“Memangnya apa lagi yang akan kamu lakukan pada Habiba? Sudahlah, jangan temui dia lagi. Dia sudah menerima keadaan ini dengan lapang dada, tanpa tuntutan apa pun. Jadi jangan usik dia, itu hanya akan menambah masalah baru.” Amira tegas.“Aku harus bicarakan masalah ini dengannya. Aku harus ikut bertanggung jawab atas anak yang dia kandung," sahut Husein. Semakin habiba menjauh, Husein semakin merasa takut kehilangan anaknya.“Uang yang kamu berikan kepadanya sudah cukup menunjukkan pertanggung jawabanmu. Lagi pula bayi itu tidak bernasab kepadamu, bayi itu mutlak menjadi anaknya Habiba. Maka pembicaraan mengenai Habiba putus sampai di sini. Paham?”“Tidak.” Husein berkata dengan tegas, mendominasi. Membuat Amira kalah telak. “Aku akan tetap menemui Habiba.”“Husein, apa kamu tidak dengar perintah papamu tadi? Dia mengatakan supaya tidak ada lagi pembicaraan mengenai Habiba. Kita punya nama besar, punya kehormatan, punya segalanya. Jangan sampai hancur karena hal memalukan
"Ini uang untukmu. Pergilah berbelanja dengan ibu ke mall." Tomy menaruh uang ke meja. Memberikannya kepada Habiba.Gadis bermata bulat bak Barbie itu menatap ke arah uang, lalu kembali menatap kakaknya. "Ke mall?"Habiba tengah duduk di lantai tanpa alas, menghadap laptop yang menyala. Ia sedang belajar. "Iya. Pergilah ke mall belanja sama ibu. Terserah mau beli apa. Beli baju, bedak, parfum, sendal atau apa saja."Diberi kesenangan, Habiba malah bingung. Keningnya berkerut. "Mendingan uangnya untuk beli lauk.""Itu uang bonus. Sekali-kali kamu menyenangkan diri."Tomy malah memilih untuk menyenangkan hati adiknya ketimbang dirinya sendiri. Mulai dari uang kuliah, jajan di kampus, ongkos pulang pergi ke kampus, bahkan laptop untuk keperluan kuliah pun dibelikan oleh Tomy. Sekarang, uang bonus dari perusahan pun tidak digunakan untuk keperluan Tomy sendiri."Aku tahu bagaimana beratnya hidupmu belakangan ini. Kau perlu menyegarkan pikiran. Lakukan apa saja yang bisa membuat hatimu se
Alka melempar ponselnya ke sofa dengan keras sesaat setelah membaca hot news yang sedang trending melalui ponselnya itu. Husein tetap tenang. Dia duduk di sofa tak jauh dari posisi papanya. Dia sudah tahu berita apa yang membuat papanya seperti cacing kepanasan begitu.Mereka sedang berada di kantor saat ini. Alka sengaja mendatangi ruang kerjanya Husein.“Kau lihat berita itu! Mereka sedang membicarakan kita. CEO PT. Fanbe Farma terindikasi melakukan aksi keji, menghamili pembantu. Akhirnya yang kita takutkan terjadi juga.” Alka murka. “Inilah akibat ulahmu yang teledor dan bikin masalah.”“Aku akan panggil wartawan untuk klarifikasi,” sahut Husein tenang.“Tidak perlu. Itu hanya akan membuat gaduh saja. Semakin ditanggapi, berita bodoh ini malah makin besar, hanya akan menyampah.” Alka melambaikan tangan di depan wajahnya dengan kasar. “Siapa yang berani membocorkan masalah ini keluar? Apakah Fatona? Atau habiba? Halah, pasti mereka berdua itu.”Husein mengernyitka
“Meski kita sudah menyepakati ini, tapi saya tidak bisa menjamin Habiba akan menyetujui kesepakatan kita,” ucap Fatona lirih.“Menikahkan Husein dan habiba adalah satu permintaanmu, maka sudah seharusnya kau bisa mengatasinya,” tegas Alka mendominasi.Fatona tidak memberikan jawaban, namun tatapannya menunjukkan kalau ia setuju.Langkahnya gontai meninggalkan rumah megah itu. Helaan napas berat keluar dari mulut Amira. Ia mondar mandir sambil geleng kepala.“Tidak pernah terpikir dalam bayanganku akan memiliki menantu dari putri pembantuku sendiri. Ya ampun! Mimpi apa ini? Bisa- bisa aku menjadi gila. Apa yang akan aku katakan pada teman- temanku, geng sosialita, dan semua rekan-rekanku?” keluh Amira dengan wajah frustasi.“Ini semua karena ulahmu, Husein!” Alka menatap tajam pada putranya. Yang ditatap tetap tenang. “Ya sudahlah, sekarang kita hanya perlu menjaga nama baik Husein. Kita juga akan lihat seberapa jauh Fatona menyangkal pemberitaan itu.” Alka mulai berpikir k
“Lepaskan!” Habiba melirik singkat lengannya yang dipegang oleh Husein.“Kita bicara sebentar," bujuk Husein berusaha merendahkan dirinya. “Saya sudah bilang, kita tidak punya urusan lagi, Tuan. Saya ingin memulai hidup baru. Biarkan mental saya sehat dengan hidup tanpa bayang- bayang Anda! Apakah Anda masih belum mengerti dengan bahasa saya?” Habiba menunduk, sedih dan kesal. Kenapa harus kembali bertemu dengan pria ini.Kalau begini, kapan Habiba akan merasa tenang? Apakah Husein masih saja tidak mengerti bahwa mukanya itu membuat mental Habiba jadi runyam. Insiden di kamar itu selalu membayanginya, terlebih kasus keramat yang membuatnya harus melompat-lompat seperti pocong saat mengambil kaca mata yang tersangkut di AC. “Aku akan teriak. Meneriakkan bahwa Anda akan melecehkan saya. Dulu saya tidak sempat meneriakkannya kepada semua orang. Ini terlambat, tapi tepat untuk diteriakkan hari ini!” ancam Habiba setelah mengumpulkan nyali sebanyak mungkin. Menghadapi pria
"Biba, tidak bisa tidur ya?" Suara Tomy mengejutkan Habiba. Ketukan tapakan kaki yang memakai sendal lepes terdengar teratur memasuki ruangan dari arah luar rumah. Lelaki itu masuk dari pintu dapur yang menghubungkan dengan teras belakang rumah."Mas Tomy?" Habiba mengernyit menatap tubuh kekar kakaknya yang bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek. Tubuh berotot yang kulitnya kasar itu dibasuh keringat, wajah pun basah seperti baru saja cuci muka."Kenapa belum tidur? Kepikiran hari besok?" Tomy mengambil minum menggunakan gelas besar dan meneguknya sampai habis. Terlihat haus sekali.Habiba menatap Tomy tanpa menjawab. Pikirannya justru bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan Tomy hingga mandi keringat malam-malam begini. Netranya mengawasi dada bidang yang dialiri buliran peluh, menetes- netes di lekukan tubuh."Jangan gelisah. Kamu tetap akan menjadi Habiba yang sekarang, semuanya tidak akan berubah. Hanya status saja yang berubah, tapi duniamu akan tetap sama." Tomy
"Bukankah ini justru akan menimbulkan kegaduhan karena mereka ingin tahu siapa istri Husein?" tanya Amir, berharap dia bisa memberi masukan supaya kelihatan sebagai lelaki idealis di depan Alka."Mereka cukup tahu bahwa Husein sudah menikah dengan wanita yang kabarnya sudah diperk*sa. Itu saja sudah cukup untuk mematahkan kabar miring yang akhir-akhir ini beredar, ditambah dengan pernyataan Fatona, maka masalah selesai. Identitas si perempuan harus ditutupi, " sahut Alka.Amir mengangguk."Habiba hanyalah istri sementara saja sampai bayinya dilahirkan. Setelah itu, saat Husein menemukan wanita lain yang sederajat, yang kemudian akan menjadi menantu di rumah ini, maka saat itulah menantu baruku akan diperkenalkan ke semua orang. Kita giring opini ke publik bahwa selama ini Husein menikah dengan wanita sederajat itu," imbuh Alka.Amir memgangguk lagi, persis seperti boneka mainan di mobil."Soal Habiba, boleh bersembunyi selamanya dari kehidupan Husein tanpa seorang pun tahu bahwa dia p
Setelah mencari di segala sudut ruangan, Habiba tidak menemukan tuan muda. Dan akhirnya ia menemukan Husein di salah satu kamar lantai dua. Bukan kamar milik Husein. Habiba memasuki kamar yang pintunya terbuka dan mendapati pria itu di dalamnya, berdiri membelakangi.Hanya deheman kecil yang diserukan Habiba untuk mencari perhatian pria itu hingga menoleh.Husein hanya sekilas menatap Habiba, lalu ia berjalan menuju pintu. Menutupnya.Tercengang melihat pintu ditutup, Habiba langsung berseru, "Anda mau apa? Saya memang istri Anda sekarang, tapi jangan lakukan apa-apa pada saya."Husein tetap tenang. "Aku tidak lakukan apa pun terhadapmu."Habiba tegang sekali. Bahkan menatap Husien penuh waspada. Dia akan segera melakukan aksi lompat atau apa pun kalau Husein macam-macam terhadapnya. "Aku tidak ingin ada yang mendengar pembicaraan kita," sambung Husein.Meski demikian, Habiba masih terlihat waspada dan tegang.Husein melangkah mendekat ke arah Habiba."Berhenti di situ!" pinta Habi