Habiba kecewa. Sendoknya yang sudah mengarah ke mulut Husein hanya tergantung di udara. Rasanya ia baru sebentar saja menghabiskan waktu di sana, tapi waktu sudah habis. Waktu berjlan begitu cepat, sampai ia tak sadar sudah berputar cukup lama.“Bolehkah suamiku menghabiskan makan dulu?” tanya Habiba.“Tidak. Waktu besuk sudah habis, Bu.”Habiba menurunkan tangan dan mengembalikan sendok ke tempatnya. “Mas Husein, bawa rantang ini dan makanlah di dalam.”Husein tersenyum. “Aku sudah memasak untukmu, jangan biarkan aku kecewa karena ini,” ucap Habiba.“Boleh aku bawa makanan ini ke dalam, Pak?” tanya Husein pada penjaga.“Boleh. Silakan, Pak!” jawab polisi itu.Habiba tersenyum senang mendengar jawaban itu. Ia secepatnya mengemas rantang dan menjadikannya dalam satu tumpukan. “Ini, Mas Husein. Kamu makan ya! Aku tidak mau kamu jadi kurus di dalam sana.” Habiba menyerahkan rantang.Disambut oleh Husein. “Baiklah, akan aku makan.”“Ini selimut untukmu!” habiba mengeluark
"Dia pasti tidak akan mau denganku. Aku hanya orang biasa. Mana mungkin pantas dengan wanita cantik rupawan yang notabene adalah adik seorang pengusaha besar sepertimu."Husein menyungging senyum. "Kau minder?""Aku merasa tidak pantas. Aku maunya wanita biasa saja.""Kau boleh menentukan mau atau tidak setelah bertemu dengan Inez.""Namanya Inez?" tanya Panjul."Ya.""Dari namanya, aku bisa bayangkan bahwa dia adalah wanita yang cantik, tubuhnya tinggi, langsing, kulit putih. Dia bukan pekerja keras, dia terbiasa hidup enak. Tapi baik hati."Husein tersenyum kecil. Lumayan, ia mendapat hiburan dengan mengobrol bersama Panjul di sini. Andai saja tak ada Panjul, entah bagaimana ia merasa bosan di sana."Teman satu ruangan denganmu mana? Kulihat sejak tadi tidak ada?" tanya Husein."Sudah mendapat vonis hukuman dan dipindahkan."Husein memejamkan mata. Ingin tidur. Tapi wajah Habiba malah membayang di pelupuk matanya. Wajah sedih yang menangis itu mengganggu pikirannya. Seharusnya ia m
Qasam yang dulu benar- benar sudah hilang dan berganti dengan Qasam yang cerdas, dia memahami kejadian di sekitarnya. Maka Habiba kesulitan menyembunyikannya."Dari mana Qasam bisa bilang begitu?" tanya Habiba, seingatnya Qasam tidak sempat melihat kecelakaan di halaman rumah waktu itu.Jika ia sampai mengetahui kronologis kejadian itu, artinya ada seseorang yang menyampaikan kepadanya. "Bibi Fara yang bilang. Katanya papa menabrak Paman Tomy, jadi papa ditangkap."Dada Habiba tiba- tiba terasa panas sekali. Sudah sesulit ini ia berusaha memberi pengertian dari anak- anaknya, menjauhkan pikiran anak- anak dari pemahaman kriminal, tapi Fara malah dengan gampangnya membahas hal itu."Tidak. Papa tidak bersalah. Yang namanya kecelakaan itu terjadi karena tidak disengaja. Tapi papa harus ditangkap karena ketidak sengajaan. Kasian papa kan?" sahut Habiba dengan lembut meski hatinya menggejolak panas.Qasam mengangguk. "Nanti Qasam akan doakan papa, minta Tuhan kembalikan papa pulang.""Ya
Lampu merah sudah berganti menjadi hijau.Orang- orang di belakang sibuk melambaikan tangan dengan isyarat menghalau Habiba dan Tomy yang masih diam di tempat. Tomy memerintah tukang ojek, “Jalan, Pak!”Tukang ojek menjalankan motor. Habiba menghela napas kasar. Dia ditinggal pergi begitu saja oleh Tomy.Sial! Berderet mobil di belakang mobilnya pun membunyikan klakson, suaranya bertubi- tubi, melengking memekakkan telinga. Habiba berlari mendekati mobilnya menyeberangi jalan, hampir terserempet mobil lain dan membuat pemilik mobil mengumpat.Habiba mengangkat tlapak tangan ke atas sebagai isyarat permintaan maafnya kepada orang- orang di belakangnya yang merasakan akses jalannya terhambat sambil memasuki mobil.Sial sekali nasib Habiba kali ini. Orang- orang pun mengumpatinya.“Sabar! Sabar! Oke, aku akan menjalankan mobil secepatnya."Mobil melesat.***Habiba menghempas duduk di balik meja, di kursi putar tempat kerjanya. Ia memutar- mutar kursinya. Matanya sesekali terpejam, meng
Sebelum semuanya jelas, Habiba tak mau ada yang mengetahui hubungan antara dirinya dengan Husein. takutnya mereka malah salah paham, mengira selama ini memang benar Habiba menjadi selingkuhannya Husein hingga setelah Cindy meninggal, Habiba benar- benar menggantikan posisi itu.Akan ada waktu yang tepat untuk membongkar rahasia itu jika memang perlu dibongkar. Namun jika tidak perlu, maka selamanya tak perlu ada pengkuan di publik. Toh hidup Habiba bukanlah untuk konsumsi publik.“Aku berkata benar bukan?” ucap Ezar dengan senyum simpul.“Maksudmu apa? Aku tidak mengerti.”“Maksudku, kau adalah aktor di balik isahnya Tuan Husein. jadi kau dan dia sudah tahu permasalahan yang sebenarnya. Lalu untuk apa kau merasa kepo sementara kau adalah pelakunya? Sebenarnya aku hanya ingin bilang satu hal kepadamu, aku cukup kecewa jika benar kau adalah sleingkuhannya Tuan Husein. Bahkan saat istrinya Tuan Husein meninggal, aku meyakini bahwa istrinya itu kecelakaan karena di hatinya itu ter
"Kau tahu tidak? Aku mencintaimu, Biba. Itu sudah sejak lama aku rasakan. Dan aku belum sempat mengutarakannya. Tapi ternyata selama ini aku mencintai wanita yang sudah punya suami.""Plis Ezra, jangan konyol. Meski sebelumnya kamu tidak tahu kalau aku punya suami, tapi kan kamu beranggapan bahwa aku ini janda, setidaknya kamu bisa memilih wanita yang belum pernah menikah.""Meski janda, kau ini wanita bertalenta. Dokter pintar, cantik dan mapan. Tentu saja aku tidak rugi jika menikah denganmu.""Hus!" Habiba kali ini benar- benar memukul hidung Ezra. "Matre kamu.""Aku masih tidak yakin ternyata kau ini istri dari pemilik rumah sakit ini. Tapi kenapa pernikahanmu harus disembunyikan?""Kenapa justru Cindy yang diumumkan sebagai istrinya Tuan Husein? Kenapa.kau mau dijadikan istri rahasia yang malah kedengaran seperti wanita simpanan?""Sekali lagi, jangan kepo. Intinya, aku sudah menikah lama dengan Mas Husein dan memiliki dua anak, setelah itu kami berpisah. Lalu Mas Husein menikah
"Saya Habiba. Dan kasus yang sedang dibicarakan oleh saudara saya Onez ini adalah kasus suamiku. Namanya Husein Brata Raksa. Pengusaha sekaligus pemilik rumah sakit." Habiba kemudian menunjukkan bukti- bukti mengenai status suaminya, lalu menjelaskan maslaah yang menimpa Husein dengan detil."Baik, akan aku pelajari kasus ini. Oh ya, mau pesan makan? Silakan pesan saja, saya yang tanggulangi.""Jangan! Kami yang butuh jasa bapak, tidak sepatutnya kami merepotkan bapak!" sahut Inez menolak dengan sopan."Kuta belum saling mengenal. Dan saya baru mengenal bapak kali ini. Sebelumnya, bolehkah saya tahu kasus yang pernah bapak tangani sebelumnya? Maaf, saya hanya ingin tahu berapa persen bapak memenangkan kasus yang bapak tangani?""Oh... jadi maksudnya Anda tidak mempercayai kinerja saya?" Pria itu menegaskan kalimatnya."Tidak begitu, saya butuh acuan. Tentu setiap klien membutuhkan pengacara yang handal bukan?" "Logis. Baiklah. Jika Anda butuh kejelasannya, syaa akan tunjukkan apa yan
Di luar itu adalah suara Inez.“Inez, aku di sini!” seru Habiba membalas teriakan Inez. Usaha Habiba meminta bantuan Inez berhasil. Ia sempat merogoh tas untuk menelepon Inez, sehingga Inez mendengar suaranya yang menyebut nomor lantai lengkap dengan nomor kamar. Tak hanya itu saja, Habiba juga menuturkan kejadian buruk di kamar dengan detil dengan harapan supaya Inez cepat datang untuk memberikan pertolongan.Dan Habiba berhasil.“Buka pintunya! Aku di luar. Aku datang bersama security!” seru Inez dengan suara lantang.“Sial!” Yuda melepaskan tubuh Habiba dengan marah.“Menjijikkan. Cuh!” Habiba meludah, sayangnya hanya mengenai baju Yuda. Kenapa tidak mengenai mukanya saja?“Bagaimana Inez bisa kemari? Bukankah aku sudah menyuruhnya menunggu di bawah?” Yuda bicara sendiri sambil merapikan kaosnya. Juga menaikkan celananya yang melorot.Habiba merampas kartu dari tangan Yuda, kemudian membuka pintu dengan menggunakan kartu tersebut. Aneh, biasanya pintu akan tetap bisa