimpi-mimpi yang tampaknya tak terpisahkan—sekarang terasa seperti ilusi yang penuh derita.Dengan langkah gontai, Lyra berjalan tanpa arah. Menyusuri trotoar ibu kota yang masih disibukkan dengan para pejalan kaki meski malam kian larut. Dia ingin pulang, dia ingin tidur di kamarnya, di ranjangnya yang hangat dan berharap bahwa semua yang dilalui hari ini, h

    Last Updated : 2025-03-18
  • Menulis Ulang Takdir   Bab 2 - Peringatan

    Mata Lyra semakin membulat ketika melihat seorang gadis muda yang dulu selalu melayaninya. Dulu Lyra sangat tidak menyukainya karena orang tuanya selalu membandingkannya dengan dia. Gadis ini lebih muda dari Lyra tapi sudah tau tata krama ketika bicara dengan orang dewasa. Dia sangat sopan, berbeda dengan Lyra yang berjiwa bebas dan terkadang membuat onar. Kening Lyra berkerut, berusaha mengingat nama gadis ini. Namun, tak satupun nama yang bisa diingat. Mungkin karena dia tidak menyukainya. Saat itu dia bahkan enggan untuk melihat wajahnya."Nona?" Pelayan itu kembali memanggil, rambutnya yang terikat rapi sedikit berantakan, menunjukkan sedikit kekhawatiran di balik sikapnya yang selalu terkontrol. "Apa Nona baik-baik saja?"Lyra memperhatikan detail-detail kecil tersebut. Gadis ini memang sopan, bahkan terlalu sopan, dengan tutur katanya yang formal dan terukur, seakan-akan selalu menjaga jarak dan menghindari hal-hal yang bersifat personal. Sikap yang dulu Lyra anggap sebagai ses

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 8 - Dia Selingkuhanmu?

    "Della, kamu masuk saja dulu," Lyra berkata sambil berlari mengejar pria itu, tidak menghiraukan panggilan Della. Napasnya tersengal-sengal saat dia meraih bahu pria itu, menghentikan langkahnya yang terburu-buru. Pria itu berbalik, menatap Lyra tanpa ekspresi. Lyra berusaha mengatur napasnya, berkata dengan tersengal, "Kamu... yang tadi... itu, kan ...?" Pria itu mengangguk singkat. Dia melepaskan tangan Lyra dari bahunya lalu kembali berjalan. Lyra tidak menyerah, dia terus mengikuti pria itu meskipun diabaikan. Dengan napas sedikit tersengal, dia mengeluarkan ponsel lipat, berdiri tegak di depan pria itu, menghentikan langkahnya. "Berikan nomor teleponmu," katanya, "Aku akan membalas kebaikanmu nanti." Lyra berhasil mendapatkan perhatiannya. Pria itu melirik ponselnya sekilas sambil berkata dengan dingin, "Aku menolongmu bukan untuk mendapatkan balasan." Lyra memegang lengannya. "Oke, tapi aku tetap minta nomor teleponmu," ucapnya tanpa malu. Bagi wanita di tahun 2004, memi

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 7 - Dia Tidak Terluka

    "Sepertinya saya harus keluar sekarang." Pak Bill membuka sabuk pengaman tapi Lyra segera menahannya. "Jangan Pak Bill! Biarkan saja!" tegasnya. "Tapi, sepertinya orang itu akan berbuat nekat jika kita tidak keluar." Bill tetap keluar dan tidak mengindahkan perkataan Lyra. Dari dalam, Lyra tidak bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Adrian pada supirnya. Kegelisahannya memuncak. Dia buru-buru keluar dan mendengar makian-makian pedas Adrian yang ditujukan pada Bill, suaranya keras dan penuh kemarahan. "Kamu hanya pesuruh, berani sekali kamu memerintahku!" Wajah Adrian memerah, matanya melotot tajam. Lyra membeku. Adrian yang sekarang ini begitu berbeda dari Adrian yang dikenalnya di kehidupan sebelumnya. Sisi gelapnya yang mengerikan ini sungguh mengejutkan. "Adrian!" teriak Lyra. Darahnya mendidih melihat orangnya diperlakukan secara tidak baik. Adrian menoleh, saat itu senyumannya yang terkembang. Dia memandang remeh Bill lalu menghampiri Lyra. "Sayang, akhirnya kamu

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 6 - Masa Depan Tak Terduga

    Lyra duduk termenung di kamarnya yang hening. Hari kemarin terasa seperti mimpi panjang. Kembali ke masa lalu, sesuatu yang tidak pernah dia sangka, kini sungguh terjadi. Senyum tipis mengembang di bibirnya, membuat wajahnya yang muda dan cantik semakin cerah. Sebuah semangat membara menyala dalam dirinya. Lyra bangkit, menatap bayangannya di cermin, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk memulai hari.Ketika dia keluar dari kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Daisy masuk dan menatapnya terkejut seolah sedang melihat hantu."Daisy, kamu kenapa?" tanya Lyra, dia menoleh ke dalam kamar mandi yang berada di belakangnya."Luar biasa!" Daisy terperangah, tangannya menutup mulutnya yang membuka lebar. "Nona Lyra bangun pagi sekali tanpa harus kubangunkan. Benar-benar menakjubkan."Suaranya kecil tapi Lyra masih bisa mendengarnya. Dia tertawa kecil sambil berjalan menuju meja rias. "Daisy, apa aku bisa minta tolong padamu?" tanya Lyra, membiarkan Daisy yang mulai mengeringka

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 5 - Diremehkan Orang Tua

    Senyum tipis muncul di wajah Lyra. Saat dia mencoba memutus hubungan dengan Adrian, Lyra baru menyadari bahwa itu tidak akan mengubah takdirnya. Maka, dia harus mengubah strategi. Dengan membuat mereka tetap bersama, perselingkuhan itu akan terbongkar, dan dia bisa menulis ulang takdirnya. Lyra berjalan menuju pintu gerbang, melewati deretan mobil di parkiran. Pandangannya tidak sengaja bertemu dengan pria di perpustakaan tadi yang tengah masuk ke dalam mobilnya.Sesaat sebelum pintunya menutup, matanya bertemu dengan mata Lyra. Membuat jantung Lyra terhenti beberapa saat sebelum akhirnya pintu menutup sempurna. Mobil pria itu tidak pergi, hanya diam dengan mesin mobil yang menyala. Lyra tidak tahu apa yang terjadi di dalam, tapi dia merasa seolah dirinya sedang diawasi.Lyra menggelengkan kepala, mencoba menenangkan dirinya. Ini hanya perasaan saja, dia harus tetap tenang dan berpikir rasional. Namun, beberapa menit dia berdiri di sana menunggu jemputannya, mobil itu belum juga perg

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 4 - Sikap yang Mulai Berubah

    Lyra memandang pria itu dengan tajam. Dadanya bergemuruh seperti guntur yang siap meledak. Tatapannya menusuk, seolah ingin menembus kedalaman jiwa pria itu. Wajahnya memerah, menahan amarah. Tangannya mengepal erat, urat-urat di tangannya menegang. Lyra bisa merasakan seluruh tubuhnya bergetar, dipenuhi oleh energi yang siap meletus. Adegan pengkhianatan itu kembali terngiang dalam kepala. Dia ingin meluapkan emosi pada pria itu. Mempertanyakan, di mana letak kesalahan yang dia buat sampai tega menyakitinya seperti ini? Namun, tiba-tiba sebuah tepukan kecil Della menyadarkannya. Menariknya ke kenyataan bahwa dia kini berada di 20 tahun sebelum mereka menghancurkan hidupnya. "Lyra, kamu kenapa?" tanya Della, wajahnya terlihat sangat khawatir tapi itu tidak akan membuat Lyra tertipu lagi. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Lyra segera berjalan menuju meja kosong yang ada di paling belakang. Mengabaikan pandangan Adrian dan Della yang kebingungan. "Lyra," panggil Adrian. Dia men

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 3 - Memulai Dari Awal

    Lyra merasakan berat di kelopak matanya, meski begitu dia tetap berusaha untuk membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah cemas orang tuanya, seketika hatinya menghangat karena ini adalah pertama kalinya dia melihat mereka menampakkan ekspresi wajah mengkhawatirkannya."Sudah bangun?" Seketika senyum lemah di wajah Lyra menghilang saat mendengar suara dingin sang ibu. "Kalau kamu sudah sehat, bangun dan bersiaplah." Victoria melihat jam yang melingkar di tangannya lalu berkata pada Charles, "Aku sudah terlambat. Sampai jumpa nanti malam."Pintu kembali tertutup, menyisakan keheningan di antara Lyra dan ayahnya. Charles masih duduk di tempatnya, tatapannya tak lepas dari Lyra. Suasana tegang terasa menyesakkan. Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama, dia akhirnya bertanya, suaranya berat dan rendah, "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan tadi?"Lyra menutup bibirnya rapat-rapat. Dia sudah mendapatkan peringatan, dia tidak mau kesempatannya hilang. Perlahan bibirnya me

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 2 - Peringatan

    Mata Lyra semakin membulat ketika melihat seorang gadis muda yang dulu selalu melayaninya. Dulu Lyra sangat tidak menyukainya karena orang tuanya selalu membandingkannya dengan dia. Gadis ini lebih muda dari Lyra tapi sudah tau tata krama ketika bicara dengan orang dewasa. Dia sangat sopan, berbeda dengan Lyra yang berjiwa bebas dan terkadang membuat onar. Kening Lyra berkerut, berusaha mengingat nama gadis ini. Namun, tak satupun nama yang bisa diingat. Mungkin karena dia tidak menyukainya. Saat itu dia bahkan enggan untuk melihat wajahnya."Nona?" Pelayan itu kembali memanggil, rambutnya yang terikat rapi sedikit berantakan, menunjukkan sedikit kekhawatiran di balik sikapnya yang selalu terkontrol. "Apa Nona baik-baik saja?"Lyra memperhatikan detail-detail kecil tersebut. Gadis ini memang sopan, bahkan terlalu sopan, dengan tutur katanya yang formal dan terukur, seakan-akan selalu menjaga jarak dan menghindari hal-hal yang bersifat personal. Sikap yang dulu Lyra anggap sebagai ses

  • Menulis Ulang Takdir   Bab 1 - Terbangun di Masa Lalu

    Angin menerpa wajah Lyra, dingin menusuk tulang. Dadanya terasa nyeri, adegan pengkhianatan yang diberikan oleh suami dan sahabatnya, terus terbayang di kepala. Mereka membuat luka tak nampak yang sulit untuk disembuhkan. Lyra sama sekali tidak menyangka bahwa dua orang yang sangat dia percaya, tega menusuknya dengan pedang yang ternyata sudah diasah sebelumnya. Padahal dia memercayakan semuanya pada mereka, bahkan berpikir untuk bangkit bersama. Namun, ternyata harapan itu hancur berkeping-keping di depan matanya. Lyra merasakan dunia di sekelilingnya seolah runtuh. Setiap kenangan indah yang pernah mereka bagi—tawa, canda, dan mimpi-mimpi yang tampaknya tak terpisahkan—sekarang terasa seperti ilusi yang penuh derita.Dengan langkah gontai, Lyra berjalan tanpa arah. Menyusuri trotoar ibu kota yang masih disibukkan dengan para pejalan kaki meski malam kian larut. Dia ingin pulang, dia ingin tidur di kamarnya, di ranjangnya yang hangat dan berharap bahwa semua yang dilalui hari ini, h

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status