“Apa dia pacarmu juga? Bagus! Itu artinya kamu suka wanita!” Lily bertepuk tangan.Jack bergeming, menatap Lily dengan espresi wajah datar. Dia tidak berkomentar, tetapi sebuah napas panjang yang lepas dari mulutnya cukup mewakili perasaannya.“Apa aku boleh membukakan pintu sekarang?” Lily mengerjap-ngerjapkan matanya.Jack mengulurkan tangannya ke arah pintu dengan senyum pasrah, masih tanpa mengatakan apa-apa.Karena Jack sudah mempersilakan, Lily pun membuka pintu dengan semangat penuh.“Selamat datang!” serunya menyapa tamu Jack dengan wajah berseri.Ternyata, tamu yang datang mengunjungi apartemen Jack adalah manajer The Groove Spot, Irene Walker. Sebenarnya hari ini belum waktunya libur, tetapi dia sengaja meninggalkan tempat karaoke itu sejenak terkhusus untuk menemui Jack.Selain karena mobil super mewah Jack masih berada di tempat parkir The Groove Spot, Irene juga sudah tidak kuat lagi menahan rasa rindu. Terlebih pesan yang dia kirim beberapa hari lalu kepada Jack tidak di
“Apa-apaan ini?! Keluar kalian berdua! Cepat keluar, sialan!” Jack Hall memukul-mukul kaca mobil putih yang berhenti di halaman rumah, setelah melihat sang istri, Elena Moore, bermesraan dengan sang atasan.Sebelumnya Jack sibuk membantu keluarga istrinya mendekor ruang tamu dengan aneka pita, bunga-bunga, dan balon warna-warni untuk merayakan entah. Dia yang pulang lebih awal dari dinas di luar kota, bahkan tidak diberi kesempatan untuk sekadar meletakkan koper di kamar atau mengganti baju.Meski tidak yakin, Jack memilih berprasangka bahwa hiasan-hiasan di rumah adalah untuk memperingati hari ulang tahunnya. Itulah alasan Jack pulang lebih cepat, sebab ingin memberi kejutan kepada istri tersayang.Siapa sangka, malah Jack yang sekarang dibuat terkejut, atau lebih tepatnya syok!Elena dan Victor Exton, atasan Jack, terkesiap. Mereka tidak tahu kalau Jack sudah pulang. Dengan gugup keduanya turun dari dalam mobil.“Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan.”“Benar, Jack. Jangan sa
“Hah?”Jack mengerjap-ngerjapkan mata karena sebuah layar transparan tiba-tiba muncul di hadapannya dengan pesan yang tidak masuk akal. Namun, sesaat kemudian layar itu menghilang ketika ponsel di saku celana Jack bergetar karena pesan masuk. Dia melihatnya, sebuah notifikasi yang membuat mata Jack membulat.‘[Greatest Bank] Akun anda yang diakhiri dengan xxx77 telah menerima saldo sebesar USD 100,000,000.00’“Tidak mungkin.”Semula Jack mengira layar aneh yang dilihat dan suara yang didengar hanya halusinasi belaka akibat pikiran dan perasaannya yang kacau. Tapi rupanya hal itu nyata adanya, dia benar-benar menerima 100 juta dolar!Jelas itu nominal yang sangat besar! Bahkan menjadi saldo terbesar yang pernah Jack miliki selama ini. Biarpun seumur hidup dia menjadi sales terbaik dengan penjualan tinggi, tidak akan mungkin mencapai nominal itu saat seluruh gajinya diakumulasikan.Jack tidak mengerti bagaimana hal ini terjadi. Yang dia ingat, sebelum ini seluruh tubuhnya terasa begitu s
Dalam perjalanan menuju restoran, sebuah pemandangan menyita perhatian Jack ketika skuternya berhenti di persimpangan lampu merah. Terlihat dalam naungan sebatang pohon besar yang rindang, anak-anak jalanan duduk melingkar mengerubungi makanan yang dibawa seorang wanita muda. Mereka tampak bahagia menyantap beberapa potong roti yang dibungkus dengan kertas putih.Deretan gigi Jack yang rapi terlihat ketika dia melihat wanita muda itu mengacak-acak rambut salah seorang anak. “Dia wanita yang baik,” komentarnya.[Namanya Emma Wexler, berusia 24 tahun, bekerja sebagai pelayan di toko roti. Dia sering membawa sisa makanan dari tempat kerjanya untuk anak-anak jalanan. Dia tinggal mengontrak di pemukiman padat penduduk bersama neneknya, yang letaknya sekitar 500 meter dari sini.]Jack tertegun mengetahui kecanggihan Sistem yang bisa mendeskripsikan latar belakang seseorang dengan cukup detail. Namun, belum sempat dia menanggapi, klakson dari mobil di belakangnya memekik lantaran lampu lalu l
Rahang Victor dan Elena seketika jatuh ke lantai. Mereka mengerjapkan mata karena tidak percaya dengan apa yang dilihat.Ini memang kali pertama bagi Elena datang ke SweetSky, tapi tidak dengan Victor. Dia sudah sering ke sana, tapi belum pernah sekalipun dia melihat gelandangan masuk. Jangankan para gembel, orang dengan ekonomi menengah saja tidak berani. Mereka akan menjadi miskin setelah makan di sana.Lantas kegilaan macam apa yang baru dilihatnya? Dia dan Elena bahkan masih tertahan di luar, bagaimana bisa gelandangan dibiarkan masuk?Dada Victor turun naik seperti mau meledak. Dia berteriak di depan wajah penjaga, “Kenapa kamu mengizinkan mereka masuk?! Kamu ini dungu atau apa?!”“Ada apa ini, Tuan Victor?” Seorang wanita berusia 40 tahunan dengan pakaian rapi menegur, di belakangnya penjaga mengikuti.Victor menjadi sumringah. Mendengar manajer restoran tahu dan memanggil namanya, jelas Victor merasa bahwa dia bukan tamu biasa. Penjaga harus tahu itu!“Nyonya Sisca, syukurlah an
Lift terbuka saat sampai di lantai satu. Jack keluar dari sana setelah selesai mengamati kebahagiaan dari para tamu undangan yang berada di lantai atas. Dia berjalan perlahan, duduk di kursi yang dipesan, persis di ujung ruangan, tanpa meja.Jack tersenyum puas mengetahui para pelayan memperlakukan tamu-tamunya dengan sangat baik, meski penampilan mereka jelas berbeda dari lumrahnya tamu di restoran itu.“Apa anda ingin mencicipi hidangan kami, Tuan? Dengan senang hati kami akan menyiapkannya untuk anda.” Suara wanita mengejutkan Jack. Itu bukan pelayan, melainkan manajer restoran langsung.Jack tersenyum, “Mungkin secangkir kopi.”Nyonya Sisca memanggil pelayan, meminta dibuatkan kopi luwak asli. Dia bertanya lagi, “Mungkin ada yang lainnya, Tuan? Mohon maaf karena member VVIP tidak ada sebelumnya, untuk sementara yang tersedia adalah ruangan VIP. Tapi anda tidak perlu khawatir, hidangan dan pelayanan yang kami berikan tentu lebih istimewa dari yang biasa diterima member VIP.”Sebenar
[Selamat Tuan, sekarang mata anda sudah normal.]Jack meraba-raba matanya, mengulang untuk memakai kacamata hanya untuk dilepaskan kembali, menutup sebelah mata bergantian, dan membuka mata lebar-lebar untuk menatap sekeliling. Dia tersenyum haru, sebelum tertawa lepas. Jack tidak bisa menahannya. Rasanya seperti lahir kembali, melihat isi dunia secara langsung dengan sangat jelas tanpa penghalang lensa lagi.Dia sangat ingat, bagaimana Elena dan keluarganya, juga beberapa rekan kerjanya dulu sering menjadikan sakit silindernya sebagai lelucon. Bahkan, pernah suatu waktu, Tommy sengaja mengambil dan menyembunyikan kacamatanya. Entah bagaimana dirinya yang mesti meraba-raba benda di sekitar karena kesulitan melihat, malah membuat keluarga Elena terbahak-bahak."Sistem, bagaimana kamu melakukannya?" Dia masih sulit percaya. Ini seperti mimpi![Semua berkat kebaikan anda, Tuan. Selama ini anda melihat dengan hati, merasakan kesulitan orang lain, dan senantiasa baik pada siapa pun. Anda m
Jack tersenyum miring lagi. Dia sengaja menginjak jempol kaki Paul kuat-kuat. “Tenang Tuan Hogweed. Aku suka tawar menawar.”Paul meringis. Biarpun berat badan Jack jauh di bawahnya, tetap saja pria itu berdiri bertumpu di atas satu jempol kakinya. Tapi dia tidak mungkin marah. Paul malah memegang kaki Jack, “Katakan Tuan, apa saja akan saya lakukan, asalkan anda tetap merahasiakan dosa-dosa saya dari Grace.”Jack mengambil kakinya dari atas jempol Paul. “Mudah saja. Lakukan tiga hal untukku.”Paul diam berpikir. Jika bukan karena istrinya, jangankan melakukan tiga hal untuk Jack, berlutut padanya seperti sekarang pun dia tidak sudi. Walaupun begitu, tidak mungkin juga dia menawar.“Baik Tuan, dengan senang hati,” jawabnya menahan dongkol.“Pertama, minta ampun padanya.” Jack menunjuk wanita yang bernama Laura Kills itu.Paul menoleh pada Laura untuk memberikan tatapan tajam. Dalam hati dia menentang keras permintaan Jack. Harga dirinya terkoyak! Tapi lisannya mencoba bernegosiasi ba
“Apa dia pacarmu juga? Bagus! Itu artinya kamu suka wanita!” Lily bertepuk tangan.Jack bergeming, menatap Lily dengan espresi wajah datar. Dia tidak berkomentar, tetapi sebuah napas panjang yang lepas dari mulutnya cukup mewakili perasaannya.“Apa aku boleh membukakan pintu sekarang?” Lily mengerjap-ngerjapkan matanya.Jack mengulurkan tangannya ke arah pintu dengan senyum pasrah, masih tanpa mengatakan apa-apa.Karena Jack sudah mempersilakan, Lily pun membuka pintu dengan semangat penuh.“Selamat datang!” serunya menyapa tamu Jack dengan wajah berseri.Ternyata, tamu yang datang mengunjungi apartemen Jack adalah manajer The Groove Spot, Irene Walker. Sebenarnya hari ini belum waktunya libur, tetapi dia sengaja meninggalkan tempat karaoke itu sejenak terkhusus untuk menemui Jack.Selain karena mobil super mewah Jack masih berada di tempat parkir The Groove Spot, Irene juga sudah tidak kuat lagi menahan rasa rindu. Terlebih pesan yang dia kirim beberapa hari lalu kepada Jack tidak di
Dada Jack menjadi sesak mengingat kelancangan wanita yang berdiri di depan pintunya. Dia sampai refleks menutup bibirnya sendiri. Meski begitu, sekarang Jack tersenyum sambil menggelengkan kepala.Bisa-bisanya wanita itu datang saat aku baru saja memikirkannya!Jack menghela napas panjang. Itu flat apartemennya, tidak ada yang perlu dia cemaskan. Lagipula, ini malah lebih efisien. Dia bisa mentraktir wanita gila itu minum di rumahnya saja."Hei Tuan Tampan, sampai kapan kamu akan membiarkan pacarmu ini menunggu? Buka pintunya, lalu kita ke tempat fitness bersama, oke?!"Jack mengernyitkan dahi mendengar celoteh Lily Harvey. Sejak kapan mereka berpacaran? Jack tahu, waktu itu dengan seenaknya Lily mengangkat diri sendiri menjadi pacar barunya. Tapi Jack tidak mengira jika Lily akan melakukannya lagi sekarang.Apa dia benar-benar berpikir bahwa mereka telah berpacaran? Astaga!Seolah mendengar kata batin Jack, dari luar Lily menyahut, "Sejak kita resmi berpacaran, belum sekali pun kita
Setelah tadi malam Jack kembali menginap di kontrakan Emma untuk merayakan kabar baik dari Redwave Group bersama Nenek, rasanya masih belum cukup. Dia masih ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Emma.Kini di dalam apartemennya, Jack memandangi foto profil pada nomor ponsel Emma. Dia tersenyum mengingat ekspresi gembira yang ditunjukkan Emma ketika mendapat email panggilan interview dari Perusahaan Redwave Group. Senyumnya menjadi semakin lebar ketika melihat Nenek sampai menangis terharu. Walaupun itu adalah panggilan interview dan belum ada kepastian bahwa Emma akan diterima di sana, bagi Nenek hal itu tetaplah hal besar."Aku pastikan Nenek akan menangis lagi karena melihatmu menjadi resepsionis di perusahaanku!"Selain karena Redwave Group menunjukkan performa yang baik, Jack memang sengaja mengambil alih perusahaan tersebut terkhusus untuk Emma, supaya wanita itu bisa bekerja di tempat yang bagus dan bergengsi, tanpa perlu jauh-jauh dari kontrakannya. Setidaknya dengan men
Jack keluar lift dengan senyum lebar. Dia berjalan ke flat apartemennya tanpa menurunkan senyum itu. Tidak dipungkiri, imbalan tak ternilai setelah menolong orang lain adalah mendapat kebahagiaan tersendiri. Rasa bahagia tersebut sangat khas karena hanya bisa diperoleh setelah berhasil meringankan beban orang lain. Dan, perasaan tersebut menjadi berlipat-lipat ketika orang yang dibantu adalah orang tersayang.Jack tidak mengelak bahwa dulu dia sering merasakannya ketika membuat Elena tersenyum setelah memberikan barang-barang yang diinginkan atau menuruti permintaannya. Dan sekarang, kebahagiaan semacam itu bersumber dari senyum Emma, yang tidak meminta atau menuntut apa-apa darinya. Rupanya, hal itu membuat Jack jauh lebih bahagia.Ketika Jack sampai di depan flatnya, dia mengernyitkan dahi karena melihat sebuah parcel ada di depan pintu. Dia mengambil parcel tersebut. Ada banyak kudapan lengkap dengan sebotol anggur premium. Selain itu, juga ada sebuah kartu berwarna emas, yang ber
Ketika membuka dan membaca email dari perusahaan besar itu, Emma terbelalak. Tangan kirinya menutup mulutnya yang terbuka lebar. "Mustahil," desis Emma dengan tatapan yang masih terpaku pada layar ponselnya."Apanya yang mustahil?"Emma menyodorkan ponselnya kepada Jack. "Ini tidak mungkin," katanya lagi sebelum bersandar di kursi.Jack meraih ponsel Emma. Matanya bergerak lincah ke kanan dan ke kiri, membaca kata demi kata, yang membuat Emma terlihat kaget, bingung, heran, perasaannya bercampur aduk hingga membentuk ekspresi wajah yang rumit. Malahan, Emma juga terlihat lemas secara tiba-tiba."Hei, ini kabar baik!" seru Jack bersemangat. Reaksinya saat membaca email itu berbanding terbalik dengan yang ditunjukkan Emma."Kamu mendapat panggilan interview di perusahaan Redwave Group untuk posisi resepsionis. Itu sangat bagus, Emma! Berikan tanganmu!"Masih dengan gesture bingung Emma menurut saja mengulurkan tangannya. Dengan cepat Jack menggenggam dan mengguncangkannya. "Selamat, Em
Sejak mendengar kisah kegagalan Jack dalam pernikahan sebelumnya, Emma mulai menyadari bahwa hal buruk yang menimpanya, tidak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang dialami Jack.Mendapat pengkhianatan dari orang-orang terdekat, tanpa ada satu pun orang yang memihak dan mendukungnya, terusir dari rumah yang dibeli dari hasil jirih payah sendiri, kehilangan pekerjaan dan keluarga sekaligus, lengkap dengan segala hinaan dan cacian yang selalu didengar, rupanya tidak membuat Jack menjadi pribadi yang murung. Padahal semua keburukan itu Jack terima setelah dia melakukan pengabdian dan pengorbanan, serta dedikasi sepenuh hati.Sungguh, melihat Jack yang murah senyum, Emma tidak akan pernah menduga jika pria itu telah melewati masa-masa yang begitu sulit dalam hidupnya; sebuah fase penuh penderitaan yang bahkan tidak akan cukup terwakilkan oleh kata ‘penderitaan’ itu sendiri.Emma sudah memetik hikmah dari proses menyakitkan yang membentuk Jack menjadi seorang yang bijak. Dia seperti me
Mata Emma membulat, mengetahui bahwa ternyata sang nenek mengetahui semua. Dia berusaha tersenyum agar neneknya tidak mencemaskan keadaannya. “Nenek, aku baik-baik saja. Hanya, aku dan Andrew memang tidak berjodoh. Ini tidak seburuk itu. Tapi aku bersyukur ada Jack di sisiku.”“Aku senang mendengarnya. Aku berdoa agar kamu berjodoh dengan pria baik. Dan Emma, ketahuilah, tidak ada kebetulan dalam hidup. Pertemuanmu dengan Jack adalah takdir baik, sebuah berkat dan keberuntungan yang Tuhan berikan. Emma, aku sudah tua. Dan kematian adalah sebuah kepastian. Tapi Sayang, kamu harus tahu, aku akan mati dengan tenang jika meninggalkanmu bersama Jack,” pesan Nenek ketika Emma menyelimutinya.Kedua pipi Emma memerah, matanya berkaca-kaca lagi karena terharu. Dia meminta sang nenek untuk lekas tidur dan berhenti berpikir macam-macam.“Selamat malam, Nek.” Emma mengecup kening neneknya. Dia beranjak dan menutup pintu kamar, mengembuskan napas berat sebelum pergi.Dalam langkah pelan menuju rua
Emma mengambil foto tersebut dari tangan Jack. Dia mengamatinya lekat-lekat nyaris tanpa berkedip, sambil mengingat-ingat orang-orang yang pernah dia temui. Semakin lama memandang, semakin banyak kerutan di keningnya.“Um, sebentar, sepertinya aku pernah melihat seseorang yang wajahnya mirip ini. Jika dihitung-hitung, dia mungkin berusia 30 tahun sekarang. Hm, sebentar, siapa ya, siapa laki-laki usia segitu yang aku temui.” Emma memejamkan mata, berusaha lebih fokus mengingat sambil mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri.Beberapa saat kemudian, Emma membuka matanya lebar. Dia memandangi potret anak laki-laki itu lagi. Dengan antusias dia menoleh pada Jack, lalu melihat foto lagi, dan kembali menatap Jack. Dia mengulangi itu sekali lagi sebelum senyum lebar muncul di wajahnya.“Hei Jack, dia mirip denganmu!” serunya sangat bersemangat.Tapi Jack hanya tersenyum miring dan berkata, “Benarkah?”“Iya! Kalian mirip! Ya Tuhan, ini seperti fotomu saat masih kecil, Jack! Bagaimana bisa? Kebetulan
Ini memang bukan pertemuan pertama Jack dengan nenek Emma. Sebelumnya, dia sudah pernah melihat wanita tua itu ketika mengadakan makan malam gratis bagi orang-orang tidak mampu di restoran elite SweetSky. Itupun Jack yakin hanya dirinya yang memerhatikan sang nenek, dan tidak sebaliknya.Seandainya memang saat itu Nenek juga memerhatikan Jack, reaksinya saat ini agaknya sedikit berlebihan. Nenek bersikap seperti baru saja bertemu dengan seseorang yang sudah sangat dikenal setelah sekian lama tidak berjumpa.Meskipun begitu, Jack sekarang menyunggingkan senyum. Dengan lembut dia berkata, “Ini aku, Jack Hall. Senang bertemu dengan wanita secantik anda.”Gurauan Jack yang berusaha memupuk kehangatan dengan Nenek, bahkan berhasil membuat Emma tertawa kecil. Namun, tidak dengan Nenek yang malah menggeleng sambil menitikan air mata.Jack melirik Emma. Dia khawatir sudah menyinggung sang nenek, atau tanpa sengaja melakukan suatu kesalahan.“Ada apa, Nek?” Emma turut berlutut di samping Jack.