Seorang pria berusia 40-an langsung berdiri begitu Ajeng dan Bu Dahlia sampai di ruang tamu. Ajeng menatap pria itu dengan alis mengernyit. Dia tidak mengenal mereka, jadi kenapa mereka mencarinya?"Herman? Kenapa ke sini? Apa ada masalah dengan menantuku?" Bu Dahlia mendekati dua tamu yang tak diundang itu dengan menaikkan alis."Bu Dahlia. Saya dan Bu Fatma datang ke sini untuk menyampaikan wasiat dari Bu Ella untuk Bu Ajeng," jawab pria itu.Ajeng mendekati mereka setelah melihat interaksi sang mertua dengan pria dan wanita asing itu yang terlihat akrab."Perkenalkan, saya Herman, pengacara keluarga Pak Susno Wijaya, dan ini Bu Fatma, notaris. Kami ke sini untuk menunaikan amanah dari almarhumah Bu Ella yang harus segera kami sampaikan," ucap pria bernama Herman itu sambil menyalami tangan Ajeng.Dia langsung teringat dengan surat dari Ella yang baru saja dibacanya. Kenapa bisa secepat ini? Ella baru meninggal kemarin, dan pengacaranya sudah datang ke sini."Kenapa kalian cepat sek
"Maksudnya gimana, Nak? Ansel berbuat kejahatan dan Ajeng sebagai korbannya? Kejahatan apa?" tanya Sekar dengan wajah kebingungan.Berbeda sekali dengan Mark yang langsung paham. Dia seperti merasakan dejavu. Mendadak hatinya dipenuhi dengan kecemasan. Bayangan Sekar yang meronta-ronta di bawah Susno di gang dekat kampus puluhan tahun yang lalu membuat Mark takut.Takut jika putrinya berada di posisi yang sama dan pelakunya adalah Ansel.Tidak! Tidak mungkin! Ansel adalah anak yang baik dan sopan. Tidak mungkin anak muda itu sudah..."Maaf aku harus jujur pada kalian. Aku harap jantung ayah benar-benar sudah sembuh total dan bisa menerima berita ini. Dan ibu..." Sander mendekati sang ibu dan meraih tangannya. "Sander mohon jangan heboh atau histeris setelah mendengar apa yang akan aku katakan."Jantung Mark berdetak lebih cepat dari yang seharusnya. Dia memegang dada kirinya, menanti sengatan rasa sakit yang biasanya datang selama masa pemulihan pasca operasi. Tapi nihil. Sepertinya j
Evan menepuk pundak Jack Reeves setelah pria itu dan istrinya pamit. Mereka baru saja membahas tentang progress pembangunan cabang Greenlake dan keberadaan David Foster di negara ini.Untunglah kakak iparnya bisa mengenal Jack ketika bekerja di Bali. Pria itu ternyata begitu kompeten dan profesional. Dia tidak bisa membayangkan jika istrinya ternyata dikuntit oleh sepupunya yang dibantu oleh buronan internasional, tanpa pengawalan sedikitpun."Bos, saya sudah selesai membuat laporan mengenai beberapa usaha milik orang-orang yang ada di kompleks perumahan orangtua anda. Saya berikan sekarang atau nanti saja?" lapor Raka."Sekarang saja. Bagaimana hasilnya?""Secara garis besar, usaha mereka tidak mengalami perkembangan yang berarti. Suntikan dana dari Deca seharusnya bisa membuat mereka lebih maju, tapi ternyata masih jalan di tempat. Ada indikasi korupsi yang dilakukan selama 5 tahun terakhir."Evan mendengkus sinis. Dia meraih laporan dari Raka setelah duduk di kursi kerjanya. Meliha
"Aku nggak terima! Rumah ini punya Ella, jadi otomatis jatuh ke tangan Tante Puspa begitu dia meninggal! Aku masih punya hak atas rumah ini karena Ella nggak punya anak!" teriak Nadia sambil berdiri.Ajeng menghela nafas panjang. Dia menoleh ke belakang dan memberi kode pada Nathan untuk mendekat."Kamu urusi mereka ya sama Mami. Aku mau ke kamar Ella dulu," pinta Ajeng sambil melirik ke arah Johan yang hanya diam, sedangkan Nadia menatapnya dengan penuh kebencian."Kamu lanjutkan aja urusan kamu, Jeng. Biar mami yang ngurusin mereka. Untung mami jadi ikut. Dua hama ini memang harus dikasih pelajaran," ujar Bu Dahlia dengan wajah geram.Ajeng mengangguk. Dia berjalan menuju ke dalam rumah, tidak mempedulikan teriakan Nadia yang melarangnya. Kakinya sempat berhenti di dekat tangga, bimbang harus menuju ke kamar yang mana. "Maaf, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" Bi Diah mendekati Ajeng dengan takut sekaligus sungkan.Masih teringat dengan jelas bagaimana wanita itu sengaja menyajikan
Ajeng mengabaikan sekotak pengaman dan bergegas mengambil ponsel yang ada di samping benda itu. Wajahnya berkerut jijik. Tiba-tiba teringat dengan hubungan Ella dan Johan.Apakah Evan mendengar kedua insan itu ketika sedang memadu kasih? Ugh, membayangkan saja sudah membuatnya mual sekaligus miris. "Jeng? Sudah dapat yang kamu cari?" Suara ibu mertuanya mengagetkan Ajeng. Dia sampai terlonjak dan hampir saja menjatuhkan ponsel Ella."Mami! Kok nggak bilang-bilang kalau mau menyusul ke sini? Ajeng kaget tahu," protesnya dengan wajah cemberut.Bu Dahlia terkekeh kecil dan meminta maaf. Wanita itu masuk ke dalam kamar dan membelalak ketika melihat isi di dalamnya."Sebentar, ini kamar Ella? Jadi mereka pisah ranjang selama ini?"Ajeng mengangguk. Kamar Ella memang sangat luas. Sama luasnya dengan kamar Evan, tapi lebih feminin."Untunglah kalau Evan nggak pernah menyentuh Ella selama ini. Mami jadi nggak perlu takut Evan ketularan penyakit. Apalagi dia udah menghamili kamu. Bisa berba
Sander dan Mark masuk ke rumah Dennis begitu pintu dibukakan oleh Ninik, pembantu yang masih terlihat muda dan polos. Tidak seperti gadis-gadis jaman sekarang yang sudah terkontaminasi oleh tren yang sedang viral di media sosial."Di mana Dennis?" tanya Mark tanpa basa-basi."Anu, Tuan. Orangnya terpaksa diikat sama Pak Suroto biar nggak mengamuk-ngamuk lagi," jawab Ninik dengan logat medok khas Malang."Kok bisa ngamuk? Awalnya gimana?" tanya Sander penasaran.Ninik terus membimbing mereka menuju ke lantai dua. Sander heran, bagaimana dua orang ini bisa menyeret pamannya menaiki lantai dua dengan kondisi seperti itu?"Kami sendiri nggak tahu, Tuan. Tiba-tiba saja Tuan Dennis mengamuk setelah sebelumnya pulang sendirian. Wajahnya merah banget. Beliau naik ke lantai dua dan berteriak-teriak, setelah itu turun lagi menuju ke dapur untuk mengambil pisau dapur," jawab Ninik dengan suara bergetar.Sepertinya gadis itu trauma, namun terpaksa harus bertahan karena mencari pekerjaan di jaman
"Ansel benar-benar gila! Tapi kenapa dia bisa punya benda-benda kayak ginian? Dapat uang darimana?" gumam Sander sambil terus mengamati ruang kerja yang juga merangkap sebagai ruang untuk mengawasi.Dia melihat setiap monitor dan mengumpat kasar karena mengenali setiap ruangan yang terpampang di layar. Kamar Ajeng, kamar mandinya, dan kamar di rumah Dennis yang beberapa bulan kemarin sempat ditinggali oleh Ajeng. Tangannya buru-buru mengeluarkan ponsel dan merekam setiap monitor satu persatu. Ada ruangan lain yang tidak dia kenali. Tapi dia menebak bahwa itu adalah kamar perempuan juga.Ponselnya beralih pada ratusan atau bahkan mungkin ribuan foto yang menempel di dinding."Benar-benar psikopat nih anak. Kurang ajar!" umpatnya dengan marah.Semua foto Ajeng dengan berbagai pose ada di sana. Foto yang diam-diam diambil melalui kamera tersembunyi. Kalau saja dia tidak sedang mengumpulkan bukti, dia ingin sekali melepas semua foto itu dan mengobrak-abrik ruangan ini. Kalau perlu, dia a
"Maaf sudah mengganggu waktumu. Tapi ada hal penting yang harus aku katakan padamu."Evan mengangguk. Tersenyum pada Jack Reeves yang mendadak mengajaknya, lebih tepatnya memaksa, untuk makan siang di restoran yang ada di Palace Hotel. "Tidak apa-apa. Jika kamu yang langsung berbicara denganku seperti ini alih-alih Nathan, pasti ada hal yang benar-benar penting."Setelah mendapatkan telepon dari Nathan mengenai kemungkinan David Foster sudah pernah masuk ke rumah Ella bersama Johan, Evan menjadi was-was.Dia langsung memerintahkan Raka untuk mengecek CCTV rumah itu sejak Ella berangkat ke Singapura untuk menjalani operasi."Aku sudah mengirimkan beberapa karyawan Security Black ke rumah mantan istrimu untuk berjaga-jaga di sana. Tenang saja, khusus untukmu, aku memberikan karyawan berkualitas tinggi yang langsung kubawa dari US. Sebagai balas budiku pada kakak iparmu, Sander, karena telah membantuku mempelajari pasar di negara ini.""Terima kasih banyak. Kirim juga beberapa karyawanmu