Maura dan Gani selesai mandi setelah setengah jam berendam dan saling membantu membersihkan diri. Namun, tidak ada hal mesum yang terjadi saat mandi. Itu semua karena Gani memang tidak serius untuk meminta jatah lagi pada Maura.“Sayang, kamu nggak mau makan di resto bawah?” tanya Gani saat melihat Maura sudah rapi.“Nggak, Mas. Aku mau diet aja deh mulai sekarang.” Maura menjawab santai tapi pasti.“Hah? Diet? Kenapa?” tanya Gani terkejut.“Aku lagi mau memperbaiki kualitas diriku doang sih, Mas. Supaya lebih layak berada di sisi kamu, nggak malu-maluin kamu saat nanti kita jalan bareng.”“Siapa yang ngomong gitu sih? Aku nggak akan malu jalan sama kamu walau kamu gemoy, Sayang.”“Aku doang yang merasa nggak pantas, Mas. Apalagi, nanti pasti banyak yang ngomong gini, ‘itu pelakornya kayak babu, kalah jauh sama istri sah, kok suaminya mau ya?’ dan itu pasti akan menyakitkan banget buat aku, Mas.”Gani tercengang mendengar alasan dan penjelasan Maura kenapa dia ingin diet. Sungguh, tid
Wulan yang baru saja datang ke kediaman Gani untuk melakukan persiapan penyambutan untuk anak dan menantunya, justru disuguhkan dengan pemandangan tak pantas.“Nggak bisa dibiarkan nih kalau begini. Aku harus merekam perbuatan mereka berdua dan biarkan Gani melihat sendiri kelakuan Sarah selama ini,” gumam Wulan penuh tekad.Wulan mengeluarkan ponselnya dan segera merekam kejadian itu dengan hati-hati. Dia lalu menyimpan video mesum Sarah dengan pria yang tak dikenalnya itu sebelum akhirnya datang menghampiri mereka.“Apa yang kalian lakukan di rumah anakku? Kalian berbuat mesum di sini?” tanya Wulan dengan suara lantang dan membuat Sarah terkejut.“Ma-Mama!” serunya dengan nada lirih dan wajah yang memucat.“Kenapa? Kaget liat saya datang mendadak? Saya udah datang dari tadi dan melihat kelakuan tak senonoh kalian di rumah ini. Memalukan kamu, Sarah!” bentak Wulan dengan murka.“Ma, tunggu dulu! Aku bisa jelasin semuanya, Ma. Ini nggak seperti yang Mama liat,” bujuk Sarah dan menggap
“Kamu kaget kan? Ya ... saya punya rekaman kejadian tadi dan akan saya kirim ke Gani sebentar lagi,” ucap Wulan penuh rasa percaya diri.Ucapan Wulan itu tentu saja membuat Sarah menjadi panik dan takut. Dia tidak ingin Gani melihat rekaman yang ada pada Wulan, karena akan membawa kehancuran dalam rumah tangganya.“Mama nggak bisa gitu, dong Ma. Mama emang seniat itu mau bikin aku dan mas Gani bercerai?” tanya Sarah dengan nada tak percaya yang dibuatnya dengan sangat dramatis.Wulan sudah terbiasa dengan gaya Sarah yang seperti itu. “Kamu nggak perlu akting di depan saya, Sarah. Saya tau kalau kamu hanya takut kehilangan semua fasilitas mewah dan materi yang selama ini diberikan Gani untukmu. Bukan karena kamu benar-benar takut berpisah dengan Gani!” ungkap Wulan dengan nada penuh sindiran.Tubuh Sarah menegang dan lidahnya menjadi kelu saat mendengar semua penjabaran dari Wuan itu. Sedikit banyak, yang dikatakan mama mertuanya itu memang benar adanya.“Sebagai seorang perempuan, pas
Belum lama foto itu terunggah dan dilihat oleh Sarah, ternyata Gani langsung menarik lagi foto itu dan tak dapat lagi dilihat.“Duh, kok dihapus? Apa tadi yang dikirim Gani, ya?” tanya Wulan penasaran saat melihat pesan dihapus di dalam group itu.“Iyalah dihapus. Potonya mesum gitu kok, malu kali diliat sama semua penghuni,” celetuk Sarah yang sudah terlanjur emosi dan cemburu.“Poto mesum? Mesum gimana?” tanya Wulan penasaran dan menatap intens pada Sarah.“Mama nggak liat kan tadi? Menantu yang Mama idolakan itu banyak tanda merah di leher dan dadanya? Dih, nggak banget! Seliar apa dia coba Mama bayangkan deh!” jelas Sarah menjawab pertanyaan Wulan dengan nada sindiran dan hinaan teruntuk Maura.“Jaga bicara kamu, Sarah! Kalau itu ada di Maura, tandanya Gani yang benar-benar menikmati percintaan mereka dan merasa puas dengan pelayanan Maura!” ungkap Wulan yang justru menyerang mental Sarah.Dia sebenarnya tidak ingin membuat Sarah tersinggung dan bicara terlalu intim seperti itu. N
Sarah berjalan ke kamarnya dan kemudian mengunci pintu kamar dengan hati-hati. Tidak ada niatnya sedikit pun untuk membantu Wulan di dapur.“Aku nggak boleh minum pil ini lagi mulai hari ini. Aku akan mencoba mendekati mas Gani lagi dan semakin sering kami bercinta, akan semakin besar kemungkinan aku hamil duluan. Anakku harus menjadi ahli waris sulung mas Gani.”Sarah berkata dengan penuh tekad dan ada banyak sekali pil di dalam sebuah kotak yang tadinya dia kunci rapat dengan gembok. Sarah menatap puluhan butir obat itu dengan senyum hambar. Dia berniat untuk membuang semua pil yang ada di tangannya itu ke tempat yang jauh.“Sarah ... Sarah ...,” panggil Wulan dari luar kamar dengan nada panik dan membuat Sarah terkejut.Buru-buru dia memasukkan lagi obat-obatan itu ke dalam kotak, akan tetapi lupa untuk mengunci gemboknya seperti sedia kala. Dia pun meletakkan asal-asalan kotak itu pada lemari kecil di samping tempat tidurnya. Lemari yang sama sekali tidak pernah disentuh oleh Gani
“Kamu benar-benar udah berubah, Mas!” seru Sarah penuh kebencian.Sarah sudah selesai menghapus video tadi dan menyimpan kembali ponsel Wulan di dalam tas jinjing yang dibawanya tadi. Lalu, dengan akting sedih duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang IGD.“Keluarga pasien,” panggil dokter di depan ruangan IGD.“Pasien yang mana itu, Dok?” tanya Sarah yang langsung mengambil langkah cepat ke depan dokter.“Bu Wulan. Apakah Mba ini anaknya? Soalnya saya mau menjelaskan tentang kondisi bu Wulan saat ini.”“Saya menantunya, Dok. Anaknya – suami saya sedang dalam perjalanan ke sini,” terang Sarah jujur karena tidak ingin mengambil resiko apapun dalam hal ini.“Oke, Mba. Berarti kita tunggu suami Mba datang aja, ya?”“Sebaiknya sih gitu, Dok.”“Oke. Saya akan tunggu, semoga nggak lama lagi sampai.”“Memangnya kenapa, Dok? Apa yang terjadi sama mertua saya? Emangnya saya nggak boleh tau gimana keadaan mertua saya sekarang?” tanya Sarah beruntun pada dokter itu dan sedikit emosi.Dia seb
“Kenapa kamu malah nyalahin Maura? Kamu!” seru Gani dengan tunjuk mengarah ke Sarah dan suaranya dia redam karena teringat ucapan Maura tadi.“Mas, udah ....”Suara Maura begitu lembut sehingga tidak bisa lagi dibantah oleh Gani. Akhirnya dia mengalah dan kemudian menatap kembali wajah Wulan yang terlihat pucat dan menahan rasa sakit.“Sayang, kamu tunggu dan jagain mama sebentar, ya. Aku akan mengurus semuanya supaya mama cepat ditangani sama dokter,” ucap Gani dan menyentuh lengan Maura dengan lembut.“Iya, Mas. Aku jagain mama di sini sama mba Sarah. Kamu cepat urus administrasi mama, ya.” Maura menjawab dengan lembut dan mengulas senyuman.Gani mengangguk dan kemudian keluar dari bilik yang hanya dibatasi dengan gorden kiri dan kanannya itu. Tinggal Maura dan Sarah yang kini menemani Wulan di sana. Sarah tentu saja memandang Maura dengan tatapan penuh kebencian.“Mesra banget yang baru pulang bulan madu. Udah dipanggil sayang sama suami orang,” sindir Sarah dengan nada sinis.“Kit
Maura sampai di rumah dengan perasaan sedih dan pikiran yang kalut. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang dan santai. Dia tak ingin hal itu membuat dirinya terlihat egois karena terlalu banyak menuntut Gani. Terlebih lagi, hubungan mereka yang baik baru saja dimulai.Maura: Mas, aku udah sampai di rumah.Tidak lupa Maura mengirim pesan itu kepada Gani saat dia baru saja sampai di teras rumah dan hendak membuka pintu.Gani: Perjalanan pulang aman kan, Sayang?Balasan dari Gani pun masuk dan dibaca dengan hati senang oleh Maura. Gani masih memperhatikan dirinya dengan sangat baik meski mereka sedang terpisah jarak.Maura: Alhamdulillah aman, Mas. Aku baru aja mau masuk ke rumah.Gani: Oke, Sayang. Ini mama baru sadar dan sekarang lagi ditangani untuk pindah ke ruang rawat inap dulu.Maura: Mama nggak jadi dioperasi, Mas?Gani: Jadi. Tapi, kata dokter harus observasi dulu. Nanti baru puasa sebelum operasi. Kemungkinan, operasinya besok pagi, Sayang.Gani menjelaskan tentang keadaan Wulan