Dov menggeliat beberapa kali dan berusaha menutup kedua telinga dengan bantal. Tak sampai di sana, ia juga menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.
Suara alarm ditambah ketukan pintu membuat tidurnya yang baru lelap dua jam ini harus terganggu. Namun bukannya berhenti, ketukan pintu itu berubah menjadi suara Ravi yang berteriak memanggilnya.
Di balik selimutnya, Dov mengerang. “Jangan ganggu tidurku, Mas!”
“Ini sudah jam 8, kamu nggak ingat kata-katamu sendiri kemarin?”
“Astaga.” Dov berdecak sambil menggeleng saat menatap kebingungan serta raut terkejut Rona setelah pengakuannya. “Ini udah beberapa hari dan kamu belum ingat sama sekali?”Saat membalas tatapan Dov mata Rona membeliak lebar. Selain suara jarum jam yang memecah keheningan, Rona merasakan debar jantungnya yang tak karuan.“Itu ... itu nggak mungkin, deh.”“Nggak mungkin gimana?” Dov mengerlingkan mata seraya menyatukan kedua tangan dengan tubuh yang bergerak condong ke depan. “Jadi kamu pikir saya memaksa kamu untuk berhubungan?” Ia berdecih pelan. “Ck, yang benar saja!”Rona menelan ludah. “Waktu Bapak ajak saya pergi ke tempat yang lebih sunyi, saya sadar, tapi waktu berhubungan itu ... saya benar-benar mabuk berat dan nggak ingat sama sekali.”Dov menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat, langkah sepatunya menggema di lantai kayu mahal.“Perlu saya ingatkan kamu, Janish Merona?” Dov duduk di sisi Rona yang menegang akibat ulahnya. “Kita bercumbu begitu pintu kamar hotel ditutup
Rona baru saja memasuki kamar mandi apartemen dan berniat membasuh wajah, begitu mendatangi apartemen yang dihuninya bersama sang kekasih. Niatnya terjeda lantaran perhatiannya terpaku pada benda kecil yang mencolok.Ia meraihnya perlahan dengan tangan gemetar. Hatinya gelisah, tapi tetap berusaha berpikir positif di tengah kegilaan momen itu.Testpack. Garis dua tebal. Rona menelan ludah. Seumur-umur ia baru melihat benda itu dengan hasil positif. Sebelumnya ia hanya melihatnya di layar televisi atau tontonan drama kesukaan.“Jeff!” teriaknya langsung, memanggil nama kekasihnya sambil melangkah keluar dari kamar mandi. “Jeffrian!”Rona seperti kesetanan, memindai seluruh ruangan agar cepat menemukan Jeff. Ketika mendapati ruang tengah kosong, ia melangkah ke kamar utama. Tepat saat ia akan meraih kenop, sosok yang dicari muncul dengan wajah tanpa dosa.“Kenapa, sih, pakai teriak segala? Aku di sini, nggak budeg!” dengkus pria itu. “Baru sampai apartemen bukannya salam, malah asal ter
“Minum.”Sebotol air mineral disodorkan ke arahnya. Namun Rona masih terdiam, menatap telapak tangan dan beberapa luka karena kecerobohannya sendiri.Kalau saja ia bisa menahan diri untuk tidak mengamuk dan menghancurkan barang-barang di unit apartemennya tadi, mungkin ia tidak kesakitan seperti ini.“Abis diselingkuhi brondong nggak buat lo jadi budek kan, Na?” Yuyun, manager yang kini merangkap sebagai asistennya juga melempar sindiran.Rona berdecak. Bukan karena pedih di telapak tangannya, melainkan kejengkelan yang belum reda. “Lo nggak ada wine atau minuman yang lebih enak dari ini?” Ia menatap botol pemberian Yuyun dengan malas.Daripada air mineral, Rona lebih membutuhkan minuman yang menyegarkan. Setidaknya wine atau vodka lebih berguna melegakan pikirannya yang semrawut ini.Yuyun menoyor kepalanya pelan. “Udah bagus lo nggak dituntut karena rusak properti orang, masih aja mau buat masalah?”“Gue?” Rona mendelik tak terima. “Jelas-jelas lo tahu, apartemen itu punya gue, ata
Keadaan kamar dan beberapa ruangan hasil amukan Rona masih terlihat berantakan. Hanya pecahan kaca yang tidak lagi berserakan di lantai dan sebagian barang yang diacak tadi sudah kembali ke tempat semula.Rona berdiri melekat di dinding ruang tengah, tak sudi duduk di sofa setelah tahu fakta menjijikan yang diutarakan Jeff. Sementara Wena menempati ujung sofa, wajahnya was-was sekali atas kehadirannya.“Lain kali Kak Rona bisa hubungi pengacara Kak Jeff, daripada datang ke sini malam-malam.” Wena mendengkus hati-hati. “Nggak sopan banget dilihat cewek bertamu ke apartemen mantan.”“Lebih nggak beradab mana cewek yang gampang menyerahkan diri ke cowok orang?” balas Rona tak kalah menyindir. “Udah nggak beradab, gampangan, murahan lagi.”“Selama bukan suami orang itu nggak masalah,” timpal Jeff yang baru keluar dari kamar dengan pakaian lengkap. Bukan sebatas handuk yang membalut setengah tubuhnya. “Kalau kamu datang mau cari perkara sama Wena, lebih baik kamu pulang sekarang. Aku nggak
“Nggak ada bukti valid yang lo punya, jadi jangan terlalu percaya diri,” sahut Rona berusaha tetap tenang meladeni lawannya.Senyum tipis masih tercetak baik di bibir sang pria. Lalu pria itu menoleh ke samping dan berkata, “Imron, kamu sudah rekam semua kejadian tadi, ‘kan?”“Sudah, Mas. Dari angle terbaik malahan,” jawab pria bernama Imron.“Sialan,” maki Rona, nyaris tak peduli lagi pencitraan yang dibangunnya selama ini.“O-ow!” seru Dov. “Ternyata ini karakter asli Janish Merona, ya.”Persetan dengan komentar yang datang, Rona lekas mendekati Imron dan menuntut. “Hapus video itu sekarang juga!” serunya sambil mendekati Imron dan berusaha menggapai-gapai benda pipih yang berisikan bukti kejadian tadi. “Jangan macam-macam sama gue! Siniin HP-nya! Hapus video itu sekarang juga!”Rona tidak tahu sejak kapan bahunya dipegang kuat-kuat oleh Dov dan membuat jarak mereka begitu dekat. Dari pasang mata yang bisa ia lihat, pemandangan itu terasa familier seolah pernah ada momen seperti in
Rona masih menatap lekat Dov yang kini sibuk menunjuk satu botol minuman keras agar bartender mengerti keingiannya. Saat white wine itu sudah di tangan, Dov menyerahkannya pada Rona.“Sori.” Suara berat itu terdengar sopan sekali di telinga hingga Rona tercenung sesaat. “Sebagai permintaan maaf, tolong terima pemberian saya.”“Lo minta maaf itu sama aja lo mengakui omongan gue?” Pening di kepala mulai menyerang, Rona berusaha menyusun kata-kata hingga tercipta kalimat yang runut. “Jadi bener, lo ngikutin gue ke sini? Terus soal rekaman video tadi gimana?”Sejauh ini baik dirinya dan Yuyun belum berkomunikasi lagi. Boleh jadi Yuyun sengaja memberikan ruang untuknya istirahat dan tidak menghubunginya sama sekali.Stool yang ditempati Dov memutar hingga pria itu menghadapnya dengan sempurna.“Permintaan maaf saya bukan untuk itu. Saya nggak mengikuti kamu sama sekali, Rona. Ini semua pure kebetulan,” terang Dov. “Saya minta maaf karena udah buat kamu merasa nggak nyaman. Sebetulnya saya
Rona menggeliat karena dering ponsel yang memekakan telinga tiada henti. Satu tangannya keluar dari balik selimut tebal dan sibuk meraba-raba area sekitar sesuai arah sumber suara.Tepat di bawah bantal benda pipih itu ditemukan. Segera ia mengangkat panggilan tanpa memastikan dulu identitas si penelepon.“Lo di mana?!”Dari suaranya Rona langsung mengenalinya. Sembari mengucek mata sebelum membuka sepenuhnya, ia lantas mengerjap perlahan. “Gue di kamar,” jawab Rona asal dengan rambut berantakan.Pandangannya memendar ke sekeliling. Langit-langit putih yang senada dengan dinding. Ruangan yang ditempatinya terbilang megah, arsitektur bukan kaleng-kaleng hingga furniture terbaik.Rona hendak bangkit duduk, tapi kepalanya masih cukup berat untuk diajak bergerak banyak.“Kamar mana?” Yuyun makin mengomel. “Lo nggak balik ke apartemen gue, atau kasih gue kabar sama sekali ya!”Rona mengambil napas dalam. “Bentar, gue masih pusing,” jawabnya sambil menahan sisa nyeri di kepala akibat minum
“Kacau!”Itulah komentar Yuyun begitu tiba di kamar hotel berbintang yang dihuni Rona semalaman. Wajahnya memerah saat melihat tanda kemerahan yang terlihat jelas di ceruk leher Rona.“Lo main gila sama siapa sampai begini, hah?” sambar Yuyun tak habis pikir. “Gue ngerti lo habis diselingkuhi sama Jeff dan putus, tapi nggak main ONS sama orang asing, Na! Astaga ....”Rona menggigit bibir bawahnya dan mendekati Yuyun cukup canggung. “Sebenarnya ... gue nggak ONS sama cowok asing, dan—““APA?!” Yuyun melotot galak. “Jangan bilang lo main sama artis atau orang kenalan kita buat dijadiin pelampiasan?”“Nggak gitu.” Rona menggeleng. “Cowok ini ternyata pernah tetanggaan sama gue. Kita ketemu semalam dan dia jelasin semuanya. Gue nggak sadar kenapa kami bisa berujung kayak gini, Yun.”“Siapa orangnya? Biar gue cari dan kasih uang tutup mulut.” Yuyun menatapnya serius dan bersiap menyalakan ponsel untuk bergerak mengurusnya. “Terus dia tahu masalah lo sama Jeff?”“Yun ....”Rona membuang nap
“Astaga.” Dov berdecak sambil menggeleng saat menatap kebingungan serta raut terkejut Rona setelah pengakuannya. “Ini udah beberapa hari dan kamu belum ingat sama sekali?”Saat membalas tatapan Dov mata Rona membeliak lebar. Selain suara jarum jam yang memecah keheningan, Rona merasakan debar jantungnya yang tak karuan.“Itu ... itu nggak mungkin, deh.”“Nggak mungkin gimana?” Dov mengerlingkan mata seraya menyatukan kedua tangan dengan tubuh yang bergerak condong ke depan. “Jadi kamu pikir saya memaksa kamu untuk berhubungan?” Ia berdecih pelan. “Ck, yang benar saja!”Rona menelan ludah. “Waktu Bapak ajak saya pergi ke tempat yang lebih sunyi, saya sadar, tapi waktu berhubungan itu ... saya benar-benar mabuk berat dan nggak ingat sama sekali.”Dov menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat, langkah sepatunya menggema di lantai kayu mahal.“Perlu saya ingatkan kamu, Janish Merona?” Dov duduk di sisi Rona yang menegang akibat ulahnya. “Kita bercumbu begitu pintu kamar hotel ditutup
Dov menggeliat beberapa kali dan berusaha menutup kedua telinga dengan bantal. Tak sampai di sana, ia juga menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.Suara alarm ditambah ketukan pintu membuat tidurnya yang baru lelap dua jam ini harus terganggu. Namun bukannya berhenti, ketukan pintu itu berubah menjadi suara Ravi yang berteriak memanggilnya.Di balik selimutnya, Dov mengerang. “Jangan ganggu tidurku, Mas!” “Ini sudah jam 8, kamu nggak ingat kata-katamu sendiri kemarin?”
Kalau orang lain mungkin bisa tidur nyenyak setelah diberikan rumah tinggal semewah dan sebagus penthouse milik Dov. Sementara Rona justru kesulitan merasa lelap sepanjang malam.Di sela kejengkelannya terhadap Dov, ia sibuk memantau media sosial. Membaca komentar netizen yang menyeret namanya, tapi nihil. Rumor tentang dirinya yang menjalin hubungan diam-diam dengan Dov tidak sebanyak tadi.Rona terus memantaunya hingga fajar tiba. Tubuhnya lemas karena kurang tidur, tapi ada kewajiban yang harus ia penuhi.“Jangan lupa jam 7 udah harus di ruangan Pak Dov.” Yuyun mengingatkan sambil menunjukkan pesan dari Imron. “Gue akan antar lo ke sana, setelah itu gue mau urus barang-barang lo di unit sebelah.”Mata lesu Rona membelalak lebar. “Nanti mereka tahu dong kalau gue tinggal di sini?”Menerima pemberian Dov bukan berarti bisa belajar terbiasa dengan keadaan sekitar. Kekhawatiran Rona masih banyak, terutama saat membayangkan reaksi Jeff dan Wena begitu tahu mereka tinggal bertetangga.“E
“Nggak ... nggak boleh.” Sesekali Rona menepuk wajahnya kanan-kiri bergantian saat mulai terlena dengan pemandangan di hadapannya. “Jangan tergiur, please.”Rona menatap langit-langit putih bersih nan megah. Anak tangga dengan desain penuh kemewahan itu meluruhkan logika dan kesadarannya perlahan.Belum lagi fasilitas seperti kitchen island, ruang tamu yang menyatu dengan living room. Tempat seperti itu baru terlihat tak asing baginya si pecinta drama. Tontonannya biasa menyajikan cerita romansa tentang konglomerat yang jatuh cinta pada babu.Namun ia tidak mengerti mengapa ia harus terjebak pada situasi ini sekarang. Apartemen yang ternyata penthouse, dengan dua lantai berarsitektur modern minumalis, lift khusus yang menghubungkan penghuni langsung ke lobi dan tempat parkir kendaraan, ditambah balkon yang menjadi impiannya sejak dulu.“Ini ... ini nggak mungkin,” bisiknya pada diri sendiri, suara masih bergetar. “Ini nggak bisa dibiarin gitu aja, Yun!”Suara yang berubah lantang seke
“Gimana? Kunci apartemen udah kamu kasih?” Dov menguap pelan ketika Imron memasuki ruang kerjanya. “Apa dia menolak atau kasih kamu banyak pertanyaan?”Imron menggelengkan kepala. “Janish Merona sempat kaget, tapi nggak banyak tanya, Pak.”Satu alis Dov terangkat. “Kok bisa?” tanyanya heran. “Saya nggak menduga dia akan menurut langsung begitu.”“Sepanjang saya menjelaskan jobdesk khusus yang tertera di surat perjanjian kerja, Rona kebanyakan melamun dan menangis,” terang Imron.Dov menghela napas berat, teringat pada ucapan hingga bentakannya yang terasa kelewatan. Tak heran Rona masih menangis dan tidak fokus saat penjelasan tadi. “Mungkin kalau dia sampai di apartemen dan tahu lokasinya bersebelahan dengan unit Jeff, ada banyak keluhan dan amarah yang dia berikan pada kita.”Menempatkan Rona di salah satu penthouse-nya adalah upaya pertama untuk memperlihatkan pada Jeff, bahwa kini Rona bukan wanita yang layak diremehkan lagi. Dov ingin membuat Rona dipandang baik oleh orang-orang
“Ini apa lagi, Mas?” Rona masih sesenggukkan saat tiba-tiba asisten pribadi Dov menyodorkan sebuah kunci padanya. “Saya nggak ngerti ....”Selain karena kebusukan Jeff yang baru diketahuinya, kecaman Dov tadi juga turut menyebabkan matanya berair hingga ia mengeluarkan isakan yang tak kunjung reda selama Imron menjelaskan dari A sampai Z.Imron memberikan sekotak tisu dan Rona mengambil untuk menyeka wajah basahnya. Lalu pria itu berdeham pendek.“Itu kunci apartemen yang akan kamu tinggali.”“Kok apartemen?” Rona mengerutkan kening. “Saya nggak minta lho, Mas. Emangnya saya menang give away apaan—““Pak Dovindra yang memerintah saya untuk kasih kunci itu,” potong Imron cepat. “Saya sudah hubungi manajer kamu, jadi setelah ini bisa langsung ditempati.”Rona mengerjap cepat saat memandang kunci di tangan. Selama ia menatap benda kecil itu, kebingungannya makin membesar. “Ini maksudnya apa ya?” tanyanya memastikan. “Jadi selama ini artis Step Up selalu dikasih apartemen sama presdir?”
“Kamu mengharap apa dari jawaban yang akan saya ucapkan?”Dov mengangkat sebelah alis saat Rona fokus mempelajari wajahnya dari jarak dekat. Wanita itu sepertinya tidak sadar atas apa yang ia lakukan sekarang.“Gue ngarep?” Rona segera menarik tubuhnya mundur dan membuat jarak terbentang. “Ck, yang bener aja.”“Mukamu merah. Mikirin kejadian semalam?"Dov tidak segan-segan menunjuk hingga mengarahkan telunjuknya hingga menempel di sebelah pipi Rona yang sedikit tembab.Mata bulat Rona membeliak. “Nggak usah pegang-pegang!” serunya sebal.“Dengar ya, saya nggak mungkin menghabiskan waktu sama wanita lain kalau sudah beristri,” tandas Dov akhirnya. “Jadi, kamu bisa mengambil kesimpulannya.”“Ah, oke gue paham.” Rona mengangguk-angguk, walaupun rautnya terlihat masih gelisah.Tatapan Dov terpaku pada punggung Rona begitu wanita itu mendekati jendela kaca ruangannya. Sengaja membelakangi dan mendiamkannya selama beberapa saat.Dov paham Rona tengah menahan diri dari rasa malu setelah ia s
“Apa-apaan tuh, tadi?”Rona menegang di atas tempat duduknya. Seruangan berdua saja dengan pria yang membuangnya seperti sampah rasanya campur aduk. Terlebih setelah kelakuan Dov yang berkoar-koar seperti tadi.“Kamu ada main gila sama Pak Dovindra ternyata, ya.” Jeff menambahkan sambil menatap Rona dengan picingannya yang tajam. “Sejak kapan kamu masuk ke Step Up dan jadi wajah kebanggaan agensi besar di negara ini, Na? Kamu ambil start diam-diam tanpa ngomong ke aku?”Nada suara Jeff yang meninggi membuat harga diri Rona diinjak-injak. Ia sontak mengangkat wajah dan membalas tatapan Jeff lebih galak“Kita udah putus!” jawabnya tegas. “Untuk apa gue bilang ke lo soal rencana gue, hah?”Jeff berdecih. Seringainya muncul tiap kali kalah debat, tapi Rona yakin pria itu tidak akan berhenti mengoloknya sekarang.“Lebih baik lo urus selingkuhan dan calon anak lo. Emang lo pikir ke depannya bakal baik-baik aja?” imbuh Rona berapi-api. “Setelah lo ambil jalan licik dan nyakitin hati orang, j
“Kacau!”Itulah komentar Yuyun begitu tiba di kamar hotel berbintang yang dihuni Rona semalaman. Wajahnya memerah saat melihat tanda kemerahan yang terlihat jelas di ceruk leher Rona.“Lo main gila sama siapa sampai begini, hah?” sambar Yuyun tak habis pikir. “Gue ngerti lo habis diselingkuhi sama Jeff dan putus, tapi nggak main ONS sama orang asing, Na! Astaga ....”Rona menggigit bibir bawahnya dan mendekati Yuyun cukup canggung. “Sebenarnya ... gue nggak ONS sama cowok asing, dan—““APA?!” Yuyun melotot galak. “Jangan bilang lo main sama artis atau orang kenalan kita buat dijadiin pelampiasan?”“Nggak gitu.” Rona menggeleng. “Cowok ini ternyata pernah tetanggaan sama gue. Kita ketemu semalam dan dia jelasin semuanya. Gue nggak sadar kenapa kami bisa berujung kayak gini, Yun.”“Siapa orangnya? Biar gue cari dan kasih uang tutup mulut.” Yuyun menatapnya serius dan bersiap menyalakan ponsel untuk bergerak mengurusnya. “Terus dia tahu masalah lo sama Jeff?”“Yun ....”Rona membuang nap