“Aku rela datang ke sini begitu mendengar kalian mau berkumpul, aku pikir karena kamu punya kabar baik mengenai kehamilanmu. Tidak tahunya mau membahas hal yang sudah aku larang. Apa aku sudah tidak kamu anggap nenekmu lagi?” ucap Nenek dengan kesal. “Orang tua mereka sudah meninggal, ‘kan, ada keluarga mereka. Mengapa kalian yang disuruh mengasuh anak yang ditinggal anggota keluarga mereka? Jangan-jangan mereka punya penyakit yang membuang-buang uang, jadi mereka melimpahkan semua tanggung jawab itu kepada kalian. “Aku tidak setuju dengan rencana kalian mengadopsi kedua anak itu. Bisa jadi mereka anak nakal yang susah diurus sehingga keluarga mereka sendiri pun tidak mau mengasuh mereka. Tidak boleh! Kalian harus kembalikan anak-anak itu kepada orang tua mereka!” pungkas Nenek. “Mereka tidak dibuang, Nek,” kataku, memberi pengertian. “Halah! Tidak dibuang apanya? Mana ada keluarga yang rela melepaskan penerus mereka kalau bukan karena ada cacat atau kekurangan yang lain. Kamu jang
Aku mencium kening Ezio yang sudah pulas, lalu menatap wajah damainya. Ketika dia dewasa nanti, dia akan menjadi rebutan banyak wanita. Seperti Galang semasa remaja hingga sekarang. Aku tidak bisa bayangkan apa yang akan aku lakukan jika para gadis mulai mengunjungi rumah ini.Yang harus berhati-hati adalah Athena. Aku yakin Galang akan menjaganya sebaik mungkin agar tidak ada orang yang menyakiti gadis kecil itu. Seperti halnya Papa yang menjaga aku dan Amara dari laki-laki hidung belang sekuat tenaganya.“Sayang, mereka harus segera bersiap untuk sekolah!” pekikku melihat Galang dan anak-anak masih asyik berenang padahal sudah pukul enam lewat. “Apa kalian tidak kedinginan berenang sepagi ini?”“Matahari sudah tinggi, Tante. Airnya tidak dingin lagi,” jawab Ezio dengan bibir gemetar.Aku menggeleng pelan melihatnya. “Ayo, cepat. Saatnya mandi dan memakai seragam. Kalian harus sarapan di mobil supaya tidak terlambat.”Ulfa membantu Athena, sedangkan aku menolong Ezio untuk bersiap-si
~Galang~ Aku mundur selangkah mendengar kalimat Fay itu. Sama halnya seperti percakapannya dengan Doddy, maka dia juga perlu menyelesaikan masalah antara dia dengan Sonya. Mereka adalah sahabat baik saat SMU, pasti ada banyak pertanyaan di benak istriku mengenai temannya itu. Tidak ada orang di sekitar kami karena sudah lewat jam makan malam dan para tamu pasti akan menuju kamar mereka setelah makan di restoran. Hanya kuasa hukum kami yang mungkin akan lewat dan menyaksikan kejadian ini. Doddy masih saja tidak berhenti menatap Fay dengan mata kurang ajarnya itu. Sekalipun istriku tidak melirik ke arahnya, dia tidak tahu malu melakukan itu sepanjang pertemuan tadi. Wajar saja Sonya naik pitam. Namun aku menahan diri. Ini waktu untuk Fay beraksi, bukan aku. “Menyelesaikan masalah? Semuanya hanya perlu diakhiri dengan uang. Kamu malah bersikap munafik dengan menolak uang sebanyak itu. Apa kamu pikir aku akan mau melakukan permintaan konyolmu itu? Sampai mati pun tidak akan aku penuhi!
Aku mendesah pelan melihat rumah bertingkat dua itu. Seharusnya kami tidak pernah datang ke tempat ini lagi. Atas petunjuk kuasa hukum Nidya, aku tidak datang sendirian bersama istriku ke rumah mereka. Walau apa pun yang terjadi. Hubungan kami masih baik-baik saja saat berenang bersama pagi tadi, lalu mengapa mereka malah pulang ke tempat terkutuk ini lagi? Apa memar parah yang ada di tubuh mereka belum cukup untuk membuat mereka gentar kembali ke sini? Memar itu bahkan belum pulih benar. “Ezio dan Athena tidak betah di rumah mereka. Pria dan wanita ini telah menyiksa mereka dengan berat, jadi kalian sebaiknya segera menangkap penjahat ini,” kata ayah Nidya membuat aku heran. Polisi yang datang bersama kami saling bertukar pandang. Aku tenang karena salah satu dari mereka adalah orang yang sudah kami kenal. Ada satu orang wanita yang tidak pernah aku lihat sebelumnya ikut juga bersama mereka. Dia lebih banyak mengamati, dan tidak bicara sedikit pun. “Boleh kami bicara dengan anak-
Mengapa ada dua mobil polisi yang datang ke rumah kami? Mungkinkah dugaan Fay benar? Mereka datang untuk menangkap kami. Bukti apa yang mereka temukan sehingga penyelidikannya selesai secepat ini? Kami baru saja berpisah dan mereka sudah datang ke rumah kami. Aku memasuki pekarangan rumah kami, lalu menenangkan Fay sebelum kami keluar. Polisi yang sudah aku kenal, mendekati aku. Ah, pantas saja. Mobilnya ada di depan mobil rekannya, jadi aku tidak melihat ada mobil yang tadi bersama kami ke rumah orang tua Nidya. “Pak Galang, Ibu Fayola, maafkan tindakan kami yang tidak lebih dahulu mendiskusikannya dengan Anda berdua.” Pria itu tersenyum dengan ramah. “Ada apa, Pak? Bukankah Bapak akan menghubungi kami untuk pertemuan selanjutnya?” tanyaku bingung. Fay mempererat genggaman tangannya. “Kami berbohong.” Dia meringis, merasa bersalah. “Kami tidak tahu cara lain untuk membawa anak-anak itu keluar dari sana tanpa konflik.” “Apa maksud Anda?” Aku semakin tidak mengerti. “Rekan kami da
~Fayola~ Tidak mau hal yang sama terjadi lagi, aku mengawasi Ezio dan Athena dengan baik selama berada di sekolah. Aku tidak melepaskan pandanganku dari mereka ketika jam istirahat tiba. Hanya itu satu-satunya waktu di mana mereka keluar dari ruang kelas. Karena sudah ada satu desain yang selesai, aku berunding dengan wanita yang memesannya. Aku tidak mendapat kritikan apa pun darinya dan dia puas dengan hasil kerjaku. Setelah dia mentransfer uangnya, maka satu pekerjaan sudah selesai. “Hari ini kami belajar penambahan lagi, Tante. Aku sudah bisa menambah ratusan dengan satuan,” kata Ezio dengan bangga. “Oh, ya? Kamu pintar sekali!” pujiku. “Aku tadi mencocokkan nama dengan kendaraannya, lalu gambarnya boleh diwarnai,” lapor Athena. “Aku dapat nilai seratus!” “Pintarnya!” pujiku. “Aku beruntung sekali punya anak-anak seperti kalian!” “Apa mereka tidak akan diberi hadiah, Nyonya?” tanya Tama, menimpali. “Boleh. Kita sebaiknya beri mereka apa?” tanyaku. Aku menoleh ke arah yang d
Ada dua orang yang diutus untuk datang melakukan kunjungan rumah. Pria dan wanita itu melihat ke sekeliling mereka dengan puas. Anak-anak sedang di sekolah, jadi mereka tidak bertemu dengan Ezio dan Athena. Namun mereka tidak keberatan dan hanya perlu berbincang dengan kami. Aku lebih banyak membiarkan Galang yang bicara dan menjawab semua pertanyaan mereka. Hal yang mereka tanyakan sifatnya umum, hanya menyangkut kebenaran dari semua berkas yang sudah kami serahkan kepada pengacara Nidya. Kami menunjukkan kamar anak-anak dan mereka terlihat sangat puas. Aku meremas tangan Galang yang menggandeng tanganku. Itu adalah ekspresi mereka yang aku suka. Ketika mereka melihat obat, Galang menjawab dengan jujur apa yang telah terjadi serta memberikan surat dari kepolisian. “Tuan, ada tamu,” lapor Tama yang membuat aku terkejut. Kami berempat baru saja kembali ke lantai dasar. Aku mengikuti arah pandangannya dan melihat orang tua Nidya berdiri di dekat pintu. Mau apa lagi kedua orang yang s
Anak-anak sangat pengertian dengan bermain bersama Lala di ruang keluarga diawasi oleh Tama. Jadi, aku dan adikku bisa bicara berdua saja di ruang depan. Aku tidak menduga dia akan bertanya tentang percakapan rahasiaku dengan Mama usai pertemuan keluarga kami. Padahal tidak ada percakapan rahasia apa pun. Sebelum aku sempat memberi tahu Mama hal yang sangat penting, Nenek menginterupsi dan mendesak untuk segera pulang. Dia mengantuk setelah makan banyak. Hal yang sangat aku sesali, karena aku ingin sekali melepaskan beban ini. “Oh, begitu. Aku pikir Kakak menyampaikan sesuatu yang penting kepada Mama mengenai Ezio atau Athena sampai berbisik begitu,” katanya kecewa. “Kamu ini,” aku menepuk pelan pelipisnya, “selalu saja mau tahu urusan orang lain.” “Kita, ‘kan, keluarga, Kak. Mana boleh ada rahasia,” katanya. Aku sedikit merasa bersalah mendengar kalimat itu, tetapi aku segera menyembunyikannya dengan senyuman. Aku tidak siap dengan respons mereka sehingga masih merahasiakan satu