Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi Raccel pun semakin membaik hingga dokter mengizinkan dia untuk pulang. Nicholas selalu menemani Raccel kapan saja, laki-laki itu benar-benar menjaga istrinya dengan baik. Bahkan sampai di rumah, dia meminta Raccel untuk bersantai-santai saja di rumah. "Kau tidak lapar, Sayang? Kalau ingin makan sesuatu bilang saja padaku, okay?" ujar Nicholas seraya memberikan sebuah bantal pada Raccel yang duduk di sofa. "Aku sudah kenyang kok. Tidak ingin makan apapun," jawab Raccel menatap suaminya yang membawa banyak barang-barang ke dalam rumah. Raccel menatap pantulan dirinya pada lemari kaca di depan sana yang berada di samping televisi. Gadis itu tersenyum saat dia membayangkan melihat perutnya yang nanti akan membesar. "Sehat-sehat ya di dalam perut Mama, Sayang," bisik Raccel mengusap perutnya yang masih rata. Sampai akhirnya tak berselang lama, sebuah klakson mobil terdengar di depan. Pintu rumah Raccel terbuka dan muncul sosok C
Hari demi hari berjalan dengan baik dan menyenangkan. Raccel sangat menikmati momen kehamilan anak pertamanya ini. Setelah dia dikabarkan hamil dua bulan yang lalu, saat itu juga Raccel libur dari kampusnya dan dia memilih untuk menjaga kehamilannya. Gadis cantik itu tengah berdiri di depan sebuah cermin, dia memilih-milih baju yang akan dia pakai di acara keluarganya. "Huffff ... ini sedikit menyusahkan," gumam Raccel dengan wajah sedihnya. "Kenapa Sayang?" tanya Nicholas yang baru saja masuk ke dalam kamar. "Baju-bajuku tidak ada yang muat. Padahal ini mau empat bulan kan, tapi baju-bajuku macet semua sampai di perut," ujar gadis itu. Nicholas terkekeh, dia membuka lemari dan mengambil sebuah dress panjang untuk Raccel. "Pakai ini saja, aku rasa ini akan cocok kalau kau yang memakainya," ujar laki-laki itu. "Iya sih, tapi kan aku gerah!" seru Raccel. "Cuaca dingin seperti ini, gerah bagaimana? Pakai ini saja, nanti setelah pulang dari tempat Mommy, kita beli baju yang banya
Elsa dan Luna kembali masuk ke dalam rumah. Di sana, Damien dan Dalena sudah keluar, juga ada Cassel di sana. Raccel langsung mendekati Elsa, gadis itu melihat dengan mata kepalanya sendiri perlakukan Luna pada Elsa beberapa menit yang lalu. "Elsa, ayo duduk lagi denganku di sini," ajak Raccel. "Oh ti-tidak Raccel, aku harus pulang sekarang," pamit Elsa. Damien dan Dalena lantas menoleh. Dalena lah yang langsung berdiri dari duduknya saat itu juga. "Loh, Elsa mau ke mana? Tidak papa ayo ikut makan bersama dengan Luna juga di sini, yuk," ajak Dalena menatap Elsa yang tertunduk. "Tidak Tante, saya harus pergi sekarang juga. Saya minta maaf ya, Om ... Tante, Raccel, dan semuanya. Saya permisi..." Gadis itu langsung membungkukkan badannya sebelum dia pergi. Cassel hanya diam menatap Luna yang menatap adiknya, nampak Luna memasang wajah kesal pada Elsa. Raccel langsung berjalan cepat mengejar Elsa. "Tunggu Elsa..." "Raccel!" pekik Cassel, dia mengejar kembarannya diikuti oleh Nic
Keesokan harinya, Raccel meminta pada Nicholas untuk diantarkan ke tempat toko bunga milik Elsa. Mereka berdua masuk ke dalam toko bunga itu. Kedatangan Raccel disambut dengan sangat hangat oleh Elsa. "Ya ampun Raccel, kau sampai repot-repot datang ke tokoku. Maaf ya, tempatku sangat berantakan. Pesanan bungaku baru saja datang," ujar Elsa mengangkat beberapa kerdus berisi kertas bouquet bunga. "Iya Elsa, tidak papa kok..." Raccel tersenyum manis dan duduk di sebuah kursi. "Elsa bekerja di sini dengan siapa?" tanya Raccel. "Aku sendirian saja, Raccel." Elsa tersenyum manis memberikan sebotol air mineral di hadapan Raccel. "Raccel mau aku pesankan kue di depan? Atau mau makan yang lainnya?" "Ohh ... tidak usah repot-repot, aku ke sini hanya ingin berkunjung saja," jawab Raccel. "Sejak semalam aku masih ingin mengobrol denganmu.""Ya ampun Raccel ... maaf ya, semalam aku ada urusan mendadak," ungkap Elsa, meskipun dia sebenarnya berbohong. Raccel hanya diam dan menundukkan kepala
Raccel dan Elsa menghabiskan waktu bersama dengan bercerita. Dan Raccel di sana merasa tidak bosan sama sekali. Dia asyik membantu Elsa merapikan bunga-bunga. Raccel bagian merapikan kelopak bunga. Sambil duduk dan bersantai, sedangkan Elsa mondar-mandir meladeni para pelanggan. "Raccel, aku pesankan makanan lagi," ujar Elsa masuk ke dalam toko membawa dua hamburger dan sebuah pizza di dalam box. Raccel langsung menoleh dengan kedua mata berbinar-binar. Setelah siang tadi Elsa mentraktir salad dan makanan lainnya, sore ini dia membeli lagi untuk Raccel. "Ya ampun Elsa, kenapa kau harus repot-repot seperti ini, sih?" tanya Raccel menatap teman barunya tersebut. Elsa terkekeh gemas. "Tidak papa, Raccel. Justru aku merasa senang dengan kedatanganmu di sini, kau membantuku memetik kelopak bunga yang layu, dan mau menemaniku seharian ini," ujar Elsa meletakkan makanan itu di hadapan Raccel. Senyuman hangat terukir di bibir Raccel, barulah gadis itu mengambil sepotong pizza setelah El
"Daddy ingin kau segera menikahi Elsa dalam waktu dekat ini, Cassel!" Kata-kata penuh perintah itu terucap dengan tegas dari bibir Damien, pada Cassel yang tengah duduk di hadapannya. Jelas saja, putranya itu langsung berdecak dan menggelengkan kepala. "Dad, aku sama sekali tidak menyukai Elsa, Dad! Yang aku sukai itu Luna, Kakaknya! Bukan Elsa!" pekik Cassel dengan wajah kesal. "Cassel ... dengarkan Daddy-mu bicara dulu," ujar Dalena menatap lekat wajah putra yang sudah bingung membangkang. Barulah Cassel diam menatap sang Daddy, pemuda itu siap mendengarkan apapun, meskipun hatinya tetap kuekeh menolak. Damien mengembuskan napas panjang. "Dengar Cassel, wanita yang kau cintai ... Luna itu berusia lima tahun lebih tua darimu! Dia juga bercerai dengan suaminya dan sampai detik ini belum tuntas!" "Daddy, tapi cinta tidak dipaksakan, Dad!" seru Cassel mengusap wajahnya kasar. "Terserah!" sentak Damien seketika. Laki-laki itu langsung memasang wajah marah dan berdiri dengan tanga
Keesokan harinya, Elsa pergi untuk bertemu dengan Mamanya di sebuah rumah makan. Gadis itu benar-benar dipaksa oleh Vania untuk menemaninya makan siang. Hingga Elsa bisa tidak datang ke tempat di mana mereka membuat janji.Elsa yang sedang tenang berjalan, tiba-tiba gadis itu melihat Mamanya di dalam rumah makan itu bersama dengan seorang wanita dan juga pemuda dengan balutan kemeja biru yang sedang duduk di sana."Sayang! Mama di sini!" pekik Vania melambaikan tangannya pada Elsa. Laki-laki tampan itu pun menoleh. Cassel benar-benar sosok tampan sempurna. Elsa yang menatap mereka, gadis itu meremas tas yang dia pakai dan berjalan mendekati mereka semua di sana. Vania pun tersebar dengan kedatangan Elsa. Wanita itu menatap Dalena dan Cassel di depannya. "Ini Elsa sudah datang," ujar Vania tersenyum. "Wahh, cantik sekali, Elsa ... rambutmu bagus sekali, Nak," ujar Dalena memuji rambut cokelat terang milik Elsa.Gadis itu tersenyum manis sambil menarik kursi dan duduk berhadapan d
Sepulang dari bertemu dengan Mamanya Cassel, saat itu juga Vania mengajak Elsa pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Vania mengajak Elsa duduk bersama Teddy juga di sana. Mereka benar-benar sangat berharap besar pada Elsa untuk mau menerima lamaran dari Keluarga Escalante. "Sayang, apa tadi Cassel benar-benar pergi ke rumah sakit?" tanya Vania menatap putri angkatnya yang hanya diam sejak tadi. "Iya Ma, Cassel sangat sibuk, jadi dia berpamitan untuk pergi." "Kau tidak bohong pada Mama kan, Elsa?" tanya Vania sekali lagi. Elsa menggelengkan kepalanya cepat. Gadis itu selalu menundukkan kepalanya dan dia sangat menghormati kedua orang tua angkatnya ini. "Bagus kalau kalian berdua sudah sangat dekat, Papa akan bicara dengan Om Damien mengenai pernikahan kalian berdua ke depannya," ujar Teddy tersenyum senang. "Pe-pernikahan?" cicit Elsa menatap Papanya. "Iya. Kalian akan menikah, kalau kalian semakin dekat, kemungkinan bulan depan kalian harus menikah, Nak," jelas Teddy.Elsa
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris