Share

Bab. 16

Penulis: Rossy Dildara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-28 11:51:55

"Aku ingin kamu menyiapkan air hangat untuk mandi," pinta Nathan dengan lembut, suaranya penuh harap.

"Air hangat?!" Silla terlihat sedikit bingung dengan permintaan Nathan, namun dengan penuh kehati-hatian dia mencoba untuk memahaminya. "Maksudnya, Kakak ingin berendam di dalam bathtub yang aku isi dengan air hangat?"

"Iya, masa begitu saja kamu nggak mengerti? Ayoklah," ajak Nathan, lalu melangkah lebih dulu menaiki anak tangga.

Silla dengan langkah ragu menyusulnya dari belakang, hatinya dipenuhi keraguan saat Nathan membuka pintu kamarnya dengan lembut.

"Kenapa diam? Bukannya masuk." Nathan menyadari bahwa sang istri sejak tadi diam mematung di depan pintu. Padahal, dia sendiri sudah lebih dulu memasuki kamar.

"Aku nggak enak buat masuknya, Kak. Ini 'kan kamar Kakak sama Elsa." Silla menatap sekeliling kamar dengan raut bingung, ragu antara masuk atau tidak. Terutama karena Elsa tidak ada di rumah, Silla tidak ingin terjadi kesalahpahaman yang tidak diinginkan.

"Kenapa memangnya?"
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 17

    "Oohh ini ... aku habis jatuh tadi, Sa, kepleset," jawab Silla yang terpaksa berbohong. Dia hanya tidak ingin nantinya Elsa berpikir yang tidak-tidak tentangnya terhadap Nathan.Elsa terlihat terkejut dan khawatir mendengar penjelasan Silla. Dia ikut menyentuh bokong Silla, mengekspresikan rasa simpati dan kekhawatirannya."Kok bisa, kamu kepleset?!" tanya Elsa, sambil tetap memperhatikan reaksi Silla dengan seksama. Kemudian, Elsa kembali bertanya dengan nada yang penuh curiga, "Tapi, ngapain kamu dari kamar Mas Nathan dan aku, Sil? Apa ada Mas Nathan juga, di dalam kamar?"Silla merasa tegang, namun dia mencoba menjelaskan dengan cepat, "Ada Kak Nathan di dalam. Tapi kamu jangan berpikir yang enggak-enggak, Sa." Silla menyilangkan kedua tangannya dengan cepat, berusaha menenangkan situasi yang semakin rumit. "Aku tadi masuk ke kamarmu karena diminta Kak Nathan untuk mengisi air pada bathub, katanya dia mau berendam."Elsa mulai meraba-raba, "Jadi kamu sekalian lihatin Mas Nathan ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 18

    Cukup lama Nathan memandangi layar ponsel, menunggu balasan dari Darwin.Waktu terasa berjalan lambat, seperti detik-detik yang tak kunjung berlalu.Sampai akhirnya Elsa selesai mandi dan keluar dari kamar mandi melangkah menghampirinya. Langkahnya terdengar lembut di lantai keramik yang masih sedikit basah dari uap air mandi Elsa."Mas lagi ngapain? Kok lihatin hapeku terus?" tanyanya heran seraya meraih ponselnya, lalu terkejut saat melihat sebuah chat dari Darwin dan balasannya. Matanya membulat kaget, seolah menemukan sesuatu yang tak terduga. "Lho ... kok Mas tiba-tiba bales chatnya Daddy? Ini chat kapan?""Chat tadi. Iya maafin aku, Yang. Aku membalasnya karena penasaran aja," jawab Nathan dengan suara lembut yang penuh penyesalan, mencoba menjelaskan tanpa menyakiti perasaan Elsa."Penasaran gimana? Dan harusnya Mas izin dulu dong sama aku. Lagian hapeku 'kan tadinya ada di tas, kenapa main dikeluarin gitu aja?" Elsa terlihat kesal, segera dia mencabut charger ponsel meski bate

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 19

    Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka perlahan. Silla muncul dengan langkah lemas, matanya masih terasa berat karena kantuk yang belum hilang."Ada apa, Kak? Kok malam-malam Kakak ke kamar—" Ucapan Silla terhenti tiba-tiba, saat Nathan menerobos masuk dan segera menutup pintu."Kamu jangan ge'er dulu, aku datang ke sini karena ingin bicara empat mata. Bukan hal lain!" Nathan menegaskan dengan ekspresi wajah serius, khawatir Silla salah mengartikan kedatangannya."Bicara empat mata tentang apa, Kak?" Silla mendekati Nathan yang kini sudah duduk di sofa pojok ruangan."Aku ingin kita secepatnya bercerai.""Bercerai?!" Silla terlihat sedikit terkejut, tapi lebih dominan bingung. "Tapi aku 'kan belum hamil dan melahirkan, Kak.""Kamu nggak perlu hamil apalagi sampai melahirkan. Aku sama sekali nggak butuh seorang anak, apalagi yang keluar dari rahimmu!" tegas Nathan dengan emosi yang sulit ditutupi. Sorot matanya terlihat tajam menatap ke arah Silla. "Nggak butuh! Lagian, aku juga me

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 20

    Setelah memilih unit apartemen yang sesuai dari segi lokasi dan harga, Silla dengan tegas memberikan uang muka sebagai tanda jadi dan menandatangani kwitansi yang diserahkan oleh pemilik apartemen."Terima kasih, Nona. Saya akan segera mengurus surat kepemilikan agar selesai dengan cepat," ucap pria tersebut sambil berdiri."Iya, Pak." Silla mengangguk sambil tersenyum. "Kalau begitu saya pamit ya, Pak. Selamat—""Tunggu sebentar," potong pria itu dengan cepat, lalu mengambil sebuah kunci akses dari atas meja dan memberikannya kepada Silla. "Jangan lupa dengan kunci ini, Nona. Anda akan kesulitan masuk jika lupa membawanya," tambahnya sambil tersenyum."Oh iya, Pak. Terima kasih sudah mengingatkan." Silla segera mengambil kunci tersebut sambil tersenyum, kemudian meninggalkan ruangan dan bertemu kembali dengan Abang Ojol yang menunggu di luar."Tujuan kita selanjutnya ke mana, Nona?" tanya Abang Ojol ketika Silla baru saja duduk membonceng di belakang."Restoran, Bang. Sebentar ... ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 21

    "Benerlah, Mas. Kan kemarin aku bilang kalau toko bunga lagi ramai," jawab Elsa dengan penuh keyakinan."Oohh gitu. Baiklah." Nathan mengangguk paham. Mungkin benar, Yasir hanya salah melihat dan dia sendiri seratus persen lebih percaya dengan ucapan Elsa, ketimbang orang lain."Kenapa memangnya, Mas? Mas nggak percaya, sama aku?" tanya Elsa penasaran."Percaya kok, Sayang," sahut Nathan dengan lembut. "Cuma tadi pas di kantor, selesai rapat dengan Yasir ... Yasir sempat ngomong, katanya dia ketemu kamu di hotel."Wajah Elsa langsung berubah pucat, tapi segera dia mengulas senyum sembari meraih kedua pipi Nathan dengan lembut. "Mas sendiri... lebih percaya aku apa Yasir?""Ya kamulah, Yang," jawab Nathan cepat. "Aku yakin kamu nggak mungkin berbohong. Mungkin ... Yasir hanya salah lihat.""Nahhh ... itu Mas tau sendiri jawabannya. Ya udah, sana berangkat. Nanti telat." Elsa berjinjit, lalu mengecup lembut bibir suaminya."Iya, Sayang."Mereka pun keluar bersama dari kamar, Elsa mengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-06
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 22

    "Hanya sampai jam makan siang, Pak.""Jam makan siang?!" Mata Nathan seketika membulat sempurna. "Maksudmu, dia pergi dari toko pas jam makan siang?""Benar, Pak.""Sama siapa?""Sendiri.""Habis itu, apakah dia balik lagi? Ke toko bunga?""Enggak, Pak."'Jadi Elsa berbohong??' batin Nathan, merasa tercengang saat mengetahui apa yang baru saja didengarnya. 'Tapi kenapa dia berbohong? Dan kenapa juga Elsa ke hotel? Mau apa dan siapa pria yang bersamanya?'Rasa panas tiba-tiba menyambar dadanya, sebuah api cemburu dan kemarahan melintas dalam pikirannya."Maaf, tapi kenapa ya, Pak? Apa ada masalah?" tanya Nuri yang masih berada dalam sambungan telepon."Enggak kok, aku cuma tanya. Dan oh ya ... satu lagi.""Apa itu, Pak?""Apakah toko bunga hari ini sangat ramai?""Enggak, Pak. Justru sepi, hanya ada tiga pembeli."'Tiga pembeli??' Mata Nathan kembali membola. 'Elsa, kamu benar-benar tega. Kenapa kamu berbohong mengatakan ramai, tapi pada kenyataannya hanya ada tiga pembeli?? Apa maksud

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 23

    "Kakak... aku—" Silla belum sempat menyelesaikan kalimatnya, bibir Nathan sudah menempel di bibirnya. Ciuman yang tiba-tiba dan tak terduga membuat Silla terkejut. Aroma alkohol yang kuat dari napas Nathan membuatnya sesak, tapi Nathan tak memberi kesempatan untuk menolak. Pria itu memeluk pinggang Silla, tubuhnya terasa panas dan kuat. Dia menggulingkan tubuh Silla, sehingga kini Nathan yang berada di atas. Silla berusaha mendorong dada Nathan, ingin melepaskan diri dari dekapannya. Namun, usahanya sia-sia. Kekuatan Nathan jauh lebih besar. Dia terjebak dalam pelukannya. "Kakak, kenapa—" "Sshh... jangan bergerak," bisik Nathan, suaranya serak dan menggoda. Sentuhannya semakin berani, menelusuri leher Silla dengan jemari yang kasar. Silla terdiam, matanya terpejam, merasakan sentuhan Nathan yang semakin dalam. 'Apa yang Kak Nathan lakukan? Kenapa dia melakukan ini semua?' batin Silla bingung. Rasa takut dan kebingungan bercampur aduk dalam dirinya. Tubuhnya semakin lama

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 24

    Keesokan harinya, Nathan perlahan membuka mata, kepalanya terasa berat."Aduhh ... sakit sekali," lirihnya. Pandangannya jatuh pada Silla yang tertidur di sampingnya. Wajahnya tampak lelah, namun saat Nathan melihat lebih dekat, jantungnya berdebar kencang. "Ya Allah, apa yang terjadi? Kenapa aku dan Silla..." Nathan terkesiap, apalagi saat menyadari mereka berdua berada di bawah satu selimut, tanpa busana.Silla mengerang pelan, matanya perlahan terbuka dan bertemu dengan tatapan panik Nathan. "Hmm... Kakak kena—""Kenapa kamu ada di kamarku?¡" tanya Nathan, suaranya sedikit meninggi. Dia buru-buru bangkit dari tempat tidur, meraih pakaiannya yang berserakan di lantai.Nathan merasa malu dan canggung. Dia memakai salah satu kain untuk menutupi tubuhnya, lalu bergegas menuju kamar mandi. Silla masih terdiam di tempat tidur, matanya menatap Nathan dengan ekspresi bingung."Ada apa dengan Kak Nathan? Kenapa dia pergi ke kamar mandi? Dan tadi, dia juga kenapa bertanya aku ada di kama

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-20

Bab terbaru

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 78 (END)

    Beberapa menit setelah kepergian Haikal dan Herlin, keheningan menyelimuti ruangan. Silla mengamati Nathan dengan seksama. Kegelisahan yang disembunyikannya tampak jelas bagi Silla, terlihat dari raut wajahnya yang tegang dan tangannya yang sesekali mengepal. Dia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Nathan. "Kakak kenapa? Dari tadi aku perhatikan... Kakak seperti gelisah. Ada masalah?" tanya Silla dengan lembut, suaranya penuh kekhawatiran. Dia meraih tangan Nathan, sentuhannya lembut namun penuh perhatian. Nathan menggeleng cepat, namun gerakannya terlihat kaku dan terburu-buru. Dia mencoba untuk menutupi kegelisahannya, tak ingin membuat Silla sedih dan khawatir. Perempuan itu terlihat sangat lelah setelah melahirkan. "Tidak kok," jawabnya, suaranya sedikit serak. "Sekarang kamu istirahat saja, ya? Kamu pasti capek. Atau... kamu lapar? Sebelum melahirkan kamu 'kan belum sempat makan siang." Dia berusaha mengalihkan pembicaraan, namun kegelisahannya masih terlihat jelas.

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 77

    "Tapi, Pa—" "Papa baik-baik saja, Ma," potong Haikal meyakinkan. Nathan menghela napas panjang, berat. "Alasannya, aku sendiri belum tau, Ma, Pa. Tapi tentang Elsa... dia sekarang di Bandung, bersama Daddy." Mata Herlin membulat tak percaya. "Bandung? Tadi pagi bukannya di berita, ada gempa di sana, kan?" Suaranya bergetar, khawatir. "Iya, Ma. Benar." Nathan merasakan jantungnya berdebar kencang. "Lalu, bagaimana keadaan Elsa? Dia tidak apa-apa, kan?" Herlin tampak sangat cemas. "Elsa—" Nathan terhenti. Suara tangis bayi memenuhi ruangan, tangis yang begitu nyaring, menandakan awal kehidupan yang baru. "Ooeee ... Ooeee ... Ooee ...." "Alhamdulillah... Itu anakku, Pa, Ma. Dia sudah lahir," bisik Nathan, suaranya bergetar menahan haru. Dia langsung sujud syukur, air matanya mengalir deras. "Alhamdulillah ya, Allah." Herlin dan Haikal berucap bersama, air mata mereka juga menetes. Seorang dokter wanita dengan seragam operasi keluar. "Selamat, Pak Nathan. Anda telah menjadi ayah

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 76

    "Sudah apa?" "Daddy-mu sudah meninggal, Tan." Suara Dahlia makin terisak. "Dan pihak polisi meminta tanda tangan Mommy, supaya mereka bisa mengantarkan jenazah Daddy pulang ke Jakarta." "A-apa?! M-meninggal?!" Mata Nathan melebar sempurna. Jantungnya berdebar-debar hebat, tubuhnya menegang kaku. Meskipun kebencian masih membara di hatinya, air mata tak terbendung. Dia menangis pilu, meratapi kepergian ayahnya yang begitu mendadak. "Oh ya, dan satu lagi. Katanya korban perempuan yang ada di sana adalah Elsa, Tan." "Elsa??" Suara Nathan terdengar serak. "Iya." "Elsa sendiri, bagaimana? Apakah dia—" Pertanyaan itu terhenti, digantikan oleh firasat buruk yang semakin kuat. "Elsa juga meninggal. Dia ikut tertimpa reruntuhan bangunan." "APA??" * * *

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 75

    'Maafkan Daddy, Sayang. Untuk hal ini... Daddy tidak bisa mengabulkan permintaanmu.Bukan apa-apa. Jika itu terjadi, dan Silla meninggal, Daddy bisa di penjara, dan kamu... kamu akan kembali bersama Nathan. Itulah yang Daddy takutkan.'Darwin tersenyum getir, lalu mereka duduk di sofa untuk melaksanakan ijab kabul. Karena Darwin ingin segera menikahi Elsa, pernikahan mereka pun dilakukan secara siri."Saya terima nikah dan kawinnya, Elsa Alfian binti Haikal Alfian, dengan mas kawin ...."Ijab kabul itu diucapkan, menggema khidmat di ruangan. Para saksi yang hadir langsung bersorak gembira."Sah!! Sah!!"Mereka resmi menjadi suami istri.Tiba-tiba, goncangan dahsyat mengguncang seisi ruangan. Bumi bergetar hebat, seakan-akan hendak retak."Dad!! Ada apa ini?? Kenapa semuanya berguncang?" jerit Elsa, panik dan ketakutan. Darwin segera berdiri, meraih tangan Elsa erat, berusaha membawanya keluar."Se

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 74

    Beberapa bulan kemudian...Tok! Tok! Tok!!Bunyi ketukan palu hakim memecah kesunyian ruang sidang, menandai berakhirnya babak panjang dalam hidup Nathan.Perceraiannya dengan Elsa telah resmi diputuskan. Ironisnya, dari sidang pertama hingga putusan akhir, Elsa tak pernah hadir. Begitu pula Darwin, yang seolah menghilang ditelan bumi. Ketiadaan mereka seakan menjadi saksi bisu atas berakhirnya sebuah ikatan."Kak ... ke mana ya, Elsa? Sejak awal hingga akhir sidang, dia tak pernah datang. Apakah dia baik-baik saja?" tanya Silla, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Dia setia menemani Nathan, meski memilih menunggu di mobil sesuai permintaan suaminya.Nathan menghela napas panjang. "Aku tak tau, Sayang. Papa dan Mama sudah mencoba menghubunginya, tapi... sudahlah. Biarkan saja. Yang terpenting, aku dan Elsa sudah resmi bercerai."Silla mengangguk pelan. "Iya, Kak.""Baiklah... sekarang kita makan, ya? Setelah itu, kit

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 73

    "Alhamdulillah... akhirnya Papa sudah bangun."Herlin tersenyum haru, melihat sang suami baru saja siuman. Haikal menatapnya dengan tersenyum tipis, manik matanya berkeliling menatap sekitar."Bagaimana keadaan Papa sekarang? Apa yang Papa rasakan? Apa dada Papa masih sakit?" Masih dengan raut kecemasan, Herlin menyentuh lembut dada suaminya."Enggak. Papa baik-baik saja." Haikal menjawab dengan lirih, menggeleng pelan. "Silla dan Nathan ke mana, Ma? Dan Papa sakit apa?""Mereka ada di sana, Pa." Herlin menunjuk ke arah lantai, dekat ranjang. Di sana ada Silla dan Nathan yang tengah tertidur dengan balutan satu selimut beralaskan kasur lantai. "Dan Papa sempat kena serangan jantung kata Dokter. Tapi sekarang Papa pasti akan segera sembuh, Papa jangan memikirkan hal yang berat-berat dulu, ya?"Mata Haikal berkaca, linangan air matanya perlahan membasahi pipi. "Bagaimana Papa tidak memikirkannya, sementara Elsa selalu membuat ulah. Masalah dengan Silla saja belum selesai, sekarang ada l

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 72

    "Tentu saja, Sayang. Daddy tidak berbohong," bisik Darwin, senyumnya manis namun terasa hampa bagi Elsa. "Karena itu, lepaskan Nathan. Daddy jauh lebih baik darinya, Sayang." Kalimat Darwin terasa seperti sebilah pisau yang menusuk hati Elsa. Dilema menghimpitnya. Benar, kepercayaan Nathan telah hilang, hubungannya dengan Silla semakin erat, apalagi Silla kini mengandung. Nathan pasti lebih memihak Silla. Tapi… merelakan Nathan? Mustahil. Hati Elsa menolak. Air mata mengancam membasahi pipinya. 'Kenapa… kenapa lagi-lagi aku yang sial? Silla selalu bahagia. Ketidakadilan ini… aku tak sanggup!' Rasa iri dan sakit hati membakar jiwanya. Darwin menunggu, sabar namun penuh tekanan. "Bagaimana? Apa kau setuju?" tanyanya akhirnya. Elsa menarik napas panjang, dadanya sesak. "Baiklah .…" suaranya tercekat. "Aku akan bersama Daddy. Tapi… aku minta satu hal." "Apa itu, Sayang? Katakan." Keheningan mencekam. Tangan Elsa mengepal erat, urat-uratnya menegang. "Aku ingin… Daddy melenyapkan Si

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 71

    "Keterlaluan sekali Elsa!!" Dia berdiri, tubuhnya menegang, urat-urat di tangannya menegang, mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Bukan hanya amarah, tetapi juga rasa sakit, kecewa, dan hancur yang terpancar dari sorot matanya. "Bagaimana bisa dia melakukan tindakan sebodoh ini? Dan untuk apa dia berselingkuh??" Suaranya bergetar, diselingi napas yang tersengal-sengal, menunjukkan betapa hancurnya hatinya.Herlin, dengan raut wajah yang dipenuhi kekhawatiran, bertanya, "Dengan siapa, Elsa berselingkuh, Tan?" Suaranya terdengar ragu, seperti meraba-raba kebenaran yang menyakitkan."Daddy," jawab Nathan lirih, suaranya nyaris tak terdengar, namun mampu menembus keheningan yang mencekam. Kata itu, "Daddy", menimbulkan bayangan gelap yang mengerikan.Herlin mengerutkan dahi, kebingungan. "Daddy? Daddy siapa?""Daddy Darwin, Ma. Daddy-ku." Jawaban Nathan itu bagai bom yang meledak di tengah ruangan."APA?!" Haikal menjerit, suaranya penuh keputusasaan.

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 70

    "Daddy minta maaf, atas semua yang Daddy lakukan padamu dan Mommy. Daddy tahu itu salah dan sangat menyakitkan. Tapi Daddy mohon... Jangan hukum Elsa.""Hukum??" Nathan menatap bingung. Ucapan Darwin membuatnya terhenyak, amarah mulai membuncah. "Apa maksudmu—""Daddy tau, kamu pasti akan bercerai dengan Elsa. Begitu juga dengan apa yang Mommy lakukan. Tapi ... jangan ceritakan alasan sebenarnya kepada orang tua Elsa, tentang perselingkuhan Daddy dan dia.""Kenapa?" Nathan mengepalkan tangannya, urat-urat di tangannya menegang."Karena orang tua Elsa pasti akan sangat marah dan kecewa. Elsa sudah cukup menderita, harus berbagi kasih sayang orang tuanya dengan Silla. Jangan sampai karena ini, kasih sayang yang baru dia dapatkan sepenuhnya, akan hilang seketika."Nathan terkekeh getir, menggelengkan kepala. "Apa Daddy pikir, aku sendiri tidak menderita saat tahu kalian bermain api? Bagaimana dengan Mommy? Kenapa yang Daddy pikirkan hanya Elsa, sementara Daddy tak memikirkan betapa hancu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status