Share

Menjadi Istri Putera Mahkota
Menjadi Istri Putera Mahkota
Penulis: Sashie Rahma

1. Your Highness

Penulis: Sashie Rahma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-28 21:36:37

********

“Rebecca, kau yakin akan mengikuti kompetisi ini?” tanya Ahmed yang tiba-tiba muncul dari arah pantry dan berhasil membuat Rebecca terkejut.

“Tentu saja, kenapa? Tidak boleh?” jawab Rebecca tak acuh. Setelah sempat terkejut dengan kehadiran Ahmed yang secara tiba-tiba, Rebecca kembali mencoba fokus pada adonan mouse yang ia masak. Dengan telaten Rebecca mengaduk peach mouse tersebut agar tercampur rata. Sekarang sudah memasuki bulan Desember dan Burj Al Arab sangat ramai pengunjung, tidak tanggung-tanggung bahkan 200 kamarnya terisi penuh. Jadi dapat dipastikan restoran akan penuh dengan pelanggan, mulai dari yang menyukai makanan Arab yang autentik, makanan asia hingga makanan yang bercita rasa Internasional. Kebetulan Rebecca ditempatkan di dapur pastry untuk makanan western.

“Bukan begitu... tapi ‘kan kau itu wanita.” Ahmed menatap Rebecca lekat, seolah dia mengatakan ‘kau wanita, kau tidak pantas!’.

“Jadi karena aku wanita, maka aku tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti kompetisi ini? Oh ya Tuhan... kukira Dubai sangat terbuka dan memberi kesempatan kepada siapa saja. Ternyata aku salah menilai,” Rebecca mendengus kesal lalu berkacak pinggang sembari menatap Ahmed lekat, “lalu apa artinya minggu kemarin His Highness Mohammed Al Rasheed menerima penghargaan jika Dubai adalah negara yang memperlakukan wanita dengan baik karena memberi kesempatan wanita untuk mendapatkan hak yang sama dengan kaum pria?” nada suara Rebecca meninggi, gadis berdarah campuran Indonesia-Belanda itu terlihat murka.

“Tentu saja kami memberi kesempatan yang sama pada kaum wanita, tapi tidak untuk wanita ‘luar’ yang bahkan tidak bisa bersikap selayaknya wanita pada umumnya,” sindir Ahmed dengan tatapan mata yang memandang rendah Rebecca. Tanpa bicara lagi Ahmed menghilang di balik pintu dapur pastry, meninggalkan Rebecca yang terlihat sangat terpukul dan marah. Seingat Rebecca kompetisi yang bertajuk ‘Memberi Makan Dunia’ ditujukan untuk semua juru masak di Dubai tidak dibatasi dengan jenis kelamin.

Ahmed, lelaki yang usianya lima tahun lebih tua dari Rebecca itu sebenarnya bukanlah sosok yang menyebalkan, bahkan dulu sewaktu Rebecca pertama kali bekerja, Ahmed lah orang yang mau berbaik hati mengenalkan budaya Dubai serta membantunya mengenal lingkungan hotel dan menyesuaikan diri dengan rekan kerja lainnya yang sebagian besar adalah kaum pria.

Tapi kini Ahmed berubah, tidak lagi bersikap manis dan melindungi Rebecca. Sepertinya Ahmed menyimpan dendam pada Rebecca karena Rebecca menolak untuk menjadi kekasihnya. Selang beberapa hari setelah penolakan Rebecca, justru muncul gosip jika Rebecca menjalin hubungan gelap dengan Mr. Robin, Manager Food & Beverage Service yang usianya bahkan lebih tua dari ibu Rebecca. Dan Rebecca tak perlu berpikir dua kali untuk mencurigai jika Ahmed lah orang di balik segala bentuk gunjingan yang ditujukan padanya.

*****

Rebecca memeluk kantong belanja dengan kedua lenganya, sore ini sepulang dari bekerja Rebecca pergi ke souk tradisional yang terletak di pinggiran Deira city. Membeli beberapa bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga lainnya seperti sabun mandi, sabun cuci, pengharum ruangan dan beberapa piring berbahan plastik untuk mengganti alat makannya yang pecah tempo hari.

Meski Rebecca tinggal di dekat daerah Jumeirah yang mana banyak sekali pertokoan dan mall yang jauh lebih modern namun ia lebih suka berbelanja di souk tradisional. Hal ini karena mengingatkan pada pasar di kampung halamannya. Selain itu Rebecca juga tidak menempati mess yang disediakan untuk karyawan, ia lebih nyaman tinggal di sebuah flat sederhana seorang diri. Rebecca bukanlah orang yang dapat hidup seruangan dengan orang lain—selain keluarga—untuk waktu yang lama. Ia merasa tidak memiliki privasi dan juga tidak nyaman.

Melirik jam tangannya sekilas, Rebecca segera mempercepat langkah kakinya. Hari ini hari kamis, dia sedang berpuasa dan dia ingin berbuka di flat saja. Rebecca kembali melirik jam tangannya saat bus metro yang mengantarkannya pulang ke Al Rashidiyah tak kunjung datang. Rebecca mulai resah dan akhirnya ia memutuskan untuk mampir terlebih dulu ke sebuah kedai shawarma langganannya karena sepertinya ia tak akan sempat memasak makanan untuknya berbuka puasa.

Setelah mendapatkan shawarma isi daging kambing yang ia pesan, Rebecca segera kembali ke halte tempatnya menunggu bus metro. Saat hampir sampai di halte, tanpa sengaja Rebecca menjatuhkan belanjaannya.

“Astaghfirullah, kenapa aku masih saja ceroboh,” gumam Rebecca tak jelas. Gadis itu segera membungkuk dan mengumpulkan kembali belanjaannya yang terjatuh. Namun sesuatu yang tak disangka, menabrak Rebecca yang sedang membungkuk dan hanya sepersekian detik saja Rebecca tersungkur. Bahkan shawarma yang ada di genggaman tangan kanannya pun terlempar.

Rebecca kehilangan orientasinya begitu saja, terakhir yang ia ingat adalah sebuah suara asing yang tengah beristighfar lalu disusul dengan sesuatu yang tidak dapat Rebecca mengerti karena orang tersebut berbahasa Arab. Meski sudah satu tahun bekerja di Dubai, Rebecca belum bisa lancar berbahasa Arab, dia hanya menguasai bahasa Inggris dan bahasa ibunya.

Lagi, Rebecca kembali mendengar suara asing yang menurutnya adalah suara seorang lelaki yang berkarakter tegas. Entah apa yang lelaki itu katakan Rebecca tak mengerti sepatah katapun.

“Miss,” panggil lelaki itu disusul dengan sebuah tangan kokoh merengkuh lengannya dan membantunya bangkit dari posisi jatuhnya yang sepertinya tak elit sama sekali.

Seorang lelaki berdiri menjulang di depannya. Mungkin tingginya hampir mencapai 180 centimeter, tinggi badan lelaki itu sangat mengintimidasi Rebecca karena meski keturunan Eropa, tinggi badan Rebecca hanya sebatas 160 centimeter. Membuat Rebecca mendongak demi melihat seperti apa rupa lelaki yang menolongnya.

“Are you okay? I’m sorry,” ucap lelaki itu dengan bahasa Inggris yang logatnya sangat menarik. Sepertinya ia tahu jika Rebecca tidak berasal dari ras yang sama dengannya. Mungkin karena kulit Rebecca yang terlampau pucat bak warna susu.

Rebecca masih bergeming, diam-diam ia memperhatikan sosok menjulang di hadapannya. Rambut hitam lebat dengan potongan rapi, alis tebal yang menaungi sepasang mata teduh nan sendu, turun lagi ke hidung panjang yang mancung dan bengkok, lalu ke bulu-bulu halus yang membingkai wajahnya dari cambang hingga dagu yang bersambung dengan kumis di atas bibirnya yang merah dan, dan kulitnya yang eksotis, mungkin karena terlalu sering bersentuhan dengan mentari. Poin pentingnya adalah dia sangat mempesona.

“Are you okay Miss? Is there something wrong? Did you get hurt?” tanya lelaki itu lagi dan kali ini ia sedikit menggoyangkan lengan Rebecca yang masih terdiam.

Seakan dibangunkan paksa dari tidurnya, Rebecca tergeragap lalu dengan tergopoh-gopoh ia menundukkan kepalanya dan menggeleng. Astaghfirullah... ia baru saja mengagumi lelaki asing yang baru saja dikenalnya.

“We had to go to the hospital,” tegas lelaki itu.

“No, no, it’s okay. I’m fine,” tolak Rebecca sembari menggeleng beberapa kali. Segera ia berjongkok dan kembali membereskan belanjaannya.

Dan lelaki asing itu ikut berjongkok membantu Rebecca. Ikut memungut berbagai macam benda yang tercecer namun matanya tak dapat berpaling dari sosok Rebecca. Hingga jemari panjangnya menyentuh bungkus kertas coklat yang berisi shawarma yang keadaannya jauh dari kata baik-baik saja, sepertinya terlindas ban sepeda miliknya.

“Oh, makan malamku,” ujar Rebecca dengan cengiran yang terkesan dipaksakan.

Sadar dengan apa yang dimaksud oleh Rebecca lelaki itu menatap kosong ke arah bungkusan shawarma yang ada di tangannya “maaf, aku akan menggantinya dengan yang baru,” sesal lelaki itu.

“Ah, tak apa sungguh. Terima kasih sudah membantuku,” kata Rebecca, gadis itu tersenyum lalu menundukkan kepalanya sekilas dan berlalu meninggalkan lelaki tersebut.

Sementara itu si Lelaki berdiri terpaku dan menatap ke arah punggung Rebecca yang semakin menjauh. Mantel coklat susu yang serasi dengan hijab warna hitam itu mengayun indah seiring dengan langkah kaki gadis itu. Dan lelaki itu tersenyum saat wajah tirus berkulit putih pucat memenuhi kepalanya.

“Sheikh Hamdan, apa anda baik-baik saja?” beberapa orang pria berjalan tergopoh menghampiri lelaki bernama Hamdan tersebut.

“Ya, aku baik-baik saja. Bawa sepedaku, aku akan pulang dengan mobil,” ujar Hamdan dengan nada tegas tak terbantahkan.

*****

Hampir saja Rebecca terlelap jika ponselnya tidak meraung meminta perhatian. Dengan mata yang setengah terbuka ia mencoba meraih ponsel yang ia letakkan di night stand. Setelah berhasil Rebecca segera menggeser tanda hijau di layar ponsel layar sentuhnya.

“Becca sayang!” sebuah suara nyaring membuat Rebecca membuka matanya lebar sembari menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Mama, astaga... ini masih dini hari dan Becca baru saja tidur. Kenapa mama teriak-teriak? Becca belum tuli mama....” Rebecca mendengus tak suka.

“Maaf, maaf... mama kangen sama kamu nak.” Ibu Rebecca terkekeh sembari meminta maaf, “maaf mama lupa kalau disana masih jam satu dini hari, disini sudah subuh dan mama telpon sekarang karena tarifnya lebih murah,” sambung ibunya sembari terkekeh.

Rebecca tersenyum, dia juga baru ingat kalau perbedaan waktu Yogyakarta dan Dubai adalah tiga jam yang mana Dubai lebih lambat. Terbersit rasa rindu akan kampung halamannya di Wijilan. Tapi tiba-tiba dahi Rebecca berkerut, pagi-pagi ibunya telpon pasti ada maksud lain.

“Mama benar-benar kangen kan? Tidak ada maksud lain?” tanya Rebecca curiga.

“Tentu saja karena kangen,” ujar mama yakin. “ tapi sekalian mama mau tanya, kamu kapan pulang? Ini sudah setahun dan kamu sudah mengingkari janjimu Becca, mama mohon kamu jangan menghindar lagi.”

Rebecca menghela napas pelan, ia sudah menebak jika ibunya akan menanyakan hal ini. “Becca belum bisa pulang dalam waktu dekat ini ma, masih banyak yang harus Becca selesaikan disini,” ujar Rebecca mencoba menjelaskan, namun jauh di dalam hatinya ia tidak ingin pulang. Setidaknya sampai ibunya berhenti mengatur hidupnya. Lagipula kontrak kerjanya selesai satu tahun lagi. Maafkan Becca ma, batin Rebecca.

“Tidak bisa Becca. Mama rasa sudah sampai disini saja toleransi mama. Mau tidak mau, Adrian akan segera kesana dan membawamu pulang.” tegas ibunya.

“Tidak ma, Becca belum bisa pulang. Becca mohon mama mau mengerti,” tolak Rebecca.

“Mama sudah mengerti Rebecca... sangat mengerti. Jadi ini saatnya kamu yang harus mengerti mama. Mama melakukan ini semua agar kamu tidak seperti mama,” terdengar nada putus asa dari seberang sana.

Mata Rebecca berkaca-kaca, ia sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan mereka kali ini. Pasti ibunya akan mengungkit-ungkit masa lalunya yang menyedihkan karena tidak mendengarkan orang tuanya dan lebih memilih hidup bersama Dirk—ayah kandung Rebecca—pria berkebangsaan Belanda yang nyatanya justru menelantarkan mereka saat Rebecca baru berusia tiga tahun.

“Ma, Becca harus tidur. Besok Becca masuk shift pagi, nanti Becca telpon lagi ya ma... Becca sayang mama.” Rebecca memutus sambungan telpon begitu saja. Ia tidak bisa meneruskan pembicaraan mereka tanpa bertengkar dan ia tidak mau membuat ibunya menangis karenanya. Setidaknya bukan karena dia.

*****

Rebecca baru saja masuk ke dalam dapur dan langsung diberondong dengan rangkaian pekerjaan yang harus diselesaikannya untuk makan siang dan juga event penting malam ini. Orang penting di Dubai sedang mengadakan pesta ulang tahun untuk keponakannya sehingga menyebabkan semua isi Burj Al Arab pontang panting untuk menyiapkan pesta ulang tahun tersebut. Dan karena Rebecca bekerja di section pastry, maka dia harus bekerja keras untuk mewujudkan keinginan kliennya yang menginginkan tema film ‘frozen’ untuk tart ulang tahunnya.

Setelah selesai dengan red velvet yang ia gunakan sebagai dasar untuk keseluruhan kuenya, Rebecca mulai membuat krim berwarna biru muda yang berbahan dasar campuran sedikit coklat putih, wipped cream dan cream chesse. Pertama ia menata red velvet untuk dasar lalu membuat lapisan ombre biru pucat dan warna putih agar warnanya menyerupai salju.

Dasar sudah selesai dan kemudian Rebecca menambahkan detail seperti pepohonan dan gunung-gunung salju. Kini Rebecca beralih memainkan fondant dengan memberi warna serta membentuknya menjadi beberapa tokoh di film Frozen. Mulai dari Olaf si manusia salju hingga pangeran berhati beku dan tentu saja Anna dan Elsa. Semua dibuat dengan penuh kehati-hatian hingga benar-benar menyerupai aslinya. Sialnya hari ini bertepatan dengan rekannya yang mengambil cuti sehingga Rebecca menyelesaikannya sendirian. Padahal tidak biasanya pihak hotel memberi izin karyawannya untuk cuti pada saat ada event besar seperti saat ini.

Genap sepuluh jam, akhirnya Rebecca dapat menyelesaikan tart bertema Frozen dan berukuran 2x1 meter tersebut, serta tidak lupa ratusan cupcake yang ia susun menjadi piramida. Saat bagian service masuk ke dapur berniat mengangkat tart agar segera ditata di venue yang terletak di Assawan Amphitheater, Rebecca segera duduk di lantai untuk meluruskan kakinya yang hampir seharian ini berdiri. Sesekali ia menyeka keringat di keningnya. Tubuhnya pun terasa lemas. Seharian ini ia fokus dengan pekerjaannya hingga ia melewatkan jam makan siangnya.

Setengah jam kemudian Rebecca bangkit dari duduknya dan ia berjalan ke meja. Tangannya terampil merapikan meja, meletakkan peralatan besar yang kotor ke troli agar nanti mudah dibawa ke steward section. Setelah berhasil membersihkan meja, Rebecca memisahkan remahan hasil trimming cake, Rebecca terbiasa melakukan hal tersebut dan memberikannya untuk petugas cleaning yang biasa membantunya membersihkan dapur pastry, dengan sembunyi-sembunyi tentu saja.

Baru saja Rebecca meletakkan remahan tersebut, pintu dapur terbuka. Mr. Robin muncul dengan senyum yang terkembang di bibirnya.

“Oh my godness, Becky honey! You did such a great job, you are awesome!” Mr. Robin berteriak histeris hingga wibawa yang biasa ia tampilkan menghilang seakan tak berbekas.

“Thanks Robin,” jawab Rebecca singkat, namun menahan tawa karena baginya Mr. Robin terlihat bersinar dan sangat bahagia hari ini. Bahkan dengan terang-terangan Robin menunjukkan sisi kemayunya.

“Oh ya, dear, kau diminta ke Assawan sekarang. Pemilik acara ingin bertemu denganmu, mereka ingin tahu siapa yang membuat mahakarya frozen itu,’ jelas Robin seraya mengedipkan sebelah matanya.

“Baiklah,” gumam Rebecca. Meski merasa aneh dan tidak biasanya, tapi gadis itu segera mencuci tangannya dan bergegas ke pintu keluar.

“Dear, aku belum mengatakan jika klien penting kita hari ini adalah Putera Mahkota dan keluarganya ya?”

Samar Rebecca mendengar ocehan Mr. Robin tentang klien penting dan Putera Mahkota.

*****

Sampai di ballroom yang terletak di lantai 25, Rebecca mencoba menemui staff F&B dan menanyakan padanya siapa yang mencarinya. Rebecca mengernyitkan dahinya saat ia melihat banyak sekali pria memakai thawb lengkap dengan ghutra dan igal di kepala mereka. Kepala Rebecca sampai pusing saat melihat pria berbaju putih yang bagi Rebecca mirip gamis yang biasa dikenakan oleh mamanya tersebut berkeliaran menyebar ke sekeliling ballroom., belum lagi penutup kepala mereka yang berkibar.

“Ah, Rebecca,” Frans excecutive chef melambaikan tangan ke arahnya. Segera Rebecca menghampiri pria tinggi dengan rambut licin serta berpenampilan klinis tersebut.

“Yes chef?”

“His Highness Sheikh Hamdan Al Rasheed ingin bertemu denganmu, over there,” ujar Frans sembari menunjuk seseorang pria dengan tinggi menjulang yang terbalut thawb rapi berwarna putih yang tengah berdiri dengan posisi membelakangi Rebecca.

Sedikit ragu Rebecca berjalan menghampiri pria yang disebut Frans dengan sebutan ‘His Highness’ tersebut. Mr. Robin benar, ternyata tamunya kali ini adalah putera mahkota kebanggaan Dubai.

“Excuse me, ehm... S—Sir,” panggil Rebecca dengan suara bergetar. Seumur hidupnya baru kali ini ia bertemu dan—mungkin—bertatap muka dengan seorang salah satu Pangeran dari Uni Emirat Arab.

Pria yang berdiri membelakanginya sontak berbalik dan menatap Rebecca. Saat mata mereka bertemu, Rebecca membulatkan matanya. Sosok yang berdiri di hadapannya ini adalah sosok yang sama dengan sosok tinggi menjulang bermata sendu dan bersuara tegas yang ditemuinya sore kemarin. Ralat, yang menabraknya sore kemarin.

Bukan hanya Rebecca yang terkejut, pria bernama Hamdan itu pun tak kalah terkejut saat ia mendapati seraut wajah tirus berkulit putih pucat berdiri di hadapannya.

“Y—your Highness?” ujar Rebecca lebih ke pertanyaan, dan saat tersadar jika ia tengah berdiri mendongak seakan menantang orang penting di Dubai tersebut, Rebecca segera menundukkan kepalanya.

To be continued....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hazelie Jasmina
menarik, clifhangernya mengiring pembaca buat terus menggulir bab berikutnya. ini mungkin tidak sama dengan kebanyakan formula novel platform yang mana, saya rasa cukup tergesa menemui konflik, tapi saya memikmati ini. semangat, author
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    2. Destiny or ....

    Sudah berulang kali Rebecca menguap dan mengusap wajah lelahnya. Seorang pelayan menghampirinya dan meletakkan secangkir cappucinno panas berlabel Home Bakery di meja. Tersenyum ramah, pelayan tersebut meninggalkan meja Rebecca dan melayani pelanggan lainnya. Minggu ini adalah minggu sibuk bagi Rebecca. Konsentrasinya terpusat pada kompetisi yang dia ikuti. Kemarin siang Rebecca sudah menyerahkan draft resep dan sample makanan yang dia ikutkan lomba, seharian fokus pada masakannya lalu ditambah bekerja shift malam dan baru bisa pulang pukul 9 pagi tadi, padahal menurut jadwal, jam kerjanya berakhir pada pukul 7 pagi. Rebecca menghela napas panjang, memang apa yang dia harapkan saat bekerja di sebuah hotel mewah yang diklaim sebagai hotel berbintang 7 dan menjadi ikon kemajuan dari Dubai. Bayaran yang tinggi tentu saja menuntut profesionalitas yang tinggi pula. Jadi sudah sepantasnya Rebecca merelakan waktu tidurnya jika tidak ingin didepak dari hotel tersebut.Perlahan Rebecca menyes

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    3. Adrian Sastrohardjo

    Rebecca menggelengkan kepalanya beberapa kali, sedetik kemudian ia memejamkan matanya. Tidak berapa lama, ia kembali membuka matanya dan menatap lurus ke langit-langit kamar. Pikirannya menerawang dan kembali memutar kejadian beberapa jam lalu. Entah dunia yang terlalu sempit atau memang hidup Rebecca hanya bergerak di seputaran ini saja. Resah semakin menggelayuti hatinya tatkala bayangan Hamdan yang tersenyum seraya mengucapkan selamat terlintas di kepalanya.Memutar posisi tidurnya berkali-kali namun Rebecca tak kunjung tertidur, resah terlanjur menggerus habis rasa kantuknya. Tanpa sadar tangan kirinya bergerak mengusap telapak tangan kanannya. Rebecca memejamkan matanya saat dengan anehnya ia masih merasakan bekas hangat disana. Bekas jemari Hamdan yang menjabat tangannya sewaktu mengucapkan selamat karena Rebecca berhasil menjadi sepuluh besar. Bahkan Rebecca berada diurutan lima terbaik."Ini gila, benar-benar gila," gumam Rebecca berkali-kali. Tidak banyak interaksi yang terja

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    4. Tentang Rebecca dan Adrian

    "Mas Adri mau teh atau kopi?" setengah berteriak Rebecca bertanya pada Adrian yang duduk di sofa."Teh dek," sahut Adrian singkat. "Oke," jawab Rebecca tak kalah singkat.Tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Rebecca sibuk dengan cangkir dan air panas sedangkan Adrian lebih tertarik dengan tumpukan majalah kuliner di meja kopi yang berada di hadapannya. Rebecca tak berniat membuka percakapan, karena jujur saja ia lebih nyaman seperti ini. Kehadiran Adrian beberapa hari ini begitu mengganggunya, menimbulkan badai di hati kecilnya. Sekuat apapun hatinya, ia tak akan dapat bertahan lama menanggung sakit hatinya. Dalam diam Rebecca menuangkan air panas ke dalam cangkir keramik yang sudah diisinya dengan kantung teh celup berlabel Paul Arabia kesukaannya. Sesekali Rebecca melirik Adrian yang duduk membelakanginya.Menghela napas pelan, Rebecca mengangkat cangkir tersebut dan melangkah ke tempat Adrian. Rebecca meletakkan satu cangkir di hadapan Adrian lalu tersenyum saat Adrian men

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-30
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    5. Masih Tentang Rebecca dan Adrian

    Saat mendengar suara pintu di tutup, Rebecca jatuh terduduk dan luruh dalam tangis. Sedari tadi ia menahan isakannya, bahkan kakinya lemas tak dapat menahan beban tubuhnya. Dua tahun sudah Rebecca menahan perasaan ini. Berbagai macam cara sudah ia lakukan hingga setahun belakangan Dubai menjadi pilihannya untuk lari. Meski ia berasal dari kalangan berada, tapi Rebecca rela bekerja keras demi melupakan kejadian pahit tersebut. Dua tahun sudah ia menelan kekecewaannya pada Adrian. Rebecca tidak menyangka jika Adrian lelaki yang dicintainya hanyalah seorang lelaki pengecut yang tega memanfaatkannya. Dan selesai sudah. Malam ini adalah malam terakhir ia menanggung semua rasa itu. Ikatan mereka sudah terputus. Tak perlu ada lagi sandiwara yang harus ia mainkan di hadapan ibu dan keluarganya. Tak apa jika hatinya sakit, tak apa jika ia merasa terluka, karena Rebecca yakin seiring berjalannya waktu semua rasa sakit ini akan sembuh. Begitu juga dengan cintanya, Rebecca yakin suatu saat cinta

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    6. Parachute, Chocolate Cake, and a Friend

    "Apa kau tahu siapa yang mengambil foto tersebut?" Ali Al Harbi meletakkan cangkir kopinya dan matanya fokus menatap Hamdan. Sedangkan Hamdan justru tak berpaling dari iPhone-nya. Tapi ia masih menyahuti pertanyaan Ali. "Aku tidak tahu, Zabeel dan Essa tidak akan berani menyebarkan foto sejenis itu. Lagipula sewaktu di Omnia aku tidak bersama Essa dan timnya. Saat itu aku datang sendiri, dan datang lebih awal karena aku langsung mampir sepulang dari gym," jelas Hamdan panjang lebar dan masih tidak mengalihkan pandangannya dari benda canggih di genggaman tangannya."Kau harus lebih berhati-hati, bagaimana bisa kau bertingkah bodoh seperti itu?" Ali menaikkan suaranya. Menuntut Hamdan agar memerhatikannya.Tapi sayang sepertinya Hamdan masih tak berniat meninggalkan layar ponselnya. Bahkan Mohammed kecil yang meminta perhatian darinya tak ia pedulikan. Hamdan masih asyik memangku dagunya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya masih sibuk dengan ponselnya."Ah... aku ingat sekara

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    7. Parachute, Chocolate Cake, and a Friend

    "Apa kau baik-baik saja?" tanya Hamdan.Rebecca mengangguk. Ia menunduk dan menatap jemarinya yang memainkan pinggiran cangkir tehnya. Setelah kejadian memalukan yang berhubungan dengan parasut tadi, Rebecca benar-benar tidak punya muka untuk menghadapi Hamdan. Tapi kini ia justru berakhir di Godiva duduk berhadapan dengan Hamdan. Setelah bebas dari gulungan parasut dan mendapat tatapan aneh serta menjadi bahan tertawaan banyak orang, Hamdan memaksa Rebecca untuk ikut bersamanya. Memaksa Rebecca duduk di kursi nyaman yang berada di sudut dalam lalu memesankan chocolate pecan cake, teh dan pistachio macaron. 'Bagaimana perasaanmu?" Hamdan kembali bertanya karena Rebecca tak kunjung menjawab pertanyaannya."Baik," jawab Rebecca singkat. Menghilangkan gugup yang sedari tadi tidak juga menghilang, Rebecca menyesap tehnya."Apa kau masih bekerja?" Hamdan menelusuri penampilan Rebecca yang masih memakai chef jacket dan dasi. "Tidak, aku sudah selesai.""Lalu kenapa kau tidak pulang dan j

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    8. Perjalanan ke Uzbekistan

    “Ya Hamdan, apa yang terjadi akhir-akhir ini?”Hamdan terkejut hingga tersedak teh yang ia minum. Ia terkejut setengah mati saat mendapati ibunya tiba-tiba berdiri di ambang pintu penghubung teras belakang dengan kolam renang indoor. Meletakkan cangkir tehnya, Hamdan bangkit dari duduknya dan menyambut ibunya dengan sebuah pelukan hangat.“Ibu, apa yang membawamu kesini?” Hamdan mengecup punggung tangan ibunya. “Apa seorang ibu dilarang untuk mengunjugi puteranya?” mata indah milik Sheikha Hind berkedip lucu. Hamdan tertawa membalas pertanyaan ibunya, “aku juga merindukanmu ibu.” Hamdan kembali memeluk ibunya lalu membimbing beliau untuk duduk di sofa tempatnya menghabiskan sore di halaman belakang House of Falasi—tempat tinggal Hamdan.“Siapa yang mengantar ibu kemari?” tanya Hamdan, jemarinya menggenggam tangan ibunya erat.“Adikmu Ahmed yang mengantar ibu kesini, tapi langsung pergi.”“Apa ibu sudah makan?”“Dan... berhenti mengalihkan pembicaraan, jawab dulu pertanyaan ibu tenta

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • Menjadi Istri Putera Mahkota    9. Kebersamaan di Uzbekistan

    Langit sudah mulai gelap meski semburat jingga masih nampak. Sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan pasir keemasan. Beberapa orang terlihat mengeluarkan koper-koper dari dalam mobil yang khusus mereka gunakan untuk mengangkut barang. Beberapa lagi memasang tenda yang seminggu ini akan menjadi tempat mereka berteduh. Awalnya Rebecca berpikir jika yang ikut rombongan ini hanya anggota tim dan beberapa helper saja. Tapi kehadiran putera mahkota sepertinya membuat segalanya berubah. Berubah menjadi lebih “luar biasa” tentu saja.Rebecca bahkan dibuat mendelik tak percaya saat Sylvenia memberi tahunya jika Hamdan membawa serta pengawal dan juga tim fotografernya. Dan semua rasa ketidakpercayaan Rebecca terjawab sudah saat ia melihat gerombolan laki-laki memenuhi pesawat. Pantas saja Hamdan menyewa pesawat khusus. “Rebecca, kemarilah... ini tenda kita berdua.” Teriakan Sylvenia berhasil membuat Rebecca tersadar dari lamunannya. Segera ia berjalan menghampiri Sylvenia yang tengah ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    45. Love Has No Reason

    "Kau mau membaca habibti?" tanya Hamdan. Tangannya membolak-balik lipatan surat kabar mencari headline yang menarik hatinya. Hal itu tak lepas dari pengamatan Rebecca. Namun Rebecca tertegun saat salah satu surat kabar berbahasa inggris yang biasa menjadi langganan Rebecca dan warga asing lainnya justru menampakkan gambar dirinya dengan headline bertinta merah yang dicetak besar-besar. Begitu juga dengan Hamdan. Ia sempat tertegun beberapa saat. Namun ketika tersadar ia segera menutupi tajuk 'Is She Worth It' tersebut dengan harian Dubai yang menyajikan berita Global Economic Syariah yang akan diselenggarakan di Italy bulan depan.Mata cokelat kelamnya mencari mata Rebecca. Hamdan merasakan dadanya berdenyut nyeri saat ia dapat melihat luka di mata Rebecca. "Rebecca... habibti," panggil Hamdan. "Hei, jangan fikirkan itu. Bukankah aku sudah mengatakan padamu jangan memedulikan anggapan orang lain. Jangan dengar apapun jika itu dari orang lain. Lihat aku dan hanya dengar kata-kataku,"

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    44. Is She Worth It?

    Kenapa aku baru melihatnya sekarang?" "Melihat apa?" Hamdan menjawab pertanyaan Rebecca dengan sebuah pertanyaan. Tangan kanannya terus menggenggam erat jemari halus Rebecca dan mengayunkannya ke depan-belakang. "Frosty," jawab Rebecca singkat. Kedua mata lebarnya berbinar, nampak sekali jika ia sedang antusias. "Oh itu," gumam Hamdan seolah tak peduli. Membuat Rebecca mencebikkan bibirnya. Sinar bahagia di matanya kini berganti dengan sebuah kekesalan yang tidak ditutup-tutupi."Dan...." Rebecca merengek lalu berusaha melepaskan genggaman tangan Hamdan.Hamdan tersenyum. Ia berhasil membuat Rebecca kesal dan juga merengek meminta perhatian. Selama ini Rebecca tak pernah sekalipun merengek manja meminta perhatian. Tapi kalau merengek karena, emm... sentuhan Hamdan, rasanya jemari di kedua tangannya sudah tak dapat lagi menghitung berapa jumlahnya."Frosty baru saja dikirim kesini pagi tadi. Dua bulan lalu ia kutitipkan di rumah bibi Fatima untuk dikawinkan. Dan setelah berhasil, pa

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    43. Aku Menginginkanmu... Lagi.

    Mereka berdiri di pijakan batu di english garden yang baru beberapa hari ini ditata ulang karena permintaan Rebecca yang menginginkan Agapanthus warna biru ditambahkan disana. Tinggal beberapa meter saja mereka sampai di kamar, tapi keduanya terpatri dan berdiri membeku seakan-akan ada gaya gravitasi yang membuat mereka tak dapat menggerakkan tubuhnya."Aku bahagia melihat senyummu, tapi aku tersanjung saat melihatmu tertawa karena aku," ujar Hamdan. Suaranya serak dan dalam. Tiba-tiba saja mulut Rebecca terasa kering.Tak kuasa menatap mata Hamdan dalam waktu yang lama, Rebecca menundukkan kepalanya. Sekaligus untuk menyembunyikan pipinya yang merona. Rebecca terkesiap tatkala jemari kasar khas lelaki menyentuh pipinya. Rebecca memejamkan mata, tatkala merasakan ibu jari Hamdan mengusap sudut matanya lalu bergerak menyusuri rahang Rebecca dan berakhir di bibir bawahnya.Hamdan tertegun saat jemarinya menyentuh kelembutan Rebecca. Ia baru menyadari jika efek Rebecca begitu dahsyatnya.

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    42. Dimulai Dengan Senyuman

    Rebecca dan Shammah berjalan beriringan melewati jalan bebatuan yang membelah rerumputan hijau nan empuk di halaman depan House of Falasi, hampir pukul sepuluh malam, seharusnya mereka berdua sampai di rumah tidak lebih dari pukul sembilan.Namun sifat Shammah yang manipulatif membuat Rebecca tidak bisa menolak saat Shammah mengajaknya mampir ke Laduree menikmati secangkir teh ditemani dengan Macaroon rasa vanilla mereka yang legendaris. Sedangkan Shammah memilih Cheese Cake dan Tiramissu.Sejak keluar dari Hamdan bin Mohammed Smart University Shammah terus-terusan mengoceh dengan ceria. Sifatnya hampir berbanding terbalik dengan seluruh kakak perempuannya. Shammah lebih terlihat seperti Ahmed versi perempuan. Mungkin sewaktu kecil Shammah menjadikan Ahmed sebagai pahlawannya. Remaja itu juga tak henti-hentinya memuji Rebecca. Membuat Rebecca kehilangan kata-kata dan hanya menanggapinya dengan senyuman. Jujur ia tak tahu harus menanggapi Shammah seperti apa. Seumur hidup baru kali in

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    41. The Lady Al Rasheed

    Rebecca gelisah di tempat duduknya. Mengabaikan Shammah yang sedari tadi mengoceh entah tentang apa. Hanya kuku patah dan pashmina kusut yang dapat Rebecca tangkap. Sejak meninggalkan House of Falasi, Rebecca hanya bisa meremas-remas tangannya gusar. Siang tadi Hamdan diperbolehkan pulang setelah hasil CT scan, MRI, dan beberapa tes lainnya menunjukkan jika Hamdan tidak mengalami cidera yang berbahaya. Sampai di rumah, sekretaris Hamdan, Mr. Owaisi mendatangi mereka dan menyampaikan jika malam ini Hamdan harus datang di acara penyambutan mahasiswa baru di Hamdan bin Mohammed Smart University. Melihat keadaan Hamdan saat ini, tidak memungkinkan untuknya menyampaikan sambutan. Agak disayangkan memang. Karena seperti biasanya sambutan Hamdan adalah hal yang paling ditunggu-tunggu. Selain Hamdan adalah pemilik Universitas berkualitas internasional tersebut, Hamdan juga selalu menyampaikan pesan-pesan yang selalu menjadi motivasi bagi seluruh mahasiswa. Awalnya Rebecca mengusulkan agar

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    40. Pembelaan Pembelaan Kecil

    "Dia memang kurang ajar, baru kemarin menikah tapi bertingkah konyol dan membuat istrinya menangis. Bukankah seharusnya ia bermesraan dengan istrinya? Kenapa dia justru kencan dengan parasut kuning menjijikkan itu?" Ahmed mencibir namun dengan nada bicara yang penuh humor. Dan berhasil. Guyonan garingnya menimbulkan senyum tipis di bibir Rebecca.Sekuat hati Rebecca menahan diri agar tidak menghambur dan memeluk Hamdan. Ada Sheikha Hind disana. Sejak mendengar pembicaraan suami dan ibu mertuanya, Rebecca menjadi lebih segan kepada Sheikha Hind. Menit demi menit Rebecca tetap bertahan dengan posisinya. Bahkan ia tidak menyingkir sedikitpun saat teman-teman Hamdan pamit untuk pulang. Yang Rebecca lakukan hanya merapal doa, memohon agar Hamdannya baik-baik saja. Ahmed pun sudah lelah karena kakak iparnya selalu menolak permintaannya agar duduk di sofa. Dalam diam mereka memerhatikan Hamdan yang masih belum sadar. Perlahan kelopak mata Hamdan bergerak-gerak. Sekian detik berikutnya Hamd

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    39. Sebuah Penyaluran

    "Kau masih belum bisa disentuh, ya habibty?" bisik Hamdan tepat di telinga Rebecca. kepalanya menyusruk di ceruk leher Rebecca. Diam-diam menghirup wangi tubuh Rebecca. Hal ini membuat Hamdan teringat saat beberapa bulan lalu menghabiskan waktu bersama Rebecca di Uzbekistan. Ia juga diam-diam membaui jaketnya karena aroma Rebecca tertinggal disana. Rebecca memejamkan matanya getir. Samar ia mengangguk. Dan langsung dibalas dengan dengusan oleh Hamdan. Sesak di dada hampir saja membuat Rebecca menangis untuk kesekian kalinya.Ini masih hari kedua ia mengkonsumsi progesterone, setidaknya masih ada satu hari lagi agar hormon tersebut bekerja dengan baik. Tapi sejak ia pertama kali meminum pil itu Rebecca selalu menangis diam-diam. Namun ia selalu mengeraskan hatinya dan tetap meminumnya diam-diam tiap pagi, meski setelahnya ia tak akan keluar dari kamar mandi hanya untuk menyembunyikan tangisannya.Sekuat tenaga Hamdan menahan dirinya sejak hari pertama menikah. Rebecca mengaku sedang b

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    38. Logika yang Dangkal

    "Oh Rebecca! Demi Tuhan! Apa yang membuatmu berani menemuiku?" Sylvenia menggeram marah. "Syl...," lirih Rebecca. Sinar matanya semakin redup. Sesaat setelah ia masuk ke dalam ruangan Sylvenia, wanita berdarah Inggris tersebut langsung menyambutnya dengan dua tanduk di kepalanya. Rebecca meringis, saat ia menyadari kemarahan Sylvenia belum reda. "Apa?" hardik Sylvenia. "Kau sudah membelikan pesananku?" tanya Rebecca dengan senyumnya yang dipaksakan. Sylvenia membuka laci mejanya. Dengan alis yang bertaut Sylvenia melemparkan beberapa strip ke atas meja. "Ini yang kau inginkan? Tapi jangan harap aku akan membiarkanmu membawanya sebelum kau menjelaskan alasanmu." Suara Sylvenia naik sampai tujuh oktaf. Membuat Rebecca merasa gentar karenanya. "Cepatlah Syl... Hamdan menungguku di depan. Aku tidak ingin dia curiga," sambung Rebecca. Sekuat tenaga ia mengeraskan hatinya. Sekuat tenaga ia berusaha menjadi wanita yang tak punya hati di hadapan Sylvenia."Jadi Hamdan ada di depan? Bagu

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    37. Semua Akan Baik - Baik Saja

    Hamdan duduk terpekur di meja kerja. Kedua tangannya terkepal di atasnya. Tadi ia dan Ahmed datang langsung ke Burj Al Arab dan secara pribadi menemui Mr. Robin. Manager F&B yang menurut berita memiliki hubungan khusus dengan Rebecca. Mr. Robin memang terlihat sedikit janggal untuk ukuran seorang lelaki. Mr. Robin nampak klinis, lembut dan emm... gemulai. Tapi sambutan Mr. Robin sangat jauh dari bayangannya. Mr. Robin menyambutnya dengan ramah bahkan penuh hormat yang tidak dibuat-buat. Mr. Robin juga menanyakan kabar Rebecca seperti sedang menanyakan kabar puteri kesayangannya. Dari sini Hamdan dapat menyimpulkan kalau Mr. Robin memang tidak ada hubungan apapun dengan Rebecca. Seperti yang Rebecca katakan, mereka berdua hanya sebatas rekan kerja, dan ayah-anak saat di luar tempat kerja. Sampai disini Hamdan bisa bernapas lega. Kemudian Hamdan menyampaikan maksud kedatangannya. Dan kabar baiknya adalah Mr. Robin bersedia melakukan konferensi pers untuk klarifikasi. Namun sepertinya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status