Difitnah menggelapkan uang perusahaan, dipecat secara tidak hormat tanpa pesangon, hingga membuat sosok ayah yang ia sayangi terkena serangan jantung karena shock, dan kini dirawat di rumah sakit. Sekarang, Anjani dilamar oleh sosok lelaki yang merupakan mantan asistennya sendiri. Cobaan apa lagi ini?!
Meskipun Anjani sudah bukan siapa-siapa lagi, bahkan on the way menjadi orang miskin, akan tetapi dia adalah wanita yang memiliki standar tersendiri dalam memilih pasangan hidup dalam hal ini suami. Josep memang tampan, wajahnya campuran Indo Belanda dengan hidung mancung yang menawan, tapi jika pekerjaannya hanya seorang asisten, rasanya terlalu riskan Anjani menerimanya."Kamu ngaco, Jos. Pikir-pikir dulu sebelum bicara!" omel Anjani sembari memijat keningnya yang terasa bertambah sakit setelah mendengar lamaran Josep Erlangga."Aku serius, aku juga berjanji akan membantu kamu membayar tagihan rumah sakit ayah kita, sekaligus biaya operasinya," kata Josep membuat Anjani mengerutkan dahinya."Ayah kita?""Ya, kalau kita sudah menikah, ayahmu otomatis menjadi ayahku juga, kan?"Anjani melengos. Dunia ini benar-benar keterlaluan dalam memberinya lelucon."Bagaimana bisa aku mempercayai bahwa kamu bisa menguak kasus yang menimpaku sekarang? Bagaimana bisa juga kamu membayar tagihan rumah sakit ayahku yang sangat mahal, sedangkan gajimu saja tiga kali lipat lebih kecil dariku. Kamu bahkan baru tiga bulan bekerja." Anjani memalingkan wajahnya.Gadis berusia 35 tahun itu masih saja meremehkan Josep tanpa tahu yang senenarnya. Namun, Josep tidak kehabisan akal, dia terus berusaha membujuk Anjani supaya mau menikah dengannya sebab Josep sudah jatuh cinta pada Anjani sejak pertemuan mereka yang pertama."Kamu jangan pernah meragukan orang yang sedang jatuh cinta, Anjani. Apa pun akan aku lakukan demi kamu, demi ayah. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik, setidaknya kamu tidak terlunta selama kita berjuang menguak kejahatan yang dituduhkan padamu!" jelas Josep membuat Anjani berpikir sejenak.Dia menimbang-nimbang segala resiko yang mungkin terjadi karena bisa saja Josep hanya sedang merayunya, setelah itu menipu lalu meninggalkan Anjani setelah mendapat keperawanannya. Anjani tidak ingin semua itu terjadi. Namun, Anjani juga bingung dengan keadaannya saat ini. Biaya rumah sakit dan operasi yang membengkak, biaya hidup yang tidak sedikit, juga rencana masa depan yang rasanya masih abu-abu, sebab tentu akan sulit diterima di perusahaan lain jika dia memiliki reputasi buruk di tempat kerjanya sebelumnya.Anjani benar-benar bingung memikirkannya dan mungkin menerima lamaran Josep menjadi opsi terakhir yang akan dipilihnya."Kamu tidak akan menipuku, kan?" tanya Anjani dengan menatap tajam.Josep berdecih. "Serendah itukah aku di matamu? Lihatlah kesungguhanku, kalau aku tidak berhasil, maka aku siap dihukum dengan cara apa pun."Melihat itu semua, Anjani perlahan luluh dan menerima lamaran Josep. Keduanya menemui Rayhan, ayah dari Anjani yang terbaring lemah di ranjang pesakitan untuk meminta restu. Rayhan yang terkejut hanya bisa pasrah, dia benar-benar tak berdaya dan membiarkan putrinya menikah dengan harapan seandainya Rayhan tutup usia, maka Anjani ada yang menjaga."Kapan kalian akan menikah?" tanya Rayhan dengan suara pelan. "Kalau bisa, jangan terlalu lama, ayah takut tidak bisa melihat kamu menikah, Anjani," tambahnya lemah membuat Anjani menangis mendengarnya."Besok, kami akan menikah besok!" sahut Josep membuat jantung Anjani hampir saja melompat dari tempatnya.***Di kantor, posisi Anjani sudah diganti oleh Stevia yang dimonitor dari jarak jauh oleh Hendra. Dia juga dibantu oleh Josep yang masih berstatus sebagai asisten sekretaris. Gadis itu diberi sanjungan oleh karyawan lainnya, termasuk dari Kevin Sanjaya, asisten Hendra yang sudah lama menyukainya."Selamat, ya, Stevia. Kamu memang lebih pantas berada di posisi ini karena dari segi pengalaman, kamu sudah lebih dulu bekerja dengan Pak Hendra." Kevin menatap Stevia takjub."Ya, tidak sia-sia kerja keras kita, kan?" sahut Stevia membuat Josep yang berada di sana menoleh."Kerja keras apa?" tanyanya pada Stevia yang memutar bola matanya."Tentu saja kerja keras selama kami bekerja di sini. Aku sudah lima tahun bekerja di perusahaan ini, dan pantas mendapatkan posisi ini, bukan malah Anjani yang malah korupsi." Stevia mendelikkan matanya."Benar. Lagi pula, kamu tidak berhak ikut campur urusan kami, Josep. Jangan kepo! Atasan kamu sudah dipecat, tinggal kamu saja yang didepak!" timpal Kevin seraya tertawa sinis."Siapa kalian berani bicara seperti itu padaku?!" bentak Josep membuat Kevin dan Stevia melongo."Ehm ... maaf," ucap Josep salah tingkah. "Aku hanya merasa belum percaya saja kalau Anjani melakukan korupsi. Dia terlalu baik dan rasanya ... aneh saja.""Siapa kamu berani membentak kami seperti tadi?" tanya Stevia mengangkat dagunya."Sorry, aku keceplosan." Josep menunduk."Berhentilah membela Anjani karena dia sudah terbukti bersalah, dan Pak Hendra juga sudah mengamanatkan perusahaan ini padaku sekarang. Lagi pula, mengapa kamu begitu bersikeras mengatakan keraguanmu itu dari kemarin, hah? Mau menjadi pahlawan kesiangan? Atau jangan-jangan naksir Anjani, ya?" papar Stevia membuat Kevin yang berada di sampingnya tertawa."Benar, jangan-jangan kamu naksir sama Anjani, ya? Naksir sama tante-tante!" ujar Kevin meremehkan.Josep menggeleng, dia tak menjawab pertanyaan dua orang yang kini tertawa di hadapannya. Setelah itu, Josep memilih pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dia harus segera ke rumah sakit untuk melaksanakan akad nikah bersama Anjani jam 7 malam nanti.*Saat sampai di rumah sakit, Josep menatap sekeliling ruangan yang dihias dengan kain background dan bunga-bunga. Sederhana sebenarnya, akan tetapi karena ini dilakukan di rumah sakit, maka kesannya menjadi berlebihan. Namun, Josep sengaja melakukan ini karena dia tak ingin dianggap main-main oleh Anjani. Dia ingin menunjukkan keseriusannya."Gajimu aman?" tanya Anjani karena dia yakin kalau hiasan dan baju pengantin yang disiapkan Josep pasti memakan biaya yang cukup besar."Aman, aku akan gajian lagi awal bulan depan, jangan khawatir," balas Josep seraya duduk di samping Rayhan yang juga tersenyum."Ayah merasa lebih baik sekarang," katanya."Syukurlah, itu yang aku harapkan. Percayalah, Ayah, Anjani akan baik-baik saja bersamaku meskipun aku hanya seorang asisten sekretaris. Dan seperti janjiku, aku akan mengembalikan reputasi Anjani lagi, aku sudah mulai mengendus siapa yang sudah berbuat curang padamu." Josep menatap Anjani yang membuang nafas kasar."Siapa?" tanyanya penasaran."Baru dugaan, jadi aku tidak bisa mengungkapkannya sekarang."Anjani mengangguk, meskipun masih sangat kepikiran, akan tetapi dia mencoba menerima semua masalah ini dengan lapang dada. Entah mengapa, setiap Josep berbicara, hatinya merasa tenang walaupun belum ada perasaan cinta dalam hatinya. Hingga bulan merangkak naik, pernikahan itu akhirnya dilaksanakan dengan dihadiri perwakilan dua saksi dari pihak Josep dan Anjani, tiga orang kerabat Anjani, juga satu orang kerabat Josep. Semuanya berjalan lancar, tanpa ada kendala, dan tanpa sepengetahuan orang-orang terutama para karyawan perusahaan.Setelah acara selesai, Rayhan menyuruh Anjani untuk ke hotel yang sudah dipersiapkan sementara dirinya akan ditunggu oleh para kerabatnya yang menginap. Anjani mengikuti perintah sang ayah, pergi bersama suaminya dengan masih mengenakan kebaya satin berwarna putih."Anjani, kamu cantik sekali," bisik Josep membuat Anjani merasa takut karena sesungguhnya, dia merasa belum siap melakukannya sebelum cinta hadir dalam hatinya.Malam pertama yang gagal, Anjani ternyata tidak siap jika gawangnya dibobol sekarang. Josep kecewa, tapi dia tetap bersabar menanti saat indah itu tiba karena Josep pahamm, selain masih belum percaya sepenuhnya akan masa depan pernikahan ini, Anjani juga ingin Josep membuktikan atau setidaknya menunjukkan data yang telah dia janjikan."Tenang saja, Anjani. Sedikit lagi kebenaran itu terungkap, kamu hanya perlu sabar menunggu!" kata Josep setelah satu minggu berlalu membuat Anjani mengerucutkan bibirnya.Lama-lama, Anjani merasa kesal karena Josep terus saja mengatakan hal yang sama jika Anjani meminta Josep segera membuka tabir fitnah yang menimpanya, hingga Anjani merasa kalau sesungguhnya Josep telah berbohong padanya. Dia mengira kalau Josep sedang mengulur waktu dan memanfaatkan kesedihan yang dirasakan Anjani."Apa jangan-jangan, Josep sendiri yang membuat skenario ini?" gumamnya dengan perasaan yang tiba-tiba tak enak.Dengan segera, Anjani membawa kunci mobilnya dan menuju peru
"Dasar penipu!" pekik Anjani dengan isakannya yang sudah tak tertahankan."Aku bukan penipu, Anjani. Aku sedang berusaha bersama team-ku, dan sayangnya kami belum menemukan bukti yang kuat. Tapi, aku sudah menemukan siapa orangnya." Josep memegang kedua bahu istrinya dan menatap sang istri dengan serius sementara Anjani malah memalingkan wajahnya ke arah lain.Anjani tak ingin ada kontak mata di antara mereka sebab wanita itu takut jatuh cinta kepada orang yang salah. Rasa sesal tiba-tiba menyelimuti hatinya. Anjani ingin mengakhiri semuanya sebab nyatanya, menikah dengan Josep tidak menjadi jalan keluar dari semua masalahnya."Aku tidak percaya padamu, Jos. Aku curiga padamu dan tak ingin bertemu denganmu sampai kamu bisa membuktikan apa yang kamu janjikan sebelum kita menikah!" tegas Anjani membuat Josep menggelengkan kepalanya.Gadis yang usianya sudah menginjak tiga puluh lima tahun itu keluar dari mobil suaminya dan beralih ke mobilnya sendiri. Hatinya kacau sekarang, bingung den
Sebagai seorang wanita karir yang sejak dulu mengesampingkan masalah pernikahan, Anjani tak merasa gentar tatkala dia tak pulang ke rumah suaminya karena bertengkar. Tak peduli berpuluh-puluh pesan masuk ke aplikasi hijau di ponselnya, panggilan tak terjawab dari orang yang sama mengantre panjang.Namun, Anjani tak ingin menggubrisnya, kalau memang Josep sungguh mencintainya, mungkin lelaki itu akan datang ke rumah sakit dan membujuknya untuk pulang dengan membawa kabar baik tentang karirnya di perusahaan.Rayhan sendiri sudah tertidur lelap sejak jam sembilan malam membuat Anjani semakin merasa kesepian. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan kekosongan karena tak ada deadline lembur yang mengejarnya setiap malam. Kehilangan pekerjaan, sama saja dengan kehilangan separuh hidupnya."Hufff." Anjani menghela nafas berat dan mulai memejamkan mata hingga suara pintu terbuka terdengar berderit memecah keheningan malam."Jos?" gumam Anjani menatap suami dadakannya yang tiba-tiba datang.
"Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya."Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep."Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, d
Sepulangnya Anjani dari kantor, Josep berinisiatif untuk berbicara kepada Hendra Anggara mengenai masalah tuduhan ini sebab lelaki itu sangat merasa bersalah setelah Anjani disudutkan oleh Kevin, sementara dia tidak bisa berbuat apa-apa jika ada Kevin dan Stevia.Ruang gerak Josep terasa sempit karena dia hanya seorang asisten dari sekretaris, dan dia berharap dengan berbicara langsung kepada Hendra, maka Josep akan bisa menjelaskan sekaligus memberi titik terang kepada sang Presdir bahwa Anjani bukan pelakunya.Tanpa keraguan, suami dari Anjani itu menekan tombol interkom dan memberitahukan bahwa dia ingin bicara. Saat masuk, Hendra menatapnya dengan seksama, senyumnya bersahaja menatap lelaki yang memiliki dedikasi cukup tinggi terhadap perusahaan, meskipun baru beberapa bulan bekerja."Ada apa lagi, Jos?" tanya Hendra tanpa berbasa-basi."Aku ingin mendiskusikan tentang masalah Anjani, apa tidak ada toleransi sama sekali untuk dia membuktikan bahwa dia tidak bersalah?" tanyanya kepa
"Selamat siang, jadi apa yang harus saya selidiki?" Seorang detektif terkemuka di Jakarta sedang melakukan pertemuan dengan Anjani di sebuah restaurant. Detektif bernama Hadinata yang usianya sekitar empat puluh tahun itu langsung ke inti permasalahan, yakni apa yang ingin Anjani utamakan dalam penyelidikannya."Saya minta Anda menyelidiki perusahaan ini." Anjani menyodorkan sebuah dokumen rahasia."J Corporation," gumam Hadi membaca judul map dokumen tersebut.Anjani mengangguk, J Corporation adalah nama perusahaan tempatnya bekerja dulu. Awalnya, nama perusahaan itu adalah AE Corporation, tapi sudah diganti semenjak dua tahun yang lalu menjadi J Corporation yang konon dibawa dari kata Job atau bisa juga Jackpot.'Setiap orang yang bekerja keras, maka dia akan mendapatkan hadiah yang besar', begitu kira-kira kata Hendra Anggara saat meresmikan nama baru untuk perusahaannya dua tahun yang lalu."Saya baru saja diberhentikan secara tidak hormat karena dituduh mengkorupsi uang perusahaa
"Aku sudah siapkan air hangat dan makan malam. Jadi, aku izin ke luar ya, ada urusan sebentar," ujar Anjani kepada suaminya yang baru saja pulang."Terima kasih. Pergilah, tapi jangan lama-lama," sahut Josep. Anjani langsung bersiap mengambil tas dan meninggalkan rumahnya yang dibangun atas hasil kerja kerasnya bekerja selama bertahun-tahun sepeninggal ibunya. Rayhan yang melihat putrinya kembali pergi pun ingin bertanya, tapi urung karena Anjani sudah menaiki mobilnya.Sementara Josep menatap mobil sang istri yang semakin menjauh dari kaca jendela kamar mereka di lantai dua. Ada rasa ingin bertanya ke mana tujuan Anjani pergi, tapi lelaki itu malu, sebab takut disangka over protective dan banyak mengatur.Josep sadar diri, sebagai suami yang menjadikan sebuah janji sebagai mahar awal dari lamarannya, dia belum bisa menepati apa yang telah digaungkannya sejak awal."Semoga kamu pergi bukan karena ada aku di sini," gumamnya dengan hati yang sedih.Semua yang telah Anjani dapatkan hari
Bagaikan gula, Josep merasakan manisnya cinta di bibir Anjani saat dia mengecupnya untuk pertama kali. Entah mendapat keberanian dari mana, yang pasti Josep merasa kalau ini sudah waktunya, sudah terlalu lama dia bersabar menanti moment ini.Anjani sendiri tidak bisa melawan sebab sadar kalau salah satu kewajibannya sebagai seorang istri adalah melayani suami, meskipun jauh dalam lubuk hatinya dia belum siap menyerahkan apa yang Anjani jaga hingga sekarang. Yakni keperawanan."Maaf ...." ucap Josep lagi setelah kecupan keduanya.Lelaki itu merasa bersalah sebab belum kunjung menunaikan janjinya. Namun, sebagai seorang lelaki normal, Josep juga tidak bisa menahan diri setiap kali melihat sang istri yang begitu paripurna dalam segala hal. Wajah cantik, mata coklat yang indah, kulit kuning, dan tubuh yang seksi. Belum lagi prestasinya dalam pekerjaan. Siapa yang bisa kuat menahan godaan yang terpampang nyata di depan mata apalagi wanita itu selalu berada dalam kamar tidur satu ranjang d