Bab648Amira mendekat dan menyurung tangan untuk bersalaman. Jelita pun terdiam dan menyambut uluran tangan Amira.Dengan cepat wanita itu mencium takzim tangan Jelita, seolah dia menantu yang baik. Padahal sebelumnya, jangan kan mencium tangan, bersikap ramah pada Jelita saja, dia nyaris tidak pernah lakukan."Ibu, maaf ya kami berkunjung pagi- pagi," ujar Amira, setelah mencium tangan Jelita."Ada apa kalian ke sini?" tanya Jelita dengan wajah datar.Bagus dan Rara hanya diam di luar, dia tidak berani masuk, begitu juga dengan Rara."Kami mau menemui Ibu saja, sekalian ada hal penting yang mas Bagus ingin bicarakan. Ngomong- ngomong, Ibu sarapan apa? Kok bau aroma masakannya wangi sekali, mendadak Amira menjadi laper, Bu ...."Amira bersikap seolah akrab sama Jelita, dia bahkan tidak merasa sungkan sama sekali pada Jelita, Ibu mertua yang selalu dia rendahkan itu."Bolehkan bu, kami ikut sarapan? Kasihan Rara, kami bawa kesini tanpa ada sarapan sama sekali," lanjut Amira."Meja maka
Bab649Pov Jelita"Bu, ini bukan masalah harta, tapi keadilan," jawab Amira lagi, dan Bagus, anak lelakiku itu seketika langsung membisu.Amira mengambil alih dalam berbicara, dia selalu ingin lebih terlihat menonjol dan nampak selalu ingin memimpin. Dan Bagus, anakku itu seketika langsung tidak berguna."Kamu tahu mengapa Ibu memilih Enggar dan Lina, sebagai orang- orang yang akan menemani masa tua Ibu?" tanyaku pada Amira, dan Bagus."Kenapa memangnya?" tanya Amira. Wajah wanita itu masih saja terlihat angkuh.Aku mulai menceritakan pada mereka, saat aku berada di rumah kontrakkan mereka dulu."Saat itu Ibu tengah sakit," ujarku memulai cerita.Flashback saat di rumah kontrakkan Enggar dan Lina."Tugas Ibu sudah selesai, meskipun harus mati, maka Ibu akan mati dalam keadaan bahagia. Sebab, Ibu merasa menjadi manusia yang paling beruntung, mendapatkan cinta yang tulus dari menantu, yang bahkan tidak lahir dari rahim Ibu. Namun, dia begitu tulus mengurus diri ini. Dan melihat Enggar,
Bab650Pov Jelita.Aku melanjutkan ceritaku pada mereka.Pagi buta, usai salat subuh, Enggar sudah pergi melajukan motor tuanya, membelah jalanan yang masih belum terang, juga berembun. Dinginnya pagi, sepertinya tidak menyurutkan niatnya, untuk tetap pergi mengais rezeki.Ketika hari mulai terang, Lina pun sudah memandikan anak-anaknya, juga membersihkan bekas ompolku, dan menggantikan pakaianku, setelah dia membersihkan tubuh ini dengan kain basah.Sedangkan masakan sudah semua matang, sepertinya sangat pagi, dia sudah mengerjakan bagian dapur. Enggar pun pergi, dengan membawa bekal, setelah selesai sarapan tadi.Mereka benar-benar pasangan yang kompak, aku terharu, melihat kegigihan mereka berdua."Ibuku sayang, ayo makan," ucapnya. Dengan tangan memegang dua piring makan. Lina kemudian memberikan satu piring nasi, yang sudah terisi komplit di atasnya, kepada Adam. "Adam bisa makan sendiri?" tanyaku. "Sejak berumur tiga tahun, Adam sudah hebat makan sendiri, loh." Adam menyahut
Bab651Pov Jelita.Aku memandangi mereka semua, terutama memandang Mamah Elea, dan Papah.Kelak, tubuh ini bukan semakin muda, namun akan semakin tua dan lemah. Akan ada masa, dimana aku tidak lagi bisa melihat dengan jelas, tidak bisa lagi mendengar dengan baik, tidak bisa lagi mengingat dengan benar. Semua itu akan terjadi kepadaku yang tua ini. Kata orang, ada kalanya, orang tua itu akan bersikap layaknya anak kecil. Aku menguji anak-anakku, sebelum hal itu terjadi kepadaku.Aku ingin tahu, apakah mereka akan sabar mengurusku, hingga kematian menjemput. Atau sebaliknya, mereka akan membiarkanku, menderita di masa tua di panti jumpo, menderita rindu dan sebagainya. Atau, membiarkanku sendirian di dalam kamar, menikmati masa tuaku dengan makan tidur, hingga mati dalam keadaan kamar yang bau ompol dan kotoran. Bukankah itu sebuah mimpi buruk berkepanjangan, nauzubillah, jangan sampai itu terjadi.Dengan melihat Lina dan Enggar, aku merasakan, semua yang aku khawatirkan tidak akan te
Bab652Amira terus meraung- raung, ketika mobil mereka sudah melaju pergi, meninggalkan kediaman Jelita."Dasar bodoh- bodoh! Suami tidak berguna! Bahkan untuk bicara dan mempertahankan hak sendiri saja kamu tidak bisa, bodoh ...."Amira terus memaki Bagus. Lelaki itu hanya diam, tidak bersuara apapun juga. Sementara Rara, bocah cantik itu terus menangis, ketakutan melihat Ibunya yang sedari tadi terus mengamuk.Sepanjang perjalanan menuju pulang, Amira terus mengamuk, menangis dan memaki Bagus. Wanita itu sangat kesal dan sakit hati, atas kejadian di rumah Jelita pagi ini. Sudah terhina, gagal pula meminta hak untuk Bagus.Sesampainya mereka di pekarangan rumah, dua orang berpakaian hitam, bertubuh tinggi kekar menunggu mereka.Bagus nampak bingung, tapi tidak dengan Amira, wanita itu malah nampak terlihat gugup. Bagus pun keluar, menghampiri kedua orang itu."Selamat pagi, pak Bagus? Kami dari ******* berniat untuk menagih hutang tunggakan, dari mobil yang Ibu Amira jaminkan. Suda
Bab653"Ya Allah, Amira. Entah setan apa yang merasuki kamu, kenapa sikap kamu semakin berubah begini. Hanya demi memuaskan hasrat belanjamu, tega sekali kamu menggadaikan mobil.""Lah, kenapa memangnya. Kamu dengar ya, Mas. BPKB mobil nggak akan ada gunanya, jika di simpan di dalam brankas saja. Supaya dia berguna, ya aku jaminkan saja untuk pinjaman, uangnya lumayan buat aku beli perhiasan dan lain- lain."Bagus meremas kepalanya dengan kesal, mendengar jawaban Amira rasanya kepala Bagus nyaris meledak."Dasar gila, kenapa cicilannya tidak kamu bayar? Kamu mau mobil kita mereka tarik?""Ya nggak mau lah, kamu dong yang bayar, enak saja mau suruh aku yang bayar. Sebagai seorang suami, mana tanggung jawab kamu, Mas?" bentak Amira.Brakk.Bagus menendang serpihan kaca meja yang pecah tadi dengan emosi."Keterlaluan kamu, Amira. Semakin aku diam, kamu semakin kurang ajar." Amira syok, melihat emosi Bagus. Seketika wanita angkuh itu terdiam, tidak berani berkata- kata lagi.Bagus keluar
Bab654°pov Bagus°Hari ke hari, kehidupan rumah tanggaku dengan Amira, semakin tidak nyaman lagi.Kadang aku berpikir, apakah ini karma? Apakah aku begitu sombong dan menyakiti perasaan seseorang? Entahlah, kurasa tidak ada.Biar bagaimanapun, aku sombong wajar, aku ber-uang. Tidak seperti Enggar, untuk mengakui dia saudara saja aku enggan. Malu, tentu saja, bahkan terkadang aku berpura-pura tidak mengenalinya.Enggar, entah kenapa nasibnya tidak sebaik diriku. Wajar sih, dia sepertinya di takdirkan menjadi miskin, jadi ketika bertemu denganku di restoran pun, aku membuang wajah dan tidak mau menyapanya. Enggar paham, dia pun diam saja. Aku tahu, dia pasti bukan datang untuk makan, atau membeli makanan. Tapi karena membelikan pesanan orang, memang payah kehidupannya.Andai dia kaya walau hanya sedikit, mungkin aku tidak akan malu di buatnya.Para penagih hutang mulai berdatangan, entah Amira berhutang di mana saja, hal itu membuatku semakin tidak tenang dan frustasi.Aku harus menemu
Bab655"Ya Allah, beginikah rasanya punya anak yang suka memaksakan kehendaknya? Tiba- tiba hatiku menjadi dilema. Apakah ini karmaku? Yang dulu juga suka memaksakan kehendak pada Mamah Elea?" batin Jelita."Bukan tidak mampu aku membantu Bagus, hanya saja hatiku meragu. Apakah dia benar- benar butuh uang, atau dia hanya ingin memanfaatkan kelebihan yang saat ini aku punya? Andai tidak ada harta dan warisan, apakah Bagus akan tetap ingat padaku dan adiknya?"Batin Jelita diliputi perasaan yang tidak tenang. "Bu ...." Enggar mendekati Jelita, yang terus termenung seorang diri."Ya, Nak." Enggar duduk di dekat Jelita, lelaki itu datang membawakan segelas susu, kopi dan cemilan, untuk menemani mereka ngobrol di saung."Ibu masih mikirin mas Bagus? Minta uang sebanyak itu, untuk apa katanya, Bu?" tanya Enggar, yang tidak begitu tahu pembicaraan mereka tadi."Katanya dia terlilit hutang, Nak.""Terus Ibu mau bantuin?"Sejenak Jelita menatap getir pada Enggar. Sebagai seorang Ibu, perasaan
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond