Raccel dibawa pulang oleh Karina dan Nicholas, sesampainya di kediaman Karina, anak perempuan kecil itu langsung dimandikan oleh Karina. Wanita itu sejak dulu menginginkan anak perempuan, namun Tuhan tidak pernah memberikan keturunan lagi padanya. Hingga kehadiran Raccel di rumah itu membuat seisi rumah heboh. "Jangan berdiri, Sayang, licin. Nanti Raccel jatuh, duduk saja berendam." Karina tersenyum manis mengusap pipi Raccel. Anak perempuan itu ia mandikan dengan air hangat di dalam bak besar. "Ma, ini bebek punya siapa?" tanya Raccel mengangkat mainan bebek berwarna kuning. "Punya Kak Nicho dulu, Sayang," jawab Karina lembut. Perlahan Karina mengangkat tubuh Raccel, ia menutupi dengan handuk hangat dan membawanya ke kamarnya. Karina melihat ada sepasang pakaian hangat milik Nicholas dulu saat masih kecil. Karina tersenyum, ia yakin kalau putranya yang meminjamkan pakaian kecilnya pada Raccel. "Pakai baju hangat dulu ya Sayang, setelah itu nanti main sama Kak Nicho sambil mak
"Lho, Raccel mana?" Dalena menatap Damien yang baru saja masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu tidak bersama Raccel, pasalnya tadi dia bilang kalau dia akan menjemput putrinya. "Nicholas tidak mengizinkan Raccel pulang, Raccel juga nyaman di sana. Nanti Gio dan Karina akan mengantarkan Raccel pulang, Sayang," sahut Damien mengecup pipi kiri Dalena. "Ohh, begitu ya. Semoga Raccel tidak nakal," ucap Dalena cemas. Di meja sebelah, Cassel yang tengah belajar langsung menoleh ke arah sang Mama dan Papanya. "Adik Raccel betah-betah saja dengan Nicholas, Mi, Pi... Dia kan yang mengklaim sendiri kalau Nicholas itu pacarnya!" sahut Cassel sembari terkikik geli. Damien tersenyum. "Iya Sayang, Adikmu itu memang lucu!" Dalena ikut tersenyum, ia duduk di samping Cassel dan menemani anak laki-lakinya yang tengah belajar. Seperti inilah kehidupan Cassel yang seratus depan puluh derajat berbeda dengan Raccel. Cassel adalah anak yang sibuk dan selalu belajar, hingga dia selalu menjadi anak unggu
Raccel diantarkan pulang oleh Gio dan Karina, mereka masih mengajak Raccel berputar-putar dan berjalan-jalan sebelum membawanya ke rumah anak itu. Damien dan Dalena menyambut kedatangan mereka dengan wajah bahagia dan antusias. "Lohh, Nicholas mana?" tanya Dalena mencari-cari. "Nicho marah, Lena. Mintanya Raccel tidak boleh diantarkan pulang! Memang agak-agak anakku yang satu itu!" jawab Karina sembari tertawa. Dalena ikut tertawa, wanita itu memeluk Raccel yang kini duduk dipangkuannya. Anak itu membawa mainan barunya. "Di mana Cassel?" tanya Gio mencari-cari. "Dia sedang belajar di ruangan belakang. Anakku yang satu itu sangat sibuk sekali pokoknya," jawab Damien sembari tersenyum. "Ohhh, iya. Memang Cassel anak yang sangat pintar. Aku dengar dari Thom kalau Cassel lompat ke beberapa kelas, kan? Pintar sekali anak-anakmu, bung!" Gio memuji anak-anak Damien. "Tapi kalau Raccel ini berbeda, dia kebalikan dari Cassel. Malas sekali, disuruh belajar tidak mau, masih untung sekar
Keesokan harinya, Raccel tidak mau pulang ke rumahnya. Anak itu ikut dengan Thom dan semalam pun dia tidur di paviliun dengan Lizi yang diminta oleh Thom untuk menemani Raccel. Pagi ini Raccel akan sekolah, anak itu sudah diurus oleh Lizi lebih dulu. Raccel mengekori Lizi dan dia kini duduk di teras belakang membawa sepiring makanan. Dalena merasa sedih, sehari semalam dia tidak melihat Raccel di rumah. Bahkan Damien juga mengabaikan putri kecilnya. "Sayang, kenapa sarapan di sini? Ayo sarapan di dalam sama Mommy dan Kakak," bujuk Dalena pada Raccel. Anak itu menggelengkan kepalanya. "Tidak mau, Daddy marah-marah terus. Raccel tidak mau tinggal di rumah, Raccel mau ikut Paman Thom." Hati Dalena merasa sakit, ia mengusap pipi Raccel dan Dalena ingin menangis. "Sayang, Mommy tidak papa kok. Daddy tidak marah sama Raccel," ujar Dalena berkaca-kaca. "Mommy kangen sama Raccel, Sayang." "Mommy sudah punya Cassel sama Adik," jawab Raccel memakan buah-buahan di piringnya. "Tapi Mommy
Setelah dua minggu lebih berlalu, Dalena mati-matian membujuk Raccel untuk kembali pulang ke rumah dan ikut dengan Thom. Anak itu meskipun merasa terpaksa namun akhirnya dia kembali luluh. Mereka berdua kini tengah rebahan di dalam kamar milik Raccel. "Mommy, nanti malam Raccel mau bobo sama Mommy, boleh?" tanya anak itu sembari satu tangannya menangkup kedua pipi Dalena. "Boleh dong Sayang, nanti mau tidur di kamarnya Mommy, atau di sini?" tawar Dalena mengelus pucuk kepala putri cantiknya. "Di sini saja, nanti kalau di kamar Mommy, Daddy marah sama Raccel," jawab anak itu cemberut. Dalena tersenyum manis mengecup pipi gembil Raccel. Sampai akhirnya mereka berdua mendengar suara heboh Cassel dan Damien di luar. Terdengar mereka sangat bahagia saat ini, dan Dalena pun segera beranjak dari atas tempat tidurnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka saat ini. "Ayo ikut, Sayang," ajak Dalena mengulurkan tangannya pada Raccel. "Oke Mom!" Anak itu meraih tangan Dal
Damien duduk diam di ruangan kerjanya, laki-laki itu kini sering diabaikan oleh istri dan juga putrinya. Ia merasa sedih, namun juga Damien tidak mengerti kenapa dia bisa bersikap berat sebelah pada anaknya. Saat Damien mengusap wajahnya dan merasakan kejenuhan yang dia rasakan, sampai tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh di dapur. "Hemm? Suara apa?" gumam Damien beranjak cepat dari duduknya saat itu juga. Laki-laki itu berjalan keluar dan melihat Raccel yang berada di dapur. Anak itu menumpahkan kotak susu cokelatnya di lantai, hingga sebagian berserakan. "Sayang, sedang apa?" tanya Damien mendekatinya. "Mau minum susu cokelat, tapi kotaknya tinggi, terus Raccel naik sini, jatuh deh..." Anak itu berusaha mengumpulkan bubuk susu cokelat yang berserakan di lantai. "Astaga Sayang, tidak usah dikumpulkan. Ayo cuci tangan, besok Daddy belikan lagi." Damien mengangkat tubuh kecil Raccel dan mendudukkannya di atas meja marmer. Raccel menggaruk kepalanya dan rambutnya yang ber
Pagi ini Raccel dan Cassel berangkat ke sekolah bersama. Diantarkan oleh Damien yang akan menemani Dalena ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya Minggu ini. Si Cassel tidak drama sama sekali, anak laki-laki itu sudah asik berlari ke arah sekolahnya. Tapi tidak dengan Raccel yang masih berdiri di depan gerbang memegangi rok panjang Mamanya. "Mom, Raccel mau ikut Mommy sama Daddy saja. Tidak usah sekolah, Raccel sudah pintar!" seru akan itu beralih menatap Dalena. "Masa sudah pintar sih? Kok Daddy tidak yakin?" Damien menekuk kedua lututnya dan mengusap pipi gembil Raccel. Anak perempuannya itu tambah manyun dan menunjukkan ekspresi ingin menangis. "Ikut ya Dad, nanti ke game zone," pintanya. "Kalau pulang sekolah nanti, baru boleh ke game zone. Sekarang Mommy sama Daddy mau ke rumah sakit dulu, Sayang. Katanya Raccel mau tahu, adiknya laki-laki atau perempuan." Dalena merayu putri kecilnya. "Iya tapi Raccel ikut!" pekiknya menghentakkan kaki. "Kalau ikut pokoknya nanti
Dua Bulan Kemudian...Kegalauan pagi ini tengah dirasakan oleh Dalena. Pasalnya Lizi tidak bisa menjaga si kembar lagi, entah kenapa dan tiba-tiba saja gadis itu menghentikan pekerjaannya dan berkata dia akan menikah. Gadis itu baru saja pulang bersama seseorang yang menjemputnya. Dalena bersama si kembar kini galau berat, dan sedih. "Cassel sedih," ucap Cassel cemberut. "Raccel juga. Sudah tidak punya teman main, tidak punya orang yang suka belain Raccel," ujar anak perempuan itu mencebikkan bibirnya. Di samping mereka, berdiri Dalena yang masih sibuk berpikir kenapa Lizi tiba-tiba berhenti bekerja seperti ini. Namun sebagai seorang Ibu, Dalena lebih mengutamakan anak-anaknya untuk tidak sedih, apalagi menikah mungkin juga sudah menjadi pilihan Lizi, apalagi gadis itu juga sudah dewasa. "Tidak papa Sayang, kan masih ada Mami," ujar Dalena pada mereka berdua. "Tapi kan Mami capek ngurus Raccel, kan Raccel nakal," ujar Cassel. Mendengar hal itu, lantas Raccel langsung menoleh d