Belum lama foto itu terunggah dan dilihat oleh Sarah, ternyata Gani langsung menarik lagi foto itu dan tak dapat lagi dilihat.“Duh, kok dihapus? Apa tadi yang dikirim Gani, ya?” tanya Wulan penasaran saat melihat pesan dihapus di dalam group itu.“Iyalah dihapus. Potonya mesum gitu kok, malu kali diliat sama semua penghuni,” celetuk Sarah yang sudah terlanjur emosi dan cemburu.“Poto mesum? Mesum gimana?” tanya Wulan penasaran dan menatap intens pada Sarah.“Mama nggak liat kan tadi? Menantu yang Mama idolakan itu banyak tanda merah di leher dan dadanya? Dih, nggak banget! Seliar apa dia coba Mama bayangkan deh!” jelas Sarah menjawab pertanyaan Wulan dengan nada sindiran dan hinaan teruntuk Maura.“Jaga bicara kamu, Sarah! Kalau itu ada di Maura, tandanya Gani yang benar-benar menikmati percintaan mereka dan merasa puas dengan pelayanan Maura!” ungkap Wulan yang justru menyerang mental Sarah.Dia sebenarnya tidak ingin membuat Sarah tersinggung dan bicara terlalu intim seperti itu. N
Sarah berjalan ke kamarnya dan kemudian mengunci pintu kamar dengan hati-hati. Tidak ada niatnya sedikit pun untuk membantu Wulan di dapur.“Aku nggak boleh minum pil ini lagi mulai hari ini. Aku akan mencoba mendekati mas Gani lagi dan semakin sering kami bercinta, akan semakin besar kemungkinan aku hamil duluan. Anakku harus menjadi ahli waris sulung mas Gani.”Sarah berkata dengan penuh tekad dan ada banyak sekali pil di dalam sebuah kotak yang tadinya dia kunci rapat dengan gembok. Sarah menatap puluhan butir obat itu dengan senyum hambar. Dia berniat untuk membuang semua pil yang ada di tangannya itu ke tempat yang jauh.“Sarah ... Sarah ...,” panggil Wulan dari luar kamar dengan nada panik dan membuat Sarah terkejut.Buru-buru dia memasukkan lagi obat-obatan itu ke dalam kotak, akan tetapi lupa untuk mengunci gemboknya seperti sedia kala. Dia pun meletakkan asal-asalan kotak itu pada lemari kecil di samping tempat tidurnya. Lemari yang sama sekali tidak pernah disentuh oleh Gani
“Kamu benar-benar udah berubah, Mas!” seru Sarah penuh kebencian.Sarah sudah selesai menghapus video tadi dan menyimpan kembali ponsel Wulan di dalam tas jinjing yang dibawanya tadi. Lalu, dengan akting sedih duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang IGD.“Keluarga pasien,” panggil dokter di depan ruangan IGD.“Pasien yang mana itu, Dok?” tanya Sarah yang langsung mengambil langkah cepat ke depan dokter.“Bu Wulan. Apakah Mba ini anaknya? Soalnya saya mau menjelaskan tentang kondisi bu Wulan saat ini.”“Saya menantunya, Dok. Anaknya – suami saya sedang dalam perjalanan ke sini,” terang Sarah jujur karena tidak ingin mengambil resiko apapun dalam hal ini.“Oke, Mba. Berarti kita tunggu suami Mba datang aja, ya?”“Sebaiknya sih gitu, Dok.”“Oke. Saya akan tunggu, semoga nggak lama lagi sampai.”“Memangnya kenapa, Dok? Apa yang terjadi sama mertua saya? Emangnya saya nggak boleh tau gimana keadaan mertua saya sekarang?” tanya Sarah beruntun pada dokter itu dan sedikit emosi.Dia seb
“Kenapa kamu malah nyalahin Maura? Kamu!” seru Gani dengan tunjuk mengarah ke Sarah dan suaranya dia redam karena teringat ucapan Maura tadi.“Mas, udah ....”Suara Maura begitu lembut sehingga tidak bisa lagi dibantah oleh Gani. Akhirnya dia mengalah dan kemudian menatap kembali wajah Wulan yang terlihat pucat dan menahan rasa sakit.“Sayang, kamu tunggu dan jagain mama sebentar, ya. Aku akan mengurus semuanya supaya mama cepat ditangani sama dokter,” ucap Gani dan menyentuh lengan Maura dengan lembut.“Iya, Mas. Aku jagain mama di sini sama mba Sarah. Kamu cepat urus administrasi mama, ya.” Maura menjawab dengan lembut dan mengulas senyuman.Gani mengangguk dan kemudian keluar dari bilik yang hanya dibatasi dengan gorden kiri dan kanannya itu. Tinggal Maura dan Sarah yang kini menemani Wulan di sana. Sarah tentu saja memandang Maura dengan tatapan penuh kebencian.“Mesra banget yang baru pulang bulan madu. Udah dipanggil sayang sama suami orang,” sindir Sarah dengan nada sinis.“Kit
Maura sampai di rumah dengan perasaan sedih dan pikiran yang kalut. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang dan santai. Dia tak ingin hal itu membuat dirinya terlihat egois karena terlalu banyak menuntut Gani. Terlebih lagi, hubungan mereka yang baik baru saja dimulai.Maura: Mas, aku udah sampai di rumah.Tidak lupa Maura mengirim pesan itu kepada Gani saat dia baru saja sampai di teras rumah dan hendak membuka pintu.Gani: Perjalanan pulang aman kan, Sayang?Balasan dari Gani pun masuk dan dibaca dengan hati senang oleh Maura. Gani masih memperhatikan dirinya dengan sangat baik meski mereka sedang terpisah jarak.Maura: Alhamdulillah aman, Mas. Aku baru aja mau masuk ke rumah.Gani: Oke, Sayang. Ini mama baru sadar dan sekarang lagi ditangani untuk pindah ke ruang rawat inap dulu.Maura: Mama nggak jadi dioperasi, Mas?Gani: Jadi. Tapi, kata dokter harus observasi dulu. Nanti baru puasa sebelum operasi. Kemungkinan, operasinya besok pagi, Sayang.Gani menjelaskan tentang keadaan Wulan
Sarah memilih diam dan tidak menjawab ucapan Wulan yang menyakitkan hatinya itu. Bagi Sarah, saat ini dia harus mundur satu langkah agar posisinya kembali kuat. Dia harus bisa membuat Gani kembali ke dalam pelukannya.“Kenapa kamu diam aja, Sarah? Kamu nggak terima dengan yang Mama bilang barusan?” tanya Wulan heran karena Sarah tidak merespon ucapannya tadi.“Aku nggak jawab salah, kalau tadi aku jawab pasti salah juga. Saat ini, aku akan selalu salah di mata Mama,” jawab Sarah dengan senyuman hambar.Wulan terdiam mendengar ucapan Sarah. Di relung hatinya yang terdalam tetap saja Wulan merasa iba pada Sarah. Dia juga wanita dan Wulan sedikit banyak tahu bagaimana perasaan Sarah saat ini.“Sayang, kamu udah makan?” tanya Gani dengan lembut menghibur Sarah.“Belum, Mas. Dari siang aku di sini anterin dan nemenin mama. Aku nggak kepikiran buat makan,” jawab Sarah yang mengambil kesempatan mencuri simpatik Gani.“Ya ampun, Sayang. Kok kamu nggak bilang sama aku sih? Maafin aku, ya. Kamu
“Kamu udah nolong Mama dan sebagai balasannya, rekaman itu udah kamu hapus. Kita impas dan nggak ada lagi hutang budi satu sama yang lain,” ungkap Wulan kepada Sarah.“Oke, deal!” sahut Sarah dengan senyum penuh kemenangan.Setelah mencapai kesepakatan itu, Sarah dan Wulan saling beradu diam. Mereka seperti larut dalam pikiran masing-masing.“Aku masih punya salinannya kalau kamu macam-macam sama aku dan Maura suatu saat nanti, Sarah. Aku tau kamu nggak akan semudah itu menyerah ataupun mengalah,” batin Wulan berkata.Sarah duduk menyilangkan kakinya dan berselancar di ponsel canggihnya. Matanya berbinar saat melihat ada sepatu dan tas keluaran terbaru dari merek branded. Namun, saat dia teringat pertengkaran terakhir kali dengan Gani, senyum itu pun surut.Wulan tidak ingin ambil pusing dengan yang dilakukan Sarah saat ini. Dia ingin menanyakan tentang Maura, tapi tidak pada Sarah.Setelah menunggu setengah jam, akhirnya Gani pun datang dengan dua kantong belanjaan. Ada minuman dingi
“Nak! Selesaikan masalah keluarga kalian berdua, jangan di depan Mama. Mama nggak mau nanti menjadi penyebab masalah kalian,” kata Wulan pelan.“Bukannya Mama udah jadi penyebab keretakan rumah tangga kami? Mama yang menghadirkan Maura dalam kehidupan aku dan mas Gani. Mama yang membuat aku menderita dan menjadi istri yang tersisihkan saat ini!” ungkap Sarah dengan derai air matanya.Tidak lagi bisa dibedakan, apakah itu air mata buaya atau air mata deritanya. Sarah sudah terlalu sering berakting seperti itu dan sulit untuk orang mengerti kebenarannya.Wulan tersentak mendengan ucapan Sarah yang tentu saja ada benarnya. Memang dialah yang menghadirkan Maura dalam pernikahan Gani dan Sarah. Namun, tidak pernah terbesit dalam benak Wulan untuk membuat rumah tangga mereka menjadi hancur.Sebagai orang tua, dia hanya ingin mencoba cara yang masih bisa dia coba. Wulan takut tidak punya waktu lama lagi dan tak bisa menimang cucu penerus keluarga dan keturunannya. Hanya Gani satu-satunya ana
“Apa salahnya kalau aku ngomong seperti itu ke dia, Mas? Biar dia tau posisinya seperti apa dan selama dia pergi, kamu nggak menunggu dia sama sekali.”“Kamu udah berbohong dan membuat aku buruk di mata Maura!”“Mas! Memangnya kamu mau dia berpikir selama dia pergi dengan selingkuhannya itu, kamu nggak bahagia dan nggak bisa move on dari dia? Sementara, dia sama laki-laki itu hidup bahagia sampai punya anak.”Mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Sarah, tentu saja Gani merasa bahwa semua itu ada benarnya juga. Gani tidak ingin terlihat sebagai lelaki yang patah hati di hadapan Maura. Sementara dia bahagia dengan lelaki lain di hidupnya.Sarah tahu bahwa dalam hatinya, Gani membenarkan yang baru saja dia katakan. Tidak sulit untuk menebak jalan pikiran Gani saat ini. Hanya saja, Sarah tidak mau terlalu menggebu gebu dan terlihat konyol di depan Gani.Saat ini, yang perlu dia lakukan adalah mengambil kembali kepercayaan Gani dan merusak pikirannya tentang Maura. Sarah har
“Mas Gani nggak usah jadi mempertanyakan hal itu. Sekarang yang dibahas adalah tentang mba Sarah dan pil yang waktu itu ada di kamarnya. Aku udah simpan dan aku udah bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Hasilnya ... itu adalah pil KB dosis tinggi.”Maura menjelaskan hal yang sebenarnya dan sudah terpendam sangat lama di hatinya. Kertas hasil pemeriksaan obat itu pun masih tersimpan dengan baik di antara barang-barang berharga Maura.Hal itu karena Maura yakin suatu saat nanti dia akan membutuhkan kertas dari dokter yang sudah diterimanya dua tahun silam itu.“Jangan percaya sama ucapan dia, Mas. Bisa aja dia bohong sama kamu, Mas. Kita nggak tau obat apa yang dia ambil dari kamar aku dan obat apa pula yang dia bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Orang kalau udah memang niatnya buruk, sampai kapan pun akan tetap buruk, Mas.” Sarah dengan cepat menjabarkan hal itu seperti sedang mencari pembelaan diri dengan menydutkan Maura.Maura menyunggingkan senyuman sinisnya pada Sarah. “Kalau Mb
Aku sangat bisa, Mas. Aku masih menyimpan hasil laporan tentang obat itu. Aku masuk ke kamar saat itu dan kamu tau juga kan, Mas? Kamu yang suruh aku tutup pintu kamar kamu dan mba Sarah? Itu waktu mama masuk rumah sakit dan kalian berdua menemani mama di sana. Aku sendirian di rumah dan kita berbalas pesan.”Memori ingatan Gani kembali mengilas masa lalu yang memang masih terpatri dalam otaknya. Dia ingat saat itu di mana Maura terpaksa pulang ke rumah dan sendirian di rumah. Hal itu dia lakukan agar Sarah tidak terus-terusan menyakiti hati Maura.“Ya. Aku sangat ingat dan masih terekam jelas dalam otakku,” jawab Gani singkat.“Kamu pasti juga masih ingat waktu kamu suruh aku mengambil dua butir obat yang berserakan di atas kasur kamu dan mba Sarah?” tanya Maura sekali lagi.Gani semakin teringat dengan hari itu dan dia memang meminta Maura untuk mengambil dua butir obat itu. Maura mengadukan padanya bahwa di kamar itu berserakan banyak sekali obat yang tidak tahu obat apa.Sebagai
“Apa maksud kamu, Mau?” tanya Gani yang kini mengguncang bahu Maura.Hal itu tentu saja membuat Melody menjadi terkejut dan takut. Bayi perempuan yang lucu itu langsung menangis sambil memeluk erat tubuh Maura. Maura tidak tega mendengar buah hatinya menangis ketakutan seperti itu.“Apa yang kamu lakukan, Mas? Kamu membuat Melody menjadi takut!” ucap Maura dan menepis tangan Gani dengan kasar.“Sayang ... nggak apa-apa, Sayang. Mami di sini, Nak. Nggak usah takut lagi, ya.” Maura berusaha menenangkan Melody dan hal itu membuat Gani tercengang.Jiwa keibuan jelas terlihat dari raut wajah Maura dan Sarah juga sedikit terkesip. Dia bahkan tidak pernah berkata selembut dan semanis itu kepada Kesya. Walaupuan Kesya terlahir dari rahimnya, akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menyayangi Kesya seperti yang baru saja ditampilkan Maura kepada putrinya – Melody.Tangisan itu mereda dan Maura merasa lega secara bersamaan. Namun, sorot matanya jelas menatap ke arah Gani dengan tajam. Dia tida
“Jo-Jonathan? Siapa yang kamu maksud, Mas? Aku nggak tau sama sekali!” ucap Sarah gugup dan panik ketika nama Jonathan disebut oleh Gani.“Jangan bersandiwara lagi di depanku, Sarah. Aku bukan laki-laki bodoh yang bisa kamu tipu dan kamu bodohi terus,” ungkap Gani yang berusaha menahan amarahnya karena mengingat ini adalah rumah sakit dan tidak boleh ada kebisingan di sini.“Mas! Jangan bicara sembarangan kalau nggak ada bukti. Apa kamu pernah liat aku dekat sama pria lain selama ini, Mas? Kamu tau dengan jelas siapa-siapa aja teman aku kan?”“Aku nggak pernah tau siapa aja yang kamu simpan dan bohongi dari aku.”“Siapa yang udah mencuci otak kamu, Mas? Sepertinya ... semenjak kedatangan Maura dalam rumah tangga kita, kamu terlalu banyak berubah.”“Jangan sebut lagi nama wanita itu di sini. Dia nggak ada hubungannya sama sekali dengan yang aku bicarakan saat ini dengan kamu, Sarah!”“Tapi, memang dia yang membuat kamu berubah, Mas. Kamu jadi nggak percaya sama aku dan cinta kamu ke ak
Gani tidak bisa tenang dengan ucapan yang dilontarkan oleh Wulan tadi. Belum sempat wanita itu menjawab pertanyaan Gani, kondisinya kembali drop dan tak sadarkan diri hingga saat ini. Sedangkan Gani masih saja penasaran dengan kata-kata yang tadi dikatakan oleh Wulan kepadanya.“Kenapa tadi mama ngomong gitu? Apa mungkin memang, anak itu adalah anakku?” tanya Gani di dalam hatinya sambil terus duduk dan menunggu dokter selesai memeriksa Wulan di dalam ruangan.“Nggak. Itu nggak mungkin terjadi dan sepertinya memang nggak mungkin benar. dia udah pergi saat itu dan aku tau dia nggak hamil saat pergi. Usia anak itu memang pas seperti dia yang waktu itu baru menikah sama aku. Jadi, ada kemungkinan dia hamil sebelum menikah sama aku kan?” tanya Gani lagi seorang diri dan seperti sedang berbicara pada lantai keramik rumah sakit.“Tapi ... anak itu punya beberapa kesamaan sama aku. Dari mata dan hidungnya, itu mirip aku. Bibirnya mirip sama Maura, dan senyumannya sama persis dengan Maura. ba
Gani sudah menunggu selama hampir lima belas menit di luar ruangan, dan memang belum ada tanda-tanda Maura akan keluar dari ruangan anak. Hingga akhirnya dengan terpaksa Gani meninggalkan tempat itu karena sudah dihubungi oleh perawat yang menjaga Wulan.“Aku pasti akan menemukan kamu, Mau.” Gani bergumam sambil melangkah pergi.Gani menuju ke ruangan di mana Wulan saat ini berada dan sudah dipasangi dengan alat-alat medis. Wulan tersenyum dengan wajah yang pucat saat melihat Gani datang mendekat.“Kamu dari mana, Nak?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tadi keluar sebentar, Ma. Merokok. Mama nungguin aku dari tadi, ya? Maaf, ya Ma.” Gani berbohong menjawab pertanyaan Wulan.Sebagai orang tua, jelas saja Wulan bisa tahu jika Gani berbohong padanya. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang hal itu kepada Gani.“Nggak, baru aja Mama bangun.”“Mama mau apa?”“Senyummu.”Hening. Tidak ada sahutan dari Gani ketika mendengar jawaban dari ibunya itu. Dia tahu dengan jela
“Kamu kan ayahnya Melody. Masa kamu nggak bisa jawab pertanyaan dia sih?” tanya Maura setelah beberapa saat terdiam mendengar pertanyaan Rama tadi.Kini giliran Rama yang terdiam setelah Maura berbicara. Dia tidak menyangka sama sekali kalau jawaban Maura adalah kata-kata seperti itu. Namun, jujur saja di dalam hatinya Rama merasa senang karena pada akhirnya Maura mau mengatakan hal itu.“Iya, dong. Siniin dulu anak ayah yang cantik. Maminya pasti capek dari tadi gendongin boneka embul ini,” ucap Rama dan segera mengambil Melody dari gendongan Maura.Maura tidak mengelak dari Rama dan dengan senang hati memindahkan putrinya pada Rama. Mereka sudah tinggal bersama dalam hitungan tahun. Bagi Melody, tentu saja Rama memang adalah sosok ayah yang dicintainya. Bayi perempuan itu terlihat sangat nyaman pada Rama dan tertawa girang saat dipangku sang ayah.“Kamu jangan nangis nanti kalau diperiksa sama dokter, ya Sayang. Ayah akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu dengan sepenuh ji
“Tunggu aja nanti, Sarah. Aku pasti bisa membongkar kebohongan kamu selama ini. Udah lama aku curiga sama kamu dan Kesya. Gimana pun aku marah sama Sarah, kalau memang Kesya itu anak kandungku, nggak mungkin aku nggak merasa ada ikatan batin sama anak itu. Tapi, terus terang aja selama ini hatiku memang nggak bisa untuk dekat dan menyayangi dia seperti yang seharusnya.”Gani berkata seorang diri tentang bagaimana sikapnya selama ini kepada Kesya. Dia sendiri mengakui bahwa perasaannya tidak bisa dibohongi. Gani tidak bisa menyayangi Kesya seperti yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang ayah.Itu sebabnya, sejak kelahiran Kesya ke dunia ini, Gani jadi jarang di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya di rumah besar itu.Gani masih duduk seorang diri di dalam mobilnya saat Juminah sudah pergi lagi ke UGD untuk membantunya mengorek informasi yang bisa dia dapatkan. Saat itu pula, seorang wanita berjalan di depan mobil Gani dengan menggendong seorang bay