Bab661"Sebelum kembali ke rumah, kita ke Mall dulu, beli perlengkapan baju kerja untuk kamu, Nak.""Iya, Bu." "Kita ke Mall, Nek?" tanya Adam dengan wajah berbinar. "Tentu saja, besok Bapak kamu sudah mulai bekerja.""Wah, Adam mau mainan boleh nggak?" tanya anak lelaki itu pada Jelita."Tentu saja, apa sih yang enggak buat Adam. Tapi ada syarat.""Apa itu, Nek?""Doa sebelum makan harus hapal dulu, baru nanti Nenek kasih mainannya.""Yah Nenek." Wajah Adam mendadak lesu.Jelita terkekeh."Sanggup nggak? Nenek akan bayar, apapun mainan yang kamu beli. Tapi, mainan itu akan menjadi milik kamu, setelah kamu selesai dengan misi yang Nenek berikan."Mau tidak mau, demi mainan impiannya, Adam pun menyanggupi. Jelita tersenyum senang, dan mereka pun telah sampai di parkiran mobil.Jelita dan keluarga kecilnya memasuki pusat perbelanjaan, tiba- tiba, suara memekik memanggil kata Ibu, terdengar jelas dari arah belakang mereka.Mereka semua menoleh, terlihat Amira dan Rara yang berjalan set
Bab662Pov Jelita"Bu ...." Amira menatapku dengan tatapan mengiba. Mudah sekali ekspresinya berubah- rubah. Aku mengamati dengan seksama, agar tidak mudah tertipu dengan wajah memelasnya."Apa lagi? Katakan semua yang ada di dalam pikiranmu, sebelum Ibu mulai menjawab," ujarku dengan raut wajah kesal.Lina hanya diam, tidak ingin memperkeruh suasana, sambil mengusap pipinya yang panas, akibat tamparan keras dari Amira tadi."Kami nggak betah tinggal di kontrakkan sempit, Bu. Aku juga sudah dipecat, secara tidak hormat sama pak Galih."Aku terkejut mendengarnya, kenapa Amira bisa di pecat? Tapi aku juga tidak ingin bertanya tanya, karena Amira tidak mudah untuk di percaya."Terus?""Izinkan kami tinggal bersama Ibu, kasihan Rara, Bu. Selain kesepian, dia tidak punya siapa- siapa, yang bisa menemani dia, jika nanti Amira dapat kerjaan lagi.""Ibu bisa izinkan Rara tinggal bersama kami. Tapi kamu dan Bagus, tetap tinggal di tempat lain.""Kok gitu, Bu? Kenapa harus begitu?""Karena Ibu
Bab663"Enggar, Lina! Tidak seharusnya kalian menikmati hak suamiku ...." Amira terus berteriak, tanpa ada rasa malu lagi di dirinya.Enggar, Lina dan juga Jelita mengabaikan jeritan wanita itu.Amira tersedu- sedu, pergi ke Mall untuk shopping, sisa- sisa dari uang penjualan mobil, membuatnya malah bertemu dengan mertuanya itu.Amira cemburu, pada kebahagiaan Enggar dan Lina. Dia merasa Jelita tidak adil pada mereka, mengabaikan mereka yang lagi kesulitan.Meskipun mulutnya berkata maaf dan menyesal, tapi di hati Amira masih menyimpan perasaan kesal dan tidak senang pada keluarga suaminya itu.Biar pun sekarang mereka kaya, tapi bagi Amira, mereka tetap miskin. Mereka tidak suka mengakui kenyataan, bahwa sekarang dialah yang miskin."Bu, kasihan Rara ya," celetuk Lina."Kasihan lagi kamu,yang barusan dia tampar, memang kurang ajar wanita itu," jawab Jelita, masih dengan raut wajah kesal."Lina nggak apa- apa kok, Bu."Enggar masih terdiam, meskipun dia kesal sekali, karena istrinya d
Bab664Lina dapat merasakan, kegelishan hati Jelita. Sebagai seorang Ibu, Lina paham apa yang kini Jelita rasakan. Biar bagaimana pun juga, seburuk- buruknya Bagus, dia tetap anak yang Jelita besarkan.Sesampainya mereka di parkiran rumah sakit, Jelita dengan cepat turun dari mobil, dan menghampiri kepala pelayan, yang begitu setia menunggu kedatangan Jelita."Bagaimana keadaannya, Pak?" tanya Jelita, mereka sambil berjalan, dengan kepala pelayan yang membimbing mereka menuju ruang perawatan Bagus."Alhamdulilah cukup baik, Ibu bisa lihat langsung," ujar kepala pelayan. Kepala pelayan membuka pintu ruangan, nampak Bagus yang duduk bersandar, dengan wajah yang lebam- lebam, kaki di perban, juga tangan yang di gips."Ya Allah, Bagus," lirih Jelita dan langsung menghampiri anak lelakinya itu. Bagus nampak kurus, matanya ikutan lebam."Ibu," pelan suara Bagus terdengar pilu di telinga Jelita.Enggar dan Lina hanya terdiam, kepala pelayan mempersilahkan mereka duduk di sofa. Lelaki tua it
Bab665Pov Jelita.Akhirnya, Bagus pun kami bawa ke rumah. Setelah 2 hari di rawat, kini keadaannya mulai membaik, meski tangannya masih di gips, karena belum sepenuhnya pulih."Masak apa Lin?" tanyaku, ketika Lina begitu heboh di dapur.Menantuku itu memasak sambil menyanyikan lagu kesukaannya."Masak makanan kesukaan Ibu dan mas Enggar, juga Adam.""Hmm ..., Ibu jadi lapar nih.""Ibu pasti suka! Lina sudah belajar masak berkali-kali," katanya berbinar."Oke, Ibu jadi nggak sabar mau nyicipin.""Ibu tunggu saja di meja makan! Biar Lina yang nyiapin!" ucapnya lagi, dengan wajah tersenyum sumringah.Semua berkumpul di meja makan, Adam begitu senang melihat hidangan lezat yang Ibu nya masak. Biasanya, kami selalu di masakin pelayan, namun hari ini, Lina katanya mau masak sendiri."Mama memang pandai sekali masak! Adam suka sekali," celoteh anak itu, dengan mata berbinar."Terimakasih, sayang. Tapi, masakan Tante yang lainnya juga enak kok." "Tetap saja, masakan Mama yang lebih nikmat."
Bab666"Ya Allah, ada apa ini?" Jelita sangat syok, ketika melihat serpihan kaca."Bu, Ibu ...." Kembali terdengar suara histeris Bagus dari luar. Jelita berlari keluar, nampak Bagus tergopoh- gopoh berlari ke arah Jelita."Ada apa, Gus?" tanya Jelita panik."Kunci mobil mana, Bu?" tanya Bagus balik, ketika dia sudah dekat di muara pintu.Di dalam, di atas nakas situ. Ada apa sih ini?" Jelita menunjuk ke arah nakas besar, yang terletak di ruang tamu.Bagus tidak menjawab, dia berlari ke arah nakas, dan langsung mengambil kunci mobil tersebut.Jelita bingung, sambil melihat- lihat ke arah pagar. Tidak ada terlihat Satpam, juga Enggar."Kemana mereka? Kenapa Bagus nampak panik begini," batin Jelita."Gus, buat apa kamu nyari kunci mobil? Apa yang terjadi, Nak?" tanya Jelita, mencegah langkah Bagus, yang mau keluar rumah."Lina di tabrak, Bu," jawab Bagus, membuat Jelita sangat terkejut luar biasa."Allahu akbar? Gus, benaran ini?" pekik Jelita."Iya, Bu. Ibu jagain Dastan dan Adam saja
Bab667"Bagaimana keadaan Lina?" tanya Jelita, melalui sambungan telepon."Alhamdulilah, Lina sudah di pindahkan ke ruang perawatan, Bu. Lina sudah berhasil, melewati masa kritisnya. Doakan Lina ya, Bu, semoga cepat pulih dan kita bisa segera pulang.""Iya, Nak. Kamu yang sabar ya, Allah bersama kalian. Ibu selalu berdoa, untuk keselamatan anak- anak Ibu," ujar Jelita.Bagus sendiri sibuk mengurus keamanan rumah, sedangkan Enggar menjaga Lina di rumah sakit.Jelita juga meminta Bagus, agar kembali bekerja di kantor lagi, karena sebagai laki- laki, wajib bagi Bagus untuk tetap bekerja.Bagus pun tidak menolak hal itu, justru dia sangat senang, karena akhirnya dia bisa bekerja lagi.___>>___Elea merasa gelisah akhir- akhir ini, sudah lama dia tidak menghubungi Jelita. Entah kenapa, tiba- tiba dia rindu dengan anaknya itu.Elea menghubungi Jelita, dan menanyakan kabar mereka.Jelita pun tanpa ragu, menceritakan keadaan yang menimpa keluarganya. Elea sangat terkejut, mendengar semua
Bab668"Ngapain dia di ruangan aku ya, Mas?" Enggar mulai merasa tidak nyaman."Mas juga kurang tau, Gar. Kalau bisa, besok kamu masuk kantor saja, feeling mas tidak enak, jangan- jangan pak Adi ada maksud.""Bagus, jangan begitu, kita tidak boleh berprasangka buruk sama orang." Jelita menimpali, obrolan kedua anaknya."Iya, maaf Bu. Bukan bermaksud begitu, hanya saja kita memang perlu hati- hati. Apalagi di dalam dunia kerja, tidak semua dapat kita percaya. Ini pertama kalinya Enggar memasuki dunia kerja, Bagus hanya khawatir, Enggar akan mendapat masalah. Apalagi mereka cukup banyak yang tahu, bahwa Enggar calon pemimpin perusahaan.""Iya, Ibu mengerti anakku. Kalian berdua harus sama- sama hati- hati dan saling membantu, ya."Bagus tersenyum."Insya Allah."Melihat perangai Bagus yang semakin hari semakin baik, membuat Jelita bahagia. Wanita itu berharap, kedua anaknya kelak akan menjadi orang yang sukses.Disela- sela pembicaraan mereka, ponsel Enggar berdering, dia pun mengeluark