Nicholas telah sampai di rumah sakit setelah beberapa menit perjalanan dari kantornya. Laki-laki itu berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit sampai dia menemukan Abraham dan Camila di depan sebuah ruangan. "Di mana Raccel?" tanya Nicholas menatap dua teman istrinya itu. "Ada di dalam dengan Revvan," jawab Camila. Tanpa mengatakan apapun, Nicholas masuk ke dalam ruangan itu dan di sana terlihat Revvan yang duduk diam di depan lorong ruangan. "Van," sapa Nicholas. Revvan pun langsung berdiri dan menatap dokter. "Dok, ini suami teman saya ... dia sudah ada di sini," seru Revvan. Barulah muncul seorang dokter laki-laki yang kini menghampiri Nicholas dan Revvan. "Benar, Anda suaminya?" tanya dokter itu. "Benar dok, saya suaminya Raccel," jawab Nicholas. "Baiklah. Mari silahkan masuk ikut dengan saya," ajak dokter itu pada Nicholas yang sudah panik. Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah ruangan. Di sana, Nicholas melihat istrinya yang terbaring dengan wajah pucat dan jarum i
Kabar kehamilan Raccel terdengar sampai di telinga Daniel dan Dalena, mereka berdua pun langsung datang ke rumah sakit membawakan beberapa hadiah untuk Raccel. Di sana juga ada Cassel yang kebetulan menjadi salah satu dokter bedah di rumah sakit di mana Raccel dirawat.Wajah bahagia ditunjukkan oleh Dalena dan Damien memeluk Raccel bersamaan dengan wajah mereka yang berseri-seri. "Ya ampun, Sayang ... Mama tidak percaya rasanya kalau Mama mau punya Cucu," ujar Dalena memeluk Raccel dan mengecup pipi putri cantiknya. Raccel pun membalas pelukan sang Mama. "Iya Mom, tapi kenapa cepat sekali ya, Mom," ujar gadis itu mengerjapkan kedua matanya. Dalena terkekeh. "Tidak papa, Sayang. Rencana Tuhan memang jauh lebih baik dan luar biasa dari rencana kita. Raccel mengerti?" Gadis cantik itu pun menganggukkan kepalanya. Raccel pun menoleh pada Papanya yang berdiri di sampingnya dan tersenyum senang. "Sudah, tidak usah ke kampus lagi. Kondisimu ini sekarang harus diperhatikan betul-betul,
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi Raccel pun semakin membaik hingga dokter mengizinkan dia untuk pulang. Nicholas selalu menemani Raccel kapan saja, laki-laki itu benar-benar menjaga istrinya dengan baik. Bahkan sampai di rumah, dia meminta Raccel untuk bersantai-santai saja di rumah. "Kau tidak lapar, Sayang? Kalau ingin makan sesuatu bilang saja padaku, okay?" ujar Nicholas seraya memberikan sebuah bantal pada Raccel yang duduk di sofa. "Aku sudah kenyang kok. Tidak ingin makan apapun," jawab Raccel menatap suaminya yang membawa banyak barang-barang ke dalam rumah. Raccel menatap pantulan dirinya pada lemari kaca di depan sana yang berada di samping televisi. Gadis itu tersenyum saat dia membayangkan melihat perutnya yang nanti akan membesar. "Sehat-sehat ya di dalam perut Mama, Sayang," bisik Raccel mengusap perutnya yang masih rata. Sampai akhirnya tak berselang lama, sebuah klakson mobil terdengar di depan. Pintu rumah Raccel terbuka dan muncul sosok C
Hari demi hari berjalan dengan baik dan menyenangkan. Raccel sangat menikmati momen kehamilan anak pertamanya ini. Setelah dia dikabarkan hamil dua bulan yang lalu, saat itu juga Raccel libur dari kampusnya dan dia memilih untuk menjaga kehamilannya. Gadis cantik itu tengah berdiri di depan sebuah cermin, dia memilih-milih baju yang akan dia pakai di acara keluarganya. "Huffff ... ini sedikit menyusahkan," gumam Raccel dengan wajah sedihnya. "Kenapa Sayang?" tanya Nicholas yang baru saja masuk ke dalam kamar. "Baju-bajuku tidak ada yang muat. Padahal ini mau empat bulan kan, tapi baju-bajuku macet semua sampai di perut," ujar gadis itu. Nicholas terkekeh, dia membuka lemari dan mengambil sebuah dress panjang untuk Raccel. "Pakai ini saja, aku rasa ini akan cocok kalau kau yang memakainya," ujar laki-laki itu. "Iya sih, tapi kan aku gerah!" seru Raccel. "Cuaca dingin seperti ini, gerah bagaimana? Pakai ini saja, nanti setelah pulang dari tempat Mommy, kita beli baju yang banya
Elsa dan Luna kembali masuk ke dalam rumah. Di sana, Damien dan Dalena sudah keluar, juga ada Cassel di sana. Raccel langsung mendekati Elsa, gadis itu melihat dengan mata kepalanya sendiri perlakukan Luna pada Elsa beberapa menit yang lalu. "Elsa, ayo duduk lagi denganku di sini," ajak Raccel. "Oh ti-tidak Raccel, aku harus pulang sekarang," pamit Elsa. Damien dan Dalena lantas menoleh. Dalena lah yang langsung berdiri dari duduknya saat itu juga. "Loh, Elsa mau ke mana? Tidak papa ayo ikut makan bersama dengan Luna juga di sini, yuk," ajak Dalena menatap Elsa yang tertunduk. "Tidak Tante, saya harus pergi sekarang juga. Saya minta maaf ya, Om ... Tante, Raccel, dan semuanya. Saya permisi..." Gadis itu langsung membungkukkan badannya sebelum dia pergi. Cassel hanya diam menatap Luna yang menatap adiknya, nampak Luna memasang wajah kesal pada Elsa. Raccel langsung berjalan cepat mengejar Elsa. "Tunggu Elsa..." "Raccel!" pekik Cassel, dia mengejar kembarannya diikuti oleh Nic
Keesokan harinya, Raccel meminta pada Nicholas untuk diantarkan ke tempat toko bunga milik Elsa. Mereka berdua masuk ke dalam toko bunga itu. Kedatangan Raccel disambut dengan sangat hangat oleh Elsa. "Ya ampun Raccel, kau sampai repot-repot datang ke tokoku. Maaf ya, tempatku sangat berantakan. Pesanan bungaku baru saja datang," ujar Elsa mengangkat beberapa kerdus berisi kertas bouquet bunga. "Iya Elsa, tidak papa kok..." Raccel tersenyum manis dan duduk di sebuah kursi. "Elsa bekerja di sini dengan siapa?" tanya Raccel. "Aku sendirian saja, Raccel." Elsa tersenyum manis memberikan sebotol air mineral di hadapan Raccel. "Raccel mau aku pesankan kue di depan? Atau mau makan yang lainnya?" "Ohh ... tidak usah repot-repot, aku ke sini hanya ingin berkunjung saja," jawab Raccel. "Sejak semalam aku masih ingin mengobrol denganmu.""Ya ampun Raccel ... maaf ya, semalam aku ada urusan mendadak," ungkap Elsa, meskipun dia sebenarnya berbohong. Raccel hanya diam dan menundukkan kepala
Raccel dan Elsa menghabiskan waktu bersama dengan bercerita. Dan Raccel di sana merasa tidak bosan sama sekali. Dia asyik membantu Elsa merapikan bunga-bunga. Raccel bagian merapikan kelopak bunga. Sambil duduk dan bersantai, sedangkan Elsa mondar-mandir meladeni para pelanggan. "Raccel, aku pesankan makanan lagi," ujar Elsa masuk ke dalam toko membawa dua hamburger dan sebuah pizza di dalam box. Raccel langsung menoleh dengan kedua mata berbinar-binar. Setelah siang tadi Elsa mentraktir salad dan makanan lainnya, sore ini dia membeli lagi untuk Raccel. "Ya ampun Elsa, kenapa kau harus repot-repot seperti ini, sih?" tanya Raccel menatap teman barunya tersebut. Elsa terkekeh gemas. "Tidak papa, Raccel. Justru aku merasa senang dengan kedatanganmu di sini, kau membantuku memetik kelopak bunga yang layu, dan mau menemaniku seharian ini," ujar Elsa meletakkan makanan itu di hadapan Raccel. Senyuman hangat terukir di bibir Raccel, barulah gadis itu mengambil sepotong pizza setelah El
"Daddy ingin kau segera menikahi Elsa dalam waktu dekat ini, Cassel!" Kata-kata penuh perintah itu terucap dengan tegas dari bibir Damien, pada Cassel yang tengah duduk di hadapannya. Jelas saja, putranya itu langsung berdecak dan menggelengkan kepala. "Dad, aku sama sekali tidak menyukai Elsa, Dad! Yang aku sukai itu Luna, Kakaknya! Bukan Elsa!" pekik Cassel dengan wajah kesal. "Cassel ... dengarkan Daddy-mu bicara dulu," ujar Dalena menatap lekat wajah putra yang sudah bingung membangkang. Barulah Cassel diam menatap sang Daddy, pemuda itu siap mendengarkan apapun, meskipun hatinya tetap kuekeh menolak. Damien mengembuskan napas panjang. "Dengar Cassel, wanita yang kau cintai ... Luna itu berusia lima tahun lebih tua darimu! Dia juga bercerai dengan suaminya dan sampai detik ini belum tuntas!" "Daddy, tapi cinta tidak dipaksakan, Dad!" seru Cassel mengusap wajahnya kasar. "Terserah!" sentak Damien seketika. Laki-laki itu langsung memasang wajah marah dan berdiri dengan tanga